MAKNA KHALIFAH DAN KESEIMBANGAN ALAM Tamama Rofiqah Berbicara mengenai manusia tidak terlepas dari seluruh aspek yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Dalam pandangan agama, manusia adalah makhluk dengan ciptaan yang sempurna, karena manusia diberi berbagai kelebihan dari makhluk lainnya. Prayitno mengutarakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatnya. Hakikat keindahan artinya rasa senang dan bahagia. Predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan di mana pun dan pada saat apa pun baik bagi dirinya sendiri maupun bagi makhluk lainnya. Sedangkan predikat paling tinggi mengisyaratkan bahwa tidak ada mahkluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk menguasai makhluk lain sesuai dengan hakikat penciptaan manusia itu sendiri. Islam memandang bahwa manusia sebagai makhluk adalah sosok yang terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmaniah pada manusia memungkinkan manusia melaksanakan tugasnya sebagai makhluk melalui jasad fisik yang tampak nyata. Sedangkan unsur rohaniah menjadikan manusia tetap berada pada posisi mahkluk (red, ciptaan) bukan khalik (pencipta) melalui kesadaran jiwa dan aktivitas mental dalam dirinya meliputi pikiran dan perasaannya. Kesatuan aktivitas jasmaniah dan rohaniah tersebut mengharuskan manusia tunduk dan patuh terhadap sang khalik (penciptanya). Sebagaimana tertuang dalam Surat AzZariyat: 56, yang berbunyi :” Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Pernyataan ayat di atas menegaskan bahwa tidak ada tujuan hidup dari manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada sang khalik. Ibadah yang dimaksud bukan dalam tataran arti yang sempit melainkan dengan pengertian yang luas dan beragam. Ibadah tersebut meliputi seluruh aktivitas manusia baik jasmani maupun rohani yang dilandasi dengan kesadaran jiwa bahwa manusia adalah makhluk (ciptaan) bukan khalik (pencipta). Kabir Helminski, seorang penulis literatur sufi dan penerus tradisi Maulawi Jalaluddin Rumi menulis dalam bukunya The Knowing Heart: A Sufi Path of Transformation, bahwa sifat manusia adalah refleksi dari sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat yang tidak terbatas yang 99 di antaranya disebutkan dalam Al-Qur’an. Kesempurnaan manusia adalah takdir bawaan yang memerlukan hubungan harmonis antara kesadaran kita dan rahmat ilahi. Menurutnya sifat 1 manusia sempurna meliputi pengetahuan diri (kelemahan, keterbatasan, karakteristik dan motivasi), pengendalian diri (mampu membimbing dan mentransendenkan dorongan nafsu), pengetahuan yang objektif (melalui hati yang sadar dan suci), pengetahuan bathin (mampu mengakses bimbingan dan makna dari dalam diri), hadir (perasaan khusyuk), cinta tanpa pamrih (mencintai Tuhan dan ciptaanNya tanpa motif kepentingan diri), meningkatkan perspektif illahiah (mampu melihat kejadian dari sisi agama bukan egoisme) dan intim dengan Tuhan. Sebagaimana Robert Galvin (Chairman Motorola) menyebutkan bahwa manusia adalah produk Hi-tech tercanggih. Kesempurnaan yang digambarkan oleh Kabir di atas menunjukkan ketinggian manusia dibandingkan makhluk lainnya. Dengan penciptaan yang sempurna, maka manusia diberikan tugas mulia yaitu sebagai pemimpin baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain (red, umat manusia). Dalam istilah agama, pemimpin dikenal dengan sebutan khalifah. Keberadaan manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam Surat Al-Baqarah: 30, yang berbunyi : “Dan (Ingatlah) Ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di Bumi”, mereka berkata, “apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia Berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Ayat di atas menunjukkan bahwa Tuhan menjadikan manusia sebagai khalifah untuk menggantikan mereka yang berbuat kerusakan dan tidak istiqomah (dalam menjalankan perintah Tuhan). Perkataan malaikat tersebut merupakan dalil bahwa sudah ada kaum yang melakukan kerusakan di bumi hingga Tuhan menjadikan khalifah untuk menggantikan mereka di bumi dengan syariatNya, menyebarkan dakwah tauhid, ikhlas beribadah dan beriman kepadaNya. Sebagian ulama berpendapat bahwa sesungguhnya ada kaum sebelum Adam yaitu sekelompok manusia dan makhluk lain yang disebut al-jinn dan al-hinn. Dengan demikian, penciptaan Adam menggantikan mereka dalam hal menampakkan kebenaran, menjelaskan syariat, mendekatkan diri padaNya (red, ibadah) dan mencegah dari kerusakan di muka bumi. Berdasarkan tafsir tersebut di atas, dapat dipahami bahwa menjadi manusia dengan melaksanakan peran sebagai “khalifah” merupakan wujud ibadah. Karena sosok khalifah adalah sosok yang benar, taat, tegas dan kehadirannya membawa kedamaian. Manusia yang menjalankan peran sebagai khalifah akan memunculkan keharmonisan dan keteraturan dalam hidup. Keharmonisan ini tidak hanya berhubungan dengan sesama manusia semata tetapi juga alam semesta. Alam merupakan lingkungan tempat manusia hidup. Keteraturan antara hidup manusia dengan alam lingkungannya akan membuahkan keseimbangan yang berakhir pada 2 kehidupan yang damai dan sejahtera. Albert Camus berkata, dunia ini tidak pernah diam, meskipun dalam keheningan selalu bergetar dalam vibrasi yang tidak tertangkap pancaindera. Dalam teori The Law of Attraction, Elizabeth Towne, menjelaskan bahwa manusia adalah magnet dan setiap detail peristiwa yang dialaminya datang atas daya tarik (undangannya) sendiri. Hukum tarik menarik (The Law of Attraction) ini berlaku seperti hukum gravitasi dan berlangsung secara otomatis. Hukum ini berlaku otomatis di alam, dan terlebih lagi berlaku pada pikiran dan perasaan manusia. Tuhan selalu mengabulkan doa setiap orang. Dan Ia mengabulkan doa yang ada di hati manusia bukan yang terucap di mulut. Manusia akan selalu menerima apa yang ada dalam hatinya meskipun ia tidak menginginkannya. Karena yang ada di hati sama dengan apa yang selalu dipikirkan. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka hati adalah sumber dari keseluruhan bentuk pikiran dan perasaan manusia yang diwujudkan melalui perbuatannya. Kerusakan yang terjadi akibat perbuatan manusia merupakan cerminan hati yang tidak lagi bersih. Hati yang kotor akan sulit menerima kebenaran, perbuatan yang dilakukannya merupakan dorongan keinginan dan nafsu semata. Keadaan ini tentu mengesampingkan sisi peran sebagai “khalifah” pada manusia. Maka muncullah manusia-manusia yang melakukan kerusakan di bumi. Banyak yang dapat dijadikan I’tibar (contoh/pelajaran) dari manusia seperti ini yaitu kasus pemerkosaan Yuyun, siswi SMP yang diperkosa oleh 14 pemuda, kasus pemerkosaan Eno yang dibunuh dengan cangkul, kasus anak sekolah yang tidak taat dan patuh pada guru dan masih banyak lagi merupakan kerusakan pada sisi moral (red, rohani) manusia saat ini. Selain itu, berbagai bencana yang terjadi seperti bencana tsunami Aceh, gempa bumi di Mentawai Sumatera Barat, Banjir di Pulau Jawa, Lumpur Lapindo, dll, merupakan bentuk tidak adanya keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam lingkungannya. Manusia yang gemar berbuat kerusakan (baik fisik maupun psikis) seperti itu merupakan gambaran dari makhluk lain sebelum Adam yaitu al-jinn dan al-hinn sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqaroh ayat 30. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa manusia yang hatinya kotor, perbuatannya keji, kerap merugikan orang lain dan merusak alam adalah perilaku-perilaku al-jinn dan al-hinn yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an. Maka, kehadiran manusia sebagai “khalifah” yang membawa kebenaran, menjelaskan syariat, mengajarkan untuk mendekatkan diri padaNya (red, ibadah) dan mencegah dari kerusakan di muka bumi adalah sosok yang diwujudkan melalui kesadaran diri sebagai manusia bahwa tujuan utama hidup hanyalah beribadah kepadaNya. Sehingga setiap perbuatan yang dilakukan manusia tidak atas kepentingan diri sendiri melainkan hanya beribadah kepada Tuhan sebagai makhluk (ciptaan). 3 Daftar Pustaka Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Syaamil Al-Qur’an. Erbe Sentanu. 2015. Quantum Ikhlas Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Prayitno. 2014. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta : Rineka Cipta. 4