15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Hasil Belajar Geografi
Guru mempunyai tanggung jawab dalam mengantarkan siswa
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh siswa salah satu
rangkaian dalam proses pembelajaran. Menurut Suprijono (2009:3) belajar
merupakan serangkaian proses dalam menemukan dan mencari sendiri
pengetahuan dan pengalaman. Baik pengetahuan yang telah diperoleh dari
guru maupun diperoleh sendiri, sehingga ada perubahan setelah siswa
memperoleh pengetahuan.
Keberhasilan seorang guru dalam mengajar dilihat dari hasil belajar
siswa. Hasil belajar siswa diperoleh setelah mengikuti kegiatan belajarmengajar. Guru mempunyai peranan penting dalam meningkatkan hasil
belajar. Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar-mengajar berperan
dalam memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Hamalik (2007:135) menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
pernyataan dari kemampuan siswa dalam menguasai sebagian atau seluruh
kompetensi yang telah diberikan melalui proses pembelajaran. Kemampuan
diperoleh dari nilai akhir setelah siswa mengikuti proses pembelajaran.
Sehingga guru mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan
15
16
belajar
mengajar
yang
telah
dilaksanakan
dengan
pilihan
model
pembelajarannya.
Purwanto (2014:19) menyimpulkan bahwa penilaian hasil belajar
adalah kegiatan membandingkan objek yang dinilai dengan kriteria yang telah
ditentukan oleh guru dan dipahami oleh siswa. Penilaian dilakukan secara
subjektif terhadap seluruh siswa. Selain itu dalam penilaian harus
mengutamakan keobjektifan, sehingga siswa harus diperlakukan secara adil.
Penilaian ini diharapkan dapat mengetahui kemampuan siswa setelah
memperoleh perlakuan.
Sumaatmaja (1997) dalam Astina (2010:1) geografi adalah ilmu yang
mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut
pandang kelingkungan, kewilayahan, dalam konteks keruangan. Fenomena
yang terjadi di permukaan bumi yang menjadi pembahasan dalam geografi
akan dibahas melalui pendekatan geografi. Pendekatan geografi berfungsi
guna memberikan solusi dari setiap fenomena yang ada di permukaan bumi.
Pendekatan ini membawa pengaruh yang positif dalam kehidupan sehari-hari
bagi masyarakat khususnya sesuai dengan pokok permasalahan.
Bintarto (1997) dalam Astina (2010:2) geografi mempelajari
hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di permukaan bumi, secara fisik maupun yang menyangkut
makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan,
ekologi, regional untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan
pembangunan. Gejala di permukaan bumi yang dapat berubah sewaktu-waktu
17
dengan mengaitkan dengan manusia sebagai sumber permasalahan, sehingga
melalui
pendekatan
geografi
dapat
mempermudah
menyelesaikan
permasalahan dalam lingkungan sekitar baik lingkungan pedesaan dan
perkotaan.
Siswa satu dengan yang lainnya pasti akan memperoleh hasil belajar
yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut
Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya,
tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan
ekstern.
a.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, faktor ini meliputi.
1) Jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2) Psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kesiapan.
3) Kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan rohani.
b.
Faktor ekstern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar.
1) Keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2) Sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
18
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah.
3) Masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Hasil belajar dapat dinilai setelah siswa mengikuti tes tulis aspek
kognitif meskipun terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi. Guru telah
memberikan yang terbaik untuk siswa dalam proses belajar mengajar
terutama dalam pemilihan model pembelajaran. Model pembelajaran yang
sesuai dengan karakter siswa lebih mudah dalam meningkatkan perubahan
tingkah laku siswa.
Perbedaan hasil belajar siswa dapat diamati setelah siswa memperoleh
perlakuan dan selanjutnya diberi tes. Tes dibuat sesuai dengan tingkat
kesulitan mulai dari yang paling sederhana hingga yang kompleks.
Pembuatan tes sesuai dengan prinsip taksonomi Bloom yang telah direvisi.
Gunawan (2008:17) terdapat tiga klasifikasi umum atau ranah yang meliputi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah
direvisi Anderson dan Krathwohl (2001:66-88) meliputi: 1) mengingat
(Remember) atau C1 meliputi usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari
ingatan yang telah lampau, baik yang baru maupun yang lama. Mengingat
dapat berperan penting dalam pembelajaran pemecahan masalah yang
kompleks. Contoh kata kerja: menyebutkan, menjelaskan, menghafal,
mengurutkan, dan mengaitkan, 2) memahami (Understand) atau C2 meliputi
aktifitas menglasifikasikan dan membandingkan dari informasi yang diterima
19
dan kemampuan menjabarkan suatu materi. Contoh kata kerja: menjelaskan,
mengategorikan,
mencirikan,
membandingkan,
menguraikan,
dan
menerangkan, 3) mengaplikasikan (Apply) atau C3 meliuti proses kognitif
memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk menyelesaikan
permasalahan. Contoh kata kerja: menerapkan, menghitung, menggali,
menyusun, dan melatih, 4) menganalisis (Analyze) atau C4 meliputi
memecahkan permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari
permasalahan dan mencari keterkaitan dalam menyelesaikan masalah. Contoh
kata
kerja:
menganalisis,
memecahkan,
menyeleksi,
menegaskan,
menyimpulkan, dan mengaitkan, 5) mengevaluasi (Evaluate) atau C5
meliputi proses kognitif memberikan penilaian berdasar kriteria dan standar
yang telah ditentukan. Contoh kata kerja: membandingkan, menilai,
memprediksi, memerinci, dan memproyeksikan, 6) menciptakan (Create)
atau C6 meliputi proses kogitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama
serta mengarahkan siswa dalam menciptakan produk-produk baru yang
berbeda
dari
sebelumnya.
Contoh
kata
kerja:
mengategorikan,
mengombinasikan, merancang, menggeneralisasikan, dan memproduksi.
Hasil belajar geografi adalah skor yang diperoleh siswa setelah
mengerjakan tes akhir pada mata pelajaran geografi yang meliputi indikator
hasil belajar kognitif yaitu mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi.
Ranah kognitif yang digunakan dalam penelitian ini hanya meliputi
mengaplikasikan (apply) atau C3, menganalisis (analyze) atau C4, dan
mengevaluasi (evaluate) atau C5.
20
2.
Model Pembelajaran
Guru dalam menyampaikan materi dengan berbagai cara guna
memudahkan siswa dalam memahami materi yang akan disampaikan. Cara
tersebut dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam menerima
penjelasan guru. Terdapat berbagai cara dalam menyampaikan materi kepada
siswa dengan berbagai model pembelajaran. Menurut Rusman (2013: 133)
bahwa model pembelajaran dapat dijadikan sebagai pola dalam proses
pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan materi secara
efektif dan efisien guna tercapainya tujuan pendidikan. Model pembelajaran
juga dapat membantu guru dalam menyususn materi yang akan disampaikan
kepada siswa.
a.
Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah atau problem based
learning merupakan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa (student
center) (Etherington, 2011: 37). Siswa dituntut aktif dalam kegiatan
belajar mengajar serta dapat meningkatkan hasil belajar. Keaktifan siswa
dalam
berkelompok
membantu
siswa
dalam
bekerjasama
serta
peningkatan hasil belajar diperoleh melalui permasalahan di dunia nyata
secara kontekstual. Sumarmi (2012:148) menyimpulkan pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus
terhadap keaktifan siswa dengan mengarahkan siswa menjadi mandiri
yang terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran berkelompok.
21
Model pembelajaran berbasis masalah
dapat mengubah cara
belajar siswa. Siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan
guru sebagai fasilitator. Menurut Sujarwo (2011:152) menyimpulkan
bahwa pembelajaran berbasis masalah yang berlandaskan paradigma
konstruktif yang mementingkan siswa dan berorientasi pada proses
belajar siswa. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa akan
meningkatkan motivasi siswa dalam menggali atau mencari solusi dari
permasalahan yang disajikan. Siswa akan lebih bertanggung jawab,
karena dipercaya dapat belajar secara mandiri.
Masalah yang disajikan oleh siswa atau guru secara kontekstual
dan nyata akan meningkatkan pemahaman tersendiri. Ibrahim dan Nur,
2000 dalam (Rusman, 2013:241) pembelajaran berbasis masalah
merupakan pendekatan dalam proses belajar mengajar yang digunakan
untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang
berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar
bagaimana belajar. Belajar dalam pendekatan model pembelajaran
berbasis masalah lebih di arahkan pada permasalahan yang ada di
sekitarnya sehingga siswa akan berinteraksi secara langsung. Siswa
secara mandiri dan berkelompok memperoleh pengalaman-pengalaman
yang beragam dari masalah di sekitarnya.
Ngalimun (2014:90) melalui pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari
sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata
22
pada kehidupan sehari-hari sehingga dapat meningkatkan pemahaman
yang kompleks dan meningkatkan hasil belajar. Siswa diarahkan
terhadap
masalah
yang
terjadi
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Permasalahan yang disajikan sesuai dengan permasalahan yang ada di
lingkungan
siswa
sehingga
pembelajaran
bersifat
kontekstual.
Pembelajaran ini menekankan pada pemahaman siswa dengan situasi dan
kondisi yang dialami. Pembelajaran yang berpusat pada siswa lebih
bermakna dan bermanfaat dalam meningkatkan aktifitas dan kemampuan
berpikir kritis. Siswa dapat menemukan solusi dengan pemahaman dari
permasalahan yang dihadapi. Siswa tidak hanya belajar mengenai materi
dan aplikasi bayangan tetapi sesuai dengan kondisi lingkungan siswa.
Pengertian model pembelajaran berbasis masalah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan yang berfokus pada siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis secara mandiri yang terlibat
langsung dalam kelompok melalui permasalahan nyata dan kontekstual
untuk meningkatkan hasil belajar.
Johnson (2007) dalam Sumarmi (2012:149) mengemukakan
tahapan dalam pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 1) tahap
orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar,
3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahapan tersebut dapat
meningkatkan ketrampilan dan keaktifan siswa, juga memotivasi dalam
23
pembelajaran sekaligus baik untuk pembelajaran sepanjang hayat (long
life learning).
Tahapan pembelajaran berbasis masalah menurut Shoimin
(2014:131) dijelaskan sebagai berikut. 1) Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran. Menjelaskan masalah yang akan diberikan kepada siswa
sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Memotivasi siswa yang
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. 2) Guru
membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3) Guru mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai beserta referensireferensi yang mendukung jawaban dari setiap permasalahan, eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan, pengumpulan data, hipotesis, dan
pemecahan masalah. 4) Guru membantu siswa dalam merencanakan serta
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu siswa
berbagi tugas dengan temannya. 5) Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan. Siswa bersama guru menyimpulkan
tentang permasalahan yang telah disajikan dalam kelas, sehingga apabila
setiap kelompok mempunyai permasalahan yang berbeda diharapkan
semua siswa yang berbeda kelompok mengetahui masalah yang disajikan
oleh guru.
24
Tahapan pembelajaran berbasis masalah yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut.
Tabel 2.1 Tahap (fase) dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap (Fase)
Tahap 1
Mengorientasikan siswa
masalah
Aktivitas Guru
pada
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan
individu maupun kelompok
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang
diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Membantu
siswa
membatasi
dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi
Mendorong siswa mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan
Membantu
siswa
merencanakan
dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model, serta membantu mereka
untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Membantu siswa melakukan refleksi terhadap
penyelidikan dan proses-proses yang digunakan
selama berlangsungnya pemecahan masalah
Sumber: Arends (2004) dalam Ngalimun (2014:96)
b. Ceramah
Metode
ini
termasuk
dalam
metode
tradisional
dalam
menyampaikan materi di kelas. Penyampaian materi yang dilakukan guru
biasanya melalui penuturan lisan atau penjelasan langsung. Guru
menyampaikan materi yang telah ada di buku kemudian menjelaskan
kepada siswa secara langsung. Guru menyampaikan secara monolog atau
searah sehingga pembelajaran berpusat pada guru. Siswa sebagai
penerima materi yang bersifat pasif.
Guru setelah memberikan ceramah atau penyampaian materi juga
ada penugasan individu. Penugasan ini dilakukan setelah semua materi
25
disampaikan ke siswa. Siswa mengerjakan tugas dari guru secara
individu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak ada interaksi antar
teman, siswa yang pandai akan semakin pandai sedang siswa yang tidak
bisa semakin tidak bisa.
Kelebihan metode ceramah menurut Gulo (2002:137) adalah: a)
Hemat dalam penggunaan waktu dan alat. Materi yang banyak dapat
disampaikan dengan waktu yang singkat. Alat termasuk didalamnya
media pembelajaran sangat sederhana, bahkan tanpa menggunakan media
proses pembelajaran menggunakan ceramah dapat berlangsung. b) Dapat
membangkitkan minat dan antusias siswa. Minat dan antusisas siswa
akan muncul dari kepribadian seorang guru. Guru yang mempunyai
kepribadian menarik dan berwibawa akan berdampak pada antusias siswa
yang tinggi. Kepribadian seorang guru juga tercermin dalam penampilan
didalam kelas. Penampilan menjadi sarana komunikasi dengan siswa
secara langsung, karena penampilan yang bagus dan sopan dapat
memancarkan diri dalam menyampaikan materi. c) Membantu siswa
untuk mengembangkan kemampuan mendengarkan. Mendengarkan
materi yang disampaikan oleh guru dengan baik, sehingga melatih siswa
untuk konsentrasi dalam menerima materi tersebut. d) Merangsang
kemampuan siswa untuk mencari informasi dari berbagai sumber. Guru
menyampaikan materi di kelas secara sistematis. Pembelajaran ceramah
akan meningkatkan keingintahuan siswa untuk memahami materi yang
telah disampaiakan oleh guru. Beberapa materi yang menarik
26
menindaklanjuti siswa untuk mencari materi tersebut diberbagai sumber
belajar. e) Mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah
diketahui siswa. Kemampuan akan optimal apabila terdapat tanya jawab
antara siswa dan guru. Guru menyampaikan materi sesuai dengan bahan
ajar secara sistematis. Materi tersebut belum pernah diketahui siswa
sehingga siswa merasa menerima materi dengan mudah karena
pembahasan dari guru.
Kelemahan-kelemahan metode ceramah menurut Gulo (2002:140)
antara
lainnya adalah: a) Ceramah cenderung pada pola strategis
ekspositorik yang berpusat pada guru. Guru mengalami kesulitan untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam menerima materi yang telah
disampaikan. Siswa yang tidak mendengarkan secara serius akan
menimbulkan perbedaan pendapat antara penyampaian guru dengan
materi yang diterima siswa.
b) Metode ceramah cenderung
menempatkan posisi siswa sebagai pendengar dan pencatat. c)
Keterbatasan kemampuan pada tingkat rendah. Ceramah hanya dapat
mengembangkan kemampuan siswa pada tingkat pengetahuan dan
pemahaman. d) Proses ceramah berlangsung menurut kecepatan bicara
dan logat bahasa yang dipakai oleh guru. Kecepatan bicara guru dalam
metode ceramah mempunyai pengaruh besar dalam menyampaikan
materi. Guru yang terlalu cepat dalam menyampaikan materi akan
menyulitkan siswa dalam menerima dan merespon materi, sedangkan
27
guru yang terlalu lambat bicaranya mengakibatkan kelas menjadi hening
dan ngantuk atau bahkan siswa enggan untuk mendengarkan.
Metode ceramah dilandasi oleh teori behaviorisme yang
menyatakan adanya perubahan tingkah laku. Slameto (2010:2) belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan
yang terjadi sebagai hasil setelah siswa belajar melalui metode ceramah.
Teori behaviorisme menjadikan siswa pasif dan hanya menerima materi
dari guru. Menurut Suyono (2012:70) menyatakan bahwa kedudukan
siswa sebagai individu yang pasif yang selalu membutuhkan seorang
guru untuk memberikan motivasi belajar dan penguatan dalam proses
belajar-mengajar. Motivasi dalam belajar tidak tumbuh dari hati nurani
siswa, akan tetapi dari guru. Penguatan materi berasal dari guru, sehingga
siswa dianggap tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya.
Langkah-langkah metode ceramah dalam penelitian ini meliputi:
1) Tahap persiapan, a) merumuskan tujuan yang ingin dicapai, b)
Menentukan
pokok-pokok
materi
yang
akan
disampaikan,
c)
Mempersiapkan media atau alat bantu, 2) Tahap pelaksanaan: a)
Pembukaan, b) Penyajian atau penyampaian materi, c) Penutupan.
Penelitian ini menggunakan pengertian pembelajaran ceramah
adalah cara yang digunakan guru dalam memberikan materi dengan
membaca dan menjelaskan kepada siswa serta penugasan.
28
3.
Lingkungan Pedesaan dan Perkotaan
Lingkungan
sebagai
tempat
tinggal
makhluk
hidup
guna
berlangsungnya kehidupan. Menurut Suwarto (2012:9) lingkungan adalah
segala
sesuatu
yang
melengkapi
organisme
dalam
mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan. Lingkungan pedesaan dan perkotaan
mempunyai perbedaan besar dalam kehidupan manusia sehingga terjadi
interaksi. Lingkungan pedesaan dengan bentang alam berupa persawahan
dengan mata pencaharian sebagai petani. Kondisi sosial masyarakat pedesaan
masih memegang teguh goyong royong. Lingkungan perkotaan dengan
karakteristik wilayah berupa gedung sebagai pusat kegiatan. Kondisi sosial
masyarakat perkotaan bersifat individualis.
a. Pedesaan
Desa identik dengan tempat tinggal petani dengan segala aktivitas
pertaniannya. Desa mempunyai lahan yang begitu luas untuk wilayah
pertanian dan tidak padat penduduk. (Bintarto, 1983:11) menyatakan desa
sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan
lingkungannya. Hasil perpaduan itu diwujudkan dalam kenampakkan
fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi
antar unsur-unsurnya dan juga dalam hubungan dengan daerah lain. Secara
umum desa merupakan unit pemusatan penduduk yang bercorak agraris
dan terletak jauh dari kota.
William (1953) dalam Asy’ari (1993:95) mendefinisikan bahwa
desa adalah organisasi kehidupan sosial dengan batasan wilayah tertentu.
29
Organisasi sosial menyatakan bahwa desa harus berpenduduk dengan
berbagai organisasi-organisasi yang diciptakan oleh masyarakatnya.
Masyarakat di setiap wilayah mempunyai budaya dan kebiasaan tersendiri,
oleh karena itu batasan wilayah ini yang akan membedakan dengan
wilayah lain.
Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1979 desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah
langsung di bawah camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan
negara kesatuan Republik Indonesia.
Karakteristik desa akan memberikan gambaran tentang kondisi
suatu desa. Menurut Direktorat Jendral Pembangunan Desa ciri-ciri desa
sebagai berikut: 1) Perbandingan lahan dengan manusia (man land ratio)
cukup besar, 2) lapangan kerja yang dominan adalah agraris, 3) hubungan
kekerabatan kuat, 4) sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh
pada tradisi yang berlaku, 5) Gotong royong kuat, dan 6) hubungan antar
warga akrab.
Penelitian ini menggunakan pengertian lingkungan pedesaan adalah
tempat kehidupan masyarakat dengan segala aktivitasnya dengan mata
pencaharian sebagai petani.
b. Perkotaan
Kota dapat diartikan sebagai suatu jaringan kehidupan manusia
yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi, diwarnai dengan
30
strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Hal
yang membedakan desa dengan kota adalah masyarakat agraris, sedang
kota non agraris (Bintarto, 1983). Menurut menteri dalam negeri Republik
Indonesia No 4/1980 kota adalah wilayah yang mempunyai batas
administrasi dan mempunyai ciri non agraris.
Karakteristik kota akan memberikan gambaran tentang kondisi
suatu kota dengan ciri-ciri. Menurut Direktorat Jendral Pembangunan Desa
sebagai berikut: 1) terdapat tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan,
super market, pusat perdagangan, 2) terdapatnya pusat-pusat kegiatan,
sehingga banyak tempat parkir, 3) tempat rekreasi dan olah raga, 4)
pelapisan sosial ekonomi yang tajam, 5) sifat individualistik, 6) adanya
heterogenitas kehidupan, 7) hubungan bersifat kepentingan, dan 8) adanya
segregasi keruangan, sehingga dapat menimbulkan pengelompokkan.
Pengertian yang digunakan dalam penelitian ini lingkungan
perkotaan adalah tempat kehidupan dengan batas administrasi wilayah
dengan ciri non agraris dengan strata ekonomi yang heterogen.
Interaksi antara lingkungan pedesaan dan perkotaan akan mempunyai
pengaruh dalam masyarakat. Pengaruh sosial di lingkungan yang akan
berdampak dalam kehidupan dalam bersosialisasi. Sosialisasi menjadi hal
utama dalam masyarakat baik di pedesaan dan perkotaan. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari salah satunya
terdapat perbedaan hasil belajar antara lingkungan pedesaan dan perkotaan.
31
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian relevan yang dapat mendukung penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1.
Arnyana, 2006 penelitian berjudul ”Pengaruh Penerapan Model Belajar
Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung dipandu Strategi
Kooperatif terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA”. Hasil dari penelitian
mendapatkan kesimpulan bahwa model belajar berdasarkan masalah dapat
meningkatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan pengajaran
langsung, strategi kooperatif GI dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik
dibandingkan dengan strategi kooperatif STAD, dan interaksi model belajar
berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif GI memberikan pengaruh
paling baik dalam meningkatkan hasil belajar, diikuti berturut-turut oleh
interaksi model belajar berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif
STAD, dan interaksi model pengajaran langsung dengan strategi kooperatif
GI.
2.
Fachrurazi, 2011 penelitian berjudul ”Penerapan Pembelajaran Berbasis
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi
Matematis Siswa Sekolah Dasar”. Hasil dari penelitian mendapat kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemapuan berpikir kritis dan
kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar matematika
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran ceramah ditinaju dari faktor pembelajaran dan
level sekolah. Selain itu, berdasarkan data angket memperlihatkan bahwa
32
siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran berbasis masalah
sebagian besar bersikap positif terhadap pembelajaran matematika.
3.
Purwandari, 2014 penelitian berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran ProbPro-BL terhadap Jiwa Wirausaha Siswa SMK melalui Produksi Eksterior.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model
Prob-Pro BL melalui kegiatan observasi bahan galian, mengukur, dan
menentukan berat jenis bahan, mengukur dan menentukan volume rongga
beton, menghitung dan menentukan perbandingan campuran beton non pasir
(no-fines concrete), dan produksi eksterior berbahan agregat Sungai Logawa
berupa kerikil kerisik dan tengu dapat mempengaruhi jiwa wirausaha. Model
pembelajaran Prob-Pro BL dapat memberikan pengetahuan kewirausahaan
serta mempengaruhi jiwa wirausaha siswa melalui permasalahan nyata di
lapangan, yang dilanjutkan dengan proyek membuat eksterior beton tempel
dinding menggunakan teknologi no-finesi concrete.
4.
Agustina, 2012 dengan judul ”Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa
Universitas Kanjuruhan Malang pada Matakuliah Hidrologi”. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai rata-rata
kelas eksperimen dan kontrol baik pada kemampuan berpikir kritis maupun
kreatif. Berdasarkan hasil uji-t kemampuan berpikir kritis pada p-level adalah
0,011 dan kemampuan berpikir kreatif diperoleh sigifikansi pada p-level
adalah 0,002. Kedua data p-level tersebut lebih kecil dari signifikansi yaitu
0,05 (p < 0,05). Jadi kesimpulannya ”ada pengaruh model PBM terhadap
33
kemampuan berpikir kritis dan kreatif”. Hasil uji lanjut untuk mengetahui
besar pengaruh model PBM terhadap kemampuan berpikir kritis diperoleh
nilai yang me-nunjukkan 12% sedangkan kemampuan berpikir kreatif
diperoleh nilai 20,7%.
5.
Mariam, 2013 dengan judul ”Perbedaan Hasil Belajar pada Sub-Konsep
Insekta antara Siswa di Pedesaan dengan Siswa di Pusat Kota Bekasi (Studi
Deskriptif terhadap Siswa SMA Kelas X di Bekasi pada Tahun Pelajaran
2006/2007)”. Hasil pengujian dengan memakai uji-t menghasilkan nilai t
hitung sebesar 1,816, sedangkan nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 95%
dengan db = 78 melalui interpolasi menghasilkan nilai 1,667, kriteria
pengujian hipotesanya terima H1, jika nilai t hitung > t tabel. Dari hasil di
atas, nilai t hitung (1,816) > t tabel (1,667), hal ini berarti tolak H0 dan terima
H1. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan hasil
belajar pada sub-konsep insekta antara siswa di pedesaan dengan siswa di
pusat kota Bekasi pada kelas X SMA pada tahun pelajaran 2006/2007.
6.
Pradnyana, 2013 dengan judul ”Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
terhadap Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV
SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama: terdapat perbedaan
motivasi belajar yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran
berbasis masalah dan siswa yang mengikuti pembelajaran ceramah (F=58,671
dan Sig.=0,000; p<0,05), kedua: terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran
berbasis masalah dan siswa yang mengikuti pembelajaran ceramah (F=15,438
34
dan Sig.= 0,000; p<0,05), ketiga: secara simultan terdapat perbedaan motivasi
belajar dan prestasi belajar matematika yang signifikan antara siswa yang
mengikuti pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mengikuti
pembelajaran ceramah (F=35,359 dan Sig.=0,000; p<0,05).
7.
Mahendra, 2014 dengan judul ”Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
Masalah terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD”. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai hasil belajar
IPA antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah dan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran ceramah.
Jadi, model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap hasil
belajar IPA pada siswa kelas V SD di gugus XV Kecamatan Buleleng tahun
pelajaran 2013/2014.
Penelitian ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Perbedaan tersebut terletak pada subjek
penelitian yaitu siswa dan materi. Siswa yang menjadi subjek penelitian yaitu
Kelas XI-IPS Tahun Pelajaran 2015/2016, sedang materi yang digunakan dalam
penelitian meliputi kompetensi dasar aspek kependudukan. Variabel moderator
juga mempunyai perbedaan yang akan diteliti, yaitu sekolah pada lingkungan
pedesaan dan perkotaan. Sekolah di lingkungan pedesaan yang diambil satu
sebagai sampel dan satu dari sekolah di lingkungan perkotaan. Pengambilan
sampel sekolah di lingkungan pedesaan dan perkotaan sesuai dengan indikator
dalam penentuan lingkungan.
35
C. Kerangka Berpikir
Paradigma dalam penelitian ini adalah pembelajaran model berbasis
masalah ditinjau dari lingkungan pedesaan dan perkotaan akan lebih efektif dan
berpengaruh positif dibandingkan dengan pembelajaran ceramah karena:
1.
Perbedaan Hasil Belajar Geografi Kompetensi Dasar Menganalisis Aspek
Kependudukan pada Siswa Kelas XI-IPS yang Menggunakan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Ceramah
Model pembelajaran berbasis masalah lebih menekankan pada
keaktifan siswa dalam belajar. Siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam
mencari referensi berkaitan dengan informasi atau masalah yang diberikan
oleh guru. Melalui informasi tersebut siswa berusaha menemukan solusi atau
jawaban dari setiap permasalahan yang dapat menimbulkan masalah baru dari
siswa sendiri. Rasa penasaran dari siswa memberikan pengetahuan tersendiri
sehingga siswa selalu mempunyai keinginan untuk belajar dalam menemukan
solusi.
Model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa akan
berpengaruh terhadap hasil belajar geografi. Pengalaman siswa dari rasa ingin
tahu yang tinggi dapat berpengaruh terhadap kemampuan dalam berpikir
kritis. Kemampuan siswa terus diasah dan dikembangkan yang akan
berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
Pembelajaran
ceramah
yang
digunakan
guru
dalam
proses
pembelajaran berpusat pada guru. Guru menguasai kelas sehingga siswa
cenderung pasif menerima materi yang disampaikan. Siswa kurang
memahami secara nyata dan hanya secara abstrak atau dalam teori saja.
36
Uraian di atas dapat diduga bahwa hasil belajar geografi kompetensi
dasar menganalisis aspek kependudukan yang menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada pembelajaran ceramah.
2.
Perbedaan Hasil Belajar Geografi Kompetensi Dasar Menganalisis Aspek
Kependudukan pada Siswa Kelas XI-IPS di Lingkungan Pedesaan yang
Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Ceramah
Lingkungan mempunyai pengaruh dalam menentukan hasil belajar
siswa. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh sarana dan prasarana sekolah
serta motivasi dari orang tua terhadap keberhasilan siswa. Koleksi buku di
perpustakaan yang belum lengkap akan menghambat siswa dalam membaca
referensi yang dibutuhkan serta keinginan siswa dalam mencari referensi lain
selain pegangan siswa, sehingga siswa akan kesulitan dalam belajar dan akan
berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Lingkungan pedesaan diketahui sarana
dan prasarananya tersebut apabila guru menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah siswa akan mengalami kesulitan. Siswa lebih mudah
menerima pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab. Sehingga hasil
belajar
siswa
di
lingkungan
pedesaan
yang
menggunakan
model
pembelajaran berbasis masalah lebih rendah daripada pembelajaran ceramah.
Pengaruh teman dalam pergaulan sehari-hari juga memberikan
pengaruh besar bagi masa depan siswa. Siswa yang mempunyai teman
dengan pendidikan yang ditempuh baik dapat memberikan motivasi dalam
belajar, sedang siswa yang mempunyai pergaulan dengan teman yang tidak
sekolah akan menghambat prestasi dan semangat sekolah. Hal ini perlu
diperhatikan bagi orang tua siswa dan keluarga, karena lingkungan sosial
37
lebih mempunyai pengaruh dalam keberhasilan siswa belajar dan meraih citacita. Dukungan dan perhatian orang tua perlu ditingkatkan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Uraian di atas diduga bahwa hasil belajar geografi kompetensi dasar
menganalisis
aspek
kependudukan
di
lingkungan
pedesaan
yang
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih rendah daripada
ceramah.
3.
Perbedaan Hasil Belajar Geografi Kompetensi Dasar Menganalisis Aspek
Kependudukan pada Siswa Kelas XI-IPS di Lingkungan Perkotaan yang
Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Ceramah
Hasil belajar siswa di lingkungan perkotaan dengan menggunakan
pembelajaran berbasis masalah akan mempunyai perbedaan dibanding dengan
di lingkungan pedesaan. Hal ini dipengaruhi oleh sarana dan prasarana
sekolah yang sudah maju yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar.
Keingintahuan siswa yang tinggi berpengaruh terhadap hasil belajar. Usaha
siswa dalam menambah materi pelajaran di luar jam pelajaran dengan
mengikuti bimbingan belajar, hal ini akan menambah pengetahuan siswa.
Sehingga model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada
pembelajaran ceramah.
Model pembelajaran berbasis masalah meningkatkan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah. Masalah yang disajikan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari dan di lingkungan sekitarnya. Model seperti ini dapat
membantu siswa dalam menemukan solusi dari permasalahan dan bisa
diterapkan di lingkungan tempat tinggalnya.
38
Pembelajaran
ceramah
melalui
tahapan menyampaian materi,
penugasan, dan diskusi. Materi yang disampaikan seperti sajian dalam buku
pegangan siswa beserta latihannya. Selanjutnya diskusi kelompok secara acak
tanpa memperhatikan kemapuan siswa pada nilai sebelumnya.
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa hasil belajar geografi
kompetensi dasar menganalisis aspek kependudukan di lingkungan perkotaan
yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi
daripada ceramah.
4.
Terdapat Pengaruh Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Lingkungan
Pedesaan dan Perkotaan terhadap Hasil Belajar Geografi Kompetensi Dasar
Menganalisis Aspek Kependudukan pada Siswa Kelas XI-IPS
Hasil belajar geografi di lingkungan perkotaan mempunyai
perbedaan dibanding dengan lingkungan pedesaan. Hal ini dipengaruhi oleh
sarana dan prasarana dari lingkungan sekolah tersebut. Siswa pedesaan
cenderung malas untuk mencari referensi dalam menemukan jawaban.
Keingintahuan yang rendah dalam menemukan solusi dari permasalahan yang
disajikan guru. Pengaruh interaksi ini juga disebabkan dari lingkungan sosial
siswa dalam memilih teman dalam bermain, orang tua, dan guru. Cara
memilih teman dalam bergaul juga akan berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah dengan ceramah terdapat pengaruh interaksi
antara lingkungan pedesaan dan perkotaan terhadap hasil belajar. Interaksi ini
disebabkan adanya perbedaan siswa di lingkungan pedesaan dan perkotaan
berbeda dalam menerima penyampaian materi dari guru.
39
Dengan demikian diduga bahwa ada pengaruh interaksi antara
model pembelajaran dengan lingkungan pedesaan dan perkotaan terhadap
hasil belajar geografi kompetensi dasar menganalisis aspek kependudukan.
Kerangka berpikir dari penelitian ini digambarkan dalam diagram
alir sebagai berikut.
Kompetensi Dasar
Aspek Kependudukan
Pembelajaran yang
spasial dan kontekstual
Proses pembelajaran
inovatif dan kreatif
Penggunaan Model
Pembelajaran
Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Pembelajaran Cermah
Lingkungan
Pedesaan
1.
2.
3.
4.
Perkotaan
PBM > Ceramah
Di pedesaan PBM < Ceramah
Di perkotaan PBM > Ceramah
Interaksi antara Model Pembelajaran dan
Lingkungan Pedesaan dan Perkotaan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
40
D. Hipotesis
1.
Hasil belajar geografi kompetensi dasar menganalisis aspek kependudukan
pada siswa kelas XI-IPS yang menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah lebih tinggi daripada pembelajaran ceramah.
2.
Hasil belajar geografi kompetensi dasar menganalisis aspek kependudukan
pada siswa kelas XI-IPS di lingkungan pedesaan yang menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah lebih rendah daripada pembelajaran ceramah.
3.
Hasil belajar geografi kompetensi dasar menganalisis aspek kependudukan
pada siswa kelas XI-IPS di lingkungan perkotaan yang menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada pembelajaran ceramah.
4.
Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan lingkungan
pedesaan dan perkotaan terhadap hasil belajar geografi kompetensi dasar
menganalisis aspek kependudukan pada siswa kelas XI-IPS.
Download