TUGAS ILMU TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING Disusun Oleh

advertisement
TUGAS ILMU TEKNOLOGI PENGOLAHAN
DAGING
Disusun Oleh :
SRI HARJANTO
H0506081
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
UJIAN KOPETENSI IV
1. MENGAPA DAGING YANG DIASAP TERMASUK DAGING AWETAN?
2. APA HUBUNGAN DAGING ASAP DENGAN KETENGIKAN LEMAK?
JAWAB:
1.
Secara alamiah di dalam bahan makanan banyak ditemukan mikroorganisme
pembusuk yang dapat memperpendek masa simpan bahan makanan tersebut. Di
samping itu, dapat juga ditemukan mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi
manusia karena penanganan yang tidak higienis.
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu
tinggi, yang mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Daging
segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi mikroba.
Oleh karena itu berbagai cara pengawetan daging perlu dikembangkan.
Pengawetan adalah suatu usaha/ pengolahan bahan pangan yang dilakukan
untuk
membunuh/
mengurangi
bakteri
yang
merugikan
dalam
daging
dan
mememperpanjang masa simpan bahan pangan.
Pengasapan adalah salah satu cara pengawetan pangan yang sudah
dipraktekkan sejak lama dalam pengasapan daging dan ikan. Proses pengawetan
yang ditimbulkan dari pengasapan terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Asap
sebagai hasil pembakaran kayu mengandung sejumlah kecil formaldehide dan
senyawa lain yang bersifat sebagai pengawet. Disamping itu dalam pengasapan juga
ada faktor panas yang diberikan yang berfungsi membunuh mikroba. Pengasapan
juga menyebabkan bahan pangan yang diasap menjadi kering karena menguapnya air
dari dalam bahan pangan yang juga memberikan pengaruh pengawetan. Pengasapan
selain untuk tujuan pengawetan juga bertujuan untuk memberikan citarasa asap yang
khas pada bahan pangan.
Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam formiat,
asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal,
furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren
(Lawrie, 1995). Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai bakteriostatik,
bakteriosidal dan dapat menghambat oksidasi lemak (Winarno et al., 1980). Selama
pengasapan berlangsung, senyawa kimia yang terdapat di dalam asap akan menempel
pada daging yang akan memberikan efek preservatif sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba yang pada akhirnya masa simpan dapat diperpanjang sehingga
daging yang diasap termasuk daging awetan.
2.
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno 1998). Daging
sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi,
mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5%
mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi daging menurut
Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan 3,5% zat-zat non
protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air,
20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan
digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan
persentase lemak (Romans et al. 1994).
Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak
menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi
lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak
adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998).
Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan
asam oleat.
Kerusakan lemak bahan pangan yang terutama adalah timbulnya bau dan
rasa tengik yang disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenih dalam
lemak. Otooksidasi yaitu rekasi-reaksi kimia yang menyebabkan ransiditas oksidatif
lemak dan menghasilkan aldehida, asam-asam lemak bebas dan keton yang
selanjutnya menyebabkan bau. Terjadinya otooksidasi lemak tergantung pada ada
tidaknya oksigen dan kontak daging dengan oksigen (Winarno, 1984; Ketaren, 1986;
Soeparno, 1992). Hasil oksidasi lemak dalam bahan makanan bukan hanya
menimbulkan bau dan rasa tengik, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena
kerusakan vitamin terutama karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial dalam
lemak (Ketaren, 1986). Menurut Soeparno (1992) senyawa yang paling bertanggung
jawab atas timbulnya bau dan rasa tengik pada daging adalah aldehida yang
terbentuk karena proses oksidasi lemak. Kenaikan bilangan peroksida hanya
merupakan indikator dan peringatan bahwa daging akan berbau tengik.
Pengasapan adalah salah satu cara pengawetan pangan yang sudah
dipraktekkan sejak lama dalam pengasapan daging dan ikan. Proses pengawetan
yang ditimbulkan dari pengasapan terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Asap
sebagai hasil pembakaran kayu mengandung sejumlah kecil formaldehide dan
senyawa lain yang bersifat sebagai pengawet. Disamping itu dalam pengasapan juga
ada faktor panas yang diberikan yang berfungsi membunuh mikroba. Pengasapan
juga menyebabkan bahan pangan yang diasap menjadi kering karena menguapnya air
dari dalam bahan pangan yang juga memberikan pengaruh pengawetan. Pengasapan
selain untuk tujuan pengawetan juga bertujuan untuk memberikan citarasa asap yang
khas pada bahan pangan.
Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam formiat,
asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal,
furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren
(Lawrie, 1995). Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai bakteriostatik,
bakteriosidal dan dapat menghambat oksidasi lemak (Winarno et al., 1980). Selama
pengasapan berlangsung, senyawa kimia yang terdapat di dalam asap akan menempel
pada daging yang akan memberikan efek preservatif sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba yang pada akhirnya masa simpan dapat diperpanjang.
Jadi hubungan antara pengasapan dengan ketengikan lemak adalah
pengawetan dengan cara pengasapan dapat menghambat oksidasi lemak, dimana
hasil oksidasi lemak dalam bahan makanan bukan hanya menimbulkan bau dan rasa
tengik, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin terutama
karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial dalam lemak. Karena dalam prose
pengasapan terdapat senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain
asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol,
metal glioksal, furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan
3,4- benzinpiren. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai bakteriostatik,
bakteriosidal dan dapat menghambat oksidasi lemak. Sehingga dapat menghambat
ketengikan lemak pada daging.
TUGAS 2
2 PRODUK PENGOLAHAN DAGING DAN PERBANDINGAN ANTARA KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN DALAM SEGI PENGAWETAN DAGING
DENDENG DAGING SAPI
Dendeng merupakan salah satu produk daging olahan sekaligus produk daging yang
diawetkan yang diproduksi di Indonesia secara sederhana dan mempunyai daya terima yang
tinggi di beberapa negara Asia. Pada umumnya dendeng yang ada di pasaran yaitu dendeng sapi,
baik dendeng sapi giling maupun dendeng sapi iris (Purnomo, 1986). Proses pembuatan dendeng
belum dibakukan, tetapi pada umumnya menyangkut pengirisan daging dengan ketebalan 3 – 5
mm, diikuti pencampuran denga garam, gula, serta ramuan bumbu seperti lengkuas, ketumbar,
bawang putih, bawang merah yang diikuti dengan proses pengeringan sampai kadar air 25% bk.
Seluruh proses tersebut dapat disarikan sebagai kombinasi antara proses kuring dan pengeringan
(Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Kuring adalah proses pemberian garam dan perendaman dalam larutan garam. Garam
digunakan sebagai bahan pengawet karena garam membantu mengurangi kadar air dalam daging
dan menghambat pertumbuhan bakteri. Garam juga memberikan cita rasa yang diinginkan. Jika
dalam proses kuring hanya digunakan garam maka produk yang dihasilkan keras, kering, gelap,
dan asin sehingga rasanya tidak lezat. Untuk itu perlu penambahan gula untuk melembutkan
produk dan mengurangi penguapan air. Gula, selain memberi rasa dan aroma, juga akan
mengurangi rasa asin yang berlebihan dari proses kuring. Akan tetapi dengan adanya gula akan
menimbulkan reaksi Maillard yang menyebabkan warna coklat pada daging sehingga menambah
aroma dan cita rasa pada dendeng. Sering berbagai macam bumbu seperti ketumbar dan bawang
putih ditambahkan pada bahan kering. Bawang putih selain penambah cita rasa juga bersifat
bakteriostatik. Komponen bumbu mengakibatkan cita rasa yang lebih disukai (Desroiser, 1977).
Keuntungan dan kerugian dari pengolahan ini adalah:
Akibat proses pengolahan tersebut, maka nilai kalori produk menjadi lebih dari dua klai lipat jika
dibandingkan dengan daging merah. Selain itu terjadi peningkatan kadar protein dan karbohidrat
(per berat basah) sejalan dengan menurunnya kandunga air. Di samping itu juga terjadi
peningkatan kadar kalsium, fosfor, serta zat besi, sedangkan vitamin A menjadi rusak total
(Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981). Dendeng seringkali mengalami kerusakan
seperti timbulnya ketengikan warna coklat yang kurang menarik dan kontaminasi
mikroorganisme. Ketengikan dapat terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen terhadap asam
lemak tidak jenuh dalam lemak. Kontaminasi mikroba pada dendeng dapat terjadi pada setiap
tahap dalam pengolahannya, terutama sebelum tahap pengeringan.
DAGING ASAP
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap
mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-masing bersifat bakterisida (membunuh
bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua
senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga
membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih sulit
dirusak oleh mikroba.
Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam formiat, asetat, butirat,
kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal, furfural, methanol, etanol,
oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren (Lawrie, 1995). Senyawa kimia
tersebut dapat berperan sebagai bakteriostatik, bakteriosidal dan dapat menghambat oksidasi
lemak (Winarno et al., 1980). Selama pengasapan berlangsung, senyawa kimia yang terdapat di
dalam asap akan menempel pada daging yang akan memberikan efek preservatif sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroba yang pada akhirnya masa simpan dapat diperpanjang.
Menurut Mountney (1976), bahwa pengasapan daging ayam tergantung pada ukuran ayam
dan karakteristik produk akhir yang diinginkan, umumnya dilakukan pada temperatur 71oC
selama 4 sampai 8 jam. Untuk mendapatkan daging dada ayam asap dengan rasa dan aroma yang
khas, pengasapan dilakukan pada temperatur 70oC selama 4 jam (Riches, 2006), sedangkan
pengasapan daging sapi dari bagian semi tendinous pada temperatur 70o-80oC membutuhkan
waktu 12 sampai 24 jam (Fatma Maruddin, 2004).
Keuntungan dan kerugian dari pengolahan ini adalah:
Keuntungan:
Pengasapan dapat menghambatan ketengikan lemak selain itu dapat memperpanjang masa
simpan daging.
Kerugian:
Dalam proses pengasapan terjadi denaturasi protein menurut
Purnomo (1997) menyatakan
bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi
protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya.
Davidek et al. (1990) menyatakan bahwa denaturasi pertama terjadi pada suhu 45°C yaitu
denaturasi miosin dengan adanya pemendekan otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal
pada suhu 50-55°C dan protein sarkoplasma pada 55-65°C.
DAFTAR PUSTAKA
Desrosier N W. 1997. technology, Elements of Technology. The Avi PublishingCompany. Inc
Westport Connecticut.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1991. Komposisi Bahan Makanan, Batara Jakarta
Fatma Maruddin. 2004. Kualitas Daging Sapi Asap pada Lama Pengasapan dan Penyimpanan. Jurnal
Sains dan Technology, 4: 83-90
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta
Forrest,J.C.,E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge, and R.A. Merekel. 1975. Principles of Meat
Science. W.H. Freeman and Co. San Fransisco
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging Diterjemahkan oleh Aminuddin Prakkasi. UI Press. Jakarta
Mountney, G.J. 1976. Poultry Product Technology 2 nd Ed. The Avi Pub. Co.Inc. Westport
Connecticut.p.36
Purnomo H. 1986. Aspects of The Stability of Intermediate Moisture Meat-Ph D. Thesis. The
University of New South Wales, Australia.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press., Yogyakarta
Winarno, F.G., Srikandi Fardiaz dan Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.PT.
Gramedia, Jakarta
Download