Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI IKAN PE Heru Sumaryanto*, Rusky I. Pratama dan Joko Santoso Program Perkuatan UKM Produk Agroindustri (PPUKM)-P2SDM-LPPM IPB Kampus IPB Baranangsiang, Bogor *Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected]; web: ppukm.ipbana.com Abstrak Ikan pe (smoked rayfish) merupakan salah satu produk tradisional perikanan khas Indonesia (exotic indigenous food). Produk olahan ikan berupa ikan asap ini diproduksi oleh unit usaha berskala kecil dan menengah (UKM) di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan menggunakan bahan baku ikan pari dan metode pengasapan panas. Dalam makalah ini, diuraikan karakteristik kimia (komposisi proksimat, fenol, garam, asam amino bebas, polycyclic aromatic hydrocarbon, dan flavor volatil) dan karakteristik sensori (aroma dan rasa) ikan pe. Kegiatan ini merupakan bagian dalam pemetaan produk olahan ikan khas daerah di Indonesia sebagai upaya protektif terhadap kekayaan bangsa Indonesia. Hasil analisis proksimat, total fenol dan kadar garam menunjukkan bahwa ikan pe memiliki kadar air sebesar 76,44 (%bb); kadar abu 0,75 (%bb); kadar lemak 1,01 (%bb); kadar protein 20,37 (%bb); kadar total fenol 59,34 (ppm) dan kadar garam 0,29 (%bb). Hasil analisis asam amino bebas menunjukkan bahwa ikan pe memiliki jumlah asam amino bebas alanin (53,14 ppm) dan valin (12,66 ppm) yang lebih tinggi daripada jenis asam amino lainnya. Ikan pe tidak mengandung senyawa PAH yang berbahaya bagi kesehatan (limit deteksi 660 ppb). hasil analisis komponen senyawa volatil menunjukkan bahwa senyawa volatil yang terdeteksi pada ikan pedapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu golongan hidrokarbon (55 jenis senyawa), fenol (30 jenis), ester (2 jenis), aldehida (2 jenis), furan (6 jenis), keton (10 jenis), alkohol (3 jenis), asam organik (2 ® jenis) dan senyawa golongan lainnya (21 jenis).Hasil metode QDA menunjukkan bahwa ikan pe memiliki aroma smoky (62,32) dan rasa gurih (33,68) yang lebih terdeteksi intensitasnya dibandingkan dengan atribut lainnya. Kata kunci: ikan pari, karakteristik produk, pengasapan Pengantar Beberapa daerah di Indonesia memiliki komoditas ikan asap yang khas karena adanya perbedaan bahan baku, jenis bahan bakar, jenis alat dan kondisi pengasapan maupun metode pengasapan yang digunakan. Ikan pe adalah sebutan untuk ikan yang diproses dengan cara diasap di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dengan olahan kulinernya yang populer disebut dengan mangut. Ikan tersebut menjadi matang karena kombinasi dari dua hal, yaitu: panas api dan asap. Biasanya ikan yang digunakan untuk ikan pe adalah ikan pari tetapi saat ini hampir semua jenis ikan dapat dibuat menjadi ikan pe. Potongan-potongan ikan ditusuk dengan batangan bambu (atau tidak ditusuk) pada proses pembuatannya untuk memudahkan proses pengasapan dan kemudian dipanggang di atas sumber asap. Pengasapan ikan ialah proses pengaplikasian asap dari kayu untuk memberikan citarasa asap pada ikan atau bagian dari ikan, selain itu juga untuk mengeringkan ikan secara parsial. Pengasapan dilakukan untuk menghasilkan produk ikan asap dan memperpanjang masa simpan produk. Pengaruh pengawetan dari asap kemungkinan besar disebabkan oleh adanya sejumlah komponen fenolik, nitrit dan formaldehida. Prinsip utama pengawetan dengan pengasapan ialah mengurangi aktivitas air sebagai akibat dari adanya garam dan tingkat pengeringan (Whittle & Howgate 2000). Pada saat ini, pengasapan ikan dilakukan dengan alasan utama untuk memberikan penampakan dan flavor yang khas (Martinez et al., 2007). Flavor merupakan salah satu karakteristik penting yang menentukan kualitas dan penerimaan produk tersebut di pasaran. Flavor ikan asap dipengaruhi oleh kandungan senyawa volatil seperti fenolik dan karbonil (Toth & Potthast, 1984). Selain itu, komponen nonvolatil seperti asam amino bebas dan garam yang berasal dari penggaraman juga turut mempengaruhi. Asap juga mengandung senyawa hasil Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) - 1 pPA-05 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 pembakaran yang perlu diwaspadai yaitu senyawa-senyawa dari golongan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang bersifat karsinogen. Para peneliti Jepang telah melakukan identifikasi flavor produk khas-nya sejak tahun 1960-an. Penelitian negara lain terutama mengkaji mengenai pengaruh proses pengasapan terhadap kualitas dan beberapa karakteristik ikan asap (Oyelese, 2006; Martinez et al., 2007) serta komponen volatil ikan asap (Guillen & Errecalde, 2002; Guillen et al., 2006; Varlett et al., 2007; Jonsdottir et al., 2008). Beberapa penelitian mengenai ikan asap juga telah dilakukan di Indonesia terutama mengenai pengaruh proses pengasapan dan penyimpanan terhadap berbagai karakteristik mutu, dan fisiko-kimia ikan asap. Sementara itu penelitian mengenai inventarisasi proses dan identifikasi senyawa-senyawa kimia komposisi flavor dan profil sensori produk-produk ikan asap khas Indonesia hingga saat ini belum banyak diteliti. Menurut Whittle & Howgate (2000), spesifikasi proses pengasapan dapat menggambarkan langkah-langkah proses penting yang berpengaruh terhadap kualitas produk akhir dan akan berguna dalam menentukan, mengendalikan dan mengukur atribut kualitas produk akhir. Walaupun senyawa volatil dapat dideteksi menggunakan instrumen tetapi sensasi flavor yang diterima oleh manusia hanya bisa diukur secara organoleptik. Pengaruh dari berbagai flavor yang berbeda terhadap pemilihan konsumen hanya bisa dinilai oleh uji sensori subyektif (Noble, 2006). Hasil penelitian ikan asap bersifat spesifik bagi masing-masing produk ikan asap. Oleh karena itu penelitian mengenai inventarisasi langkah-langkah proses pengasapan dan identifikasi jumlah, jenis atau intensitas senyawa-senyawa kimia yang terkandung dan berpengaruh terhadap flavor dari ikan asap sangat penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi proses pembuatan salah satu ikan asap tradisional khas Indonesia yaitu ikan pe serta mengidentifikasi komponen flavor, karakteristik kimianya serta mengkaji karakteristik organoleptiknya dengan menggunakan metode Qualitative ® Descriptive Analysis (QDA ). Kegiatan ini merupakan bagian dalam pemetaan produk olahan ikan khas daerah (exotic indigenous food) di Indonesia sebagai upaya protektif terhadap kekayaan bangsa Indonesia. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Pengambilan sampel ikan asap dilakukan di UKM Kelompok Sukoharjo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Konservasi Satwa Langka dan Harapan; Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Bahan Bahan baku yang digunakan ialah ikan pe. Bahan-bahan untuk analisis kimia, pengujian organoleptik, larutan standar aroma ikan asap (furfuril mercaptan, hexyl acetate, Butter 09002, guaiakol, squalane), bahan standar untuk rasa dasar (sukrosa, garam, MSG, kafein, asam sitrat) dan bahan-bahan analisis kimia lainnya. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah timbangan, plastik, alumunium foil, coolbox, peralatan analitik antara lain satu rangkaian alat Gas Chromatography (Agilent Technologies 7890A GC System) dan Mass Spectrometry (Agilent Technologies 5975C Inert XL EI CI/MSD), High Performance Liquid Chromatography (UFLC Shimadzu CBM-20A, Shimadzu Corporation, Japan) dan perlengkapan pengujian organoleptik serta kimia analitik lainnya. Tahapan Penelitian Penelitian dibagi kedalam dua tahap. Pada tahap penelitian lapangan sampel sebanyak 4 kg. Sampel dikemas menggunakan alumunium foil, plastik cling wrap dan disimpan dalam kemasan tertier (kotak plastik atau kardus) lalu diangkut ke Bogor. Pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pengambilan data primer dengan cara mengamati proses secara langsung dan melakukan wawancara dengan narasumber ahli mengenai proses pembuatan ikan asap tersebut. Tahap kedua ialah tahap analisis, dimana pada tahap ini sampel yang telah selesai dipreparasi kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan yaitu analisis proksimat (AOAC, 2005), analisis kandungan fenol metode ekstraksi kloroform (Eaton et al., 2005), analisis kadar klorida 2 -Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 metode merkuri nitrat (Clesceri et al., 1998), asam amino bebas (modifikasi dari Ishida et al., 1987), PAH (AOAC, 2005) dan analisis identifikasi komposisi penyusun flavor volatil menggunakan GC-MS (modifikasi dari Guillen & Errecalde, 2002). Uji organoleptik deskriptif terhadap atribut sensoris aroma burnt, smoky, fatty, fishy, sweet, woody dan rasa manis, asam, asin, pahit, gurih dilakukan menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (modifikasi dari Meilgaard et al., 1999). Data yang diperoleh dari hasil analisis diuji secara deskriptif. Data ® hasil rata-rata yang diperoleh dari pengujian organoleptik metode QDA diplotkan ke dalam grafik spider web (Microsoft Office EXCEL 2007). Pada penelitian ini metode QDA dibagi menjadi beberapa tahap yaitu perekrutan dan pelatihan panelis, pengembangan bahasa atribut deskripsi, uji konsistensi panelis dan tahap pengujian QDA. Pada tahap perekrutan dan pelatihan panelis dilakukan pengisian kuesioner prescreening, uji segitiga aroma dan rasa dasar, uji deskripsi flavor dan uji ranking terhadap ikan asap yang dilakukan oleh 10 panelis terlatih yang berada di lingkungan Laboratorium Flavor Sukamandi. Standar yang digunakan ialah standar untuk atribut aroma fishy (squalane), smoky (guaiacol), burnt (furfuril mercaptan), fatty (Butter 09002) dan standar untuk atribut rasa manis (sukrosa), pahit (kafein), asin (garam), asam (asam sitrat), gurih (MSG). Tahap kedua yaitu pengembangan bahasa atribut deskripsi dimulai dengan pengenalan produk yang akan diuji dan melakukan diskusi secara kelompok yang dipimpin oleh panel leader. Hasil diskusi yang dilakukan sepakat untuk menambahkan standar aroma woody dan sweet. Standar yang digunakan untuk kedua aroma ini ialah 1-octen-3-ol untuk woody dan hexyl acetate untuk sweet. Tahap ketiga yaitu uji konsistensi dilakukan untuk menentukan konsentrasi standar dan melatih kemampuan panelis dalam menetapkan skala standar aroma dan rasa yang digunakan. Pada tahap ini telah digunakan lembar penilaian berskala yang sama dengan pengujian QDA yaitu dengan skala garis sepanjang 15 cm untuk menentukan intensitas atribut. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dimasukkan dalam persamaan Moskowitz (Setyaningsih et al., 2010).Tahap akhir ialah tahap pengujian QDA, pada tahap ini sampel ikan asap disajikan pada panelis beserta standar-standar aroma dan rasa yang digunakan. Panelis kemudian mengisi lembar penilaian yang telah diberi intensitas standar hasil penghitungan dari uji konsistensi (untuk aroma 30, 50, 70 dan untuk rasa 25, 50 dan 75). Panelis kemudian mengevaluasi atribut-atribut aroma dan rasa yang terdapat pada sampel berdasarkan intensitas standarstandar tersebut. Hasil dan Pembahasan Proses Pengasapan Ikan Pe Ikan pe yang dimaksud disini ialah ikan pari yang diasapi dengan metode pengasapan panas. Ikan pe biasanya merupakan produk setengah jadi yang akan diolah menjadi jenis makanan konsumsi lainnya. Prosedur pengolahan ikan pe ialah sebagai berikut, pertama-tama ikan pari dibersihkan menggunakan air bersih dan dikeluarkan isi perutnya. Ikan dipotongpotong menjadi beberapa bagian setelah dibersihkan (biasanya 6 potong/kg ikan) untuk memudahkan penyusunan di atas tungku pengasap. Setelah itu, potongan ikan ditiriskan di atas para-para selama kurang lebih satu jam. Ikan disusun pada kasa-kasa besi di atas tungku pengasapan yang sudah menyala lalu diasapi selama 30 menit dengan beberapa kali pembalikan tanpa pengukuran suhu. Ikan pe masih memiliki kandungan air yang tinggi karena biasanya ikan pe diolah kembali menjadi jenis masakan lain atau langsung dikonsumsi dan tidak disimpan lama. Pengaruh pengasapan dalam hubungannya dengan kualitas dan umur simpan produk tergantung pada persiapan bahan mentah, jenis pengasapan, kelembaban, laju, suhu, densitas dan komposisi asap serta waktu pengasapan (Doe, 1998). Jenis dan campuran kayu yang dipilih untuk pengasapan dan bumbu yang digunakan pada umumnya berdasarkan pengalaman dari masing-masing pengolah (Toth & Potthast 1984).Hasil inventarisasi proses pengasapan yang dilakukan pada ikan fufu disajikan pada Tabel 1. Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) - 3 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Tabel 1 Inventarisasi proses pengasapan ikan pe. Parameter Keterangan Bahan baku Ikan pari Bahan bakar Sabut dan tempurung kelapa, limbah kayu jati Tungku pengasapan sederhana Alat pengasapan: 3 Ukuran 0,8×0,6×0,1 m Bahan Kayu, kasa besi, seng Jarak sumber asap ± 5-10 cm Kelengkapan lain Perebusan sebelum pengasapan Pengeringan sebelum pengasapan o Suhu pengasapan ± 80 C Waktu pengasapan 30 menit Pengeringan setelah pengasapan Penanganan lainnya Karakteristik Kimia Komposisi Proksimat, Total Fenol dan Garam Komposisi kimia ikan pe yang dianalisis tersaji pada Tabel 2. Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada parameter yang diuji sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan alami komposisi kimia bahan baku dan perbedaan parameter proses pengasapan yang dilakukan. Espe et al. (2002) menyatakan bahwa komposisi kimia dari filet ikan asap pada umumnya mencerminkan nilai komposisi kimia bahan baku segarnya. Kehilangan air akan tergantung pada sifat permukaan dan bagian ikan yang terkena panas, waktu dan suhu pemanasan, serta laju dan kelembaban udara dan asap (Doe, 1998). Terukurnya kandungan air yang rendah atau tinggi akan mempengaruhi jumlah kandungan proksimat lain yang terukur. Jumlah fenol dipengaruhi oleh proses pengolahan seperti lamanya waktu pengasapan, komposisi asap, jarak sumber asap pada bahan baku, ketebalan asap, jenis kayu dan penyimpanan (Toth & Potthast, 1984; Maga, 1987). Sementara perbedaan kandungan garam diantara ikan asap disebabkan adanya perbedaan pada parameter proses pengolahan ikan asap seperti ada tidaknya proses penggaaraman atau pencelupan ke dalam larutan garam, selain itu juga dapat dipengaruhi oleh variasi kandungan alami mineral masing-masing bahan baku ikan asap. Tabel 2 Komposisi kimia ikan pe. Parameter Kadar air (%bb) Kadar abu (%bb) Kadar lemak (%bb) Kadar protein (%bb) Kadar total fenol (ppm) Kadar garam (%bb) Jumlah 76,44 0,75 1,01 20,37 59,34 0,29 Komposisi Asam Amino Bebas Sebanyak 15 jenis asam amino dalam analisis ini yang terdeteksi berdasarkan standar yang digunakan. Ikan pe memiliki jumlah asam amino bebas valin dan alanin yang lebih tinggi daripada jenis asam amino lainnya. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis komposisi asam amino bebas ikan pe. Menurut Doe (1998) komponen taste-active pada ikan diantaranya ialah asam amino bebas, peptida, asam-asam organik, basa amonium kuartener dan mineral. Asam amino bebas merupakan senyawa ekstraktif berberat molekul rendah yang larut air dan merupakan penyumbang flavor utama pada produk perikanan (Okada, 1990). Kandungan asam amino bebas biasanya dipengaruhi oleh proses-proses pengolahan (suhu pemanasan, waktu pengolahan, kondisi penyimpanan) dan jenis ikan. Proses pengasapan dapat meningkatkan pembentukan produk-produk degradasi protein. Menurut Toth & Potthast (1984) dan Liu et al. (2009), reaksi proteolisis dipercaya bertanggung jawab pada taraf tertentu bagi pembentukan flavor.Suatu penelitian terhadap denaturasi protein ikan salmon yang diasapi menyatakan bahwa terdapat peningkatan kandungan asam amino bebas pada ikan setelah ikan tersebut diasapi (Hultmann et al., 2004; Motohiro, 1988). 4 -Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Tabel 3 Hasil analisis asam amino bebas ikan pe. Asam Amino Asam aspartat Asam glutamat Serin Histidin Glisin Treonin Arginin Alanin Tirosin Metionin Valin Fenilalanin Isoleusin Leusin Lisin Jumlah (ppm) 0,58 2,74 1,03 1,00 1,05 0,54 0,46 53,14 0,83 0,51 12,66 4,96 7,42 5,37 7,73 Komposisi Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) Produksi asap merupakan proses yang rumit, sangat sulit dikendalikan dan menghasilkan produk lain disamping penyusun yang diinginkan. Produk yang tidak diinginkan ini salah satunya ialah PAH karena beberapa PAH diketahui bersifat karsinogen. Hasil analisis yang diperoleh (Tabel 4) menunjukkan bahwa ikan pe tidak mengandung 18 standar PAH yang dianalisis dengan limit deteksi metode EPA 8270c (USEPA 1996) yaitu 660 ppb. PAH anthracene, fluorene dan phenanthrene adalah senyawa aromatik tricyclic yang ditafsirkan sebagai senyawa induk dari kelompok PAH. Benzo[a]pyrene bersama dibenzo[a,h]anthracene yang terdapat pada produk perikanan merupakan senyawa karsinogenik yang paling kuat bagi manusia (Whittle & Howgate 2000). Kandungan PAH dipengaruhi oleh proses pengolahan seperti suhu pembakaran kayu, waktu pengasapan, ketebalan asap, aliran udara, bahan baku dan kondisi pengasapan lainnya. Kandungan PAH akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu (Toth & Potthast, 1984; Rozum, 2009; Whittle & Howgate, 2000). Tabel 4 Hasil analisis 18 PAH ikan pe. Parameter (ppm) Naphthalene 2-Methylnaphthalene 2-Chloronaphthalene Acenaphthene Fluorene Phenanthrene Anthracene Fluoranthene Pyrene Chrysene Benz (a) anthracene Perylene Benzo (b) fluoranthene Benzo (k) fluoranthene Indeno (1,2,3-cd) pyrene Dibenz (ah) anthracene Dibenzo (ghl) perylene Benzo (a) pyrene Keterangan: nd = not detected (limit deteksi 660 ppb) Keterangan nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd nd Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) - 5 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Karakteristik Flavor Volatil Analisis GC/MS dari ikan pe berhasil mendeteksi 131 jenis senyawa yang berasal dari berbagai golongan: 55 senyawa berasal dari golongan hidrokarbon; 2 senyawa dari golongan aldehida; 10 senyawa berasal dari golongan keton dengan; 3 senyawa dari golongan alkohol; 6 senyawa dari golongan furan; 30 senyawa dari golongan fenol; 2 senyawa berasal dari golongan ester; 2 senyawa dari golongan asam-asam organik dan 21 senyawa dari golongan lain-lain. Tabel 5 menunjukkan jumlah senyawa volatil ikan pe berdasarkan golongan senyawanya masing-masing. Jumlah senyawa dari golongan hidrokarbon (alifatik dan beberapa aromatik) dan fenol terdeteksi lebih banyak daripada senyawa golongan lainnya. Selain kedua golongan di atas juga terdeteksi sejumlah senyawa dari golongan aldehid, keton, furan, eter, ester dan golongan lainnya (senyawa yang mengandung nitrogen, mineral atau senyawa-senyawa lainnya yang jarang sekali terdapat pada ikan asap sehingga memerlukan identifikasi lebih lanjut) dalam jumlah yang cukup bervariasi. Terdeteksinya hidrokarbon pada sampel dipengaruhi oleh waktu pemanasan dan proses pengasapan (Sasaki et al., 1969). Golongan alkena dapat berasal dari dekarboksilasi dan pemisahan rantai karbon asam lemak. Beberapa hidrokarbon tidak jenuh dan siklik juga merupakan hasil reaksi sekunder dari oksidasi termal lemak tak jenuh (Liu et al., 2009). Tabel 5 Jumlah senyawa volatil ikan pe berdasarkan golongan. Golongan Jumlah Hidrokarbon 55 Aldehid 2 Keton 10 Alkohol 3 Furan 6 Fenol 30 Eter nd Ester 2 Asam 2 Lain-lain 21 Jumlah 131 *nd: not detected Senyawa golongan fenol terdeteksi pada sampel ikan pe dan dipengaruhi oleh jenis bahan baku, kondisi dan metode pengasapannya. Fenol yang berada dalam asap tidak hanya berhubungan dengan lignin dari kayu sebagai sumber asap. Fenol dari pirolisis selulosa dipercaya berasal dari konversi senyawa alifatik menjadi senyawa aromatik pada suhu yang tinggi. Seluruh senyawa penyusun kayu memberikan peran dalam pembentukan komponen fenolik selama pembentukan asap (Toth & Potthast 1984). Senyawa volatil berperan pada pembentukan flavor. Adanya perbedaan komposisi dan jumlah senyawa volatil pada sampel ikan asap yang dianalisis disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan pada tahap preparasi, jumlah ketersediaan oksigen, densitas asap, suhu dan waktu pengasapan, jenis dan ukuran bahan baku, jenis dan kadar air kayu, reaksi-reaksi kimia yang terjadi serta perlakuan pengolahan lainnya juga akan turut mempengaruhi jumlah dan komposisi senyawa volatil yang dianalisis (Guillen & Errecalde, 2002; Doe, 1998; Toth & Potthast, 1984; Rozum, 2009). Reaksi pencoklatan, oksidasi lemak, aktivitas enzim endogen dan mikroba dapat berperan pada pengembangan atau pembentukan profil flavor baru pada produk perikanan kering (Doe, 1998). Pirolisis kayu dapat mempengaruhi komponen yang terbentuk dan dengan demikian juga akan mempengaruhi flavor dan kualitas dari produk yang dihasilkan (Rozum, 2009). Senyawa-senyawa dari golongan lain juga dapat timbul sebagai akibat dari kontaminasi ikan asap dengan bahan-bahan lain yang bersentuhan selama pengolahan (Doe,1998). Karakteristik Sensori Hasil deskripsi intensitas aroma dan rasa yang dilakukan oleh 10 orang panelis terlatih menunjukkan bahwa ikan pe memiliki aroma smoky (62,32) dan rasa gurih (33,68) yang lebih terdeteksi intensitasnya dibandingkan dengan atribut lainnya. Gambar 1 menunjukkan data ® hasil rata-rata QDA dalam bentuk diagram spider web. Adanya variasi pada faktor-faktor 6 -Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 pengolahan menyebabkan kompleksnya komposisi kimia yang dihasilkan (Kostyra & Pikielna, 2006). Flavor ikan asap terdiri dari senyawa volatil dan non volatil yang memiliki berbagai karakteristik kimia dan organoleptik. Pahit Gurih Fishy 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Burnt Sweet Asam Smoky Asin Fatty Manis Woody Gambar 1 Diagram spider web profil sensori aroma dan rasa ikan pe. Aroma smoky yang terdeteksi cukup tinggi intensitasnya oleh panelis dibandingkan atribut lain merupakan atribut sensoris yang khas pada produk asap dan terutamanya disebabkan oleh senyawa-senyawa dari kelompok fenol. Senyawa-senyawa yang memiliki deksripsi smoky antara lain ialah 2-methoxyphenol, 2-methylphenol, 4-methylguaiacol, 4ethylguaiacol, guaiacol, 2,6-dimethoxyphenol (syringol) (Maga, 1987). Adanya jarak pengasapan yang cukup dekat antara sumber asap dan bahan baku yang diasap selama pengasapan ikan pe juga akan mempengaruhi terdeteksinya aroma-aroma yang berasal dari golongan fenol ini. Jarak pengasapan yang dekat ini mengakibatkan intensitas asap yang bersentuhan dengan bahan baku menjadi sangat tinggi. Kelompok fenol ini juga merupakan senyawa golongan kedua yang paling banyak terdeteksi oleh kromatografi gas pada penelitian ini. Aroma fishy (35,83) yang juga terdeteksi oleh panelis pada umumnya berasal dari komponen trimetilamin (Burdock, 2002). Trimetilamin merupakan hasil reduksi dari trimetilamin oksida yang merupakan suatu komponen osmoregulator yang terdapat pada ikan-ikan laut (Huss, 1995; Venugopal, 2006).Aroma woody (26,13) yang terdeteksi oleh panelis dapat berasal dari fenol, guaiacol dan syringol (Kostyra & Pikielna, 2006). Aroma burnt (36,02) dapat ditimbulkan antara lain oleh senyawa 2,6-dimethoxy-4-methylphenol, 2,6-dimethoxy-4ethylphenol, 2,6-dimethoxy-4-propylphenol, 2,6-dimethoxy-4-propenylphenol (Kim et al., 1974; Maga, 1987; Varlet et al., 2007; Toth & Potthast, 1984). Aroma fatty (25,28) dapat berasal dari 3,5-octadien-2-one, hexanal, heptanal, oktanal, nonanal, decanoic acid (Cha et al., 1992; Guillen & Errecalde, 2002; Varlet et al., 2007; Jonsdottir et al., 2008). Deskripsi aromasweet (22,62) dapat berasal dari senyawa furfuraldehid, alkyl phenyl ketone, furfural, 5-methylfurfural, decanal, dimethylphenol, 4-methylguaiacol, o-cresol (Maga, 1987; Guillen & Errecalde, 2002; Linder & Ackman, 2002). Atribut sensori rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Intensitas rasa gurih (33,68) yang lebih tinggi terdeteksi oleh panelis dibandingkan atribut lainnya sering dihubungkan dengan adanya asam glutamat (atau garamnya) dan 5-nukleotida seperti Inosin 5-monofosfat, guanidin 5-monofosfat (Winarno,2008; Yamaguchi & Watanabe, 1990). Rasa asam (33,00)yang terdeteksi oleh panelis dapat disebabkan oleh adanya donor proton. Asam merupakan hasil dekomposisi penting dari selusosa dan hemiselulosa (Rozum, 2009). Rasa asin (27,95) dapatdihasilkan oleh sebagian garam-garam anorganik (Winarno, 2008), hidrolisis protein juga dapat menghasilkan rasa seperti ikan asin (Doe, 1998). Rasa manis (19,03) dapat ditimbulkan Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) - 7 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino (glisin dan alanin) dan aldehid (Winarno, 2008; Okada, 1990). Rasa pahit (25,65) dapat disebabkan oleh alkaloid-alkaloid seperti kafein, kuinon, glikosida, amonium dan senyawa fenol (Winarno, 2008; Maga, 1987). Kesimpulan Hasil inventarisasi proses pengasapan ikan pe menunjukkan bahwa ikan pe diasapi o dengan metode pengasapan panas dengan suhu pengasapan sekitar 80 C, selama 30 menit pada suatu tungku pengasapan sederhana dengan jarak pengasapan yang cukup dekat (5-10 cm). Sumber asap yang digunakan adalah sabut dan tempurung kelapa juga limbah kayu keras. Hasil analisis proksimat, total fenol dan kadar garam menunjukkan bahwa ikan pe memiliki kadar air sebesar 76,44 (%bb); kadar abu 0,75 (%bb); kadar lemak 1,01 (%bb); kadar protein 20,37 (%bb); kadar total fenol 59,34 (ppm) dan kadar garam 0,29 (%bb). Perbedaannilai yang terukur sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan alami komposisi kimia bahan baku dan perbedaan parameter proses pengasapan yang dilakukan. Ikan pe memiliki jumlah asam amino bebas valin dan alanin yang lebih tinggi daripada jenis asam amino lainnya. Kandungan asam amino bebas biasanya dipengaruhi oleh prosesproses pengolahan (suhu pemanasan, waktu pengolahan, kondisi penyimpanan) dan jenis ikan. Pada umumnya kandungan asam amino bebas pada ikan akan meningkat setelah ikan tersebut diasapi. Pengujian kandungan 18 jenis senyawa golongan PAH pada sampel ikan pe dengan menggunakan GC/MS (limit deteksi 660 ppb) menunjukkan bahwa ikan pe tidak mengandung senyawa PAH yang berbahaya bagi kesehatan. Sementara itu hasil analisis komponen senyawa volatil menunjukkan bahwa senyawa volatil yang terdeteksi pada ikan pedapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu golongan hidrokarbon (55 jenis senyawa),fenol (30 jenis), ester (2 jenis), aldehida (2 jenis), furan (6 jenis), keton (10 jenis), alkohol (3 jenis), asam organik (2 jenis) dan senyawa golongan lainnya (21 jenis). Adanya perbedaan komposisi dan jumlah senyawa volatil pada sampel ikan asap yang dianalisis disebabkan oleh adanya perbedaanperbedaan pada tahap preparasi, jumlah ketersediaan oksigen, densitas asap, suhu dan waktu pengasapan, jenis dan ukuran bahan baku, jenis dan kadar air kayu, reaksi-reaksi kimia yang terjadi serta perlakuan pengolahan lainnya. ® Hasil deskripsi intensitas aroma dan rasamenggunakan metode QDA yang dilakukan oleh 10 orang panelis terlatih menunjukkan bahwa ikan pe memiliki aroma smoky (62,32) dan rasa gurih (33,68) yang lebih terdeteksi intensitasnya dibandingkan dengan atribut lainnya. Adanya senyawa-senyawa kimia dari golongan fungsional tertentu yang berasal dari asap, ikan maupun hasil interaksinya akan mempengaruhi intensitas flavor yang diterima. Daftar Pustaka Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC th International 18 Edition. Gaithersburg, USA: AOAC International. Burdock, A.G. 2002. Handbook of Flavor Ingredients. Fourth Edition, CRC Press, Boca Raton. Cha, Y.J., H.H. Baek & C.Y. Hsieh. 1992. Volatile Components in Flavour Concentrates from Crayfish Processing Waste.J. Sci. Food. Agric. 58:239-248. Clesceri, L.C., Greenberg AE, Eaton AD. 1998. Standard Method for Examination of Water and th Wastewater 20 . Washington: American Public Health Association. Doe, P.E. 1998.Fish Drying and Smoking: Production and Quality. Technomic Publication, Pennsylvania. Eaton, A.D., L.S. Clescer, E.W. Rice & A.E. Greenberg. 2005. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. Washington: American Public Health Association. 8 -Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Espe, M., R. Nortvedt, O. Lie & H. Hafsteinsson. 2002. Atlantic Salmon (Salmo salar L) As Raw Material for the Smoking Industry. II: Effect of different smoking methods on losses of nutrients and on the oxidation of lipids.Food Chemistry 77:41-46. Guillen, M. & M. Errecalde. 2002. Volatile Components of Raw and Smoked Black Bream (Brama raii) and Rainbow Trout (Onchorhynchus mykiss) Studied by Means of Solid Phase Microextraction and Gas Chromatography/mass Spectrometry.Journal of the Science of Food and Agriculture 82: 945-952. Guillen, M.D., M.C. Errecalde, J. Salmeron & C. Casas. 2006. Headspace Volatile Components of Smoked Swordfish (Xiphias gladius) and Cod (Gadus morhua) Detected by Means of Solid Phase Microextraction and Gas Chromatography–mass Spectrometry.Food Chemistry 94:151-156. Hultmann, L., A.M.B. Rora, I. Steinsland, T. Skara & T. Rustad. 2004. Proteolytic Activity and Properties of Proteins in Smoked Salmon (Salmo salar)—Effects of Smoking Temperature.Food Chemistry 85:377-387. Huss, H.H. 1995.Quality and Quality Changes in Fresh Fish, FAO Fisheries Technical Paper348, http://www.fao.org/docrep/v7180e/V7180E06.htm, [5 Januari 2009]. Jonsdottir, R., G. Olafsdottir, E. Chanie & J. Haugen. 2008. Volatile Compounds Suitable for Rapid Detection as Quality Indicators of Cold Smoked Salmon (Salmo salar).Food Chemistry. 109: 184-195. Kim, K., T. Kirata & M. Fujimaki. 1974. Identification of Flavor Constituents in carbonyl, NonCarbonyl Neutral and Basic Fractions of Aqueous Cmoke Condensates.Agr. Biol. Chem. 38:53-63. Kostyra, E. & N.B. Pikielna. 2006. Volatiles Composition and Flavour Profile Identity of Smoke Flavourings.Food Quality and Preference 17:85-95. Linder, M. & R.G. Ackman. 2002. Volatile Compounds Recovered by Solid-phase Microextraction from Fresh Adductor Muscle and Total Lipids of Sea Scallop (Placopecten magellanicus) from Georges Bank (Nova Scotia).Journal of Food Science 67(6): 2032-2037. Liu, J.K., S.M. Zhao & S.B. Xiong. 2009. Influence of Recooking on Volatile and Non-volatile Compounds Found in Silver Carp Hypophthalmichthys molitrix. Fish Sci. 75:1067-1075. Maga, J.A. 1987. The Flavor Chemistry of Wood Smoke.Food Review International 3:139-183. Martinez, O., J. Salmerón, M.D. Guillén & C. Casas. 2007. Sensorial and Physicochemical Pharacteristics of Salmon (Salmo salar) Treated by Different Smoking Processes During Storage.Food Science and Technology International. 13: 477-484. rd Meilgaard, M., G.V. Civille & B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3 Edition. Boca Raton: CRC Press. Motohiro, T. 1988. Effect of Smoking and Drying on The Nutritive Value of Fish: a review of Japanese Studies. Di dalam: Burt JR. Fish Smoking and Drying. England: Elsevier Science Publishers Ltd. hlm 91-120. Noble, A.C. 2006. Sensory Analysis of Food Flavor, di dalam: Voilley A, Etievant P, editor, Flavour in Food. Woodhead Publishing Limited, Boca Raton. Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05) - 9 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Okada, M. 1990. Fish as Raw Material of Fishery Products, di dalam: Motohiro T, Kadota H, Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T, editor, Science of Processing Marine Products Vol I. Japan International Cooperation Agency. Hyogo International Centre. Oyelese, O.A. 2006. Quality Assessment of Cold Smoked Hot Smoked and Oven Dried Tilapia nilotica Under Cold Storage Temperature Conditions.Journal of Fisheries International 1: 92-97. Rozum, J. 2009. Smoke Flavor, dalam: Tarte R, editor, Ingredients in Meat Product, Properties, Functionality and Applications. Springer Science. New York. Sasaki, S., S. Arai, H. Kato & F. Masao. 1969. Chemical Studies on Components of Dried Donito, "katsuobushi" part I. Volatile Hydrocarbons.Agric Biol Chem. 33:270-275. Setyaningsih, D., A. Apriyantono & M.P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Toth, L. & K. Potthast. 1984. Chemical Aspects of The Smoking of Meat and Meat Products, dalam: Chichester CO, editor, Advances in Food Research, Academic Press Inc., New York. United States Environmental Protection Agency. 1996. Method 8270C Semivolatile Organic Compounds by GC/MS [terhubung berkala]. ttp://www.caslab.com/EPAMethods/PDF/8270c.pdf [12 Juli 2011]. Varlet, V., T. Serot, M. Cardinal, P. Courcoux, J. Cornet, C. Knockaert & C. Prost. 2007. Relationships Between Odorant Characteristics and The Most Odorant Volatile Compounds of Salmon Smoked by Four Industrial Smoking Techniques. EUROFOODCHEM XIV, Congress 29-31 August, Paris, www.ifremer.fr/docelec/doc/2007/acte-3982.pdf [4 Maret 2010]. Venugopal, V. 2006. Seafood Processing, CRC, Taylor and Francis Group, Boca Raton. Whittle, K.J. & P. Howgate. 2000.Glossary of Fish Technology Terms. Prepared under contract to the Fisheries Industries Division of the Food and Agriculture Organization of the United Nations. http://www.onefish.org/global/FishTechnologyGlossaryFeb02.pdf [4 Maret 2010]. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi, M-Brio Press, Bogor. Yamaguchi, K. & K. Watanabe. 1990. Taste-active Components of Fish and Shellfish, dalam: Motohiro T, Kadota H, Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T, editor, Science of Processing Marine Products Vol I, Japan International Cooperation Agency, Hyogo International Centre. Tanya Jawab - 10 -Semnaskan _UGM / Pasca Panen (pPA-05)