fiat money: masalah dan solusi

advertisement
FIAT MONEY: MASALAH DAN SOLUSI
Jamaluddin
FE Universitas Mulawarman
Jalan Tanah Grogot No. 1, Gunung Kelua, Samarinda 75123
Surel: [email protected]
Abstract: Fiat Money: Problem and Solution. Money is like blood in the human body system. Money should always be and should not be dominated by the
presence of certain parties, including the state. There is always money to be guaranteed to keep economic activites running well. The existence of fiat money as a
tool of economic transactions have a very detrimental impact. History has proven
failures of fiat money. Financial crisis that continues periodically to economic crises
is caused by fiat money. As religious people, we should return to our natural tendency (fitrah) to use dinar and dirham as economical transaction media as stated
by Qur’an and Al Hadist.
Abstrak: Fiat Money: Problem dan Solusi. Uang ibarat darah dalam sistem
jaringan tubuh manusia. Oleh karena itu, uang harus selalu ada dan tidak
boleh didominasi keberadaannya oleh pihak tertentu termasuk negara sekalipun. Uang harus dijamin selalu ada untuk menjaga agar aktivitas perekonomian
tetap berjalan baik. Keberadaan uang fiat sebagai alat transaksi ekonomi telah
membawa dampak yang sangat merugikan. Sejarah telah membuktikan berbagai kegagalan uang fiat. Krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi
secara periodik terjadi akibat penggunaan uang fiat. Sebagai umat beragama,
kita harusnya kembali ke fitrah untuk menggunakan mata uang dinar dan dirham sebagaimana yang direkomendasikan Allah SWT. dalam Al-Qur’an dan berbagai Hadist Rasulullah SAW.
Kata kunci: uang, relijius, krisis.
tahanan.. Hidup di penjara, sangat berat kurasakan. Badanku kurus,
karena beban pikiran.
Kita orang yang lemah,
Tak punya daya apaapa. Tak bisa berbuat
banyak, seperti para
koruptor.
Tidak bisa di pungkiri, dalam
kehidupan ini uang adalah segalanya. Meskipun ada juga tidak
sepakat dengan pendapat tersebut, tapi faktanya, apa yang manusia lakukan adalah UUD alias
“Ujung-Ujungnya Duit” (uang).
Dengan uang kita bisa membeli
apa saja, dan tanpa uang kita tidak bisa apa-apa. Bahkan yang
lebih parah lagi, khususnya di Indonesia, dengan uang orang dapat
membeli hukum, sebagaimana
yang pernah kita dengar dalam
lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”. Berikut ini lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” oleh
Bona Paputungan yang dikutip
dari kapanlagi.com (2013) sebagai
berikut:
Andai ku Gayus Tambunan, Yang bisa pergi
ke Bali. Semua keinginannya, pasti bisa
terpenuhi. Lucunya di
negeri ini, Hukuman
bisa dibeli, Kita orang
yang lemah, pasrah
akan keadaan
Tujuh Oktober, ku bebas dari penjara. Menghirup udara segar, lepaskan
penderitaan.
Wahai Saudara, dan
“Sebelas Maret, Diriku
masuk penjara. Awalku
menjalani, proses masa
257
Jurnal Akuntansi Multiparadigma
JAMAL
Volume 4
Nomor 2
Halaman 165-329
Malang, Agustus 2013
ISSN 2086-7603
e-ISSN 2089-5879
258
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268
para sahabatku. Lakukan yang
terbaik, ja-ngan Engkau salah
arah”
Lirik lagu di atas menunjukkan betapa
kuasanya uang. Orang dapat melakukan
apa saja demi uang. Orang korupsi karena
uang. Aparat hukum, birokrat, penguasa
dan lain sebagainya bisa menjadi melempem
karena uang. Orang rela melakukan apa
saja demi uang. Orang melanggar aturan
karena uang, seakan-akan uang adalah segalanya. Seakan uang itu adalah Tuhan. Di
sinilah muncul persoalan pergeseran nilai
yang tadinya uang hanya sekedar alat tukar
untuk memudahkan transaksi. Uang seakan
menjadi tujuan hidup manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dalziel (1962) yang
menyatakan bahwa awalnya, uang muncul
karena adanya kesulitan dalam transaksi
barter.
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar
yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang
dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan
jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang
didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia
dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan
jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya
serta untuk pembayaran utang. Beberapa
ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai
alat penunda pembayaran (Hubbard 2002).
Komarudin (1991) menjelaskan bahwa
keberadaan uang menyediakan alternatif
transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan
kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang
yang memiliki keinginan yang sama untuk
melakukan pertukaran dan juga kesulitan
dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada
akhirnya akan mendorong perdagangan
dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan
kemakmuran.
Kondisi saat ini, semua negara di dunia
ini menggunakan uang fiat untuk memudahkan transaksi ekonomi, baik transaksi
dalam negeri maupun transaksi perdagangan internasional. Menurut Mishkin (2008:
73) menyatakan bahwa uang fiat (fiat money), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh
pemerintah sebagai alat pembayaran yang
sah (pengertian sah adalah uang kertas
tersebut dapat diterima sebagai pembayaran
utang) tetapi tidak dapat dikonversi ke dalam
bentuk koin atau logam berharga.
Persoalan yang melekat pada uang fiat
adalah penurunan nilai uang fiat itu sendiri yang berlangsung secara terus menerus
sepanjang sejarah uang fiat sampai hari ini.
Dulu sewaktu saya SMA tahun 1984 uang
sebesar Rp1.500 masih bisa makan nasi
campur dan minum es teh. Tetapi sekarang
setelah hampir 30 tahun kemudian, uang
sebesar Rp1.500,00 hanya cukup untuk
sepotong roti yang kecil. Dengan demikian,
fungsi uang sebagai penyimpan nilai tidak
dapat dipertahankan. Inilah salah satu yang
memotivasi penulis untuk membahas uang
fiat, masalah dan solusinya.
Tujuan penulisan ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang kelemahan
uang fiat dibandingkan dengan uang dinar
dan dirham. Allah telah merekomendasikan
dalam Al-Quran Surat Al-Imran ayat 75 yang
artinya, “Di antara Ahli kitab ada orang yang
jika kamu mempercayakan kepadanya harta
yang banyak, dikembalikannya kepadamu;
dan di antara mereka ada orang yang jika
kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang
demikian itu lantaran mereka mengatakan:
"tidak ada dosa bagi kami terhadap orangorang ummi1. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui”.
Lalu perhatikan pula QS. Yusuf ayat 20 yang
artinya, “Dan mereka menjual Yusuf dengan
harga yang murah, yaitu beberapa dirham
saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf”
Kedua ayat di atas jelas menyebutkan
dinar dan dirham sebagai alat tukar. Tetapi
pengaruh pemikiran ekonomi kapitalisme
menjadikan pemerintahan di seluruh dunia
menggunakan uang fiat. Selain itu, manfaat
tulisan ini adalah memberikan pencerahan
kepada kita untuk kembali kepada konsep
Al-Quran dengan menggunakan dinar dan
dirham sebagai mata uang atau sebagai alat
tukar.
PEMBAHASAN
Uang, sudah tentu, amat dibutuhkan
oleh perekonomian agar perekonomian pasar berfungsi. Pemanfaatan uang, memisahkan mereka yang tengah bertukaran ke
1
Yang mereka maksud dengan orang-orang ummi
dalam ayat ini adalah orang Arab.
Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...259
dalam penjual dan pembeli dan memisahkan
barter ke dalam penawaran dan permintaan
pasar. Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar. Segala sesuatu yang dapat
bertindak sebagai alat ukur umum, yang
disebabkan oleh alat itu dapat diterima sebagai alat penyelesaian utang, dapat dianggap sebagai uang. Uang sangat dibutuhkan
pula untuk perkembangan pasar kredit.
Memang dimungkinkan meminjam barang
dalam perekonomian barter dengan janji untuk mengembalikan barang atau barang lain
setelah waktu tertentu. Akan tetapi, tidaklah
mungkin untuk mendapatkan pasar yang
seragam untuk pelayanan ekonomi khusus
itu (Komaruddin 1991: 397-398).
Pada dasarnya nilai uang dapat dilihat
dari dua sudut pandang, yaitu nilai uang dilihat dari bahan pembuatannya dan dilihat
dari penggunaannya (Mishkin 2008). Dilihat
dari bahan pembuatannya, ada 2 jenis: (1)
Nilai intrinsik; yaitu nilai uang berdasarkan
bahan-bahan pembuatan uang. Contohnya,
untuk membuat uang logam Rp100 diperlukan logam perak seberat 1 gram. Dengan
demikian, uang sebesar Rp100 sama dengan harga yang senilai dengan 1 gram perak. Inilah yang disebut nilai intrinsik uang.
(2) Nilai nominal; yaitu nilai yang tertera
pada setiap mata uang yang bersangkutan.
Pada uang Rp100.000 tertera angka seratus ribu rupiah, maka nilai nominal uang
tersebut adalah seratus ribu rupiah.
Dari dua nilai uang di atas menimbulkan dua istilah fiducier money dan full bodied money. Fiducier money, yaitu uang yang
memiliki nilai nominal lebih besar daripada
nilai intrinsiknya. Contohnya ialah semua
uang kertas. Adapun full bodied money, yaitu uang yang memiliki nilai nominal sama
dengan nilai intrinsiknya. Contohnya ialah
semua jenis mata uang logam sehingga uang
logam disebut juga full bodied money.
Sebagai alat tukar atau alat ukur maka
nilai yang diterima dan yang diserahkan
adalah sama tanpa memperhatikan alat tukar. Menurut Simmel (2004: 129) sebuah
alat ukur, harus memiliki kualitas yang
sama sebagai objek yang akan diukur: ukuran panjang harus panjang, ukuran berat
harus berat, ukuran ruang harus memiliki
dimensi. Akibatnya, ukuran nilai harus berharga. Tidak peduli seberapa terkait dua hal
maupun hal lainnya. Ketika saya mengukur
mereka terhadap satu sama lain mereka harus sama-sama memiliki kualitas yang bisa
diperbandingkan. Setiap kesetaraan kuan-
titatif dan numerik atau ketimpangan tidak
akan berarti jika tidak mengacu pada jumlah relatif dari satu dan kualitas yang sama.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa alat tukar yang ideal adalah
alat tukar yang mempunyai instrinsik dan
nilai nominal yang sama atau full bodied
money seperti yang diisyaratkan dalam AlQuran dan berbagai hadist Rasulullah SAW.
Jika dilihat dari penggunaannya, nilai uang
ada 2 jenis: 1) Nilai internal; yaitu kemampuan suatu mata uang apabila ditukarkan
dengan barang. Dengan kata lain, nilai internal uang adalah daya beli uang terhadap barang dan jasa. Contoh uang sebesar
Rp 200.000 dapat ditukarkan dengan 1
gram emas. Ini berarti nilai internal uang
Rp 200.000 adalah sebesar 1 gram emas;
2) Nilai eksternal, yaitu kemampuan uang
dalam negeri apabila dibandingkan dengan
mata uang asing (valuta asing). Dengan kata
lain yang dimaksud nilai eksternal uang adalah daya beli uang dalam negeri terhadap mata uang asing atau lebih dikenal dengan istilah kurs. Contohnya, uang Rp
100.000 mampu ditukarkan dengan 10 dollar AS (US$ 10 = Rp100.000). Ini berarti
uang Rp 100.000 mempunyai nilai eksternal sama dengan 10 dollar AS.
Perbedaan nilai mata uang antar negara menyebabkan keuntungan dan kerugian
terhadap masing-masing negara tergantung
transaksi ekonominya. Jika suatu negara
melakukan devaluasi terhadap mata uangnya, maka negara tersebut menurunkan
kemampuannya untuk membeli barang-barang dari luar negeri atau dengan kata lain
kemampuan nilai uangnya semakin menurun dan memperkuat nilai mata uang asing
terhadap mata uangnya yang berakibat daya
beli mata asing semakin meningkat.
Implikasi dari kejadian di atas menyebabkan negara yang terdevaluasi mata uangnya harus membayar lebih mahal terhadap
produk dan jasa dari luar negeri, sedangkan
orang luar negeri akan membayar lebih murah produk dan jasa dari negara yang terdevaluasi mata uangnya. Hal ini merupakan
ketidakadilan yang nyata, karena ketidakmampuan pemerintah memperta-hankan
nilai mata uangnya, akibat penggunaan
uang fiat. Selain itu, dominasi US$ terhadap
perdagangan internasional adalah persoalan
besar yang membuat timpang ak-tivitas perekonomian antar negara.
Saat ini, fakta menunjukkan bahwa
ada ketidakseimbangan aktivitas perdaga-
260
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268
ngan internasional, yang terjadi akibat tidak berimbangnya penguasaan mata uang
dunia, dan ditandai semakin merajalelanya
dolar AS. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kemunculan Euro sebagai
mata uang bersama negara-negara Eropa.
Fakta pun menunjukkan bahwa negara-negara Islam memiliki ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap kedua mata uang
tersebut, terutama dolar AS. Bahkan, dalam
transaksi perdagangan international saat
ini, dolar AS menguasai hampir 70 persen
sebagai alat transaksi dunia (Zahid 2003) dikutip dari Hussein dan Handi (2009).
Hal yang berbeda jika sekiranya transaksi ekonomi menggunakan dinar atau
dirham (logam mulia) yang mempunyai nilai nominal yang sama dengan nilai intrinsik, maka tidak akan terjadi devaluasi mata
uang, karena nilai logam mulia ditentukan
oleh pasar, bukan atas kebijakan atau intervensi pemerintah. Hal ini menjadikan
hubungan perdagangan internasional menjadi lebih adil.
Fungsi utama uang dalam teori konvensional menurut Hubbard (2002: 16)
adalah sebagai berikut: (a) sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah
pertukaran; (b) sebagai alat kesatuan hitung
(unit of Account) untuk menentukan nilai/
harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain,
dan (c) sebagai alat penyimpan/penimbun
kekayaan (store of value) dalam bentuk uang
atau barang.
Dalam ekonomi Islam, fungsi uang
yang diakui hanya sebagai alat tukar (medium of exchange) dan kesatuan hitung (unit
of account). Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan/manfaat, akan tetapi fungsi
uanglah yang memberikan kegunaan. Uang
menjadi berguna jika ditukar dengan benda
yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa
menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan (Muhaimin, http://muhaiminkhair.wordpress.com).
Ibnu Taimiyah yang lahir di zaman
pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263
dikutip dari Merza [2007] dalam kitabnya
“Majmu’ Fatwa Syaikhul Islam” menyampaikan bahwa lima butir peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni:
(1) Perdagangan uang akan memicu inflasi;
(2) Hilangnya kepercayaan orang terhadap
stabilitas nilai mata uang yang akan mengurungkan niat orang untuk melakukan kon-
trak jangka panjang, dan menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap
seperti pegawai/ karyawan; 3) Perdagangan
dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang; 4) Perdagangan
internasional akan menurun; dan 5) Logam
berharga (emas dan perak) yang sebelumnya
menjadi nilai intrinsic mata uang akan mengalir keluar negeri.
Selanjutnya Muhaimin (http://muhaiminkhair.wordpress.com)
menjelaskan
bahwa dalam konsep ekonomi Islam, uang
adalah milik masyarakat (money is public
goods). Barang siapa yang menimbun uang
atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat
mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk
uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya
dengan menghalangi proses atau kelancaran
jual beli. Implikasinya proses pertukaran
dalam perekonomian terhambat. Di samping
itu penumpukan uang/harta juga dapat
mendorong manusia cenderung pada sifatsifat tidak baik seperti tamak, rakus dan
malas beramal (zakat, infak dan sadaqah).
Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai
imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam
melarang penumpukan/penimbunan harta,
memonopoli kekayaan, “al kanzu”.
Dalam sejarah perekonomian Islam,
uang sebagai alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, telah dicetak sejak zaman
Khalifah Umar dan Utsman, bahkan mata
uang yang dicetak pada masa Khalifah Ali
masih tersimpan dalam sebuah museum di
Paris. Hal ini menunjukkan bahwa dunia Islam telah mengenal mata uang jauh sebelum
Adam Smith, Bapak Ekonomi Konvensional,
penulis buku “The Wealth of Nations” pada
tahun 1766 (Merza 2007).
Permasalahan Uang Fiat. Permasalahan dalam perekonomian konvensional
adalah bagaimana mengendalikan inflasi?
Bagaimana kita mencegah api inflasi mulai
dari menyulut dan mengakhiri tumpangan
roller-coaster dalam hal laju inflasi selama 40
tahun terakhir Milton Friedman memberikan jawaban dalam proposisinya yang terkenal, “Inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter.” Ia me-nganggap
bahwa sumber semua episode inflasi adalah
tingkat pertumbuhan uang beredar yang
tinggi: Hanya dengan mengurangi tingkat
pertumbuhan uang beredar hingga tingkat
yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin 2008: 339).
Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...261
Inflasi yang berarti menurunnya daya
beli uang, ternyata tidak hanya dialami oleh
mata uang rupiah. Bahkan mata uang dunia
yang selama ini dianggap perkasa yaitu dollar Amerika, daya beli mata uangnya terhadap emas turun tinggal 29% dalam 8 tahun
terakhir. Dalam 40 tahun terakhir daya beli
dollar terhadap emas tinggal 4% saja! (Muhaimin 2009: 15). Selanjutnya Muhaimin
(2010: 97) menjelaskan bahwa “…dollar AS
pasti akan jatuh karena sepuluh tahun terakhir sudah menukik tajam. Kalau diibaratkan pesawat terbang dengan ketinggian
100% (Januari 2000), saat ini ketinggian
tersebut tinggal 25% saja”
Berikut beberapa perbandingan jika
kita menyimpan atau mendepositokan uang
dalam rupiah, dollar dan dinar yang dikutip dari Muhaimin (2010: 10-11) sebagai
berikut: (1) Bila kita mendepositokan dana
di bank dalam rupiah, bagi hasil kita saat
ini akan berkisar antara 6-7% per tahun.
Sementara inflasi rata-rata Indonesia sejak
2001 sampai sekarang masih di atas 8%.
Artinya uang kita yang dideposito bukannya tumbuh malah menyusut. (2) Bila kita
mendeposito uang kita dalam US$ maka
bagi hasilnya saat ini berkisar antara 1- 3%
per tahun. Sementara inflasi rata-rata US$
dalam 38 tahun terakhir adalah 4,37%. Lagi-lagi uang dalam US$ bukannya tumbuh
malah menyusut. (3) Bila kita menyimpan
dalam bentuk dinar – untuk setahun terakhir menunjukkan apresiasi nilai dinar. Ketika
artikel ini dibuat (penulis: cetak April 2010),
nilainya mencapai 22,67% setahun terakhir
dan 380% untuk 10 tahun terakhir. Apresiasi nilai dinar melampung hampir 3 kali angka inflasi. Sesungguhnya dinar anda jumlah
kepingnya tetap hanya nilainya saja yang
melonjak. Dinar adalah proteksi aset yang
sangat efektif melindungi daya beli dari hasil jerih payah kita semua, tetapi dinar yang
disimpan saja tidak akan menjadi growing
asset yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
beliau menyarankan kambingnomics (Muhaimin: 2010:10)
Muhaimin (2009) menjelaskan bahwa
contoh konkrit masalah ini adalah seorang
yang mengasuransikan putra dengan asuransi pendidikan saat baru lahir pada tahun
1988 senilai Rp 22,5 juta dan akan cair saat
anaknya masuk ke perguruan tinggi. Saat
itu nilai pertanggungan ini sangat besar dan
pada tahun-tahun awalnya harus dibayar
20% dari gaji bulanan dia. Tahun 2006 (18
tahun kemudian) ketika anaknya masuk
ITB dan perlu membayar Rp 45 juta uang
pangkal, ternyata dana asuransi yang cair
hanya cukup membayar separuh dari uang
pangkal tersebut. Siapa yang salah? Nilai pertanggungan Rp 22,5 juta tahun 1988
adalah setara dengan 227 dinar. Ketika dicairkan tahun 2006, nilai asuransi Rp 22,5
juta tersebut tinggal 32 dinar.
Bandingkan nilai 227 dinar pada tahun 2006 dirupiahkan setara dengan Rp161
juta), kalau jumlah dinar yang sama ditukar
ke rupiah pada Januari 2009 menjadi Rp261
juta). Uang ini bukan hanya cukup untuk
membayar uang pangkal di ITB, tetapi juga
masih cukup untuk membelikan anaknya
mobil baru untuk kuliah dan membayar
seluruh biaya pendidikan sampai anaknya
tamat. Inilah indahnya kalau produk keuangan jangka panjang dikelola dengan dinar,
mata uang baku yang nilainya tidak pernah
terdevaluasi sepanjang zaman (Muhaimin
2009: 16-17).
Beberapa bukti sejarah yang sangat
bisa diandalkan karena diungkapkan dalam
Al-Qur’an dan hadits dapat digunakan untuk menguatkan teori bahwa harga emas
(dinar) dan perak (dirham) yang tetap, sedangkan mata uang lain yang tidak memiliki
nilai intrinsik terus mengalami penurunan
daya beli (terjadi inflasi). Selanjutnya, Hussein dan Handi (2009) menjelaskan bahwa
lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban
dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan
perubahan yang cukup signifikan terhadap
penggunaan emas sebagai mata uang (dinar)
yang digunakan dalam aktivitas ekonomi
dan perdagangan. Pada masa Rasulullah,
ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25
gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), dan berlaku hingga
sekarang.
QS (18) Al-Kahfi: 19 menjelaskan sebagai berikut:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang
di antara mereka berkata, ‘Sudah berapa lama kamu berada (di
sini)?’ Mereka menjawab, ‘Kita berada (di sini) sehari atau setengah
hari’. Berkata (yang lain lagi), ‘Tuhanmu lebih mengetahui berapa
lama kamu berada (di sini). Maka
262
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268
suruhlah salah seorang di antara
kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah
sebagian makanan itu untukmu,
dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekalikali menceritakan halmu kepada
siapapun’.”
Surah Al-Kahfi ayat 19 menerangkan bahwa
mereka meminta salah satu rekannya untuk
membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan jumlahnya, tetapi
yang jelas uang perak. Kalau diasumsikan
para pemuda tersebut membawa 2-3 keping
uang perak saja, maka konversinya ke nilai
sekarang berkisar Rp 80.000 – Rp120.000 (1
dirham sekarang sekitar Rp 40.000), cukup
untuk membeli makanan untuk beberapa
orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad,
daya beli uang perak relatif sama. Coba
bandingkan dengan rupiah, tahun 1970-an
akhir sebagai anak kos bisa makan satu bulan dengan uang hanya Rp 10.000, apakah
sekarang ada anak kos yang bisa makan
satu bulan dengan hanya Rp 10.000? Hanya dalam tempo sekitar 30 tahun saja uang
kertas rupiah sudah amat sangat jauh perbedaan nilai atau kemampuan daya belinya
(Muhaimin 2008: 20-21).
Bukti Kegagalan Uang Fiat. Perjalanan
panjang uang kertas yang sampai sekarang
kita pakai ini penuh dengan kegagalan yang
kelam selama tiga abad terakhir (Muhaimin
2007: 20-22). Beberapa kegagalan tersebut
hadir di beberapa tempat dan kurun waktu. Contoh pertama terjadi di Perancis.
Selepas terbunuhnya Louis XIV pada tahun
1715, Perancis secara praktis bangkrut. Lalu
muncullah seorang penjudi dari Skotlandia
yang juga seorang ekonom amatir bernama
John Law. Ia mencoba peruntungannya dengan menawarkan ke pihak yang berkuasa
saat itu untuk menggunakan uang kertas
sebagai alat tukar. Alasannya adalah emas
dianggap terlalu langka dan tidak elastik untuk diguna­kan sebagai uang. John Law juga
meyakinkan pihak penguasa, bahwa dengan
menggunakan uang kertas inilah Perancis
akan bangkit dari krisis yang dideritanya.
Usulan ini diterima oleh pihak penguasa
dan John Law diijinkan untuk menerapkan
teorinya.
Maka mulailah John Law dengan
ijin penguasa membuat bank sentral yang
disebut Banque Royale. Dari Banque Royale
inilah John Law mengeluarkan bank note
yang berlaku sebagai uang se­
besar 2.7
milyar Livres selama 2 tahun. Pada saat
yang bersamaan, John Law juga membuat
perusahaan Missisipi Company yang nilai
kapitalisasi pasar seharusnya mengikuti
pergerakan uang yang di­cetak oleh Banque
Royale tersebut. Namun kenyatannya nilai
kapitalisasi pasar saham Missisipi Company
ini menggelembung mencapai 5 milyar
Livres dalam dua tahun tersebut. Tidak
bisa tidak ketika terjadi penggelembungan
pasar (market bubble) pasti akan meledak
dan benar inilah yang terjadi berikutnya
gelembung meledak, pasar collapse. John
Law pergi meninggalkan Perancis yang
bergelimpangan dengan korban uang kertas
John Law dengan idenya yang ternyata tidak
berjalan.
Contoh berikutnya terjadi di negara
adidaya Amerika Serikat. Pada tahun 1775
Congress Amerika kebingungan mencari
dana untuk mem­biayai perang. Maka dicetaklah uang kertas yang disebut Continen­
tal. Selama 5 tahun sampai dihentikannya
tahun 1780, Congress telah mencetak uang
sebesar US$ 241 juta. Uang ini dipakai untuk membayar tentara dan biaya perang
lainnya. Namun karena uang kertas ini tidak
ada nilainya, maka uang ini akhirnya hanya
diguna­
kan untuk kertas penutup tembok
(wall paper) di barber shop, untuk pembalut
luka dan sampai juga dijadikan baju untuk
parade di jalan. Yang tragis adalah mungkin
untuk pertama kali dalam sejarah terjadi di
dunia, orang yang berutang mengejar pihak
yang memberi utang karena yang memberi
utang tidak mau dipaksa menerima pengembalian utang dengan uang yang tidak bernilai sama sekali!.
Contoh lainnya bertempat di Perancis
ketika mereka bangkrut lagi tahun 1789 dan
mulai mencetak uang kertas lagi yang diberi
nama Assignat. Kali ini mereka lebih hatihati karena masih ingat dengan kegagalan
uang kertas John Law puluhan tahun
sebelumnya. Maka uang kertas inipun
didukung dengan kolateral berupa tanah
gereja yang sangat berharga. Kemudian
jumlah uang yang beredarpun dibatasi
hanya sampai 400 juta Assignor. Dengan ini
mereka mengira uang kertasnya akan bisa
jalan, ternyata tidak. Tidak sampai tujuh
tahun pada bulan Februari 1796 nasib
Assignat berakhir dengan tragis ditandai
dengan puncak kekecewaan masyarakat
dengan membunuh tokoh penggagasnya
setelah sebelumnya mem­
bakar percetakan
Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...263
uang bersama dengan uang yang mereka
sangat benci, lagi-lagi karena uang kertas
yang tidak ada harganya!
Sampel lainnya adalah kegagalan uang
kertas yang menyolok di Jerman setelah
berakhirnya Perang Dunia I. Akibat sangat
tingginya inflasi dan tidak berharganya uang
kertas saat itu, gaji pegawai dibayar dalam
dua kali sehari disebabkan daya beli uang
kertas di pagi hari berbeda dengan daya
beli uang kertas yang sama pada sore hari.
Orang-orang di Jerman yang hidup sekarang
masih suka bercerita bahwa di zaman kakek
nenek mereka, untuk membeli roti orang
perlu membawa kereta dorong bukan untuk
membawa rotinya tetapi untuk membawa
uangnya.
Kegagalan uang kertas di Indonesiapun
tidak kalah tragisnya ketika dalam periode
lima tahun antara tahun 1960-1965 inflasi
mencapai 650% dan indeks biaya mencapai
angka 438. Index harga beras mencapai 824,
tekstil 717, dan harga rupiah anjlok tinggal 1/75 dari angka Rp160/USS menjadi
Rp120,000/US$. Karena rupiah yang sudah
tidak tertolong lagi ini, pemerintah waktu
itu terpaksa harus mengeluarkan kebijakan
yang disebut Sanering rupiah yaitu memotong tiga angka nol terakhir dari rupiah lama
menjadi rupiah baru. Kebijakan yang dituangkan dalam Penetapan Presiden atau Penpres No 27/1965 itu menjadikan Rp1.000
(uang lama) = Rp 1 ( uang baru).
Di
Zimbabwe
tak
kalah
tragis. Ketika terjadi hyperinflasi mencapai 89,7 sextillion (1021) persen atau
89,700,000,000,000,000,000,000
tahun
2009, banyak penduduk Zimbabwe menjadi kehilangan orientasi nilai – perlu berapa
dollar Zimbabwe untuk bisa membeli roti.
Dalam situasi seperti ini, bila seorang bekerja sebagai pegawai atau buruh - berapa upah
yang pantas?, dibayar 1 Milyar dollar seharipun belum cukup untuk membeli roti. Maka
pekerjaan (baru) yang rame-rame dilakukan
oleh warga Zimbabwe saat itu adalah pergi
ke sungai-sungai untuk berburu emas, bila
mereka mendapatkan 0,1 gram emas sehari
saja – maka cukup untuk membeli roti bagi
keluarganya hari itu. Muhaimin (2007)
Berbagai bukti kegagalan uang fiat di
atas karena uang fiat adalah artifisial. Keberadaannya, tinggi rendah nilainya, sah-tidaknya, ditentukan oleh satu pihak tertentu.
Saidi (2009) mengatakan bahwa dahulu ketika negara masih kuat politik dalam bidang
keuangan semuanya ditentukan oleh bank
sentral, tetapi sekarang karena dominasi
ekonomi kapitalis menyebabkan lembaga
keuangan kita semakin tidak berdaya oleh
lembaga-lembaga keuangan internasional.
Uang fiat yang dapat diciptakan secara harfiah maupun dalam sistem sirkulasi, sampai
ini menjadi mesin utang yang tak kenal berhenti berputar. Mega proyek merusak apa
pun, dalam ekonomi busa (bubble economy)
sebesar apa pun, dapat terus dipacu. Dan
untuk mencegah keruntuhannya, sambil
pada saat yang sama mereguk keuntungan
sebesarnya, sistem utang-piutang (pembangunan) ribawi yang zalim ini pantang
berhenti.
Selanjutnya Saidi (2009) menjelaskan
bahwa mata uang bimetal, emas dan perak,
adalah uang yang mengikuti fitrah. Tak sebuah pun negara, termasuk daulah Islam di
bawah Nabi Muhammad SAW maupun para
khalifahnya, perlu merumuskan undangundang khusus untuk menetapkan sistem
ini. Bahkan, dalam praktiknya, sistem bimetal tidak memerlukan satu aturan atau
sistem pengendalian pun. Yang diperlukan
bagi berlakunya sistem mata uang bimetal
hanyalah kebebasan bagi setiap orang untuk memiliki dan menggunakannya, baik sebagai komoditas maupun alat tukar (uang).
Berdasar pengalaman ribuan tahun, secara
alamiah, umat manusia menemukan emas
dan perak, di antara beragam pilihan komoditas yang pernah dicoba, sebagai mata
uang yang paling pas dan cocok.
Penulis berpendapat bahwa penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang
untuk transaksi ekonomi akan mengurangi
keterantungan kita pada US$ maupun Euro.
Hal akan berdampak pada stabilitas ekonomi yang semakin baik. Selain itu juga akan
mengurangi praktik-praktik spekulasi, ketidakpastian, utang dan riba yang selama ini
terjadi karena penggunaan uang fiat.
Tawaran Solusi Islam: Dinar dan dirham. Dalam masyarakat yang maju, dikenal alat pertukaran dan satuan pengukur
nilai untuk melakukan sebuah transaksi.
Islam telah mengenal alat pertukaran dan
pengukur nilai tersebut. Bahkan Al Quran
secara eksplisit menyatakan alat pengukur
nilai tersebut berupa emas dan perak dalam
berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan
emas dan perak tersebut sebagai uang dinar
dan dirham (Muhaimin 2007)
Manfaat dari penggunaan dinar dan
dirham (Meera 2002) antara lain: a) dinar
dan dirham adalah mata uang yang stabil
264
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268
Gambar 1 Kekuatan Beli Riyal terhadap US$ dan Dinar terhadap Riyal
Sumber: Muhaimin (2007)
sepanjang zaman, tidak menimbulkan inflasi dari proses penciptaan uang atau money
creation dan juga bebas dari proses penghancuran uang atau yang dikenal dengan
money destruction; (b) dinar dan dirham
adalah alat ukur yang sempurna karena nilai tukarnya terbawa (inheren) oleh uang dinar atau dirham itu sendiri – bukan karena
paksaan legal seperti mata uang kertas yang
nilainya dipaksakan oleh keputusan yang
berwewenang (maka dari itu disebut legal
tender); (3) Penggunaan dinar dan dirham
dapat mengeliminir penurunan ekonomi
atau economic downturn dan resesi karena
dalam sistem dinar dan dirham setiap transaksi akan didasari oleh transaksi di sektor
riil; (4) Penggunaan dinar dan dirham dalam
suatu negara akan mengiliminir risiko mata
uang yang dihadapi oleh negara tersebut,
apabila digunakan oleh beberapa negara
yang berpenduduk Islamnya mayoritas akan
mendorong terjadinya blok perdagangan
I-slam; (5) Penggunaan dinar dan dirham
akan menciptakan system moneter yang adil
yang berjalan secara harmonis dengan sektor riil. Sektor riil yang tumbuh bersamaan
Gambar 2: Kinerja Beberapa Mata Uang Fiat Terhadap Riyal Selama 12 Bulan
Sumber: Muhaimin (2007)
Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...265
Gambar 3. Kinerja Mata Uang Fiat Terhadap Riyal (2000-2009)
Sumber: Muhaimin (2007)
dengan perputaran uang dinar dan dirham,
akan menjamin ketersediaan kebutuhan
masyarakat pada harga yang terjangkau; (6)
Berbagai masalah sosial seperti kemiskinan
dan kesenjangan akan dengan sendirinya
menurun atau bahkan menghilang; (7) Kedaulatan negara akan terjaga melalui kesetabilan ekonomi yang tidak terganggu oleh
krisis moneter atau krisis mata uang yang
menjadi pintu masuknya kapitalis-kapitalis
asing untuk menguasai perekonomian ne-
gara dan akhirnya juga menguasai politik
keamanan sampai kedaulatan Negara; 8)
Hanya uang emas (dinar) dan perak (dirham), yang bisa menjalankan fungsi uang
modern dengan sempurna yaitu fungsi alat
tukar (medium of exchange), fungsi satuan
pembukuan (unit of account), dan fungsi penyimpan nilai (store of value). Ketiga fungsi
ini sebenarnya telah gagal diperankan oleh
uang fiat dengan alasan sebagai berikut:
(a) Uang fiat tidak bisa menerangkan secara
Gambar 4. Harga Premium dalam Rupiah dan Point
Sumber: Muhaimin (2007)
266
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268
Gambar 5. Tren Harga Minyak dalam US$ dan Dinar
Sumber: Muhaimin (2007: 109)
sempurna fungsi sebagai alat tukar yang adil
karena nilainya yang berubah-ubah. Jumlah
yang sama tidak bisa dipakai untuk menukar benda riil yang sama pada waktu yang
berbeda, (b) Sebagai satuan pembukuan
uang kertas juga gagal karena nilainya tidak
konsisten, nilai uang yang sama tahun ini
akan berbeda tahun depan, dua tahun lagi
dan seterusnya. Catatan pembukuan yang
mengandalkan yang fiat justru melanggar
salah satu prinsip dasar akuntansi itu sendiri yaitu konsistensi, (c) sebagai fungsi penyimpanan nilai, jelas uang fiat sudah menbuktikan kegagalannya. Kita tidak dapat
mengandalkan uang kertas kita sendiri untuk mempertahankan nilai kekayaan kita, di
Amerika Serikat pun masyarakatnya yang
cerdas mulai tidak mempercayai uang dollarnya karena nilainya turun tinggal kurang
dari separuh selama enam tahun terakhir.
Mengenai daya beli uang emas dinar
dapat kita lihat dari hadits berikut: “Ali bin
Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin
Gharqadah menceritakan kepada kami, ia
berkata, ‘Saya mendengar penduduk bercerita tentang Urwah, bahwa Nabi SAW, memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau. Lalu
dengan uang tersebut ia membeli dua ekor
kambing. Kemudian ia menjual satu ekor
dengan satu dinar. Ia pulang membawa satu
dinar dan satu ekor kambing. Nabi SAW,
mendoakannya dengan keberkatan dalam
jual belinya. Seandainya Urwah membeli
debupun, ia pasti beruntung.” (HR Bukhari)
yang dikutip dari Bahreisj (2005).
Dari hadits tersebut di atas bisa diketahui bahwa harga seekor kambing di zaman
Rasulullah adalah satu dinar. Kesimpulan
ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah SAW
adalah orang yang adil. Tentu beliau tidak
akan menyuruh Urwah membeli kambing
dengan uang yang kurang atau kelebihan.
Fakta kedua adalah ketika Urwah menjual
seekor kambing yang dibelinya, ia pun menjual dengan harga satu dinar. Memang sebelumnya Urwah berhasil membeli dua kambing dengan harga satu dinar, ini karena
kepandaian beliau berdagang, sehingga ia
dalam hadits tersebut didoakan secara khusus oleh Rasulullah SAW (Muhaimin 2008:
20-21).
Mengapa emas bisa terjaga daya belinya sedangkan mata uang kertas tidak?
Jawabannya adalah karena jumlah emas
yang sudah diatur oleh Allah sedemikian
rupa sehingga secara memadai memenuhi
ke­butuhan manusia tetapi tidak pernah berlebihan yang bisa menyebabkan harganya
rusak (Muhaimin, 2007). Alasan lain adalah
Ketersediaan emas di seluruh dunia yang
terakumulasi sejak pertama kalinya manusia menggunakannya sampai sekarang
Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...267
diperkirakan hanya berkisar 130.000 ton
sampai 150,000 ton. Peningkatannya pertahun hanya berkisar antara 1,5% - 2,0%.
Ini cukup, namun tidak berlebihan untuk
memenuhi kebutuhan manusia di seluruh
dunia yang jumlah penduduknya tumbuh
sekitar 1,2% per tahun (Landis 2003).
Selanjutnya Hussein dan Idris (2009)
menjeleaskan bahwa emas, dalam sejarah
perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah
dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam
bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu
digunakan oleh Paleiothicman. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan
oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000
tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai
mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut
kemudian dikenal sebagai Barbarous Relic
(JM Keynes).
Gambar yang menggambarkan hubungan antara dinar dan beberapa mata uang
fiat dan hubungan antara dinar dan harga
minyak dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.
SIMPULAN
Dari paparan panjang lebar di atas,
dapat disaksikan dengan gamblang tentang
kegagalan pengunaan uang fiat. Lintasan sejarah telah memberikan pelajaran berharga
tentang ragam kisah buruk rupanya uang
fiat. Banyak negara dan situasi ekonomi
telah merasakan dampak alat tukar produk
kapitalisme liberalisme tersebut.
Menyandarkan diri pada pelbagai pengalaman masa lalu, sebagai umat beragama, khususnya Islam, sangat pantaslah jika
kita menoleh terhadap rekomendasi agama
(Islam) tentang uang yang menjadi darah
dari perekonomian di belahan dunia manapun ini. Teks otoritatif Islam dalam wujud
Al Qura’an dan Al hadist telah cukup memberikan panduan tentang uang dan nilai
tukarnya ini. Jawabannnya ada pada penggunaan dinar dan dirham. Di tengah buruk
rupa penggunaan uang fiat, saatnya kita
beralih ke dinar dan dirham sebagai solusi
untuk mengatasi masalah keuangan.
Keunggulan penggunaan Dina dan dirham sangat luas rentangnya. Salah satu yang
dapat disebutkan adalah para penggunanya
akan terbebas dari krisis moneter. Konsistensi nilai dalam kurun waktu panjang dapat
menjadi jaminan kestabilan nilai tukar. Di
samping itu, dengan dinar dan dirham kita
akan terbebas dari belenggu kapitalisme,
khususnya mata uang US$ dan Euro. Uang
Fiat sebagai produk kapitalisme liberalisme
telah mengakibatkan adanya dominasi satu
atau dua mata uang tertentu dalam konstelasi perdagangan antar negara. Ini sebentuk
ketidakadilan yang perl digerus. Tidak boleh
ada dominasi satu mata uang (kuat) terhadap mata uang lainnya (yang lebih lemah).
Dan dinar dan dirham-lah jawabannya.
Matematika Uang
waktu berjalan dalam ukuran nilai
kebutuhan hidup saling menukar
semula logam koin jadi pengendali dunia
elemen logam kehilangan bunyi
elemen perak nyaring berkilauan
elemen emas mengalahkan derajat
abad logam tanpa berat
abad logam tanpa angka
abad logam tanpa jaminan
abad kertas memasuki rekening
abad plastik menolak kejahatan
abad hologram dimonopoli pasar bebas
abad uang jadi sejarah neraca bangsa
lembaran uang terlukis tokoh-tokoh
dihiasi gambar kehormatan
tercetak nomor seri dalam huruf
tahun demi tahun mencari keseimbangan
uang jadi simbol kekayaan
uang jadi simbol kemiskinan
namun yang hanya punya kekayaan uang
itulah yang miskin!
zaman digital jadi pembayaran
zaman mesin jadi penipuan
zaman kekuasaan jadi kegelapan
zaman kebudayaan jadi proposal
zaman kas bon jadi suku bunga
zaman pengangguran jadi lintah darat
zaman narkoba jadi mafia globalisasi
lalu lintas uang bagai tupai melompat
diburu dengan tangan-tangan panas
pencucian uang tanpa jejak
segepok
kekuasaan
melahirkan
uang
siluman
pelampiasan ditukar uang laki-laki
sedang kedamaian dekat dengan uang kolekte, dan
pengiriman
tunai
tergantung
sinyal
matematika
(Haris Kertorahardjo dikutip dari Haermanu 2011)
268
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268
DAFTAR RUJUKAN
Al-Qur’anul Karim
Anonim, 2013. Andai Aku Jadi Gayus Tambunan. Diunduh tanggal 24 Juni 2013.
Hussen, B. 2005. Hadits Shalih Al-Jamiuh
Shalih Bukhari Muslim. CV Daya Utama. Surabaya.
Syauqi, B.I dan R.I. Handi, 2009. Menyambut Dinar-dirham. Diunduh tanggal 22
Juni 2013.
Duncan H.D, 1962. The Establishment of
Money as a Simbol of Community Life;
Money as a Form of Transcendence.
Bedminster Press. Alih Bahasa Kiki Alfian, 1997. Sosiologi Uang. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Merza, G. 2007. Fungsi Uang Dalam Islam.
Diunduh tanggal 22 Juni 2013.
Simmel, G. 2004. The Philosophy of Money,
Third Enlarged Edition, Routledge Taylor & Francis Group. London and New
York.
Hermanu, 2011. Seri Lawasan Uang Kuno.
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
bekerjasama dengan Bentara Budaya.
Jakarta.
Hubbard G.R. 2002. Money, the Financial
System, and the Economy, International
Edition, Fourth Edition, Columbia University. Boston USA.
Muhaimin, I. 2007. Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar & dirham.
Spritual Learning Centre & Dinar Club
Cimanggis. Depok.
Muhaimin, I. 2008. Dinar Solution, Dinar sebagai Solusi, Gema Insani. Jakarta.
Muhaimin, I. 2009. Dinar the Real Money,
Dinar Emas, Uang & Investasiku, Gema
Insani. Jakarta.
Muhaimin, I. 2010. Dinar Nomics, Membangun Keberkahan Usaha dengan Uang
yang Adil, Sinergi Publishing. Jakarta.
Komaruddin, 1991. Uang di Negara sedang
Berkembang, Bumi Aksara. Jakarta.
Mishkin, F.S. 2008. The Economic of Money,
Banking, and Financial Markets, Fourth
Edition, Pearson Education Inc. New
Jersey.
Saidi, Z. 2009. Tantangan Dinarisasi, Diunduh tanggal 22 Juni 2013.
Download