FIAT MONEY: MASALAH DAN SOLUSI Jamaluddin FE Universitas Mulawarman Jalan Tanah Grogot No. 1, Gunung Kelua, Samarinda 75123 Surel: [email protected] Abstract: Fiat Money: Problem and Solution. Money is like blood in the human body system. Money should always be and should not be dominated by the presence of certain parties, including the state. There is always money to be guaranteed to keep economic activites running well. The existence of fiat money as a tool of economic transactions have a very detrimental impact. History has proven failures of fiat money. Financial crisis that continues periodically to economic crises is caused by fiat money. As religious people, we should return to our natural tendency (fitrah) to use dinar and dirham as economical transaction media as stated by Qur’an and Al Hadist. Abstrak: Fiat Money: Problem dan Solusi. Uang ibarat darah dalam sistem jaringan tubuh manusia. Oleh karena itu, uang harus selalu ada dan tidak boleh didominasi keberadaannya oleh pihak tertentu termasuk negara sekalipun. Uang harus dijamin selalu ada untuk menjaga agar aktivitas perekonomian tetap berjalan baik. Keberadaan uang fiat sebagai alat transaksi ekonomi telah membawa dampak yang sangat merugikan. Sejarah telah membuktikan berbagai kegagalan uang fiat. Krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi secara periodik terjadi akibat penggunaan uang fiat. Sebagai umat beragama, kita harusnya kembali ke fitrah untuk menggunakan mata uang dinar dan dirham sebagaimana yang direkomendasikan Allah SWT. dalam Al-Qur’an dan berbagai Hadist Rasulullah SAW. Kata kunci: uang, relijius, krisis. tahanan.. Hidup di penjara, sangat berat kurasakan. Badanku kurus, karena beban pikiran. Kita orang yang lemah, Tak punya daya apaapa. Tak bisa berbuat banyak, seperti para koruptor. Tidak bisa di pungkiri, dalam kehidupan ini uang adalah segalanya. Meskipun ada juga tidak sepakat dengan pendapat tersebut, tapi faktanya, apa yang manusia lakukan adalah UUD alias “Ujung-Ujungnya Duit” (uang). Dengan uang kita bisa membeli apa saja, dan tanpa uang kita tidak bisa apa-apa. Bahkan yang lebih parah lagi, khususnya di Indonesia, dengan uang orang dapat membeli hukum, sebagaimana yang pernah kita dengar dalam lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”. Berikut ini lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” oleh Bona Paputungan yang dikutip dari kapanlagi.com (2013) sebagai berikut: Andai ku Gayus Tambunan, Yang bisa pergi ke Bali. Semua keinginannya, pasti bisa terpenuhi. Lucunya di negeri ini, Hukuman bisa dibeli, Kita orang yang lemah, pasrah akan keadaan Tujuh Oktober, ku bebas dari penjara. Menghirup udara segar, lepaskan penderitaan. Wahai Saudara, dan “Sebelas Maret, Diriku masuk penjara. Awalku menjalani, proses masa 257 Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 4 Nomor 2 Halaman 165-329 Malang, Agustus 2013 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 258 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268 para sahabatku. Lakukan yang terbaik, ja-ngan Engkau salah arah” Lirik lagu di atas menunjukkan betapa kuasanya uang. Orang dapat melakukan apa saja demi uang. Orang korupsi karena uang. Aparat hukum, birokrat, penguasa dan lain sebagainya bisa menjadi melempem karena uang. Orang rela melakukan apa saja demi uang. Orang melanggar aturan karena uang, seakan-akan uang adalah segalanya. Seakan uang itu adalah Tuhan. Di sinilah muncul persoalan pergeseran nilai yang tadinya uang hanya sekedar alat tukar untuk memudahkan transaksi. Uang seakan menjadi tujuan hidup manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dalziel (1962) yang menyatakan bahwa awalnya, uang muncul karena adanya kesulitan dalam transaksi barter. Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran (Hubbard 2002). Komarudin (1991) menjelaskan bahwa keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran. Kondisi saat ini, semua negara di dunia ini menggunakan uang fiat untuk memudahkan transaksi ekonomi, baik transaksi dalam negeri maupun transaksi perdagangan internasional. Menurut Mishkin (2008: 73) menyatakan bahwa uang fiat (fiat money), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah (pengertian sah adalah uang kertas tersebut dapat diterima sebagai pembayaran utang) tetapi tidak dapat dikonversi ke dalam bentuk koin atau logam berharga. Persoalan yang melekat pada uang fiat adalah penurunan nilai uang fiat itu sendiri yang berlangsung secara terus menerus sepanjang sejarah uang fiat sampai hari ini. Dulu sewaktu saya SMA tahun 1984 uang sebesar Rp1.500 masih bisa makan nasi campur dan minum es teh. Tetapi sekarang setelah hampir 30 tahun kemudian, uang sebesar Rp1.500,00 hanya cukup untuk sepotong roti yang kecil. Dengan demikian, fungsi uang sebagai penyimpan nilai tidak dapat dipertahankan. Inilah salah satu yang memotivasi penulis untuk membahas uang fiat, masalah dan solusinya. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kelemahan uang fiat dibandingkan dengan uang dinar dan dirham. Allah telah merekomendasikan dalam Al-Quran Surat Al-Imran ayat 75 yang artinya, “Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orangorang ummi1. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui”. Lalu perhatikan pula QS. Yusuf ayat 20 yang artinya, “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” Kedua ayat di atas jelas menyebutkan dinar dan dirham sebagai alat tukar. Tetapi pengaruh pemikiran ekonomi kapitalisme menjadikan pemerintahan di seluruh dunia menggunakan uang fiat. Selain itu, manfaat tulisan ini adalah memberikan pencerahan kepada kita untuk kembali kepada konsep Al-Quran dengan menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang atau sebagai alat tukar. PEMBAHASAN Uang, sudah tentu, amat dibutuhkan oleh perekonomian agar perekonomian pasar berfungsi. Pemanfaatan uang, memisahkan mereka yang tengah bertukaran ke 1 Yang mereka maksud dengan orang-orang ummi dalam ayat ini adalah orang Arab. Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...259 dalam penjual dan pembeli dan memisahkan barter ke dalam penawaran dan permintaan pasar. Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar. Segala sesuatu yang dapat bertindak sebagai alat ukur umum, yang disebabkan oleh alat itu dapat diterima sebagai alat penyelesaian utang, dapat dianggap sebagai uang. Uang sangat dibutuhkan pula untuk perkembangan pasar kredit. Memang dimungkinkan meminjam barang dalam perekonomian barter dengan janji untuk mengembalikan barang atau barang lain setelah waktu tertentu. Akan tetapi, tidaklah mungkin untuk mendapatkan pasar yang seragam untuk pelayanan ekonomi khusus itu (Komaruddin 1991: 397-398). Pada dasarnya nilai uang dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu nilai uang dilihat dari bahan pembuatannya dan dilihat dari penggunaannya (Mishkin 2008). Dilihat dari bahan pembuatannya, ada 2 jenis: (1) Nilai intrinsik; yaitu nilai uang berdasarkan bahan-bahan pembuatan uang. Contohnya, untuk membuat uang logam Rp100 diperlukan logam perak seberat 1 gram. Dengan demikian, uang sebesar Rp100 sama dengan harga yang senilai dengan 1 gram perak. Inilah yang disebut nilai intrinsik uang. (2) Nilai nominal; yaitu nilai yang tertera pada setiap mata uang yang bersangkutan. Pada uang Rp100.000 tertera angka seratus ribu rupiah, maka nilai nominal uang tersebut adalah seratus ribu rupiah. Dari dua nilai uang di atas menimbulkan dua istilah fiducier money dan full bodied money. Fiducier money, yaitu uang yang memiliki nilai nominal lebih besar daripada nilai intrinsiknya. Contohnya ialah semua uang kertas. Adapun full bodied money, yaitu uang yang memiliki nilai nominal sama dengan nilai intrinsiknya. Contohnya ialah semua jenis mata uang logam sehingga uang logam disebut juga full bodied money. Sebagai alat tukar atau alat ukur maka nilai yang diterima dan yang diserahkan adalah sama tanpa memperhatikan alat tukar. Menurut Simmel (2004: 129) sebuah alat ukur, harus memiliki kualitas yang sama sebagai objek yang akan diukur: ukuran panjang harus panjang, ukuran berat harus berat, ukuran ruang harus memiliki dimensi. Akibatnya, ukuran nilai harus berharga. Tidak peduli seberapa terkait dua hal maupun hal lainnya. Ketika saya mengukur mereka terhadap satu sama lain mereka harus sama-sama memiliki kualitas yang bisa diperbandingkan. Setiap kesetaraan kuan- titatif dan numerik atau ketimpangan tidak akan berarti jika tidak mengacu pada jumlah relatif dari satu dan kualitas yang sama. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa alat tukar yang ideal adalah alat tukar yang mempunyai instrinsik dan nilai nominal yang sama atau full bodied money seperti yang diisyaratkan dalam AlQuran dan berbagai hadist Rasulullah SAW. Jika dilihat dari penggunaannya, nilai uang ada 2 jenis: 1) Nilai internal; yaitu kemampuan suatu mata uang apabila ditukarkan dengan barang. Dengan kata lain, nilai internal uang adalah daya beli uang terhadap barang dan jasa. Contoh uang sebesar Rp 200.000 dapat ditukarkan dengan 1 gram emas. Ini berarti nilai internal uang Rp 200.000 adalah sebesar 1 gram emas; 2) Nilai eksternal, yaitu kemampuan uang dalam negeri apabila dibandingkan dengan mata uang asing (valuta asing). Dengan kata lain yang dimaksud nilai eksternal uang adalah daya beli uang dalam negeri terhadap mata uang asing atau lebih dikenal dengan istilah kurs. Contohnya, uang Rp 100.000 mampu ditukarkan dengan 10 dollar AS (US$ 10 = Rp100.000). Ini berarti uang Rp 100.000 mempunyai nilai eksternal sama dengan 10 dollar AS. Perbedaan nilai mata uang antar negara menyebabkan keuntungan dan kerugian terhadap masing-masing negara tergantung transaksi ekonominya. Jika suatu negara melakukan devaluasi terhadap mata uangnya, maka negara tersebut menurunkan kemampuannya untuk membeli barang-barang dari luar negeri atau dengan kata lain kemampuan nilai uangnya semakin menurun dan memperkuat nilai mata uang asing terhadap mata uangnya yang berakibat daya beli mata asing semakin meningkat. Implikasi dari kejadian di atas menyebabkan negara yang terdevaluasi mata uangnya harus membayar lebih mahal terhadap produk dan jasa dari luar negeri, sedangkan orang luar negeri akan membayar lebih murah produk dan jasa dari negara yang terdevaluasi mata uangnya. Hal ini merupakan ketidakadilan yang nyata, karena ketidakmampuan pemerintah memperta-hankan nilai mata uangnya, akibat penggunaan uang fiat. Selain itu, dominasi US$ terhadap perdagangan internasional adalah persoalan besar yang membuat timpang ak-tivitas perekonomian antar negara. Saat ini, fakta menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan aktivitas perdaga- 260 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268 ngan internasional, yang terjadi akibat tidak berimbangnya penguasaan mata uang dunia, dan ditandai semakin merajalelanya dolar AS. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kemunculan Euro sebagai mata uang bersama negara-negara Eropa. Fakta pun menunjukkan bahwa negara-negara Islam memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kedua mata uang tersebut, terutama dolar AS. Bahkan, dalam transaksi perdagangan international saat ini, dolar AS menguasai hampir 70 persen sebagai alat transaksi dunia (Zahid 2003) dikutip dari Hussein dan Handi (2009). Hal yang berbeda jika sekiranya transaksi ekonomi menggunakan dinar atau dirham (logam mulia) yang mempunyai nilai nominal yang sama dengan nilai intrinsik, maka tidak akan terjadi devaluasi mata uang, karena nilai logam mulia ditentukan oleh pasar, bukan atas kebijakan atau intervensi pemerintah. Hal ini menjadikan hubungan perdagangan internasional menjadi lebih adil. Fungsi utama uang dalam teori konvensional menurut Hubbard (2002: 16) adalah sebagai berikut: (a) sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran; (b) sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain, dan (c) sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (store of value) dalam bentuk uang atau barang. Dalam ekonomi Islam, fungsi uang yang diakui hanya sebagai alat tukar (medium of exchange) dan kesatuan hitung (unit of account). Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan/manfaat, akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan (Muhaimin, http://muhaiminkhair.wordpress.com). Ibnu Taimiyah yang lahir di zaman pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263 dikutip dari Merza [2007] dalam kitabnya “Majmu’ Fatwa Syaikhul Islam” menyampaikan bahwa lima butir peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni: (1) Perdagangan uang akan memicu inflasi; (2) Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang yang akan mengurungkan niat orang untuk melakukan kon- trak jangka panjang, dan menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai/ karyawan; 3) Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang; 4) Perdagangan internasional akan menurun; dan 5) Logam berharga (emas dan perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinsic mata uang akan mengalir keluar negeri. Selanjutnya Muhaimin (http://muhaiminkhair.wordpress.com) menjelaskan bahwa dalam konsep ekonomi Islam, uang adalah milik masyarakat (money is public goods). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Di samping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifatsifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan/penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu”. Dalam sejarah perekonomian Islam, uang sebagai alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, telah dicetak sejak zaman Khalifah Umar dan Utsman, bahkan mata uang yang dicetak pada masa Khalifah Ali masih tersimpan dalam sebuah museum di Paris. Hal ini menunjukkan bahwa dunia Islam telah mengenal mata uang jauh sebelum Adam Smith, Bapak Ekonomi Konvensional, penulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 (Merza 2007). Permasalahan Uang Fiat. Permasalahan dalam perekonomian konvensional adalah bagaimana mengendalikan inflasi? Bagaimana kita mencegah api inflasi mulai dari menyulut dan mengakhiri tumpangan roller-coaster dalam hal laju inflasi selama 40 tahun terakhir Milton Friedman memberikan jawaban dalam proposisinya yang terkenal, “Inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter.” Ia me-nganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi: Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin 2008: 339). Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...261 Inflasi yang berarti menurunnya daya beli uang, ternyata tidak hanya dialami oleh mata uang rupiah. Bahkan mata uang dunia yang selama ini dianggap perkasa yaitu dollar Amerika, daya beli mata uangnya terhadap emas turun tinggal 29% dalam 8 tahun terakhir. Dalam 40 tahun terakhir daya beli dollar terhadap emas tinggal 4% saja! (Muhaimin 2009: 15). Selanjutnya Muhaimin (2010: 97) menjelaskan bahwa “…dollar AS pasti akan jatuh karena sepuluh tahun terakhir sudah menukik tajam. Kalau diibaratkan pesawat terbang dengan ketinggian 100% (Januari 2000), saat ini ketinggian tersebut tinggal 25% saja” Berikut beberapa perbandingan jika kita menyimpan atau mendepositokan uang dalam rupiah, dollar dan dinar yang dikutip dari Muhaimin (2010: 10-11) sebagai berikut: (1) Bila kita mendepositokan dana di bank dalam rupiah, bagi hasil kita saat ini akan berkisar antara 6-7% per tahun. Sementara inflasi rata-rata Indonesia sejak 2001 sampai sekarang masih di atas 8%. Artinya uang kita yang dideposito bukannya tumbuh malah menyusut. (2) Bila kita mendeposito uang kita dalam US$ maka bagi hasilnya saat ini berkisar antara 1- 3% per tahun. Sementara inflasi rata-rata US$ dalam 38 tahun terakhir adalah 4,37%. Lagi-lagi uang dalam US$ bukannya tumbuh malah menyusut. (3) Bila kita menyimpan dalam bentuk dinar – untuk setahun terakhir menunjukkan apresiasi nilai dinar. Ketika artikel ini dibuat (penulis: cetak April 2010), nilainya mencapai 22,67% setahun terakhir dan 380% untuk 10 tahun terakhir. Apresiasi nilai dinar melampung hampir 3 kali angka inflasi. Sesungguhnya dinar anda jumlah kepingnya tetap hanya nilainya saja yang melonjak. Dinar adalah proteksi aset yang sangat efektif melindungi daya beli dari hasil jerih payah kita semua, tetapi dinar yang disimpan saja tidak akan menjadi growing asset yang sesungguhnya. Oleh karena itu, beliau menyarankan kambingnomics (Muhaimin: 2010:10) Muhaimin (2009) menjelaskan bahwa contoh konkrit masalah ini adalah seorang yang mengasuransikan putra dengan asuransi pendidikan saat baru lahir pada tahun 1988 senilai Rp 22,5 juta dan akan cair saat anaknya masuk ke perguruan tinggi. Saat itu nilai pertanggungan ini sangat besar dan pada tahun-tahun awalnya harus dibayar 20% dari gaji bulanan dia. Tahun 2006 (18 tahun kemudian) ketika anaknya masuk ITB dan perlu membayar Rp 45 juta uang pangkal, ternyata dana asuransi yang cair hanya cukup membayar separuh dari uang pangkal tersebut. Siapa yang salah? Nilai pertanggungan Rp 22,5 juta tahun 1988 adalah setara dengan 227 dinar. Ketika dicairkan tahun 2006, nilai asuransi Rp 22,5 juta tersebut tinggal 32 dinar. Bandingkan nilai 227 dinar pada tahun 2006 dirupiahkan setara dengan Rp161 juta), kalau jumlah dinar yang sama ditukar ke rupiah pada Januari 2009 menjadi Rp261 juta). Uang ini bukan hanya cukup untuk membayar uang pangkal di ITB, tetapi juga masih cukup untuk membelikan anaknya mobil baru untuk kuliah dan membayar seluruh biaya pendidikan sampai anaknya tamat. Inilah indahnya kalau produk keuangan jangka panjang dikelola dengan dinar, mata uang baku yang nilainya tidak pernah terdevaluasi sepanjang zaman (Muhaimin 2009: 16-17). Beberapa bukti sejarah yang sangat bisa diandalkan karena diungkapkan dalam Al-Qur’an dan hadits dapat digunakan untuk menguatkan teori bahwa harga emas (dinar) dan perak (dirham) yang tetap, sedangkan mata uang lain yang tidak memiliki nilai intrinsik terus mengalami penurunan daya beli (terjadi inflasi). Selanjutnya, Hussein dan Handi (2009) menjelaskan bahwa lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), dan berlaku hingga sekarang. QS (18) Al-Kahfi: 19 menjelaskan sebagai berikut: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab, ‘Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari’. Berkata (yang lain lagi), ‘Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka 262 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268 suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekalikali menceritakan halmu kepada siapapun’.” Surah Al-Kahfi ayat 19 menerangkan bahwa mereka meminta salah satu rekannya untuk membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan jumlahnya, tetapi yang jelas uang perak. Kalau diasumsikan para pemuda tersebut membawa 2-3 keping uang perak saja, maka konversinya ke nilai sekarang berkisar Rp 80.000 – Rp120.000 (1 dirham sekarang sekitar Rp 40.000), cukup untuk membeli makanan untuk beberapa orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad, daya beli uang perak relatif sama. Coba bandingkan dengan rupiah, tahun 1970-an akhir sebagai anak kos bisa makan satu bulan dengan uang hanya Rp 10.000, apakah sekarang ada anak kos yang bisa makan satu bulan dengan hanya Rp 10.000? Hanya dalam tempo sekitar 30 tahun saja uang kertas rupiah sudah amat sangat jauh perbedaan nilai atau kemampuan daya belinya (Muhaimin 2008: 20-21). Bukti Kegagalan Uang Fiat. Perjalanan panjang uang kertas yang sampai sekarang kita pakai ini penuh dengan kegagalan yang kelam selama tiga abad terakhir (Muhaimin 2007: 20-22). Beberapa kegagalan tersebut hadir di beberapa tempat dan kurun waktu. Contoh pertama terjadi di Perancis. Selepas terbunuhnya Louis XIV pada tahun 1715, Perancis secara praktis bangkrut. Lalu muncullah seorang penjudi dari Skotlandia yang juga seorang ekonom amatir bernama John Law. Ia mencoba peruntungannya dengan menawarkan ke pihak yang berkuasa saat itu untuk menggunakan uang kertas sebagai alat tukar. Alasannya adalah emas dianggap terlalu langka dan tidak elastik untuk diguna­kan sebagai uang. John Law juga meyakinkan pihak penguasa, bahwa dengan menggunakan uang kertas inilah Perancis akan bangkit dari krisis yang dideritanya. Usulan ini diterima oleh pihak penguasa dan John Law diijinkan untuk menerapkan teorinya. Maka mulailah John Law dengan ijin penguasa membuat bank sentral yang disebut Banque Royale. Dari Banque Royale inilah John Law mengeluarkan bank note yang berlaku sebagai uang se­ besar 2.7 milyar Livres selama 2 tahun. Pada saat yang bersamaan, John Law juga membuat perusahaan Missisipi Company yang nilai kapitalisasi pasar seharusnya mengikuti pergerakan uang yang di­cetak oleh Banque Royale tersebut. Namun kenyatannya nilai kapitalisasi pasar saham Missisipi Company ini menggelembung mencapai 5 milyar Livres dalam dua tahun tersebut. Tidak bisa tidak ketika terjadi penggelembungan pasar (market bubble) pasti akan meledak dan benar inilah yang terjadi berikutnya gelembung meledak, pasar collapse. John Law pergi meninggalkan Perancis yang bergelimpangan dengan korban uang kertas John Law dengan idenya yang ternyata tidak berjalan. Contoh berikutnya terjadi di negara adidaya Amerika Serikat. Pada tahun 1775 Congress Amerika kebingungan mencari dana untuk mem­biayai perang. Maka dicetaklah uang kertas yang disebut Continen­ tal. Selama 5 tahun sampai dihentikannya tahun 1780, Congress telah mencetak uang sebesar US$ 241 juta. Uang ini dipakai untuk membayar tentara dan biaya perang lainnya. Namun karena uang kertas ini tidak ada nilainya, maka uang ini akhirnya hanya diguna­ kan untuk kertas penutup tembok (wall paper) di barber shop, untuk pembalut luka dan sampai juga dijadikan baju untuk parade di jalan. Yang tragis adalah mungkin untuk pertama kali dalam sejarah terjadi di dunia, orang yang berutang mengejar pihak yang memberi utang karena yang memberi utang tidak mau dipaksa menerima pengembalian utang dengan uang yang tidak bernilai sama sekali!. Contoh lainnya bertempat di Perancis ketika mereka bangkrut lagi tahun 1789 dan mulai mencetak uang kertas lagi yang diberi nama Assignat. Kali ini mereka lebih hatihati karena masih ingat dengan kegagalan uang kertas John Law puluhan tahun sebelumnya. Maka uang kertas inipun didukung dengan kolateral berupa tanah gereja yang sangat berharga. Kemudian jumlah uang yang beredarpun dibatasi hanya sampai 400 juta Assignor. Dengan ini mereka mengira uang kertasnya akan bisa jalan, ternyata tidak. Tidak sampai tujuh tahun pada bulan Februari 1796 nasib Assignat berakhir dengan tragis ditandai dengan puncak kekecewaan masyarakat dengan membunuh tokoh penggagasnya setelah sebelumnya mem­ bakar percetakan Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...263 uang bersama dengan uang yang mereka sangat benci, lagi-lagi karena uang kertas yang tidak ada harganya! Sampel lainnya adalah kegagalan uang kertas yang menyolok di Jerman setelah berakhirnya Perang Dunia I. Akibat sangat tingginya inflasi dan tidak berharganya uang kertas saat itu, gaji pegawai dibayar dalam dua kali sehari disebabkan daya beli uang kertas di pagi hari berbeda dengan daya beli uang kertas yang sama pada sore hari. Orang-orang di Jerman yang hidup sekarang masih suka bercerita bahwa di zaman kakek nenek mereka, untuk membeli roti orang perlu membawa kereta dorong bukan untuk membawa rotinya tetapi untuk membawa uangnya. Kegagalan uang kertas di Indonesiapun tidak kalah tragisnya ketika dalam periode lima tahun antara tahun 1960-1965 inflasi mencapai 650% dan indeks biaya mencapai angka 438. Index harga beras mencapai 824, tekstil 717, dan harga rupiah anjlok tinggal 1/75 dari angka Rp160/USS menjadi Rp120,000/US$. Karena rupiah yang sudah tidak tertolong lagi ini, pemerintah waktu itu terpaksa harus mengeluarkan kebijakan yang disebut Sanering rupiah yaitu memotong tiga angka nol terakhir dari rupiah lama menjadi rupiah baru. Kebijakan yang dituangkan dalam Penetapan Presiden atau Penpres No 27/1965 itu menjadikan Rp1.000 (uang lama) = Rp 1 ( uang baru). Di Zimbabwe tak kalah tragis. Ketika terjadi hyperinflasi mencapai 89,7 sextillion (1021) persen atau 89,700,000,000,000,000,000,000 tahun 2009, banyak penduduk Zimbabwe menjadi kehilangan orientasi nilai – perlu berapa dollar Zimbabwe untuk bisa membeli roti. Dalam situasi seperti ini, bila seorang bekerja sebagai pegawai atau buruh - berapa upah yang pantas?, dibayar 1 Milyar dollar seharipun belum cukup untuk membeli roti. Maka pekerjaan (baru) yang rame-rame dilakukan oleh warga Zimbabwe saat itu adalah pergi ke sungai-sungai untuk berburu emas, bila mereka mendapatkan 0,1 gram emas sehari saja – maka cukup untuk membeli roti bagi keluarganya hari itu. Muhaimin (2007) Berbagai bukti kegagalan uang fiat di atas karena uang fiat adalah artifisial. Keberadaannya, tinggi rendah nilainya, sah-tidaknya, ditentukan oleh satu pihak tertentu. Saidi (2009) mengatakan bahwa dahulu ketika negara masih kuat politik dalam bidang keuangan semuanya ditentukan oleh bank sentral, tetapi sekarang karena dominasi ekonomi kapitalis menyebabkan lembaga keuangan kita semakin tidak berdaya oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Uang fiat yang dapat diciptakan secara harfiah maupun dalam sistem sirkulasi, sampai ini menjadi mesin utang yang tak kenal berhenti berputar. Mega proyek merusak apa pun, dalam ekonomi busa (bubble economy) sebesar apa pun, dapat terus dipacu. Dan untuk mencegah keruntuhannya, sambil pada saat yang sama mereguk keuntungan sebesarnya, sistem utang-piutang (pembangunan) ribawi yang zalim ini pantang berhenti. Selanjutnya Saidi (2009) menjelaskan bahwa mata uang bimetal, emas dan perak, adalah uang yang mengikuti fitrah. Tak sebuah pun negara, termasuk daulah Islam di bawah Nabi Muhammad SAW maupun para khalifahnya, perlu merumuskan undangundang khusus untuk menetapkan sistem ini. Bahkan, dalam praktiknya, sistem bimetal tidak memerlukan satu aturan atau sistem pengendalian pun. Yang diperlukan bagi berlakunya sistem mata uang bimetal hanyalah kebebasan bagi setiap orang untuk memiliki dan menggunakannya, baik sebagai komoditas maupun alat tukar (uang). Berdasar pengalaman ribuan tahun, secara alamiah, umat manusia menemukan emas dan perak, di antara beragam pilihan komoditas yang pernah dicoba, sebagai mata uang yang paling pas dan cocok. Penulis berpendapat bahwa penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang untuk transaksi ekonomi akan mengurangi keterantungan kita pada US$ maupun Euro. Hal akan berdampak pada stabilitas ekonomi yang semakin baik. Selain itu juga akan mengurangi praktik-praktik spekulasi, ketidakpastian, utang dan riba yang selama ini terjadi karena penggunaan uang fiat. Tawaran Solusi Islam: Dinar dan dirham. Dalam masyarakat yang maju, dikenal alat pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut. Bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai uang dinar dan dirham (Muhaimin 2007) Manfaat dari penggunaan dinar dan dirham (Meera 2002) antara lain: a) dinar dan dirham adalah mata uang yang stabil 264 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268 Gambar 1 Kekuatan Beli Riyal terhadap US$ dan Dinar terhadap Riyal Sumber: Muhaimin (2007) sepanjang zaman, tidak menimbulkan inflasi dari proses penciptaan uang atau money creation dan juga bebas dari proses penghancuran uang atau yang dikenal dengan money destruction; (b) dinar dan dirham adalah alat ukur yang sempurna karena nilai tukarnya terbawa (inheren) oleh uang dinar atau dirham itu sendiri – bukan karena paksaan legal seperti mata uang kertas yang nilainya dipaksakan oleh keputusan yang berwewenang (maka dari itu disebut legal tender); (3) Penggunaan dinar dan dirham dapat mengeliminir penurunan ekonomi atau economic downturn dan resesi karena dalam sistem dinar dan dirham setiap transaksi akan didasari oleh transaksi di sektor riil; (4) Penggunaan dinar dan dirham dalam suatu negara akan mengiliminir risiko mata uang yang dihadapi oleh negara tersebut, apabila digunakan oleh beberapa negara yang berpenduduk Islamnya mayoritas akan mendorong terjadinya blok perdagangan I-slam; (5) Penggunaan dinar dan dirham akan menciptakan system moneter yang adil yang berjalan secara harmonis dengan sektor riil. Sektor riil yang tumbuh bersamaan Gambar 2: Kinerja Beberapa Mata Uang Fiat Terhadap Riyal Selama 12 Bulan Sumber: Muhaimin (2007) Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...265 Gambar 3. Kinerja Mata Uang Fiat Terhadap Riyal (2000-2009) Sumber: Muhaimin (2007) dengan perputaran uang dinar dan dirham, akan menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat pada harga yang terjangkau; (6) Berbagai masalah sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan akan dengan sendirinya menurun atau bahkan menghilang; (7) Kedaulatan negara akan terjaga melalui kesetabilan ekonomi yang tidak terganggu oleh krisis moneter atau krisis mata uang yang menjadi pintu masuknya kapitalis-kapitalis asing untuk menguasai perekonomian ne- gara dan akhirnya juga menguasai politik keamanan sampai kedaulatan Negara; 8) Hanya uang emas (dinar) dan perak (dirham), yang bisa menjalankan fungsi uang modern dengan sempurna yaitu fungsi alat tukar (medium of exchange), fungsi satuan pembukuan (unit of account), dan fungsi penyimpan nilai (store of value). Ketiga fungsi ini sebenarnya telah gagal diperankan oleh uang fiat dengan alasan sebagai berikut: (a) Uang fiat tidak bisa menerangkan secara Gambar 4. Harga Premium dalam Rupiah dan Point Sumber: Muhaimin (2007) 266 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268 Gambar 5. Tren Harga Minyak dalam US$ dan Dinar Sumber: Muhaimin (2007: 109) sempurna fungsi sebagai alat tukar yang adil karena nilainya yang berubah-ubah. Jumlah yang sama tidak bisa dipakai untuk menukar benda riil yang sama pada waktu yang berbeda, (b) Sebagai satuan pembukuan uang kertas juga gagal karena nilainya tidak konsisten, nilai uang yang sama tahun ini akan berbeda tahun depan, dua tahun lagi dan seterusnya. Catatan pembukuan yang mengandalkan yang fiat justru melanggar salah satu prinsip dasar akuntansi itu sendiri yaitu konsistensi, (c) sebagai fungsi penyimpanan nilai, jelas uang fiat sudah menbuktikan kegagalannya. Kita tidak dapat mengandalkan uang kertas kita sendiri untuk mempertahankan nilai kekayaan kita, di Amerika Serikat pun masyarakatnya yang cerdas mulai tidak mempercayai uang dollarnya karena nilainya turun tinggal kurang dari separuh selama enam tahun terakhir. Mengenai daya beli uang emas dinar dapat kita lihat dari hadits berikut: “Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata, ‘Saya mendengar penduduk bercerita tentang Urwah, bahwa Nabi SAW, memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau. Lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing. Kemudian ia menjual satu ekor dengan satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi SAW, mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya Urwah membeli debupun, ia pasti beruntung.” (HR Bukhari) yang dikutip dari Bahreisj (2005). Dari hadits tersebut di atas bisa diketahui bahwa harga seekor kambing di zaman Rasulullah adalah satu dinar. Kesimpulan ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang adil. Tentu beliau tidak akan menyuruh Urwah membeli kambing dengan uang yang kurang atau kelebihan. Fakta kedua adalah ketika Urwah menjual seekor kambing yang dibelinya, ia pun menjual dengan harga satu dinar. Memang sebelumnya Urwah berhasil membeli dua kambing dengan harga satu dinar, ini karena kepandaian beliau berdagang, sehingga ia dalam hadits tersebut didoakan secara khusus oleh Rasulullah SAW (Muhaimin 2008: 20-21). Mengapa emas bisa terjaga daya belinya sedangkan mata uang kertas tidak? Jawabannya adalah karena jumlah emas yang sudah diatur oleh Allah sedemikian rupa sehingga secara memadai memenuhi ke­butuhan manusia tetapi tidak pernah berlebihan yang bisa menyebabkan harganya rusak (Muhaimin, 2007). Alasan lain adalah Ketersediaan emas di seluruh dunia yang terakumulasi sejak pertama kalinya manusia menggunakannya sampai sekarang Jamaluddin, Fiat Money: Problem Dan Solusi...267 diperkirakan hanya berkisar 130.000 ton sampai 150,000 ton. Peningkatannya pertahun hanya berkisar antara 1,5% - 2,0%. Ini cukup, namun tidak berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia di seluruh dunia yang jumlah penduduknya tumbuh sekitar 1,2% per tahun (Landis 2003). Selanjutnya Hussein dan Idris (2009) menjeleaskan bahwa emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh Paleiothicman. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai Barbarous Relic (JM Keynes). Gambar yang menggambarkan hubungan antara dinar dan beberapa mata uang fiat dan hubungan antara dinar dan harga minyak dapat dilihat pada gambar 4 dan 5. SIMPULAN Dari paparan panjang lebar di atas, dapat disaksikan dengan gamblang tentang kegagalan pengunaan uang fiat. Lintasan sejarah telah memberikan pelajaran berharga tentang ragam kisah buruk rupanya uang fiat. Banyak negara dan situasi ekonomi telah merasakan dampak alat tukar produk kapitalisme liberalisme tersebut. Menyandarkan diri pada pelbagai pengalaman masa lalu, sebagai umat beragama, khususnya Islam, sangat pantaslah jika kita menoleh terhadap rekomendasi agama (Islam) tentang uang yang menjadi darah dari perekonomian di belahan dunia manapun ini. Teks otoritatif Islam dalam wujud Al Qura’an dan Al hadist telah cukup memberikan panduan tentang uang dan nilai tukarnya ini. Jawabannnya ada pada penggunaan dinar dan dirham. Di tengah buruk rupa penggunaan uang fiat, saatnya kita beralih ke dinar dan dirham sebagai solusi untuk mengatasi masalah keuangan. Keunggulan penggunaan Dina dan dirham sangat luas rentangnya. Salah satu yang dapat disebutkan adalah para penggunanya akan terbebas dari krisis moneter. Konsistensi nilai dalam kurun waktu panjang dapat menjadi jaminan kestabilan nilai tukar. Di samping itu, dengan dinar dan dirham kita akan terbebas dari belenggu kapitalisme, khususnya mata uang US$ dan Euro. Uang Fiat sebagai produk kapitalisme liberalisme telah mengakibatkan adanya dominasi satu atau dua mata uang tertentu dalam konstelasi perdagangan antar negara. Ini sebentuk ketidakadilan yang perl digerus. Tidak boleh ada dominasi satu mata uang (kuat) terhadap mata uang lainnya (yang lebih lemah). Dan dinar dan dirham-lah jawabannya. Matematika Uang waktu berjalan dalam ukuran nilai kebutuhan hidup saling menukar semula logam koin jadi pengendali dunia elemen logam kehilangan bunyi elemen perak nyaring berkilauan elemen emas mengalahkan derajat abad logam tanpa berat abad logam tanpa angka abad logam tanpa jaminan abad kertas memasuki rekening abad plastik menolak kejahatan abad hologram dimonopoli pasar bebas abad uang jadi sejarah neraca bangsa lembaran uang terlukis tokoh-tokoh dihiasi gambar kehormatan tercetak nomor seri dalam huruf tahun demi tahun mencari keseimbangan uang jadi simbol kekayaan uang jadi simbol kemiskinan namun yang hanya punya kekayaan uang itulah yang miskin! zaman digital jadi pembayaran zaman mesin jadi penipuan zaman kekuasaan jadi kegelapan zaman kebudayaan jadi proposal zaman kas bon jadi suku bunga zaman pengangguran jadi lintah darat zaman narkoba jadi mafia globalisasi lalu lintas uang bagai tupai melompat diburu dengan tangan-tangan panas pencucian uang tanpa jejak segepok kekuasaan melahirkan uang siluman pelampiasan ditukar uang laki-laki sedang kedamaian dekat dengan uang kolekte, dan pengiriman tunai tergantung sinyal matematika (Haris Kertorahardjo dikutip dari Haermanu 2011) 268 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2013, Hlm 257-268 DAFTAR RUJUKAN Al-Qur’anul Karim Anonim, 2013. Andai Aku Jadi Gayus Tambunan. Diunduh tanggal 24 Juni 2013. Hussen, B. 2005. Hadits Shalih Al-Jamiuh Shalih Bukhari Muslim. CV Daya Utama. Surabaya. Syauqi, B.I dan R.I. Handi, 2009. Menyambut Dinar-dirham. Diunduh tanggal 22 Juni 2013. Duncan H.D, 1962. The Establishment of Money as a Simbol of Community Life; Money as a Form of Transcendence. Bedminster Press. Alih Bahasa Kiki Alfian, 1997. Sosiologi Uang. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Merza, G. 2007. Fungsi Uang Dalam Islam. Diunduh tanggal 22 Juni 2013. Simmel, G. 2004. The Philosophy of Money, Third Enlarged Edition, Routledge Taylor & Francis Group. London and New York. Hermanu, 2011. Seri Lawasan Uang Kuno. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan Bentara Budaya. Jakarta. Hubbard G.R. 2002. Money, the Financial System, and the Economy, International Edition, Fourth Edition, Columbia University. Boston USA. Muhaimin, I. 2007. Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar & dirham. Spritual Learning Centre & Dinar Club Cimanggis. Depok. Muhaimin, I. 2008. Dinar Solution, Dinar sebagai Solusi, Gema Insani. Jakarta. Muhaimin, I. 2009. Dinar the Real Money, Dinar Emas, Uang & Investasiku, Gema Insani. Jakarta. Muhaimin, I. 2010. Dinar Nomics, Membangun Keberkahan Usaha dengan Uang yang Adil, Sinergi Publishing. Jakarta. Komaruddin, 1991. Uang di Negara sedang Berkembang, Bumi Aksara. Jakarta. Mishkin, F.S. 2008. The Economic of Money, Banking, and Financial Markets, Fourth Edition, Pearson Education Inc. New Jersey. Saidi, Z. 2009. Tantangan Dinarisasi, Diunduh tanggal 22 Juni 2013.