Penjelasan DETOX CATWALK Latar Belakang Selama puluhan tahun, korporasi telah memilih untuk menjadikan lingkungan sebagai tempat pembuangan bahan-bahan kimia berbahaya beracun, tanpa dihambat oleh peraturan pemerintah yang efektif. Hal ini telah menyebabkan penumpukan bahan kimia secara terus-menerus di alam, terutama di badan air.1 Polusi air telah menjadi realitas sehari-hari, bagi komunitas lokal yang hidup di dekat pabrik dan para konsumen di seluruh dunia yang telah ikut terdampak oleh siklus toksik ini. Masalah diatas biasanya diatasi dengan membuat dan memperketat aturan ambang batas limbah dari parameter bahan kimia berbahaya yang jenisnya juga terbatas. Korporasi menerapkan batasan tersebut sebagai program tanggung jawab perusahaan. Namun, bentuk “polusi yang dilegalisasi” ini sesungguhnya merupakan bentuk kompromi yang menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab, serta ia tidak mampu mencegah pembuangan bahan kimia yang terus menerus ke lingkungan.2 Skala produksi dan pendekatan ‘bisnis cara lama’ pada proses manufaktur – terutama di Belahan Bumi Selatan (Global South)- bermakna bahwa penggunaan bahan kimia berbahaya di industri masih berlanjut. Industri tekstil harus segera bertanggung jawab atas kontribusi mereka terhadap masalah ini, baik yang mereka lakukan saat ini maupun di masa lampau. Bahan kimia berbahaya- termasuk 11 kelompok prioritas yang telah diidentifikasi Greenpeace3 masih terus digunakan dalam pembuatan pakaian dari berbagai merek-merek ternama. Bahan kimia ini masih ditemukan di limbah cair yang dibuang para pabrik pemasok mereka, di dalam produk dan di lingkungan, meski regulasi dan program tanggung jawab perusahaan telah berlangsung puluhan tahun. Ambang batas legal penggunaan dan pembuangan telah menyebabkan bahan kimia berbahaya ini menumpuk dan berakumulasi di lingkungan selama bertahun-tahun. Tidak ada ambang batas ‘aman’ untuk bahan kimia berbahaya yang sulit terurai atau dengan kata lain bersifat persisten. Sepanjang dua tahun sejak Juli 2011, Greenpeace meluncurkan kampanye “Detox” untuk mengatasi masalah ini. Sejak saat itu, terdapat 17 merek perusahaan ternama telah berkomitmen terhadap Detox. Detox Catwalk adalah evaluasi Greenpeace terhadap perkembangan komitmen tersebut sejauh ini. Berdasarkan evaluasi langkahlangkah kredibel yang diambil oleh 17 merek ternama terhadap komitmen Detox; Detox Catwalk mengelompokkan mereka ke dalam tiga kategori: Pemimpin (Leaders), Greenwashers, dan Yang Tertinggal Barisan (Laggards). Empat belas (14) dari perusahaan ini telah bertidak sebagai “pemimpin” Detox – mengatasi masalah bahan kimia berbahaya beracun dengan urgensi yang sesuai. Namun disayangkan, terdapat 3 perusahaan yang teridentifikasi sebagai ‘Greenwashers’ – Adidas, Nike and LiNing. Meski telah berkomitmen terhadap Detox sejak dua tahun lalu, tidak terdapat cukup bukti bahwa ketiga perusahaan tersebut telah menciptakan hasil yang kredibel di lapangan. Masing-masing dari greenwasher ini telah berkali-kali menolak tanggung jawab mereka untuk mengambil tindakan individual selaku korporasi dalam mengeliminasi semua bahan yang teridentifikasi sebagai kimia berbahaya, serta untuk menyediakan transparansi yang kredibel untuk publik. Mereka memilih untuk berlindung dibalik payung kolektif yang tak aktif – Kelompok Zero Discharge of Hazardous Chemicals (ZDHC)4, dibandingkan secara aktif mendukung ‘Hak untuk Tahu’ dari masyarakat terkait polusi bahan kimia berbahaya dari masing-masing pemasok mereka, Walau Greenpeace memahami pentingnya tindakan kolektif, kelompok industri ini terbukti tidak efektif dan tidak bertindak sesuai urgensi yang dituntut oleh gentingya situasi. Sebagai contoh, kelompok ini belum mencapai eliminasi apapun dari bahan kimia berbahaya beracun yang penting, serta belum memfasilitasi terbukanya informasi dari data pembuangan, sebuah langkah awal krusial dalam mencapai Nol Pembuangan (bahan berbahaya beracun). Jika kelompok tersebut terus berjalan dengan lamban, maka mereka tidak akan dapat memenuhi tengat waktu Nol Pembuangan pada tanggal 1 Januari 2020. Greenwashers seperti Adidas dan Nike memilih untuk ‘berputar-putar’ dalam janji mereka kepada publik lewat aksi Humas mereka, di saat seharusnya mereka mengambil aksi penting untuk segera mengeliminasi bahan kimia berbahaya. Lebih lanjut, Detox Catwalk juga menambahkan kategori ketiga “Yang tertinggal Barisan”. Walaupun telah ditemukan bahan kimia berbahaya dalam produk-produk mereka5, tujuh (7) perusahaan ini belum mengatasi masalah secara bertanggung jawab dengan cara berkomitmen terhadap solusi Detox secara individual dan kredibel. Sama seperti Greenwasher, perusahaan ini mengelak dari tanggung jawab individual mereka terhadap polusi kimia berbahaya beracun. Namun bedanya dengan Greenwasher, mereka Yang tertinggal barisan tidak menyatakan telah melakukan komitmen individual terhadap Detox. Greenpeace memuji tindakan14 perusahaan yang mengambil langkah kredibel terhadap komitmen Detox. Tindakan mereka menunjukkan bahwa eliminasi bahan kimia berbahaya beracun tidak saja mungkin dilakukan, namun sudah terjadi. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu isu pembuangan bahan kimia beracun dari industri tekstil masih terselubung dalam kerahasiaan. Keberadaannya mulai terbongkar sejak diluncurkannya kampanye Detox Greenpeace dua tahun yang lalu. Hari ini, “hak masyarakat untuk tahu” tentang pembuangan setiap jenis bahan kimia dari setiap pemasok merek-merek fashion – sesuatu yang sebelum adanya kampanye Detox merupakan hal yang terus menerus ditolak oleh industri tekstil dan dianggap tidak mungkin terwujud – akhirnya menjadi kenyataan. Fungsi & Kriteria Komitmen Detox dan rencana kerja yang efektif dan kredibel dari sebuah perusahaan terdiri dari 3 hal kunci: Prinsip-prinsip mendasar, Transparansi dan Eliminasi. Perusahaan yang mengambil langkah nyata dan membangun alur yang jelas dalam kriteria terkait dikategorikan sebagai Pemimpin. Mereka yang gagal bertindak pada skala dan urgensi yang seharusnya terhadap komitmen mereka, bersembunyi dibalik ketidak-aktifan kolektif dan janji-janji di atas kertas akan menemukan bahwa diri mereka dikategorikan sebagai Greenwasher. Lebih lanjut, mereka yang belum membuat komitmen individual terkait elemen-elemen kritis dikelompokkan sebagai Yang Tertinggal barisan. 1. Prinsip Inti Terdapat empat prinsip inti yang dapat menjadi patokan tanggung jawab perusahaan dalam Komitmen Detox: akuntabilitas korporasi secara individual 6, “Prinsip Kehati-hatian”7, definisi yang kredibel terhadap ‘nol’ dan “Hak untuk Tahu” dari masyarakat8 tentang penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya pada rantai pabrik-pabrik pemasok serta keberadaan zat tersebut di produk akhir. Komitmen perusahaan terhadap prinsip-prinsip ini menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk berkembang ke arah nol penggunaan bahan kimia berbahaya beracun. Langkah pertama menuju Detox adalah bahwa sebuah perusahaan harus mengumumkan ke publik perihal akutabilitas ‘individual’ perusahaan atas polusi bahan kimia berbahaya yang berasal dari rantai pemasok global mereka. Meski Greenpeace telah berkali-kali memberi tantangan dan bujukan, para Greenwashers seperti Adidas, Nike dan LiNing kerap kali gagal untuk bertindak secara independen, diluar janji-janji dan proyek percontohan dari ZDHC9 group. Dengan tidak mengakui akutabilitas korporasi mereka secara individual, perusahaan-perusahaan ini telah menjadi penghalang atas pentingnya eliminasi penggunaan bahan kimia berbahaya beracun. “Prinsip Kehati-hatian” dan definisi yang kredibel terhadap ‘nol’ pembuangan adalah dua hal kritis dari prinsip Detox yang implementasi nyatanya terletak pada pendekatan ‘hazard-base’- saat melakukan seleksi dan bertindak cepat terhadap eliminasi bahan kimia berbahaya beracun. Penerapan pendekatan-pendekatan tersebut adalah hal yang mendasar bagi kredibilitas dari perusahaan yang bertanggung jawab secara individual terhadap program Detox. Pendekatan hazard-base mempertimbangkan ciriciri bahan kimia berbahaya- yaitu toksisitas, persistensi (sulit terurai), kemampuan bioakumulasi, menyebabkan kanker atau mengganggu kerja hormon endokrin10 sebagai dasar dari tindakan eliminasi segera. Pendekatan ini tidak dapat dikompromikan dengan introduksi elemen “resiko” (seperti volume, pengaruh atau kebutuhan bisnis) – sebagaimana yang dipromosikan oleh Greenwashers – dan pada akhirnya berusaha menentukan batas “dapat diterima” atau “aman” terhadap paparan bahan kimia berbahaya beracun. Pendekatan ‘risk-based’ mengecilkan atau mengabaikan pentingnya eliminasi, karena ia tidak segera mewajibkan pengambilan tindakan terhadap bahan kimia yang telah teridentifikasi sifat bahayanya. Penyisihan beberapa bahan kimia berbahaya dalam sejenis daftar ‘nonprioritas’ menjadi pembenaran terhapap kelanjutan penggunaan dan pembuangannya. Untuk mememenuhi komitmen Detox, sebuah perusahaan yang bertanggung jawab harus menggunakan metodologi screening atau penyaringan yang menyeluruh dan kredibel11 sehingga teridentifikasi sebuah daftar universal dari bahan kimia berbahaya beracun dan eliminasi benar-benar dapat dilakukan tidak lebih lambat dari 1 January 2020. Elemen kedua yang penting dalam pendekatan seleksi dan eliminasi adalah bahwa tidak ada “batas aman” dari bahan kimia yang secara intrinsik berbahaya. Sebuah program yang kredibel haruslah mengacu pada tujuan akhir mencapai tingkat Nol pada seluruh jalur pembuangan, dalam produk dan semua input. Definisi yang kredibel dari ‘nol’ 12 penggunaan bahan kimia berbahaya beracun harus secara terus-menerus diverifikasi dengan cara menggunakan teknologi terbaik dan termutakhir (‘best current testing technology’) untuk deteksi bahan kimia berbahaya di seluruh jalur pembuangan. Metoda uji kimia yang digunakan harus secara berkala diperbaharui untuk menggambarkan best practice, sehingga tercapai kemajuan terus-menerus terhadap target nol penggunaan bahan kimia berbahaya. “Hak masyarakat untuk Tahu” atas penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya dari perusahaan pemasok, serta keberadaan zat tersebut di produk akhir merepresentasikan prinsip Inti yang terakhir dan ditegaskan kembali pada detail di bawah. 2. Trasparansi Kami warga dunia memiliki "Hak untuk Tahu " atas bahan kimia berbahaya yang digunakan dan dibuang ke lingkungan, serta lokasi terjadinya (detail pabrik dan produk). Sebuah rencana Detox individual yang kredibel tidak mungkin dilakukan tanpa transparansi informasi penggunaan dan pembuangan semua bahan kimia berbahaya. Segera setelah kenyataan pencemaran bahan kimia terungkap ke publik13 mereka yang bertanggung jawab harus bertindak cepat dan efektif untuk mencapai nol penggunaan bahan kimia berbahaya. Sebuah perusahaan yang bertanggung jawab selayaknya menetapkan rencana yang jelas untuk mempublikasikan informasi yang tepat, relevan dan akurat terkait penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya dari masing-masing fasilitas dalam rantai pasokan mereka hingga ke tingkat lokal. Sangat penting bahwa komunitas setempat, organisasi kepentingan publik dan masyarakat umum, secara teratur dan mudah dapat mengakses informasi terkini dan terperinci, contohnya IPE (Lembaga Publik dan Lingkungan Cina14) dalam platform online global. Platform pengungkapan IPE menjadi database online yang nyata, independen dan dikenal banyak orang, dimana sebuah perusahaan dapat membuka data pembuangan limbah mereka. Dengan mempublikasikan data pembuangan limbah melalui IPE, sebuah perusahaan pemasok memastikan bahwa data yang ditampilkan adalah kredibel, yaitu mencakup rincian penting identifikasi pabrik yang terkait dan minimal mencakup 11 kelompok bahan kimia berbahaya prioritas. Mengingat sebagian besar produksi tekstil dunia terjadi di Cina, pihak perusahaan harus menjamin bahwa data dari pemasok yang berasal negara tersebut diungkap, diikuti dengan pemasok besar lainnya dari negara-negara belahan bumi Selatan. Pelaporan penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya oleh setiap perusahaan Detox yang bertanggung jawab harus segera menunjukkan status perkembangan di seluruh rantai produksi global mereka. Untuk menjadi Pemimpin Detox, perusahaan-perusahaan harus setuju untuk mengungkap secara kredibel kepada publik setiap bahan kimia (chemical by chemical) yang digunakan dan dibuang, sebagai contoh melalu platform IPE online. Cukup mengejutkan bahwa tiga perusahaan Greenwasher – adidas, Nike, LiNing – secara nyata dan berulang menolak untuk menghomati komitmen mereka kepada publik terkait transparansi. Secara terus menerus mereka mengidahkan “Hak untuk Tahu” dari para konsumen dan masyarakat lokal yang tinggal di dekat pabrik pemasok, dimana bahan kimia berbahaya digunakan pada proses produksi dan dapat terkandung juga pada buangan pabrik tersebut. Transparansi publik yang kredibel memberi kesempatan bagi perusahaan – dan pemasok mereka – untuk melakukan identifikasi yang sesuai tentang dimana dan bagaimana bahan kimia berbahaya digunakan dan dibuang. Ia juga dapat memfasilitasi perkembangan eliminasi yang transparan dan dapat diverifikasi. 3. Eliminasi Sejalan dengan urgensi dari masalah polusi air secara global, para perusahaan pemimpin Detox telah berkomitmen untuk mengeliminasi 11 kelompok bahan kimia berbahaya prioritas (11 Priority Hazardous Chemicals (PHC) groups) sebelum 1 januari 2020. Sebagai contoh, di dalam kelompok 11 PHC, terdapat dua kelompok bahan kimia, yang secara luas dan sengaja digunakan dalam produksi tekstil, yang ditargetkan untuk eliminasi jauh sebelum tenggat waktu 01 Januari 2020. Para pemimpin Detox telah memulai proses penyusunan dan pelaksanaan tanggal-tanggal terminasi jangka menengah sebelum mencapai tanggal eliminasi final 1 Januari 2020. Sedangkan dari ketiga Greenwasher, tidak ada yang telah menetapkan tanggal terminasi lengkap dari kelompok bahan kimia yang telah teridentifikasi. Para merek Detox yang tergolong bertanggung jawab juga telah memulai proses penghentian penggunaan secara bertahap (dan bahkan beberapa sudah mengeliminasinya dari rantai suplai global mereka) adanya penggunaan dan pembuangan per- dan polyfluorinated compounds chemicals (PFCs)15 and alkylphenol ethoxylates (APEOs). Proses eliminasi bahan kimia berbahaya harus di fasilitasi dengan adanya dokumentasi publik yang rutin dan kredibel melalui situs korporasi, juga termasuk studi kasus subtitusi ke bahan yang lebih aman yang dipublikasi melalui, contohnya, platform online Subsport.org platform.16 Mengingat komitmen Detox merupakan proses berkelanjutan, perusahaan memerlukan target-target jangka menengah untuk eliminasi bahan kimia berbahaya (lebih dari sekedar kelompok 11 bahan kimia prioritas) dan pengalihannya ke bahan kimia tidak berbahaya pada tanggal spesifik dan sesegera mungkin. Perusahaan yang bertanggung jawab akan memilih untuk bertindak sekarang dan tidak menunggu hingga tanggal 31 Desember 2019 untuk mengeliminasi bahan kimia berbahaya yang mereka gunakan. Contoh APEO: Usaha eliminasi kelompok APEO menjadi contoh bagaimana usaha perusahaan, baik secara individual maupun berkelompok, telah terbukti tidak memadai. Meski alternatif bahan kimia dan/atau proses yang efektif telah tersedia dan meski banyak perusahaan telah cukup lama menempatkan APEO dalam daftar zat yang ‘dilarang’ atau ‘dibatasi’, penggunaan APEO masih berlangsung. Dengan demikian, residu APEO masih sering ditemukan di produk pakaian, sebagaimana telah ditunjukkan pada beberapa investigasi Greenpeace17. Bukannya bekerja menuju nol, perusahaan malahan memilih untuk sekedar menentukan batas jumlah penggunaan bahan kimia di proses produksi. Implementasi ‘batas aman’ ini telah menyebabkan APE terus menerus dilepaskan dan berakumulasi di alam. Ini menunjukkan bahwa komunikasi dengan pemasok tentang “ambang batas” dan ketidak tegasan prihal target nol penggunaan, telah mengirimkan pesan yang salah bagi para pemasok dan produsen bahan kimia mereka. Sehingga masalah terus berlanjut padahal seharusnya sudah bisa dituntaskan. Mengingat penggunaan APEO yang sangat beragam, sebuah komitmen Detox yang kredibel harusnya mewajibkan perusahaan untuk melakukan investigasi dan secara lugas memahami semua jalur penggunaan dan keberadaan APEO yang dapat berakhir pada pencemaran. Lebih lanjut, sangatlah penting bahwa hasil investigasi ini dilaporakan sehingga mereka dapat terus bergerak maju ke arah nol. 1 Greenpeace International (2009). Poisoning the Pearl: An investigation into industrial water pollution in the Pearl River Delta http://www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/poisoning-the-pearl/ p39 2 Greenpeace International (2011). Hidden Consequences: The costs of industrial water pollution on people, planet and profit. May 2011 http://www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/Hidden-Consequences/ 3 The 11 priority hazardous chemical groups are 1. Alkylphenols (APEOs) 2. Phthalates 3.Brominated and chlorinated flame retardants (BFRs, CFRs) 4. Azo dyes 5. Organotin compounds 6. Perfluorinated chemicals (PFCs) 7. Chlorobenzenes 8. Chlorinated solvents 9. Chlorophenols 10. Short chain chlorinated paraffins 11. Heavy metals such as cadmium, lead, mercury and chromium (VI). 4 Zero Discharge of Hazardous Chemicals Group, Joint Roadmap, http://www.roadmaptozero.com 5 Greenpeace International (2011a). Dirty Laundry: Unravelling the corporate connections to toxic water pollution in China. July 2011 http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/toxics/water/Dirty-Laundry-report/ Greenpeace International (2011b). Dirty Laundry 2: Hung Out to Dry: Unravelling the toxic trail from pipes to products. August 2011. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/Dirty-Laundry-2/ Greenpeace International (2012a). Dirty Laundry: Reloaded. How big brands are making consumers unwitting accomplices in the toxic water cycle. 20 March 2012. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Dirty-Laundry-Reloaded/ Greenpeace International (2012b). Toxic Threads: The Big Fashion Stitch-Up. November 2012. http://www.greenpeace.org/international/big-fashion-stitch-up Greenpeace International (2012c). Toxic Threads: Putting Pollution on Parade. December 2012. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Putting-Pollution-on-Parade/ Greenpeace International (2012d). Toxic Threads: Under Wraps. December 2012.http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Toxic-Threads-Under-Wraps/ Greenpeace International (2013), Toxic Threads: Polluting Paradise A story of big brands and water pollution in Indonesia, April 2013, http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Polluting-Paradise/ 6 All brands need to take corporate responsibility for a clear Individual Action Plan that identifies the steps it will take to follow through on its Detox commitment and continuously review and update these steps. 7 This means taking preventive action before waiting for conclusive scientific proof regarding cause and effect between the substance (or activity) and the damage. It is based on the assumption that some hazardous substances cannot be rendered harmless by the receiving environment (i.e. there are no ‘environmentally acceptable’/ ’safe’ use or discharge levels) and that prevention of potentially serious or irreversible damage is required, even in the absence of full scientific certainty. The process of applying the Precautionary Principle must involve an examination of the full range of alternatives, including, where necessary, substitution through the development of sustainable alternatives where they do not already exist. 8 Right to Know is defined as practices that allow members of the public access to environmental information – in this case specifically about the uses and discharges of chemicals based on reported quantities of releases of hazardous chemicals to the environment, chemical-by-chemical, facility-by-facility, at least year-by-year. 9 ZDHC Group, op.cit. 10 All hazardous chemicals means all those that show intrinsically hazardous properties: persistent, bioaccumulative and toxic (PBT); very persistent and very bioaccumulative (vPvB); carcinogenic, mutagenic and toxic for reproduction (CMR); endocrine disruptors (ED), or other properties of equivalent concern, (not just those that have been regulated or restricted in other regions). This will require establishing – ideally with other industry actors – a corresponding list of the hazardous chemicals concerned that will be regularly reviewed. 11 Clean Production Action’s ‘Greenscreen’ intrinsic hazards assessment tools and criteria11 is currently the only process that comes closest to meeting the necessary requirements for a thorough and credible hazards-based screening methodology. See: See http://www.cleanproduction.org/Greenscreen.php and http://www.cleanproduction.org/library/GreenScreen_v1_22e_CriteriaDetailed_2012_10_10w_all_Lists_vf.pdf . 12 Zero discharge means elimination of all releases, via all pathways of release, i.e. discharges, emissions and losses, from our supply chain and our products. “Elimination” or “zero” means ‘not detectable, to the limits of current technology’, and only naturally occurring background levels are acceptable. 13 Greenpeace International reports, op.cit. reference 3. 14 The IPE online platform (in China) is an existing well known and independent relational, and publicly accessible, database including a section that provides voluntarily disclosed data on company emissions, consumptions and pollutant discharges and also discharges and emissions of hazardous chemicals searchable by facility name, activity, date, location and/or individual pollutant. The Internet platform will be direct data entry with the necessary procedures for security and data verification. The IPE disclosure platform is used to ensure the discharges data of various supplier facilities are easily accessible, centralized and searchable via consistent credible content and form. These data may additionally be shared via the brand and supplier’s website. But, these additional forms of data distribution will not be a substitute/replacement for China supplier disclosure via the IPE platform. IPE is an independent non-profit, non-governmental organisation that, on occasion, may also work on similar issues as Greenpeace. 15 PFCs - Perfluorocarbon / Polyfluorinated Compounds; PFCs include polyfluorinated compounds, such as fluorotelomers, that can serve as precursors that degrade to form perfluorinated carboxylic acids, e.g. PFOA 16 http://www.subsport.eu, select case studies. 17 Greenpeace International reports, Dirty Laundry 2, Dirty Laundry Reloaded, Toxic Threads, the Big Fashion Stitch-up, op.cit.