peran uang dan kebijakan fiskal dan moneter pada awal

advertisement
PERAN UANG DAN KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM
M Syaiful Suib
Abstract: This paper examines the role of money, fiscal and monetary policy at the
beginning of the Islamic government. Based on historical data, it is known that money is a
monetary instrument that acts as a medium of exchange in buying and selling. In the
reign of the Prophet Muhammad in Medina had done import export dinars and dirhams
of Rome and Persia. Fiscal policy plays an important role in the economic system of Islam
when compared with monetary policy. The prohibition of usury and zakat expenditure
obligations implies the importance of fiscal policy position compared with its monetary
policy.
Key Words: Money, Fiscal, Monetary, Islam.
Pendahuluan
Sebelum Islam datang, salah satu yang menopang kehidupan perekonomian
daerah Arab adalah Perdagangan, Kondisi geografis di daerah Hijaz sangat strategis
dan menguntungkan karena merupakan jalur perdagangan antara Persia dan Roma
serta daerah jajahan di antara keduanya. 1 Salah satu mata uang Arab yang di
pergunakan pada zaman dahulu adalah dinar dan dirham sebagai alat pembayaran yang
sah untuk melakukan transaksi penjualan atau pembelian. Adanya alat pembayaran
yang berupa koin ini sangat memudahkan bagi penggunanya. Koin dirham dan dinar
mempunyai berat yang tetap dan memiiki kandugan perak atau emas yang tetap, dan
mengalami perubahan hingga pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. 2 Peran
dinar atau dirham sebagai mata uang tersebut menjadi media transaksi perdagangan
dan pengolahan kebutuhan lainnya.
Ketika Islam datang, maka sistem administrasi keuangan pada masa Nabi masih
belum kompleks. Namun setelah Nabi wafat, negara Islam menembus batas
semenanjung Arabia, khususnya selama pemerintahan Khalifah Umar. Kompleksitas
pengolahan keuangan di wilayah taklukan mendorong perlunya sistem keuangan
publik yang rapih. Pada masa pemerintahan Umar telah lahir Departemen Keuangan
yang tetap dan reguler yang disebut Diwan. Al-Mawardi mengemukakan bahwa
perlunya pendirian kantor keuangan yang tetap muncul ketika banyak pendapatan

Dosen Fakultas Syariah Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo Jawa Timur.
Email:[email protected]
1Adiwarman Karim Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonoi Islam. (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 156.
2Ibid., h. 159.
1
ditransfer ke pemerintah pusat dari berbagai wilayah taklukan. Meskipun khalifah
tidak segan-segan mengambil manfaat dari administrasi negara saat itu, demi tegaknya
struktur fungsional dengan semangat Islam, ketentuan terperinci tetap diperlukan
bagi pengelolaan keuangan negara yang baru. 3
Karena itulah, maka berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Nabi, berbagai
ketentuanpun diadopsi setelah musyawarah (syura) dan mencapai konsesus itu adalah
agar kebijakan yang diadopsi didasarkan kepada prinsip-prinsip dasar syari’ah dan
mengarah pada kemaslahatan umum (maslahah). Dengan demikian, sumber-sumber
gagasan tentang keuangan publik dalam Islam diambil dalam al-Qur’an, Sunnah Nabi,
ijma’ dan penalaran logis (qiyas) para ahli hukum Islam tentang kemaslahatan publik.
Dalam sistem keuangan publik Islam ini, uang dipandang sebagai amanah di tangan
penguasa dan harus diarahkan, pertama-tama ditujukan kepada lapisan masyarakat
lemah dan orang-orang miskin sehingga tercipta keamanan masyarakat, kesejahteraan
umum dan pendistribusian pendapatan yang adil di antara lapisan masyarakat.4
Menyikapi persoalan ini, maka pemerintah Islam memberlakukan kebijakan
keuangan untuk kepentingan publik yang sudah meluas hingga ke berbagai benua.
Kebijakan ini sangat strategis bagi negara Islam demi tegaknya suatu negara yang
bergantung, salah satunya pada kemampuan pemerintahnya dalam mengumpulkan
pendapatan negara dan mendistribusikannya secara adil bagi kesejahteraan rakyat.
Namun, berbagai gerak politik pemerintahan yang ada menyebabkan laju
perekonomian dan kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh pemerintah
mengalami pasang surut kebijakan dan dialektika yang unik. Hal ini disebabkan oleh
dukungan normatif dari prinsip-prinsip umum keuangan Islam yang ditafsirkan dari
ayat-ayat al-Qur’an, baik pada masa Nabi Muhammad saw hingga para khalifah
penerusnya. Oleh sebab itulah, maka tulisan ini akan memfokuskan kajiannya kepada
perkembangan perniagaan dan uang (dinar/dirham) di masa Islam, peran uang dalam
kebijakan moneter, dan kebijakan fiskal terhadap nilai uang. Tentunya, tujuan dari
penulisan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh kebijakan yang diambil oleh
pemerintah Islam pada masa itu agar stabilitas fiskal dan moneter pemerintahan
dapat bertahan dan senantiasa stabil. Sebagai sebuah kajian sejarah, tentunya tulisan
ini untuk melihat perkembangan yang terjadi dan secara reflektif dapat menjadi
inspirasi terhadap kebijakan keuangan syariah pada masa kini.
Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kualitatif dan berbentuk
library research. Dikarenakan kajian ini berbentuk library research, maka untuk
mengumpulkan data akan dilakukan riset perpustakaan dengan merujuk kepada
buku-buku yang telah diterbitkan, artikel-artikel dari jurnal dan laporan penelitian
lainnya. Dalam pencarian data, akan digunakan sumber utama (primary resources) yang
otentik. Oleh sebab itu, untuk mengumpulkan data terkait, akan digunakan bukubuku seputar keuangan Islam, Ekonomi Islam, maupun fiqih muamalah. Sedangkan
3Abd. Madjid AS, “Keuangan Publik pada Masa Umar bin Khattab (Kajian Sumber Pendapatan
dan Belanja Negara) Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah, Vol. 44 Edisi Khusus, 2010, h. 459.
4Ibid.
2
sumber pendukung (secondary resources) tetap akan digunakan, semisal buku tentang
sejarah peradaban Islam atau sejarah Arab masa lalu.
Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode
analisis-deskriptif-evaluatif, yaitu metode analisis yang hanya memaparkan ulang data
yang terkumpul untuk memberikan penjelasan mengenai suatu permasalahan. Namun
evaluasi dan penilaian terhadap beberapa aspek data yang dipaparkan ulang juga akan
dilakukan. Analisis ini akan digunakan dalam mendeskripsikan peran uang dan
kebijakan pemerintahan Islam terhadap fiskal dan moneter keuangan. Harapan dari
metode ini, dapat mengetahui peran signifikan dari sistem keuangan yang ada, hingga
pada keunggulan peran fiskal dan moneter dan langkah-langkah yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap dua kebijakan tersebut.
Perkembangan Perniagaan dan Uang Di Masa Islam
Sebelum Islam hadir sebagai kekuatan politik, kondisi geografis di daerah Hijaz
sangat strategis dan menguntungkan karena menjadi rute perdagangan antara dua
negara yang besar yaitu Persia dan Roma serta daerah jajahannya, yaitu Syam
(Yordania, Palestina, Libia), Etopia (Habasyah), dan Yaman.5 Arab terbagi beberapa
jalur perdagangan, diantaranya wilayah selatan dan timur rute perdagangan Roma dan
India. Wilayah utara sebagai salah satu jalur perdagangan dari India dikirim ke Oman,
kemudian melewati jalur darat melintasi utara Jazirah Arab dan Syria menuju Roma.
Hal ini ditandai dengan timbulnya pasar-pasar musiman yang ada di daerah Yaman,
Hijaz, dan Syam. Pasar-pasar musiman merupakan perdagangan yang
menghubungkan diantara rute-rute tersebut. Salah satu daya tarik dari Jazirah Arab
adalah ibadah haji. Ibadah Haji ke tempat-tempat suci merupakan ritual (dalam Islam
adalah haji) yang telah dilakukan oleh warga Semit, jejak ibadah tersebut terdapat
dalam perjanjian lama (keluaran 23: 14, 17 ; 34 : 22-23; Samuel 1 : 3).6 Ka’bah yang
terletak di Mekah memberikan kontsribusi yang besar dalam pusat perdagangan.
Sebelum melakukan ibadah haji, para jamah mempunyai kesempatan untuk
berdagang. Sebagai tempat suci, Ka’bah memberikan jaminan keamanan bagi orang
yang melakukan perdagangan. Perang dan pertumpahan darah pada musim ini
dilarang selama empat bulan tertentu, dan secara kebetulan ibadah haji berlangsung
pada masa ini juga.
Jaminan keamanan bagi suatu kafilah dagang yang pasti, baik perjalanan menuju
Mekah maupun pulangnya, membuat para kafilah dagang dapat leluasa untuk
mengembangkan perdagangannya. Aktifitas perdagangan ini paling penting bagi
perekonomian bangsa Arab, melihat kondisi dari sektor yang lainnya seperti pertanian
tidak mungkin dilakukan, karena memang daerah Arab yang tandus, menyusul
dilakukannya perjanjian Hilf al-Fudhul antara suku-suku Arab. Daerah yang
memungkin dalam sektor pertanian hanya di daerah Yaman, dan beberapa daerah
yang jumlahnya terbatas. Hal ini membuktikan bahwa perdagangan merupakan dasar
perkembangan perekonomian bangsa Arab sebelum Islam datang.
5 Jaribah Al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatthab, terj Asmuni Solihin Zamakhsyasi,
(Jakarta: Khalifa, 2006), h. l 32.
6Philip K Hitty, History of the Arabs from thw Erlies Times to the Present, terj. R Cecep Lukman Yasin
& Dedi Slamet Riyadi, Sejarah Arab masa Lalu (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 168.
3
Persyaratan untuk melakukan transaksi adalah adanya alat pembayaran yang sah
menurut wilayah masing-masing (dinar, dirham atau uang). Uang merupakan sesuatu
yang digunakan dalam aktifitas ekonomi. Manusia menggunakan uang sebagai standar
ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan. Pengertian uang
secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran
dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang atau sebagai alat
untuk melakukan pembelian barang dan jasa. 7 Kreterianya harus memenuhi unsur
berikut : 1) ada jaminan, 2)disukai umum, 3) nilai yang stabil, 4) mudah disimpan, 5)
mudah dibawa, 6) tidak mudah rusak, 7) mudah dibagi, 8) supalai harus elastic, dan
lain-lain.8
Fungsi uang adalah sebagai standar ukuran harga dan unit hitungan, alat tukar
(medium of exchange), alat hitung (unit of account), alat penyimpan nilai (store of value), dan
uang sebagai standar pembayaran tunda. 9 Plato dan Aristoteles menyatakan bahwa
fungsi utama uang adalah untuk memperlancar arus perdagangan sehingga manusia
lebih mudah memenuhi kebutuhannya.10
Di masa Islam telah jaya di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad saw,
menghadirkan sebuah model kepemimpinan Islam yang bernilai tinggi dalam aktivitas
komersial yang tidak dapat dibandingkan dengan kebudayaan manapun di masa itu
sampai masa sekarang.
Pemerintahan Islam terbentuk dari penaklukan secara adil dengan mengikuti
jalur perdagangan internasional yang telah dipergunakan para pedagang Timur dan
Barat selama berabad-abad sebelumnya. Penguasaan tersebut akhirnya melahirkan
sebuah tatanan kehidupan baru sehingga berdampak pula pada terciptanya tata niaga
yang diatur dalam hukum Islam.
Tatanan niaga yang terbentuk di masa Pemerintahan Islam sangat berpengaruh
pada perkembangan perdagangan dan ekonomi secara global, sehingga transaksitransaksi yang terjadi semakin beragam dan kompleks. Di masa awal sebelum Islam,
orang-orang Arab sudah mengenal alat tukar berupa uang dari emas dan perak yang
dikenal sebagai dinar dan dirham hingga oleh Pemerintahan Islam berkuasa,
ditetapkanlah sebagai mata uang resmi saat itu. Walaupun kita ketahui bahwa dinar
dan dirham bukan berasal dari Arab dan bukan ditemukan oleh orang-orang Arab.
Dinar adalah alat tukar resmi di Romawi (Barat) dan Dirham (Perak) adalah alat tukar
resmi di wilayah Persia (Timur).11 Dari paparan di atas sangat jelas bahwa sebelum
Pemerintahan Islam terbentuk di Jazirah Arab waktu itu, Romawi dan Persia telah
menguasai dan berpengaruh banyak pada wilayah Arab waktu itu. Sehingga, dinar dan
dirham sudah cukup dikenal dan dipergunakan dalam setiap transaksi perdagangan
oleh pedagang-pedagang Arab dan pengaruh kedua Negara tersebut menjadi faktor
utama sebagai mitra dagang utama bagi orang-orang Arab pada masa itu.
7Kasmir,
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo, 2013), h. 13.
h. 15.
9 Ahmad Hasan, Mata Uang Islam Telaah Komperhensif System Keuangan Islami, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2005), h. 12.
10Muhammad Nafik Hr, Bursa Efek & Investasi Syari’ah, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2009), h.
92.
11Ahmad Hasan, Mata Uang Islam, h. 31.
8Ibid.,
4
Selain menggunakan dinar dan dirham, pada awal masa pemerintahan Islam juga
menggunakan metode pembayaran kredit. Penggunaan cek juga telah dikenal luas
sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman.
Bahkan pada pemerintahan zaman umar Umar bin Khattab menggunakan cek untuk
membayar tunjangan kepada yang berhak. 12 Pada zaman sekarang, istilah-istilah
sesungguhnya berasal dari khazanah ilmu fiqh seperti kredit diambil dari istilah qard,
istilah kredit (Inggris: credit yang berarti meminjamkan, Romawi: credo yang artinya
kepercayaan). Ceq berasal dari suku kata Arab yaitu suq, istilah cek (Inggris: check,
Prancis: cheuqe), alat bayar yang biasa digunakan di pasar.13
Pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab, kredit yang dituangkan dalam
bentuk surat-surat utang diterbitkan oleh khalifah untuk dipergunakan oleh negara
dan masyarakat yang melakukan transaksi perdagangan dengan jarak jauh dan dengan
nilai uang yang besar. Oleh karena itu, penggunaan logam dinar dan dirham akan
menyulitkan. Meningkatnya perdagangan ini menciptakan transaksi yang mudah dan
cepat dengan menggunakan surat wesel, tagih, cek. Wilayah Islam pada masa itu
sudah melewati batas-batas Negara, sehingga dimungkinkan diterbitkannya surat
tagih atau cek tersebut. Tidak mungkin semua transaksi komersial menggunakan uang
dalam bentuk cas (tunai). Pada perkembangan selanjutnya dalam transaksi yang di
lakukan secara kredit, kedua pelaku saling menyerahkan bukti transaksi tersebut
hingga pada zaman sekarang dengan berbagai model sesuai dengan perkembangan
zaman.14
Metode lainnya dalam transaksi di Arabia yang juga dibolehkan dalam Islam
dengan beberapa modifikasi adalah obligasi. Obligasi adalah suatu istilah yang
digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari
penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali
pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo
pembayaran. Tingkat penggunaan obligasi ini semakin popular pada masa sekarang. 15
Metode lainnya yang digunakan adalah Qord al-Hasan (Utang tanpa bunga). Metode
ini dianjurkan dalam al-Qur’an sebagai amal ibadah. Landasan hukumnya adalah surat
Al-Hadid ayat 11, begitu juga hadis Nabi Muhammad saw, berbunyi : “Barangsiapa
menghilangkan salah satu kesulitan dunia dari saudaranya, maka Allah menghilangkan
darinya salah satu kesulitan pada hari kiamat.” (HR Riwayat Muslim).
Anjuran ini menjadi motivasi bagi masyarakat untuk meminjamkan hartanya. Sisi
lain dari Qord al-Hasan adalah kepuasan batin bagi si pemilik harta dan kesejahteraan
bagi yang tidak punya harta, walaupun ini bukan kegitan investasi dari sisi ilmu
ekonomi.
Qord adalah suatu aqad perjanjian antara penghutang dengan peminjam yang
melakukan hutang dan piutang. Dalam aqad tersebut miliknya kepada peminjam
dalam waktu tertentu. Peminjam juga berjanji akan membayar kembali kepada
penghutang sama seperti nilai harta yang dipinjamkannya dan tidak lebih daripada itu,
12Adiwarman
Karim, Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo), h. 19.
h. 19.
14Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonoi Islam, h. 160.
15Ismail Nawawi Uha, Fiqh Mua’malah Klasik dan Kontemporer, (Sidoarjo: Ghalia Indonesia, 2012),
h. 136.
13Ibid.,
5
sesuai dengan kesepakatan. Oleh karena itu, pinjam meminjam adalah suatu bahagian
dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap
kebutuhan. Jadi pinjaman yang diberikan itu adalah semata-mata suatu muamalah
yang baik.16
Bahkan dalam fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qord
diterangkan bahwa Qord adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah lembaga
keuangan syariah (muqtarid) bagi yang memerlukan. Dikatakan Qardhul Hasan karena
pinjaman ini merupakan wujud peran sosial lembaga keuangan syariah untuk
membantu masyarakat muslim yang kekurangan secara finansial. Disamping itu,
karena sifatnya dana sosial, pinjaman ini juga bersifat lunak. Artinya jika nasabah
mengalami kesulitan untuk membayar atau mengangsur tagihan bulanan, maka pihak
LKS harus memberikan dispensasi/keringanan dengan tidak memberikan denda atau
tambahan bunga sebagaimana yang berlaku pada lembaga keuangan konvensional
dan menunggu sampai nasabah mempunyai kemampuan untuk membayarnya.
Bahkan pada kondisi tertentu dimana nasabah benar-benar pailit, pihak LKS dapat
membebaskan nasabah dari segala tanggungan hutang.17
Peran Uang dalam kebijakan moneter
Uang merupakan instrument moneter. Terjadinya pertukaran dalam transaksi
jual beli membutuhkan alat tukar yang diakui secara resmi dan memiliki nilai, maka
uang berperan sebagai alat tukar dalam jual beli. Ketersediaan uang secara umum
akan berpengaruh pada besarnya jumlah transaksi perdagangan. Di masa
pemerintahan Nabi Muhammad Saw di Madinah, pernah melakukan impor dinar dan
dirham dari Roma dan Persia dengan cara melakukan ekspor komoditi kepada dua
negara tersebut. Uang yang digunakan pada waktu itu adalah Dinar Emas Hercules,
Byziantium dan Dirham Perak Persia. 18
Besarnya volume impor uang dan komoditas bergantung pada volume
komoditas ekspor. Jika permintaan uang (money demand) meningkat, maka dilakukan
impor uang, sedangkan jika permintaan uang menurun, maka uang yang akan
diimpor. Hal yang menarik disini adalah tidak adanya pembatasan terhadap impor
uang karena permintaan internal dari Hijaz terhadap dinar dan dirham sangat kecil
sehingga tidak berpengaruh terhadap penawaran (supply) dan permintaan (demand)
dalan kegiatan perekonomian di Roma dan Persia.19
Pada masa kepemimpinan Ali, kaum muslimin sudah mencetak uang sendiri
mengikuti model Khalifah Usman ibn Affan dengan menggunakan nama
16 Qord
Hasan gabungan dari dua kata, al-qardh dan al-hasan. Menurut bahasa atau menurut
etimologi al-qardh berasal dari kata al-qat’u yang berarti potongan. Yaitu harta yang dibayarkan kepada
muqtarid (yang diajak qord), dinamakan dengan qardh karena pemilik memotong sebahagian hartanya
untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. Qord secara bahasa juga bisa
diartikan dengan sebagian pinjaman atau hutang, sedangkan al-hasan artinya baik. Apabila digabungkan
Qord al-Hasan berarti pinjaman yang baik. Dalam menjelaskan Qord al-Hasan, para ahli fiqh muamalah
menggunakan istilah qord, karena istilah Qord al-Hasan tidak ditemukan dalam literatur fiqh muamalah.
Namun demikian, maka qord yang dimaksudkan oleh mereka itulah Qord al-Hasan. Lebih jelasnya lihat
http://hafizashraf.blogspot.co.id/2013/09/al-qardhul-al-hasan-pinjaman-tanpa.html
17http://hukum-islam.com/2014/06/konsep-dan-dalil-qardhul-hasan-pinjaman-lunak/
18Ahmad Hasan, Mata Uang Islam, h. 31.
19Adiwarman karim, Sejarah Perekonomian Islam, h. 163.
6
pemerintahan Islam. Beliau menuliskan dilingkarannya salah satu kalimat Bismillah,
Bismillahi Rabbi, dan Rabiyallah dengan jenis tulisan Kufi. Ketika mata uang masih
impor kaum muslimin hanya mengontrol kualitas uang impor, namun setelah
mencetak unag sendiri kaum muslimin secara langsung mengawasi penawaran uang
yang ada. Pada masa pemerintahan Ali sangat singkat selama empat tahun,
dikarenakan beliau mati syahid karena konstelasi politik memanas pada waktu itu.20
Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung pada frekwensi transaksi
perdagangan dan jasa. Sementara itu, situasi kurang kondusif permusuhan antara
kaum Qurays dengan orang muslimin menimbulkan precautionary deman (permintaan
unag untuk pencegahan) sebagai persiapan berjaga-jaga untuk kebutuhan yang tidak
diduga dan tidak diketahui sebelumnya. Sebagai akibatnya, permintaan terhadap uang
pada periode ini umumnya bersifat permintaan transaksi dan pencegahan. Ada juga
sebab lain, yaitu karena Kanz (penimbunan uang) seperti dalam al-Qur’an surat alTakaatsur. 21 Dan juga Talaqqi al-rukban (mencegat kafilah pedagang sebelum masuk
kota). Aktifitas seperti ini dilarang oleh Rasulullah saw, dikarenakan ada unsur gharar
yang akan menimbulkan kenaikan harga sehingga dapat membuat kekacauan dalam
distribusi barang di pasar. Harga di pasar dapat direkayasa dengan seenaknya oleh
pedagang, dan membuat kekacauan harga.22
Ketika Islam sudah menyebar, populasi kaum muslimin berkembang, harta
rampasan perang (ghanaim) yang diperoleh dari berbagai peperangan dibagikan dan
menjadi salah satu sumber pemasukan bagi kaum muslimin pada waktu itu, sehingga
standar kehidupan dan pendapatan mereka meningkat. Nabi Muhammad saw
sesungguhnya melalui kebijakan khususnya berusaha meningkatkan kemampuan
produksi dan ketenagakerjaan. Faktor ini yang menyebabkan peningkatan permintaan
transaksi terhadap uang. Meskipun demikian, penawaran uang tetap elastis. Hal ini
yang menjadi hambatan terhadap impor ketika permintaan naik. Di lain pihak, ketika
permintaan naik, maka penawaran berlebih akan diubah menjadi ornamen emas dan
perak. Akibatnya, tidak ada permintaan dan penawaran atau permintaan berlebih dan
pasar akan tetap berada pada keseimbangan (equilibirium).23
Faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas uang adalah percepatan
peredaran uang. Kebijakan pemerintah terkait dengan persoalan ini adalah
penggunaan uang yang beredar dalam masyarakat harus ditentukan. Pengaruh dari
percepatan ini diantaranya adalah mencegah monopoli pasar pada kelompok tertentu.
Praktek ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dengan mendorong masyarakat
untuk mengadakan kontrak kerjasama dan memberikan pinjaman tanpa bunga.
Struktur pasar masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap percepatan peredaran
uang. Ketika kota Mekkah ditaklukkan kaum Qurays, masih memiliki hak istimewa
yaitu pengurusan Ka’bah dan mengorganisasikan pasar Ukaz dan Dul Majaz. Hal ini
mendorong agar tidak tejadi monopoli pasar oleh orang Qurays. Pada awal periode
Islam, komoditas ditukar dengan cara barter. Karenanya dinar dan dirham tidak
20Ahmad
Hasan, Mata Uang Islam, h. l 34.
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 166.
22Muhammad Nafik Hr, Bursa Efek & Investasi Syari’ah,( Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2009),
21Adiwarman
h. 64.
23Adiwarman
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonoi Islam, h. 166.
7
digunakan dalam perdagangan. Ketika komoditas ditukar dengan uang, proses
perdagangan menjadi lambat. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perputaran
perekonomian secara keseluruhan. Keberhasilan kaum muslimin dalam peperangan
menguatkan rasa percaya diri dan optimis masa depan. Sistem ekonomi telah tertata
dan tersusun berkat Rasulullah saw. Hal ini tentunya akan meningkat volume aktifitas
ekonomi dan mempercepat peredaran uang.24
Kebijakan Fiskal Terhadap Nilai Uang: Sebuah Analisis Sejarah
Pada awal pemerintahan Nabi Muhammad saw, perekonomian mengalami
penyusutan permintaan efektif. Hijrah yang dilakukan oleh kaum muslimin tidak
dibekali oleh kekayaan atau simpanan dan juga keahlian, padahal ketiganya sangat di
butuhkan. Masa itu, peperangan banyak menyerap jumlah tenaga kerja yang
seharusnya digunakan untuk kegiatan produksi ekonomi, sehingga kegiatan ekonomi
kaum muslimin masih minta bantuan dari kaum Ansor. Masalah utama yang dihadapi
Nabi Muhammad saw adalah dari sudut pandang kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal
(fiscal policy) adalah kebijakan pemerintah dengan menggunakan belanja negara dan
perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian. Kebijakan fiskal ini memiliki
dua instrumen pokok, yaitu perpajakan dan pengeluaran.25
Kebijakan fiskal yang dilakukan Rasulullah saw adalah pengaturan pengeluaran
untuk biaya-biaya perang yang terjadi tiap dua bulan sekali, meskipun harta rampasan
perang yang didapat tidak seberapa yang diperoleh. Biaya tersebut meliputi
perlengkapan senjata, transportasi, konsumsi, dan keperluan lainnya. Begitu juga
penyediaan di dalam negeri sendiri, seperti gaji pegawai dan lain-lain. Mengingat
begitu besar biaya pengeluaran pada waktu itu, negara yang incomnya (pemasukan
negara) mengandalkan dari harta rampasan perang dan sebagian kecil dari pemasukan
bantuan kaum muslimin, dan negara tersebut tidak defisit anggaran, dapat dikatakan
negara tersebut menjadi hal yang luar biasa di bawah kepemimpinan Nabi
Muhammad saw. Hanya dalam satu kesempatan Nabi Muhammad saw melakukan
pinjaman setelah penaklukan kota Mekah untuk membayar masyarakat Mekah yang
baru masuk Islam dan pinjaman tersebut dilunasi oleh Nabi Muhammad saw dalam
waktu kurang satu tahun.26
Dari sudut analisis ekonomi, kebijakan menyatukan orang-orang Muhajirin
dengan Ansar memberikan dampak ekonomi yang sangat besar, membuat negara
Madinah yang makmur dikemudian hari. Kebijakan fiskal memainkan peran penting
dalam sistem ekonomi Islam jika dibandingkan dengan kebijakan moneter. Adanya
larangan riba, kanz, gharar, dan kewajiban pengeluaran zakat menyiratkan pentingnya
posisi kebijakan fiskal dibandingkan dengan kebijakan moneter. Mengingat saat itu
negara Islam dibangun Nabi Muhammad saw tidak mewarisi properti di pendirinan
sebagai layaknya sebuah negara, maka kebijakan fiskal adalah peran penting dalam
membangun negara Islam.
24Ibid.,
h. 168.
Sri Rahayu, Pengantar kebijakan fiscal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010 ), h. 1.
26Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 169.
25Ani
8
Di bidang keuangan Islam, kebijakan keuangan harus disesuaikan dengan sasaran
yang harus dicapai oleh pemerintahan Islam. Ada perbedaan mendasar dari tujuan
kegiatan ekonomi dalam ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam. Lebih tujuan
ekonomi konvensional adalah material dan tidak mempertimbangkan aspek
‘immaterial’. Setiap analisis dimaksudkan untuk mengukur hasil dari kegiatan ini dari
sudut pandang biasa-biasa saja. Sementara itu, ekonomi Islam memiliki tujuan yang
sangat komprehensif tentang aspek-aspek material dan spiritual, baik untuk
kehidupan di dunia dan akhirat.27
Beberapa kebijakan telah diambil oleh Nabi Muhammad saw untuk memperkuat
pemerintah yang ada. Di bidang ekonomi, dalam rangka mendorong pertumbuhan
kegiatan ekonomi yang ada, maka langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh Nabi
Muhammad saw adalah:
Pertama, membangun masjid sebagai pusat Islam yang digunakan selain untuk
ibadah juga untuk kegiatan lain seperti tempat pertemuan Parlemen, Sekretariat,
Mahkamah Agung, Markas Besar Tentara, Kantor Urusan Luar Negeri, Pusat
Pendidikan, sebuah tempat pelatihan bagi yang luas Penyebaran Agama, Asrama,
Baitul Maal, di mana dewan dan tamu.
Kedua, dalam rangka untuk memacu kegiatan ekonomi akan membawa bersama
antara mujahirin Nabi Muhammad saw dengan Ansar. Kelompok Ansar memberikan
sebagian dari kekayaan mereka untuk Muhajirin yang akan digunakan dalam kegiatan
produksi sampai Muhajirin dapat melaksanakan hidupnya.28
Dalam hal analisis ekonomi Islam, kebijakan menyatukan orang-orang Muhajirin
dengan Ansar memberikan dampak ekonomi yang sangat besar. persaudaraan itu
telah dibuat Negeri Madinah sebagai negara makmur di masa depan.
Kebijakan lain yang dilakukan oleh Nabi dalam meningkatkan perekonomian
adalah memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk melakukan aktifitas
produktifitas dan ketenagakerjaan, 29 seperti: perjanjian Mudharabah (kerjasama dua
pihak: yang satu menyediakan modal dan di pihak lain mengatur bidang usahanya),
Muzara’ah (pembagian panen) dan Musaqat ( salah satu pihak menyediakan kebun dan
pihak lainnya mengatur irigasi dan jasa tenag kerjanya). Berkat kerja ini volume
perdagangan dan aktifitas pertanian di Madinah meningkat yang akhirnya
meningkatkan agreget masyarakat. Permintaan agreget ini membawa kepada
perekonomian dan stabilitas nilai uang kepada suatu tingkatan keseimbangan. Setelah
periode Nabi Muhammad saw, pembangunan dan infrastruktur dikembangkan,
saluran dan jaringan irigasi diperbaiki di Mesir, transportasi laut dari Mesir ke
Madinah juga dikembangkan untuk mempermudah jalur perdagangan, saluran di
bangun di Frustat (ibukota Mesir), dan lain-lain. Keseluruhan ini adalah salah satu
strategi yang dikembangkan oleh sahabat untuk meningkatkan perekonomian umat
Islam yang telah diwariskan dari Nabi Muhammad saw.
Sumber pendapatan lain untuk pemerintah di awal tahun itu, kekayaan yang
berasal dari rampasan perang, dan ini diperbolehkan menjadi salah satu sumber
27Rivai
Veithzal & Buchari Andi, Islamic Ekonomi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonoi Islam, h. 170.
29Ibid., h. 169.
28Adiwarman
9
keuangan pemerintah setelah penurunan dalam Surah Al-Anfal (QS. 8: 41) dalam
tahun Kedua Hijriah. Selanjutnya, pada tahun Kedua Hijriah adalah Zakat. Zakat
adalah salah satu karaktersistik dalam ekonomi Islam yang tidak terdapat dalam
perekonomian yang lain. Zakat adalah sebuah kewajiban yang harus dibayar oleh
setiap Muslim, dan ini kemudian menjadi salah satu sumber keuangan pemerintah..30
Sumber keuangan lainnya yang berasal dari pajak yang dibayar oleh pajak
pendapatan kelompok-kelompok non-Muslim, terutama para ahli Taurat, yang
menjamin perlindungan hidup dalam pemerintahan Islam. Sumber lainnya adalah
kharaj (pajak tanah dikenakan pada non-Muslim), Ushr (impor) dibebankan pada
setiap pedagang dibayar hanya sekali setahun dan hanya berlaku jika nilai
perdagangan melebihi 200 dirham, wakaf (menahan sesuatu (harta) yang kekal zatnya
dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya untuk digunakan dijalan kebajikan.
Dengan waktu dan mulai mengumpulkan sumber daya keuangan, pemerintah
mulai untuk membiayai berbagai pengeluaran, terutama digunakan untuk
mempertahankan eksistensi negara, misalnya untuk membiayai pengeluaran
pertahanan, pembayaran utang, bantuan untuk wisatawan, pembayaran gaji untuk
wali, guru, dan pejabat negara lainnya.
Hanya kemudian turun ayat ketentuan tentang pengeluaran dana zakat kepada
delapan kelompok, sebagaimana dinyatakan dalam surat at-Taubah ayat 60; Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dengan wahyu kebijakan fiskal, jelas menentukan jenis pengeluaran yang dapat
digunakan pada dana amal yang ada. Penggunaan dana zakat di luar ketentuan yang
ditetapkan oleh ayat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan al-Qur’an. Jadi jelas
bagaimana ekonomi Islam sangat peduli pada orang miskin, tingkat kehidupan
membutuhkan bantuan dan diangkat ke tingkat yang layak.
Diulas sisi keuangan publik dari pengumpulan dan pengeluaran dana zakat, dapat
dipandang sebagai kegiatan untuk distribusi pendapatan yang lebih adil. Islam tidak
menginginkan sisa properti (kekayaan) itu bertumpu di tangan seseorang. Jika
properti yang telah cukup nisabnya, maka zakat harus dikeluarkan. Jadi di sini tidak
ada upaya untuk mendorong orang untuk memutar ke properti sistem ekonomi yang
dapat menghasilkan pertumbuhan.31
Dengan munculnya Islam, yang tercermin dari tingkat wilayah pemerintahan
Islam, peran kegiatan keuangan publik yang semakin penting melalui lembaga Amil
zakat adalah model pengumpulan dana amal yang ada pada saat itu. Lembaga Baitul
Maal merupakan Departemen Keuangan pada pemerintahan Islam. Disamping itu, di
30Rivai
31M
Veithzal & Buchari Andi, Islamic Ekonomi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 362.
Nur Rianto, Teori Makroekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta, 2010) , h. 187.
10
bentuk dewan-dewan yang lainnya seperti perwakafan, pengawasan, keamanan dan
lainnya.32
Selain lembaga-lembaga tersebut, pemerintahan Islam juga terdapat lembaga lain
yang berperan dalam meningkatkan lembaga kesejahteraan sosial yang terkait dengan
kegiatan-kegiatan amal. Dalam sejarah Islam mencatat bahwa peran ini lembaga amal
begitu besar dalam sistem ekonomi islam.
Tidak seperti kebijakan fiskal konvensional, dimana pemerintah dapat
mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui berbagai insentif dalam tarif pajak atau
jumlah pajak. dasar dari suatu kegiatan ekonomi, maka sistem zakat segala ketentuan
jumlah yang harus dikeluarkan berdasarkan petunjuk dari Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, kebijakan tersebut sangat berbeda dari kebijakan pajak.
Zakat adalah komponen utama dalam sistem keuangan publik serta kebijakan
fiskal utama dalam sistem ekonomi Islam. Zakat merupakan kegiatan wajib untuk
semua umat Islam. Namun ada komponen lain yang sukarela yang dapat digunakan
sebagai elemen lain dalam sumber pendapatan nasional. Sukarela komponen terkait
dikaitkan dengan tingkat iman seseorang. Sumber daya Keuangan di luar pemerintah
dapat ditentukan selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada syariah.
Kebijakan ini merupakan bentuk keberpihakan kepada kaum faqir dan miskin.
Dimana bagaimana sebuah kebijakan fiskal dapat diimplementasikan dalam suatu
sistem pemerintahan Islam.
Pemerintah memerankan sangat penting melalui kebijakan-kebijakan ekonomi
untuk menunjang keberlangsungan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Krisis
moneter yang melanda Indonesia dipicu oleh dua sebab utama, yaitu persolan mata
uang Negara yang tidak stabil dan uang dijadikan komoditi yang diperdagangkan
bukan hanya sebagai alat tukar saja. Kesalahan pandangan terhadap kedudukan uang
sebagai nilai tukar dan tetapi sebagai komoditi serta pembuatan mata uang tidak
menggunakan basis emas dan perak, sehingga nilai nominal tidak menyatu dengan
nilai intriknya.33 Lalu apa solusi yang ditawarkan oleh system ekonomi Islam?. Bahwa
untuk mengatasi krisis ekonomi yang berlangsung, disamping menata sektor riil yang
paling penting adalah meluruskan pandangan keliru tentang uang. Jika uang
dikembalikan kepada fungsinya sebagai alat tukar, lantas mata uang dicetak dengan
basis emas dan perak (dinar dan dirham), maka ekonomi akan betul-betul digerakkan
oleh sektor riil saja. Islam mengajarkan bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar
saja, maka dimana uang beredar, ia pasti hanya akan bertemu dengan barang dan jasa.
Semakin banyak uang yang beredar, maka semakin banyak barang dan jasa
berproduksi dan diserap pasar, akibatnya pertumbuhan ekonomi meningkat tanpa
terjadi akan kolaps. Hal ini terbukti keunggulan dinar dan dirham yang bertahan
selama berabad-abad lamanya.34
Sistem ekonomi Islam telah terbukti nyata dalam implementasinya selama
berabad-abad mulai dari zaman Nabi saw, dilanjutkan oleh sahabatnya dan diteruskan
kepada masa-masa kontemporer, dapat menjawab kegelisahan perkembangan dan
32Raghib
As-Sarjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2012), h.
542
33Rivai
34Ibid.,
Veithzal & Buchari Andi, Islamic Ekonomi (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 297.
h. 298.
11
pertumbuhan ekonomi dunia. Hal ini menunjukkan bahwa syariat Islam bukan hanya
sebatas ketauhidan (ibadah) saja, akan tetapi sebuah system yang memberikan solusi
untuk mencapai Islam rahmatal lil alamin. Hal ini berbeda jauh dengan ekonomi
konvensional yang hanya mementingkan individualistik saja.
Penutup
Uang merupakan instrument moneter. Terjadinya pertukaran dalam transaksi
jual beli membutuhkan alat tukar yang diakui secara resmi dan memiliki nilai, maka
uang berperan sebagai alat tukar dalam jual beli. Ketersediaan uang secara umum
akan berpengaruh pada besarnya jumlah transaksi perdagangan. Di masa
pemerintahan Nabi Muhammad saw di Madinah, pernah melakukan impor dinar dan
dirham dari Roma dan Persia dengan cara melakukan ekspor komoditi kepada dua
negara tersebut. Besarnya volume impor uang dan komoditas bergantung pada
volume komoditas ekspor. Jika permintaan uang (money demand) meningkat, maka
dilakukan impor uang, sedangkan jika permintaan uang menurun, maka uang yang
akan diimpor.
Kebijakan fiskal memainkan peran penting dalam sistem ekonomi Islam jika
dibandingkan dengan kebijakan moneter. Adanya larangan riba dan kewajiban
pengeluaran zakat menyiratkan pentingnya posisi kebijakan fiskal dibandingkan
dengan kebijakan moneter.
Islam melarang unsur-unsur yang merusak pasar, antara lain: Kanz, Riba, dan
larangan transaksi Kali-bi-Kali yang berakibat rusaknya perdagangan (ekonomi) dalam
pemasaran secara umum.
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-Haritsi. Jaribah. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatthab, terj Asmuni Solihin
Zamakhsyasi. Khalifa, Jakarta, 2006.
Hasan, Ahmad. Mata Uang Islam Telaah Komperhensif System Keuangan Islami. Raja
Grafindo, Jakarta, 2005.
Hitty, Philip K. History of the Arabs from thw Erlies Times to the Present, terj. R Cecep
Lukman Yasin & Dedi Slamet Riyadi, Sejarah Arab masa Lalu. Jakarta, Serambi
Ilmu Semesta, 2002.
http://hafizashraf.blogspot.co.id/2013/09/al-qardhul-al-hasan-pinjaman-tanpa.html
http://hukum-islam.com/2014/06/konsep-dan-dalil-qardhul-hasan-pinjamanlunak/
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonoi Islam. Rajawali Pers, Jakarta,
2010.
Kasmir. Bank dan lembaga keuangan lainnya. Jakarta, Raja Grafindo, 2013.
Nafik Hr, Muhammad. Bursa Efek & Investasi Syari’ah. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta,
2009.
Nawawi, Ismail, Uha. Fiqh Mua’malah Klasik dan Kontemporer. Ghalia Indonesia,
Sidoarjo, 2012.
Rahayu, Sri, Ani. Pengantar kebijakan fiscal. Bumi Aksara, Jakarta, 2010.
Rianto, Nur, Muhammad. Teori Makroekonomi Islam. Alfabeta, Bandung, 2010.
Rivai, Veithzal & Buchari, Andi. Islamic Ekonomi. Bumi Aksara, Jakarta, 2009.
As-Sarjani, Raghib. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Jakarta, Pustaka Al-Kausar,
2012.
13
Download