Dinar terbuat dari Emas, tapi Emas bukanlah

advertisement
Dinar terbuat dari Emas, tapi
Emas bukanlah Dinar: Refleksi
atas
Pandangan
Imam
Al
Ghozali
‫ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬
‫اﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ و آل ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ‬
Kampungmuslim.org – Dinar adalah “uang” yang terbuat dari emas
(murni). Banyak orang, berbondong-bondong menjual aset mereka,
melepas uang kertasnya, bahkan berutang ke bank untuk membeli
emas atau dinar, karena harga emas melambung tinggi dalam
tempo cepat.
Motivasi masyarakat pada umumnya adalah :
Untuk menyelamatkan aset dan kekayaan (para analis memberikan
banyak sekali catatan betapa emas adalah safe haven terbaik
untuk lindung nilai (hedging) dan seterusnya) atau untuk
mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga emas terhadap
rupiah, sehingga meningkatkan daya beli atau keuntunganrupiah.
Betul dalam jangka pendek emas mengalami volatilitas “harga”
(naik turunnya nilai tukar US Dollar terhadap per unit emas,
biasanya troy-ounce), tapi secara umum masyarakat percaya,
dengan grafik multitahun, yang menunjukkan kenaikan harga emas
bersifat “konstan”, yang ternyata juga sebagai refleksi
menurunnya nilai tukar kurensi, dalam hal ini Dollar, atau
uang kertas lainnya terhadap barang dan jasa. Meskipun grafik
harga emas dalam enam bulan terakhir agak diluar kebiasaan
(paruh awal 2013).
Tetapi emas bukanlah dinar. Dinar memang diukur dengan
mitsqal, artinya ia memiliki suatu standar pengukuran yang
pasti (meski dinamis). Mitsqal adalah suatu mizan atau
timbangan berat standar yang menjadi pengukur nilai dari benda
yang dibawanya, jika dinar yang diukur maka nilai emas yang
dibawa itu yang distandarisasi, dan jika dirham yang diukur
maka nilai peraklah yang distandarisasi.
Emas bukanlah konsep “uang”, tetapi konsep “stock“. Maka emas
lebih longgar untuk menjadi apa saja dan/atau disimpan saja
untuk kemudian diperjualbelikan atau menjadi bahan proses
industri. Karena emas nilainya disimpan bersama material
tersebut.
Berbeda dengan emas, uang sejatinya adalah konsep “flow” (visa-vis stock). Jadi dinar adalah konsep flow, yang mengalir,
yang senantiasa pindah dari tangan ke tangan, yang
ditashorufkan. Meskipun demikian memang disadari bahkan
kurensi hari ini, yaitu uang yang sekarang digunakan
masyarakat, apakah dollar atau euro atau rupiah malahan
menggunakan konsep stock (value reserve), terutama dengan
adanya aktivitas perbankan (investasi dan tabungan). Konsep
money supply yang berkaitan dengan money demand (permintaan
uang), seperti ditunjukkan dengan angka-angka M1, M2 dan M3 di
setiap akhir tahun, masih memiliki konsep stok. Sehingga uang
dianggap sebagai asset dan wealth, dan aset adalah stock
concept.
Dinar menurut Imam Al Ghozali, bukanlah “gold as good as
money” karena emas adalah aset dan stock concept sedangkan
Dinar adalah uang dengan pendekatan flow concept. Bahkan Imam
Al Ghozali menegaskan bahwa sebaiknya konsep tentang aset
terhadap emas mesti ditinjau ulang. Karena emas sebaiknya
diubah dari stock menjadi flow, sehingga ia “bermanfaat” bagi
kemaslahatan bersama. Emas sebagai “barang” bisa disubstitusi
oleh material lainnya.
Perhatikan pernyataan beliau:
“Jika seseorang menimbun dinar dan dirham, ia berdosa. Dinar
dan dirham tidak memiliki manfaat langsung pada dirinya.
Dinar dan dirham diciptakan agar beredar dari tangan ke
tangan, untuk mengatur dan memfasilitasi pertukaran, sebagai
simbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Barang siapa
yang menggunakan emas dan perak sebagai barang-barang rumah
tangga, wadah atau bejana atau semacamnya, maka sesungguhnya
ia telah berbuat yang bertentangan dengan tujuan penciptaan
emas dan perak dan hal itu dilarang oleh Allah. Dan berarti
ia telah berbuat dosa dan maksiat kepada ‫الله سبحانه وتعالى‬.
Keadaan orang tersebut bahkan lebih buruk daripada keadaan
orang yang menimbunnya atau menyimpannya. Karena ada logam
dan material lainnya seperti besi, tembaga, atau tanah liat
yang dapat digunakan untuk membuat peralatan. Akan tetapi
tanah liat tidak dapat digunakan untuk mengganti fungsi yang
jalankan oleh dinar dan dirham”.
Ihya Ulumuddin pada Kitab Syukur (Ihya Ulum al-Din, Jilid IV,
diterbitkan di Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1424 H/2003
M, hal.121-122)
Kemudian, beliau mengatakan:
“Hikmah tersembunyi dari penciptaan dinar dan dirham tidak
akan ditemukan di dalam hati yang berisi sampah hawa nafsu
dan tempat permainan setan. Sebab, tidak ada yang bisa
mengambil pelajaran dari hikmah tersebut kecuali orang-orang
yang menggunakan akalnya. Menurut Imam Ghazali, bagi mereka
yang mengambil pelajaran dan hikmah tersebut, dinar emas
tidaklah bedanya dengan secuil batu yang tak bernilai,
meskipun pada saat yang sama dinar emas sangat bernilai.”
Artinya bahwa Dinar bukanlah emasnya, tapi uangnya. Dan uang
adalah ‘barang publik’ (awqaf). Dinar sebagai uang tidak
memiliki “nilai intrinsik” per se. Karena nilai intrinsik,
sebagai hasil bawaan dari bahan emas pada dinar, ketika dalam
keadaan sebagai dinar, harus ditambahkan nilai guna atau nilai
manfaat. Uang tidaklah memiliki nilai jika diukur dari
banyaknya uang atau jumlah uang beredar. Tetapi uang dinilai
atau memiliki nilai ketika ditransaksikan dalam muamalah.
Akibatnya secara makro, uang dihitung bukan dari seberapa
banyak suplai uang yang beredar, tetapi seberapa banyak
transaksi terjadi menggunakan uang. Karena bisa saja dengan
jumlah uang beredar yang terbatas tetapi memiliki nilai uang
yang besar karena seringnya terjadi interaksi dan transaksi
sehingga uang tidak “diam” dan selalu dinamis. Laporan
keuangan bukanlah berapa uang yang dimiliki tapi seberapa
sering uang ditransaksikan. Cashflow tidak lagi melihat berapa
besar aliran kas masuk (cash in flow) dan aliran kas keluar
(cash out flow), tetapi berapa banyak “tangan” yang
menggunakan cash yang sama.
Prinsipnya sebanyak apapun uang di tangan (cash in hand) itu
rugi. Sesering mungkin uang ditransaksikan itu yang penting
(cash in flow).
Jika dinar dimaknai sebagai emas (yang bisa dimiliki) dengan
berat dan kadar tertentu, dalam hal ini mitsqal, maka ia
memiliki nilai bawaan yang melekat (intrinsik). Inilah yang
membedakan sekaligus memberikan warna pada kepingan dinar,
yaitu sebagai mitsqal emas dan sebagai uang. Dan inilah, dalam
pandangan Imam Al Ghozali, sebagai “hati yang berisi sampah
hawa nafsu dan tempat permainan setan.” na’udzubillah…
godaannya memang disitu.
Pendapat Imam Al Ghozali diperkuat oleh Abu Ubaid:
Dikatakan oleh Abu Ubaid bahwa dinar dan dirham mempunyai
fungsi sebagai standar nilai pertukaran (standard of exchange
value) dan media pertukaran (medium of exchange). Dalam hal
ini Abu Ubaid menyatakan, ‘Hal yang tidak diragukan lagi
bahwa emas dan perak tidak layak untuk apapun, kecuali
keduanya menjadi harga dari barang dan jasa. Keuntungan yang
paling tinggi yang dapat diperoleh dari kedua benda ini
adalah penggunannya untuk membeli sesuatu’ (Pemikiran Ekonomi
Islam, hal 181, Al-Amwal)
Sehingga Dinar adalah konsep exchange atau berbagi, bukan
konsep menyimpan atau reserve. Dengan demikian pernyataan
bahwa dengan emas kita “tidak kaya tapi akan tetap kaya”,
yaitu konsep wealth, konsep aset, adalah konsep stok yang
digunakan sebagai alasan dalam investasi emas, golden
constant, zero inflation, dan hedging berbasis emas. Dinar
tentu saja bisa difungsikan sedemikian bila dalam kesadaran
kita adalah kesadaran stock concept of money. Banyak pegiat
dinar terjebak di sini ketika menjelaskan mengenai apa itu
dinar.
Flow concept of money pada dinar adalah dalam pertukaran
(exchange) yang tidak mengharapkan return atau keuntungan dari
esensi uang itu sendiri, karena keuntungan itu didapatkan dari
bekerja dan berproduksi. Meski pada awal mulanya Islam
dipenuhi dengan norma perdagangan, tetapi yang diharapkan
adalah bahwa producer lah yang menjaditrader. Dan ini yang
disebut sebagai pasar yang adil (fair trade). Kaum Muhajirin
(pedagang)
dipersaudarakan
dengan
Kaum
Anshor
(petani/produsen) dalam rasa persaudaraan diniyah(religius)
dan muamalah (sosial). Di sinilah gilda-gilda produksi, dari
produksi ekstraktif pertanian (on farm) hingga pengolahan
hasil pertanian (off farm) bernilai tambah (added value)
diwarnai persaudaraan mereka yang hijrah dan kemudian ngenger
atau nyantrik(mubtadi’) kepada para ahli produksi (mu’alim).
Definisi uang bukan lagi store of value tapi medium of
exchange. Kebermaknaan uang hanya pada exchange. Value dari
uang bukan disimpan (store) tapi dipertukarkan (exchange).
Kutipan berikut ini menjelaskan pendirian Imam Al Ghozali:
“Jika seseorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk
mendapatkan dinar dan dirham lagi, maka dia menjadikan dinar
dan dirham sebagai tujuannya. Hal ini berlawanan dengan
fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk
menghasilkan uang. Melakukan hal ini dilarang dalam Islam.
Dinar dan dirham adalah alat untuk mendapat barang-barang
lainnya. Dinar dan dirham tidak dimaksudkan bagi dirinya
sendiri. (Dalam hubungannya dengan barang lainnya, dinar dan
dirham adalah pengukur yang digunakan untuk memberikan nilai
terhadap transaksi jual beli barang dan jasa) atau seperti
cermin yang memantukan gambar atau warna, tetapi tidak
memiliki warna dan gambar sendiri. Apabila orang
diperbolehkan untuk menjual (atau mempertukarkan) uang dengan
uang (untuk mendapatkan laba), transaksi seperti ini menjadi
tujuannya, sehingga uang akan tertahan dan ditimbun. Menahan
pemerintahan atau tukang pos adalah pelanggaran, karena
mereka dicegah dari menjalankan fungsinya. Demikian pula,
dengan uang”.
Maka mari kita mensyukuri adanya dinar dan dirham ini
sebagaimana mestinya, mengikuti taqdir diciptakannya dinar dan
dirham itu, sesuai sunnatullah dari dinar dan dirham itu.
Dari Abu ‘Abdullah (ada yang memanggil Abu ‘Abdurrahman)
Tsauban bin Bujdud pelayan Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi
Wasallam. berkata, Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:
“Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan
seseorang untuk sekeluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk
kendaraan / keperluan di jalan Allah, dan dinar yang
dinafkahkan untuk membantu kawan seperjuangannya di jalan
Allah”.
(Hadits Riwayat Muslim).
Dari Abu Hurairah Radhiyallâhu ‘Anhu. berkata, Rasulullah
Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Satu dinar yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, satu dinar
yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang
kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu
nafkahkan kepada keluargamu maka yang paling besar pahalanya
yaitu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu”.(Hadits
Riwayat Muslim).
Dari sinilah kita memahami konsep zakat di mana “agar harta
tidak hanya beredar di antara orang kaya saja“. Karena harta
apapun, termasuk dinar dan dirham akan bisa mengarah pada
akumulasi aset (stock). Padahal dinar dan dirham harus
senantiasa dipergilirkan bagaikan pergiliran malam dan siang,
dari tangan ke tangan, dari kaya ke miskin, dari tua ke muda,
dan seterusnya. Dan itu bukanlah wealth transfer semata.
Imam al-Ghozali mengatakan, “min ni’amillahi ta’ala kholqu addarahim wa ad-dananir wa bihima qiwam ad-dunya”. (Dari sekian
nikmat Allah ta’ala adalah penciptaan dirham dan dinar, dengan
kedua mata uang ini maka tegaklah dunia).(*)
Allahu a’lam.
Bacaan :
1. Imam Al-Ghozali, Ihya Ulumuddin pada Kitab Syukur (Ihya
Ulum al-Din, Jilid IV, diterbitkan di Beirut: Daar alKutub al-Ilmiyah, 1424 H/2003 M, hal.121-124)
2. http://dinarfirst.org/rencana-allah-dalam-penciptaan-ema
s-dan-perak/
3. http://en.wikipedia.org/wiki/Stock_and_flow
4. http://www.planetseed.com/relatedarticle/stock-and-flow3
Oleh Aanam al habsyi
Download