SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II MATA KULIAH MAKRO EKONOMI TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Disusun Oleh : Tarmudi : Nim 2.210.7.019 Dosen : Rudi Heryana, Lc, MA, Ph.D Program Studi Ekonomi Islam Pasca Sarjana UIN SGD Bandung 2011 1 of 13 1. Pandangan Al Ghazali tentnag keuangan public, antara pokok pikirannya adalah tentang pajak atas dasar manfaat social umum, konteks utnag public yang mana dia menyebutkan adanya revenue bond, dan masalah pengeluran public untuk menanggulangi kemiskinan, Nyatakan analisa dan pendapat anda tentang ketiga pemikirannya diatas yaitu tetanag pajak, revenue bond dan penanggulangan kemiskinan dalam konteks Indonesia. Jawab : Pertama Pajak Menurut Imam al Ghazali, apabila keadaan Negara sedang membutuhkan tentara untuk menjaga dan melindungi wilayahnya dari segala macam ancaman, sementara perbendaharaan Negara tidak mencukupi, pemerintah berhak memungut pajak dari rakyatnya yang mampu. Dalam hal ini, ia mensyaratkan bahwa pemerintahan Negara itu merupakan pemerintahan yang kredibel, kondisi keuangan Negara benar-benar dalam keadaan kosong, dan kebijakan pajak ini hanya khusus dikenakan pada kondisi tersebut, yakni untuk memenuhi kebutuhan tentara saja Dalam memanfaatkan pendapatan, negara disarankan bersikap fleksibel dengan tetap berlandaskan pada kesejahteraan. Artinya, menurut Al-Ghazali, jika pengeluaran publik dapat memberikan kebaikan sosial yang lebih banyak, penguasa dapat memungut pajak baru. Apa yang dikemukakan oleh Al-Ghazali tersebut merupakan cikal bakal dari apa yang sekarang disebut sebagai analisis biaya-manfaat, yakni pajak dapat dipungut untuk menghindari kerugian yang lebih besar di masa yang akan datang. Di samping itu, AlGhazali juga memberikan pemikiran tentang hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan pajak, seperti administrasi pajak dan pembagian beban di antara para pembayar pajak. Kedua, Utang Publik, Al-Ghazali merupakan salah satu diantara sedikit ilmuwan pada masanya yang membahas utang publik sebagai sumber pendapatan negara lainnya. Dari pernyataannya ini, tampak bahwa dengan melihat kondisi ekonomi, Al-Ghazali mengizinkan utang publik jika memungkinkan untuk menjamin pembayaran kembali dari pendapatan di masa yang akan 2 of 13 datang. Pada masa kini, contoh utang seperti ini adalah revenue bonds yang digunakan secara luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat. Ketiga, Pengeluaran Publik. Berkenaan dengan sumber pendapatan negara yang ada pada masa hidupnya, Al-Ghazali juga bersikap kritis mengenai tata cara dan wilayah pengeluaran publik. Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang direkomendasikan Al-Ghazali bersifat agak luas dan longgar, yakni penegakan keadilan sosio-ekonomi, keamanan dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur. Walaupun Al-Ghazali memilih pembagian sukarela sebagai suatu cara untuk meningkatkan keadilan sosio-ekonomi, dia membolehkan intervensi negara bila perlu untuk mengeliminasi kemiskinan dan kesukaran yang meluas. Dengan jelas, Al-Ghazali mengaitkan pemiskinan rakyat (yang diperburuk dengan kurangnya layanan publik) yang mengakibatkan penurunan ekonomi secara umum, penurunan basis pajak, serta potensi timbulnya para pencari untung yang mengeksploitasi orang miskin. 2. Apa yang anda ketahui tentang mata uang Dinar - Dirham dari konsep dan sejarahnya dalam ekonomi islam? Seta nyatakan pendapat anda bagaimana formulasi mata uang Dianr – Dirham dalam system keuangan islam sebagai mata uang di Indonesia. Jawab : Sejarah Dinar –Dirham Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12 : 1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204. 3 of 13 Di belahan dunia lainnya di Dunia Islam, uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham juga digunakan sejak awal Islam baik untuk kegiatan muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat sampai berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924. Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, ”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham. Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma. Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram . Sampai pertengahan abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non Islam sejarah menunjukan bahwa mata uang emas yang relatif standar tersebut secara luas digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkembangannya-pun kaum muslimin banyak melakukan perjalanan perdagangan ke negeri yang jauh. Keaneka ragaman mata uang di Eropa kemudian dimulai ketika Republik Florence di Italy pada tahun 1252 mencetak uangnya sendiri yang disebut emas Florin, kemudian diikuti oleh Republik Venesia dengan uangnya yang disebut Ducat. Pada akhir abad ke 13 tersebut Islam mulai merambah Eropa dengan berdirinya kekalifahan Usmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika 4 of 13 Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel dan terjadilah penyatuan dari seluruh kekuasan Kekhalifahan Usmaniyah. Selama tujuh abad dari abad ke 13 sampai awal abad 20, Dinar dan Dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan. Penggunaan Dinar dan Dirham meliputi seluruh wilayah kekuasaan Usmaniyah yang meliputi tiga benua yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian Asia. Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah SAW– maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini. Formulasi Mata Uang Dinar – Dirham di Indonesia Di Indonesia di masa ini, Dinar dan Dirham hanya diproduksi oleh Logam Mulia – PT. Aneka Tambang TBK. Saat ini Logam Mulia-lah yang secara teknologi dan penguasaan bahan mampu memproduksi Dinar dan Dirham dengan Kadar dan Berat sesuai dengan Standar Dinar dan Dirham di masa awal-awal Islam. Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association (LBMA). Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya – bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping – maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang. Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia – PT. Aneka Tambang, Tbk. 5 of 13 3. Kesalahan mendasar perbankan syariah yaitu penggunaan uang fiat sebagai alat transaksi keuangannya, nytakan pendapat anda tentang upaya penanggulangan inflasi dalam system keuangan sekarang. Bagaimanaa pendapat anda tentang tantangan dan peluang lembaga keuangan islam di Indonesia. Jawab : Kesalahan penggunaan mata uang fiat & upaya penanggulangan inflasi Permasalahan mata uang dalam perbankan syariah sebenarnya menyangkut tiga hal yang telah bercampur: Yaitu mata uang fiat (fiat money), masalah bunga dan mata uang dominan. Dua masalah terakhir sebenarnya dapat terlihat dengan jelas dan bisa diselesaikan jika masalah pertama terselesaikan. Perbankan syariah mengasumsikan sebuah mata uang yang kuat dan stabil dalam melaksanakan bisnisnya. Kuat artinya tidak terpengaruh inflasi, sedangkan stabil artinya tidak berfluktuasi mengikuti kurs mata uang asing. Hal ini diperlukan karena: a) Produk perbankan syariah -yang mengadopsi ajaran Islam- seperti jual beli (Murabahah, Salam & Istisna’) dan sewa-menyewa (Ijarah, leasing) adalah produk yang menghasilkan keuntungan dengan rate tetap. Artinya sekali bank melakukan pembiayaan penjualan barang kepada nasabah, maka harga barang tidak berubah selama berlakunya akad perjanjian. Jika mata uang melemah terhadap barang maka secara riil bank sudah merugi. Padahal bank biasanya melakukan jual beli secara tangguh. b) Mata uang yang kuat meniadakan, atau setidaknya meminimalisir, terjadinya inflasi. Dengan demikian salah satu hambatan dalam penentuan harga secara umum (pricing) dalam sebuah bank akan terselesaikan. c) Konsep perbankan syariah meniadakan bunga sebagai instrumen. Dengan mata uang yang kuat, Time Value of Money sebagai paradigma yang menghasilkan metode Present Value dan Future Value akan hilang. Perhitungan keuntungan akan jadi lebih mudah dan tidak berbelit-belit. d) Pertukaran mata uang dengan kurs yang tidak tetap, ditambah instrumen bunga, melahirkan transaksi spekulatif seperti Swap. Tujuan utama bank adalah menutup posisi likuiditas, agar pada saat jatuh tempo mata uang tersebut tersedia dengan nilai tukar yang telah diperjanjikan. Namun sekarang ini tujuan tersebut sudah bercampur dengan tujuan 6 of 13 mencari untung (arbitrage) dengan perhitungan sukubunga tertentu. Jika nilai tukar stabil, dan bunga tidak dijadikan dasar perhitungan, maka tujuan bank melakukan tukar menukar uang menjadi jelas, dan tidak ada kemungkinan untuk melakukan spekulasi. Mata uang yang bisa memenuhi kriteria semacam ini hanya mungkin bila terbuat sesuatu yang berharga dan nilainya selalu stabil, atau uang kertas didasari oleh barang tersebut. Dan itu syarat seperti itu hanya mungkin dipenuhi oleh emas dan perak. Kemungkinan kerancuan terdapat dalam transaksi luar negeri. Jika mata uang yang didasarkan kepada emas ditukarkan dengan mata uang fiat (tidak didasarkan kepada apapun), baik itu transaksi pertukaran biasa maupun akibat transaksi ekspor/import, maka apabila terjadi depresiasi pada mata uang fiat tersebut negara yang mata uangnya didasarkan pada emas akan mengalami kerugian. Hal ini disebabkan daya beli uang tersebut menurun terhadap barang-barang, baik domestik maupun impor. Karena itu transaksi antar dua mata uang berbeda akan jarang dilakukan. Jika standar yang digunakan terhadap emas berubah-ubah maka terjadi perburuan mata uang yang nisbahnya lebih kecil terhadap emas. Misalnya pada awal 1999 ditetapkan kurs Rp.100,- = 1 gram dan di Amerika US$ 1 = 1 gram. Ketika memasuki tahun 2000 kurs rupiah terhadap emas lebih lemah menjadi Rp.120/1 gram sedangkan di Amerika tetap. Orang akan memburu dollar, karena secara standar lebih tinggi dari rupiah, dengan asumsi rupiah akan semakin melemah terhadap emas. Dengan demikian spekulasi terhadap mata uang akan tetap ada meskipun mata uang sudah disandarkan kepada emas. Demikian pula Kegiatan investasi yang masuk dari luar negeri akan terganggu, karena investor khawatir akan melemahnya mata uang domestik terhadap emas. Para importir akan meminta jaminan untuk membayar pada kurs yang telah ditetapkan yang berarti memindahkan beban perubahan nilai tukar pada bank. Untuk itu diperlukan standar yang tidak berubah, bukan saja pada level nasional, tetapi juga pada tingkat internasional. Demikian pula jika dua standar (bimetallic) yang digunakan, yaitu emas dan perak. Rasio antara emas dan perak yang berubah akan berpengaruh kepada nilai mata uang antar negara. Dengan demikian asumsi-asumsi tertentu (lihat footnote 14) tidak bisa diterapkan begitu saja. Tetapi jika diadakan pembatasan-pembatasan, pemerintah sudah melakukan intervensi pada kehidupan moneter. 7 of 13 Tantangan dan Problematika Perbankan Syariah a) Terpaku pada pengembangan konsep tanpa memperhatikan dinamika SDMnya, Bank Syariah seolah-olah disibukan oleh jargon “how to Islamize our banking system” dan lupa akan wacana ” how to Islamize the people involved in the banking industry”. Banyak masalah Bank Syariah disebabkan pemahaman dan kesadaran para praktisi Bank Syariah akan prinsip2 ekonomi Islam (Bank Syariah) belum sepenuhnya dimengerti. b) Membatasi instrumen dan produk bank pada bentuk tertentu sehingga Bank-Bank Syariah kesulitan dalam mengembangkannya, bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. c) Kurang sosialisasi dan komunikasi. Bank Syariah kini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perkembangan perbankan Syariah yang pesat serta pelajaran yang diberikan oleh krisis keuangan yang terjadi 1997, telah memunculkan harapan pada sebagaian masyarakat bahwa pengembangan ekonomi Syariah merupakan suatu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, juga sebagai pelaksanaan kewajiban Syariat Islam. d) Di sisi lain, harapan di atas belum diiringi oleh pemahaman masyarakat yang cukup atas ekonomi Syariah itu sendiri. Kondisi ini akan mempengaruhi eksistensi dan pertumbuhan perbankan Syariah. Oleh karenanya, tindakan antisipatif tentu perlu dilakukan, yaitu sosialisasi dan komunikasi mengenai ekonomi Islam, yang dalam hal ini diwakili lembaga perbankan Syariah perlu digalakan dan ditingkatkan. Memang kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi Syariah dirasakan masih kurang yang bermuara pada kurang efektifnya kegiatan tersebut. Hal itu disebabkan belum adanya kebersamaan dalam kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi Syariah. e) Kurang mendapat dukungan pemerintah dan masyarakat. Hal itu nampak pada kebijaksanaan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan Bank Syariah dan pengembangannya, belum ada undang-undang khusus yang mengatur sistem perbankan Syariah dan tidak ada deputi khusus di Bank Indonesia yang mengatur khusus tentang Bank Syariah adalah tantangan dan problematika Bank Syariah. 8 of 13 Peluang Lembaga Keuangan Islam Adapun peluang Perbankan Syariah di Indonesia; Menurut data Biro Perbankan Syariah BI, dalam jangka waktu sepuluh tahun kedepan, dibutuhkan tidak kurang dari 10 ribu SDM yang memiliki kualifikasi dan keahlian di bidang ekonomi Syariah. Tentu ini merupakan peluang yang sangat prospektif sekaligus sebagai tantangan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Sudah saatnya kajian ekonomi Islam mendapat ruang dan tempat yang lebih luas lagi di perguruan tinggi. Kurikulum ekonomi Islam pun perlu untuk terus menerus disempurnakan, dimana dibutuhkan perpaduan antara pendekatan normatif keagamaan dengan pendekatan kuantitatif empiris. Riset-riset tentang ekonomi Syariah, baik pada skala mikro maupun makro harus terus diperbanyak. Ini akan memperkaya khazanah literatur ekonomi Syariah sekaligus mempercepat perkembangan ekonomi Syariah secara utuh dan menyeluruh. Indonesia memiliki penduduk yang mayoritasnya adalah muslim. Kuantitas penduduk ini bisa dijadikan sebagai lahan yang prospektif untuk dijadikan sebagai objek pengembangan Bank Syariah dan sekaligus pangsa pasar. Kapasitas peduduk muslim bukan saja menjadi objek pasar tapi juga sebagai objek Islamisasi ekonomi (Bank Syariah) sehingga dengan semakin banyak masyarakat yang mempunyai kesadaran tentang ekonomi Islam semakin banyak pula penduduk yang menjadi nasabah Bank Syariah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mulai membaik pada tahun 2007 tersebut, tidak menjadikan sektor riil mengalami pertumbuhan yang signifikan. Akibatnya pengangguran dan kemiskinan masih menjadi persoalan utama dalam perekonomian kita. Salah satu alternatif kebijakan ekonomi adalah penguatan peran intermediasi perbankan nasional dalam pembiayaan dan investasi sektor riil dengan memperkuat posisi lembaga keuangan syariah dan instrument pembiayaan yang ada. Di sinilah celah prospek bank syariah, karena bank syariah memiliki potensi dalam mendukung pengembangan sektor riil terutama Usaha Kecil Menengah. Salah satunya tampak dari BPRS dan BMT yang berperan sebagai partner sekaligus menjadi jaringan kerja dari bank syariah dengan pengusaha kecil dan koperasi sebagai nasabahnya. Pada akhirnya banyak bank konvensional mengkonversikan dirinya menjadi bank syariah dengan alasan bank syariah 9 of 13 memiliki prospek positif di negara yang memiliki tipe perekonomian sekuler seperti Indonesia ini. Prospek cerah yang ditunjukkan lembaga keuangan syariah tersebut didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut : a) Adanya kegagalan dari sistem kapitalis-sosialis yang telah menimbulkan krisis di berbagai negara. Sistem kapitalisme tersebut telah membawa cacat sejak awal dan bersifat self-destructiv, sehingga perekonomian suatu negara yang menganut sistem tersebut mengalami krisis moneter. Krisis moneter ini merambat pada krisis sosial yang akhirnya menyebabkan kerusakan dimana-mana. Untuk mengganti sistem ekonomi yang telah rusak, perlu dipikirkan sistem apa yang cocok bagi perekonomian di Indonesia. Disinilah Islam tepatnya sistem ekonomi syariah memiliki prospek yang cerah. b) Tumbuhnya institusi keuangan di berbagai negara. Contohnya adalah di Indonesia sendiri BMI sudah berdiri sejak tahun 1992. Berdirinya BMI diikuti dengan munculnya lembaga keuangan syariah lainnya seperti BNI Syariah, Bank Mega Syariah dan sejenisnya. Apalagi setelah diterbitkannya UU No. 10 tahun 1998 yang menyebutkan bahwa bank syariah sebagai salah satu bank yang boleh berdiri di Indonesia. c) Tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan dan wacana ekonomi Islam. Faktor ini ditandai dengan bermunculannya lembaga pendidikan yang membuka program studi dan jurusan ekonomi syariah. Wacana tentang ekonomi Islam juga makin marak di media cetak maupun media elektronik. d) Meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia akan adanya wacana tentang ekonomi syariah. Tanpa adanya kesadaran ini ekonomi syariah akan mengalami stagnansi bahkan tertolak dari masyarakat Indonesia. Keempat faktor pendukung perekonomian syariah tersebut menstimulasi para investor untuk berlomba-lomba mendirikan lembaga keuangan syariah. Adapun sejumlah alasan para investor melirik sistem syariah karena hal-hal berikut : mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, hal ini memungkinkan banyak masyarakat yang berpindah prinsip dari konvensional ke prinsip syariah untuk mendapatkan transaksi yang 10 of 13 lebih aman, dan halal. Pernyataan ini didukung oleh survei yang dilakukan oleh BNI Syariah pada tahun 2005 bawa 51% masyarakat Indonesia menolak dengan adanya sistem bunga. 4. Apa pengaruh kebijakan makro ekonomi berikut atas permintaan agregat (AD), tingkat out put (Y), dan tingkat harga (P) pada kasus-kasus berikut : a. Penurunan pengeluaran pemerintah b. Penurunan jumlah uang beredar c. Kenaikan jumlah pajak Jawab : 4a Penurunan Pengeluaran Pemerintah AD (Aggregate Demand) adalah hubungan antara jumlah output yg diminta & tingkat harga agregat. Kurva AD menunjukkan hubungan antara tingkat harga P dan jumlah barang yang dan jasa yang diminta Y. Kurva itu digambarkan untuk nilai jumlah uang beredar M tertentu. Kurva AD miring ke bawah; semakin tinggi tingkat harga P, semakin rendah tingkat keseimbangan riil M/P, dan karena itu semakin rendah jumlah barang dan jasa yang diminta Y. Kurva AD dibuat untuk nilai dari jumlah uang yang beredar tetap (M konstan). Dengan kata lain, kurva tsb menyatakan kombinasi yang mungkin dari P dan Y untuk nilai M tertentu. Jika M berubah, maka P dan Y juga akan berubah, yang berarti kurva AD bergeser. Pergeseran dalam Kurva AD: Perubahan jumlah uang yang beredar M menggeser kurva AD. Penurunan M mengurangi nilai nominal output PY. Untuk setiap P tertentu, output Y lebih rendah. Karena itu, penurunan M akan menggeser kurva AD ke kiri. Kenaikan M meningkatkan nilai nominal output PY. Untuk setiap tingkat harga P, output Y lebih tinggi. Karena itu, kenaikan M menggeser kurva AD ke kanan. AS (Aggregate Supply) Adalah hubungan antara jumlah barang dan jasa yang ditawarkan dan tingkat harga. Karena perusahaan yang menawarkan barang dan jasa memiliki harga yang fleksibel 11 of 13 dalam jangka panjang tetapi harga yang kaku dalam jangka pendek, hubungan penawaran agregat bergantung pada horison waktu. Jangka Panjang -> Kurva AS Vertikal Dalam jangka panjang, tingkat output ditentukan oleh jumlah modal dan tenaga kerja serta ketersediaan teknologi; tingkat output tidak bergantung pada tingkat harga. Kurva penawaran agregat jangka panjang (LRAS-Long-Run Aggregate Supply) adalah vertikal. Jangka Pendek -> Kurva AS Horisontal Dalam jangka pendek, sebagian harga bersifat kaku dan karena itu, tidak menyesuaikan dengan perubahan permintaan. Karena kekakuan harga ini, kurva AS dalam jangka pendek (SRAS-Short-Run Aggregate Supply) tidak vertikal (horisontal). Pergeseran AD dalam Jangka Panjang Penurunan jumlah uang yang beredar (M) menggeser AD ke bawah (kiri). Karena kurva LRAS adalah vertikal, penurunan AD mempengaruhi tingkat harga P (dalam hal ini menurunkan tingkat harga dalam jangka panjang), tetapi tidak mempengaruhi tingkat output Y. Pergeseran AD dalam Jangka Pendek Penurunan jumlah uang yang beredar menggeser kurva AD ke bawah (kiri). Karena kurva SRAS adalah horisontal, dalam jangka pendek ketika harga adalah kaku, penurunan AD mengurangi tingkat output Y. Dari Jangka Pendek ke Jangka Panjang: Penurunan AD Penurunan AD menurunkan output Y dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang hanya berpengaruh terhadap tingkat harga P. 12 of 13 4b Penurunan jumlah uang beredar Diawali dengan pasar uang, di mana penetapan kebijakan moneter terjadi. Ketika Bank Sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar (M), masyarakat mempunyai uang lebih banyak dari yang mereka ingin pegang pada tingkat bunga yang berlaku (prevailing interest rate). Akibatnya, mereka mendepositokan uangnya di bank atau menggunakannya untuk membeli obligasi. Tingkat bunga r kemudian turun sampai masyarakat bersedia memegang seluruh kelebihan uang yang dicetak Bank Sentral; hal ini membawa pasar uang ke ekuilibrium baru. Tingkat bunga yang lebih rendah, akan memiliki dampak ke pasar barang. Tingkat bunga yang lebih rendah mendorong investasi yang direncanakan, yang meningkatkan planned expenditure, produksi, dan pendapatan Y. Jadi, model IS-LM menunjukkan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi pendapatan dengan mengubah tingkat bunga. Dalam jangka pendek, ketika harga bersifat kaku, ekspansi jumlah uang beredar meningkatkan pendapatan. Tetapi kita tidak membahas bagaimana ekspansi moneter mendorong terjadinya pengeluaran yang lebih besar atas barang dan jasa – sebuah proses yang disebut mekanisme transmisi moneter (monetary transmission mechanism). Model IS-LM menunjukkan bagian terpenting dari mekanisme: kenaikan jumlah uang beredar menurunkan tingkat bunga, yang mendorong investasi serta memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa. Kurva permintaan agregat (AD) meringkas hasil dari model IS-LM dengan menunjukkan pendapatan ekuilibrium pada setiap tingkat harga. Kurva AD miring ke bawah karena tingkat harga yang lebih rendah meningkatkan keseimbangan uang riil, mengurangi tingkat bunga, mendorong pengeluaran investasi, dan meningkatkan pendapatan ekuilibrium. Kebijakan fiskal ekspansioner – kenaikan belanja pemerintah atau penurunan pajak – menggeser kurva IS ke kanan. Pergeseran dalam kurva IS ini meningkatkan tingkat bunga dan pendapatan. Kenaikan pendapatan menunjukkan pergeseran ke kanan dalam kurva 13 of 13 AD. Demikian pula, kebijakan fiskal kontraktif menggeser kurva IS ke kiri, menurunkan tingkat bunga dan pendapatan, serta menggeser kurva AD ke kiri. Kebijakan moneter ekspansioner menggeser kurva LM ke bawah. Pergeseran dalam kurva LM ini menurunkan tingkat bunga dan meningkatkan pendapatan. Kenaikan pendapatan menunjukkan pergeseran ke kanan dari kurva AD. Demikian pula, kebijakan moneter kontraktif menggeser kurva LM ke atas, meningkatkan tingkat bunga, dan menurunkan pendapatan, dan menggeser kurva permintaan agregat ke kiri. 4c. Kenaikan jumlah pajak Pajak mempengaruhi pengeluaran melalui konsumsi. Misalnya, penurunan pajak sebesar delta T. Pemotongan pajak mendorong konsumen untuk berbelanja lebih banyak dan karena itu, meningkatkan planned expenditure. Tax multiplier dalam perpotongan Keynesian menyatakan bahwa, pada tingkat bunga berapapun, perubahan kebijakan ini menaikkan tingkat pendapatan sebesar: change in Y = (change in T x MPC) / (1-MPC) Karena itu, IS bergeser ke kanan sebesar jumlah ini. Pemotongan pajak menaikkan pendapatan dan tingkat bunga. Karena tingkat bunga yang lebih tinggi mengurangi investasi, kenaikan pendapatan dalam model IS-LM lebih kecil daripada kenaikan pendapatan dalam perpotongan Keynesian. 14 of 13