Dinar-Dirham

advertisement
DINAR DAN DIRHAM
Dalam penggunaan uang, bangsa Arab telah mengenal solidus, mata uang emas yang
dipakai sejak zaman Romawi, dan dirham perak yang dipakai Bangsa Persia, sebelum
Islam datang. Dan dalam sejarah Islam, penggunaan uang dimungkinkan karena tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Setelah Islam datang, dan selama kehidupan Nabi
Muhammad SAW, pemakaian solidus dan dirham tetap diteruskan. .
Rasulullah dan para sahabat menggunakan dinar dan dirham disamping sebagai alat
tukar, dinar dan dirham juga dijadikan sebagai standar ukuran hukum-hukum syar’i,
seperti kadar zakat dan ukuran pencurian. Pada masa kenabian, uang dinar dan dirham
digunakan sebagai alat transaksi perdagangan oleh masyarakat arab. Masyarakat Arab
Quraish memiliki tradisi melakukan perjalanan dagang dua kali dalam setahun, yaitu
pada musim panas ke negeri Syam (Syria sekarang) dan pada musim dingin ke negeri
Yaman.(Hasan, 2005: 31). Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Quraisy ayat 1-4 :
   
  







   
  
"Karena kebiasaan orang-orang Quraish, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada
musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyambahTuhan pemilik
rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan dari ketakutan" (QS Al-Quraisy:1-4)
Dalam Al Qur’an secara eksplisit disebutkan emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai
mata uang, sebagai harta atau sebagai lambang kekayaan yang dimiliki. Sebagaimana
disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 34 yang menjelaskan orang yang menimbun emas
dan perak, baik dalam bentuk mata uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan
mereka tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang pedih
1



















  
    
   
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahibrahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Disamping disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an, Dinar dan Dirham disebutkan
banyak sekali dalam Hadits Nabi Muhammad SAW.
 Dinar dengan Dirham, tidak ada kelebihan di antara keduanya (jika dipertukarkan);
dan Dirham dengan Dinar dan tidak ada kelebihan di antara keduanya jika
dipertukarkan.
 Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad menggunakan istilah wariq; “Uang logam
perak yang jumlahnya di bawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat atas nya”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Awwaq adalah bentuk jamak dari dari kata auqiyah yang berarti empat puluh Dirham.
Dengan demikian tidak ada kewajiban zakat harta bagi orang yang memiliki harta kurang
dari dua ratus Dirham.
Dinar dan Dirham dibedakan menurut beratnya. Mata uang Dinar mengandung emas
22 karat dan terdiri dari pecahan setengah Dinar dan sepertiga Dinar. Pecahan yang lebih
kecil didapat dengan memotong uang, Iman Ali r.a misalnya pernah membeli daging
dengan memotong 2 karat dari Dinar (HR. Abu Daud). Dirham terdiri dari beberapa
pecahan nash (20 Dirham), nawat (5 Dirham), dan sha’ira (1/60 Dirham).
1 Dinar
= 1 Mitsqal
= 22 Qirath
10 Dirham
= 7 Mitsqal
2
1 Mitsqal
= 72 Butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya
1 Mitsqal
= 6000 Biji khardal barriy (sawi)
1 Mitsqal
= 4.25 gram
1 Dirham
=14/20 mitsqal = 7/10 mitsqal
=7/10 X 4.25 gram = 2.975 gram perak
Standar Timbangan Dinar
Nilai tukar Dinar – Dirham relatif stabil pada jangka waktu yang panjang dengan
kurs Dinar-Dirham 1 : 10. Pada saat itu perbandingan emas-perak 1 : 7, sehingga 1 Dinar
20 karat setara dengan 10 Dinar 44 karat. Reformasi moneter pernah dilakukan oleh
Abdul Malik yaitu Dirham diubah menjadi 15 karat dan pada saat yang sama Dinar
dikurangi berat emasnya dari 4,55 menjadi 4,25 gram. Di zaman Ibnu Fakih (289 H) nilai
Dinar menguat menjadi 1 : 17, namun kemudian stabil pada kurs 1 : 15. Setelah reformasi
moneter Abdul Malik, ukuran-ukuran nilai adalah sebagai berikut : satu Dinar 4,25 gram,
satu Dirham 3.98 gram, satu uqiyya 40 Dirham, satu mitsqal 22 karat, satu ritl (liter) 12
uqiyya setar dengan 90 mitsqal, satu qits 8 ritl setara dengan setengah sa’, satu qafiz 6 sa’
setara seperempat artaba, satu wasq 60 sa’ satu jarib 4 qafiz.
Seribu tahun kemudian, kurs 1 : 15 ini juga berlaku di Amerika di tahun 17921834M. Berbeda dengan langkah yang diambil Abdul Malik dengan reformasi
moneternya Amerika tetap mempertahankan kurs ini walaupun di negara-negara Eropa
nilai mata uang emas menguat pada kisaran kurs 1 : 15,5 sampai 1 : 16,6, Walhasil mata
uang emas mengalir keluar dan mata uang perak mengalir masuk ke Amerika. Kejadi ini
yang dikatakan oleh Thomas Gresham (1519-1579 M) sebagai “bad money drives out
good money” atau uang kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik (Izhar,
2002 dalam Mustafa, 2006).
Penggunaan uang dinar merupakan suatu solusi atas perekonomian dunia yang
menggunakan
uang
fiat.
Penggunaan
uang
fiat
menimbulkan
ketidakstabilan
perekonomian dunia, untuk mengatasi hal itu dibutuhkan mata uang yang lebih stabil
yaitu dinar emas.
3
Pada tahun 1250M/648H di negara Mesir uang dinar yang dijadikan sebagai dasar
moneter pernah dipengaruhi oleh penggunaan uang fulus yaitu uang campuran dari
kuningan dan tembaga. Penggunaan uang fulus dan ditambah oleh kondisi perekonomian
yang buruk telah menyebabkan harga yang tidak stabil. Untuk mengatasi hal tersebut AlMaqrizi (768 – 845 H) dalam bukunya Ighotsatul Ummah bi Kasyfil Ghummah
menjelaskan kondisi tersebut secara terperinci serta memberikan jalan keluar bagi kondisi
perekonomian Mesir pada waktu itu. Diantara pemikiran al-Maqrizi tersebut adalah:
1. hanya dinar dan dirham yang bisa digunakan sebagai uang
2. menghentikan penurunan nilai uang (debasement of money)
3. membatasi penggunaan uang fulus
Menurut al-Maqrizi untuk mengatasi kondisi tersebut, uang dinar dan dirham harus
kembali digunakan dalam perdagangan barang dan jasa seperti pembayaran upah para
pekerja. Untuk mendukung penggunaan uang dinar dan dirham terebut maka pemerintah
harus menghentikan penurunan nilai uang (debasement of money) serta membatasi
penggunaan uang fulus hanya untuk transaksi dalam skala kecil dan hanya untuk
transaksi kebutuhan sehari-sehari rumah tangga. Sedangkan dinar dan dirham digunakan
untuk transaksi dalam skala besar seperti perdagangan luar negeri dan transaksi domestik
lainya (Al-Maqrizi, 2002; Rosly dan Barakat, 2002)
Ada beberapa alasan dari penggunaan mata uang dinar Islam dalam menuju stabilitas
sistem moneter, antara lain:
1. Uang yang stabil. Pebedaan uang dinar dengan uang fiat adalah kestabilan nilai
uang tersebut. Setiap mata uang dinar mengandung 4.25 gram emas 22 karat dan
tidak ada perbedaan ukuran emas yang dikandung dinar pada setiap negara, tidak
ada perbedaan nilai dinar yang digunakan di Irak dengan dinar yang digunakan di
negara Arab saudi. Uang dinar tidak mengalami inflasi semenjak zaman
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wassallam hingga sekarang. Sebuah penelitian telah
dilakukan oleh professor Roy Jastram dari Berkeley University dengan menulis
buku tentang The Goldent Constant. Ia melakukan penelitian harga emas terhadap
beberapa komoditi untuk waktu 400 tahun hingga 1976. hasil dari penelitiannya
adalah bahwa harga emas adalah konstan dan stabil. Sekalipun selama waktu
4
tersebut telah terjadi krisis, perang, dan bencana alam nilai emas relatif stabil
(Vadillo, 2002).
2. Alat tukar yang tepat. Dengan adanya nilai yang stabil dan standar yang sama di
setiap negara, dinar akan memberikan kemudahan dan kelebihan bagi masyarakat
untuk melakukan transaksi domestik dan transaksi internasional sekalipun. Dinar
adalah mata uang yang berlaku secara sendirinya, berbeda dengan fiat money
sebagai legal tender yang membutuhkan pengesahan berupa hukum oleh
pemerintah yang mencetaknya. Uang dinar emas adalah uang sudah dikenal
selama berabad-abad, sehingga tidak diperlukan adanya proses penghalalan dan
pengesahan sebagai uang
3. Mengurangi Spekulasi, Manipulasi dan Arbitrasi. Nilai dinar yang sama akan
mengurangi tingkat spekulasi dan arbitrasi di pasar valuta asing, karena
kemungkinan perbedaan nilai tukar akan sulit terjadi. Jika dinar sudah menjadi
“single currency” yang sama di setiap negara, maka tidak akan ada perbedaan
nilai dinar di setiap negara yang memberikan keuntungan yang besar kepada para
spekulator-spekulator tersebut.
4. Karena setiap transaksi Dinar dan dirham akan didasari oleh transaksi di sektor
riil, maka penggunaannya
dapat mengiliminir penurunan ekonomi atau
economic downturn dan resesi.
5. Penggunaan Dinar dan Dirham dalam suatu negara akan mengiliminir risiko
mata uang yang dihadapi oleh negara tersebut, apabila digunakan oleh beberapa
negara yang berpenduduk Islamnya mayoritas akan mendorong terjadinya blok
perdagangan Islam.
6. Penggunaan Dinar dan Dirham akan menciptakan sistem moneter yang adil yang
berjalan secara harmonis dengan sektor riil. Sektor riil yang tumbuh bersamaan
dengan perputaran uang Dinar dan Dirham, akan menjamin ketersediaan
kebutuhan masyarakat pada harga yang terjangkau.
7. Berbagai masalah sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan akan dengan
sendirinya menurun atau bahkan menghilang.
8. Kedaulatan negara akan terjaga melalui kesetabilan ekonomi yang tidak
terganggu oleh krisis moneter atau krisis mata uang yang menjadi pintu
5
masuknya kapitalis-kapitalis asing untuk menguasai perekonomian negara dan
akhirnya juga menguasai politik keamanan sampai kedaulatan negara.
9. Hanya uang emar (Dinar) dan perak (Dirham) yang bisa menjalankan fungsi
uang modern dengan sempurna yaitu fungsi alat tukar (medium of exchange),
fungsi satuan pembukuan (unit of account) dan fungsi penyimpan nilai (store of
value).
Pustaka
1. Karim, Adiwarman A, Ekonomi Makro Islami, Cetakan ke-2, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2007
2. Nasution, M. E. Pengenalan Eksekutif Ilmu Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada
Group, 2006
3. Makalah-makalah Ekonomi Makro Islam
6
Download