BAB 7 MEDIA PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan kajian bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami tentang pengembangan media pembelajaran melalui penyusunan rancangan, penulisan naskah, produksi, media pembelajaran serta evaluasi program media. A. Penyusunan Rancangan 1. Pengertian Bila Anda akan membuat program media pembelajaran Anda diharapkan dapat melakukannya dengan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat perencanaan itu ada beberapa pertanyaan yang perlu Anda jawab. Pertama Anda perlu bertanya mengapa Anda ingin membuat program media itu? Apakah program media itu ada kaitannya dengan proses belajar mengajar tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula? Untuk siapakah program media itu Anda buat? Untuk orang dewasakah, anakanakkah, mahasiswakah, siswa SMTP-kah, atau masyarakat pada umumnya? Kalau Anda sudah dapat menentukan siapa yang akan menjadi sasaran dari program media yang Anda buat, masih perlu ditanyakan bagaimana karakteristik sasaran Anda itu? Betulkah program media itu mereka perlukan? Perubahan tingkah laku apa yang Anda harapkan akan terjadi bila mereka selesai belajar menggunakan media yang Anda buat? Sebaliknya bila mereka tidak menggunakan media yang Anda buat itu apakah mereka akan mengalami kerugian tertentu secara intelektual? Anda juga perlu memikirkan apa materi yang perlu disajikan melalui media itu supaya pada diri siswa terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan harapan Anda? Bagaimana urutan materi itu harus disajikan? Tentu saja Anda perlu memikirkan bagaimana Anda akan mengetahui bahwa pada diri sasaran didik Anda telah terjadi perubahan tingkah laku itu. Apa ukuran yang dapat Anda gunakan? Bila pertanyaan-pertanyaan di atas disusun secara lebih sistematik maka urutan dalam mengembangkan program media itu dapat diutarakan sebagai berikut: a. menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa;. b. merumuskan tujuan instruksional (instructional objective) dengan operasional dan khas c. merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya 100 tujuan; d. mengembangkan alat pengukur keberhasilan; e. menulis naskah media; f. mengadakan tes dan revisi. Bila langkah-langkah tersebut digambarkan dalam bentuk flow chart, akan diperoleh model pengembangan di halaman berikut. 2. Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Siswa Dalam proses belajar mengajar yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang mereka miliki sekarang. Bila yang kita inginkan, misalnya, siswa dapat menguasai 1000 kosa kata bahasa Inggris, Perumusan butirbutir materi Identifikasi Kebutuhan Perumusan alat pengukur keberhasilan Perumusan Tujuan Penulisan Re visi ? naskah media Tidak Naskah siap Tes/Uji coba produksi sedangkan saat ini mereka hanya menguasai 200 kata, ada kesenjangan 800 kata. Dalam hal ini terdapat kebutuhan untuk mengajar 800 kata bahasa Inggris kepada siswa itu. Bila yang kita inginkan ialah siswa dapat menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi, sedangkan pada saat ini mereka baru dapat menjumlahkan saja, kebutuhan pembelajaran itu ialah kemampuan dan keterampilan dalam mengurangi, mengalikan dan membagi. Bila yang kita inginkan ialah siswa dapat bersikap bersih dan menghargai kebersihan, sedangkan pada saat ini mereka masih suka membuang sampah sembarangan, belum bersedia mandi dan gosok gigi atas Kemauan sendiri, tidak merasa risi memakai baju kotor dan sebagainya, jelas sekali masih terdapat kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan yang ada saat ini. Dari kesenjangan itu dapat diketahui apa yang diperlukan atau dibutuhkan siswa. 101 Jika kita membuat program media tentu saja kita berharap program yang kita buat itu akan digunakan atau dimanfaatkan oleh siswa. Program tersebut hanya akan digunakan kalau program itu memang mereka perlukan. Jadi, sebelum kita membuat sesuatu program media tentulah kita harus bertanya apakah program itu diperlukan? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu kita harus bertanya kemampuan, atau keterampilan, sikap apakah yang ingin dimiliki siswa? Mengenai kemampuan, keterampilan atau sikap yang diinginkan itu dapat diketahui dengan berbagai cara. Mungkin sesuatu keterampilan atau kemampuan diinginkan untuk dimiliki siswa karena tuntutan lapangan kerja. Seorang sekretaris dituntut untuk dapat mengetik dengan cepat dan berbahasa Inggris dengan lancar. Karena itu kemampuan atau keterampilan mengetik dan berbahasa Inggris merupakan kemampuan dan keterampilan yang diinginkan untuk dimiliki oleh para calon sekretaris. Apa yang diinginkan itu dapat juga merupakan tuntutan lingkungan, misalnya norma masyarakat. Seorang pengendara mobil dituntut untuk mengetahui peraturan lalu lintas, baik peraturan formal yang dituntut untuk dimiliki setiap calon pengemudi mobil sebelum memperoleh SIM maupun konvensi yang berlaku di masyarakat setempat. Apa yang diinginkan itu dapat juga dilihat dari tuntutan kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun ajaran dituntut untuk memiliki sejumlah kemampuan, dan sikap yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Pada awal tahun ajaran tentu terdapat kesenjangan yang sangat besar antara apa yang dituntut oleh kurikulum itu dengan apa yang telah dimiliki siswa. Kesenjangan itulah yang merupakan kebutuhan siswa kelas enam itu yang merupakan acuan bagi guru dalam menyusun bahan ajaran yang perlu diberikan kepada siswa. Di atas telah dibicarakan bahwa jika kita membuat program media, program itu perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Karena setiap kelompok siswa pada hakikatnya mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, kita perlu menentukan secara khas siapa sesungguhnya siswa yang akan kita layani dengan media itu. Membuat program untuk siswa SD tentu berbeda dengan membuat program untuk siswa SMTP, dan akan sangat berbeda dengan program untuk mahasiswa. Hampir tidak mungkin untuk membuat sebuah program yang sesuai untuk semua tingkat umur atau semua jenjang kelas atau sekolah. Karena itu, kita harus menentukan dengan pasti dan jelas siapa siswa kita. Bila kita telah menemukan siapa siswa yang menjadi sasaran program media yang sedang kita susun, kita harus meneliti karakteristik apa yang dimiliki oleh 102 siswa kita itu. Sebagai perancang program media kita harus dapat mengetahui pengetahuan atau keterampilan awal siswa. Yang dimaksud dengan pengetahuan/keterampilan yang telah dimiliki siswa sebelum ia mengikuti kegiatan instruksional. Suatu program media akan dianggap terlalu mudah bagi siswa bila siswa tersebut telah memiliki sebagian besar pengetahuan/keterampilan yang disajikan oleh program media itu. Sebaliknya program akan dipandang terlalu sulit bagi siswa bila siswa belum memiliki pengetahuan/ keterampilan prasyarat yang diperlukan siswa sebelum menggunakan program media itu. Pengetahuan prasyarat ialah pengetahuan/keterampilan yang harus telah dimiliki siswa sebelum menggunakan media itu. Misalnya, seorang siswa yang ingin belajar ucapan dan percakapan dalam bahasa Inggris melalui kaset audio hanya akan dapat mengikutinya dengan baik bila ia telah mempunyai cukup banyak perbendaharaan kosakata dan telah terampil menggunakan struktur kalimat sederhana. Bila syarat tersebut belum dimilikinya, program tersebut akan terlalu sukar baginya. Siswa akan menemui kesulitan mempelajari perkalian 5 x 476, bila mereka belum memiliki keterampilan mengalikan 5 x 4; 5 x 7 dan 5x6. Perkalian 5x4 dan sebagainya itu merupakan keterampilan prasyarat untuk mengalikan 5 x 476. Program yang terlalu mudah akan membosankan siswa. Hal tersebut sedikit sekali manfaatnya karena siswa tidak memperoleh tambahan kemampuan atau keterampilan. Pada diri siswa tidak akan terjadi perubahan perilaku. Tujuan instruksional yang ingin dicapai telah dikuasai sebelum siswa belajar dari program media itu. Sebaliknya, program media yang terlalu sulit akan menimbulkan frustrasi siswa. Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa tidak dapat diserap dengan baik karena mereka belum memiliki bekal keterampilan intelektual yang cukup untuk menerima pengetahuan atau keterampilan baru itu. Pada diri siswa tidak terjadi perubahan perilaku sesuai dengan yang diharapkan. Sebelum program dibuat kita harus meneliti dengan baik pengetahuan awal maupun pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa yang menjadi sasaran program kita. Penelitian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tes. Bila tes ini tidak dapat dilakukan karena persoalan biaya, waktu, maupun alasan lainnya pengembangan program sedikitnya harus dapat membuat asumsi-asumsi mengenai pengetahuan dan keterampilan prasyarat yang harus dimiliki siswa serta pengetahuan awal yang diduga telah dimiliki siswa. 103 3. Perumusan Tujuan Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tujuan dapat memberi! arah tindakan yang kita lakukan. Tujuan ini juga dapat dijadikan acuan ketika kita mengukur apakah tindakan kita betul atau salah, ataukah tindakan kita berhasil atau gagal. Contoh : Seorang ibu sebelum berangkat pergi rapat berpesan kepada putrinya yang masih duduk di kelas VI SD sambil memberikan uang dua ribu rupiah: "Nak, ibu akan pergi rapat pergilah kamu ke pasar. Ini uangnya". Sang anak saat itu sedang membutuhkan sebuah tas untuk keperluan sekolahnya, langsung pergi ke pasar dan membelanjakan uangnya untuk membeli sebuah tas yang bagus. Dalam kasus seperti ini dapatkah ibu tadi memarahi putrinya? Tentunya tidak dapat, sebab ia memang tidak pernah mengatakan kepada putrinya untuk apa uang itu diberikan. Karena tujuan tidak jelas dalam kasus ini tidak terdapat tolok ukur yang jelas yang dapat mempersalahkan tindakan putri ibu tadi. Contoh Seorang ayah selesai makan siang memberikan uang lima ribuan kepada anaknya yang masih duduk di kelas IV SD, sambil berkata: "Nak, pergilah ke warung depan, belikan bapak rokok". Sang anak lari ke warung depan rumah dengan cekatan. Sesampai di warung bingung rokok apa yang harus ia beli. Berapa jumlah rokok yang harus dibelinya. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli rokok X sebanyak 10 bungkus. Sesampai di rumah ayahnya terkejut dan agak jengkel karena sesungguhnya ia menginginkan rokok Y dan ia hanya ingin membeli sebungkus saja. Siapa yang bersalah dalam hal ini? Ayah sesungguhnya telah memberi petunjuk tentang apa yang harus dibeli. Jadi, Ayah sudah menentukan tujuan dari tindakan yang harus dilakukan si anak. Tetapi tujuan tersebut kurang jelas dan kurang spesifik. Karena itu dapat menimbulkan salah tafsir. Dalam proses belajar mengajar, tujuan instruksional merupakan faktor yang sangat penting. Tujuan dapat memberi arah ke mana siswa akan pergi, bagaimana ia harus pergi ke sana, dan bagaimana ia tahu bahwa telah sampai ke tempat tujuan. Tujuan ini merupakan pernyataan yang menunjukkan perilaku yang harus dapat dilakukan siswa setelah ia mengikuti proses instruksional tertentu. Contoh, siswa 104 diberikan gambar berbagai jenis binatang, siswa dapat membedakan binatang bertulang belakang dari binatang yang tidak bertulang belakang, tanpa berbuat kesalahan. Dengan tujuan seperti itu, baik guru maupun siswa dapat mengetahui dengan pasti perilaku apa yang harus dapat dilakukan siswa setelah proses instruksional selesai. Siswa dapat membedakan gambar binatang bertulang belakang dari yang tidak bertulang belakang. Dengan tujuan yang jelas seperti itu guru dapat menentukan materi pelajaran yang sesuai untuk dipelajari siswa supaya tujuan tercapai. Dengan tujuan itu pula guru dapat menentukan alat pengukur yang tepat untuk menilai apakah siswa telah berhasil mencapai tujuan atau belum. Untuk dapat merumuskan tujuan instruksional dengan baik ada beberapa ketentuan yang perlu diingat. a. Tujuan instruksional harus berorientasi kepada siswa bukan berorientasi kepada guru. Hal yang perlu dinyatakan dalam tujuan harus perilaku yang dapat dilakukan atau yang diharapkan dapat dilakukan siswa setelah proses instruksional selesai. Jadi, tujuan ini harus berorientasi kepada hasil. Tujuan tidak menyatakan apa yang harus dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar karena bukan perilaku guru yang dipentingkan, melainkan perilaku siswa. Jadi, bukan proses mencapai tujuan itu yang penting melainkan hasil akhirnya. Contoh: 1. Siswa kelas III SMP dapat membuat kalimat pasif dalam simple past tense. (Tujuan ini baik karena berorientasi pada siswa). 2. Guru menerangkan cara membuat kalimat pasif. (Tidak baik karena berorientasi pada guru). b. Tujuan harus dinyatakan dengan kata kerja yang operasional. Artinya, kata kerja itu menunjukkan perbuatan yang dapat diamati atau yang hasilnya dapat diukur. Misalnya, siswa SD kelas V dapat mengalikan 8 x 12,5 tanpa bantuan alat tulis maupun alat lainnya. Dalam hal ini. hasil perilaku mengalikan dapat diukur. Bila hasilnya 100, siswa tersebut dapat mengalikan dengan betul. Kata kerja yang tidak operasional kurang baik dipakai dalam perumusan tujuan karena dapat menimbulkan berbagai interpretasi. Contoh: Mahasiswa jurusan seni rupa tingkat I mengerti komposisi gambar yang baik. Kata mengerti dalam rumusan tujuan di atas menimbulkan berbagai salah tafsir. Bila siswa dapat membedakan gambar yang komposisinya baik dari yang tidak baik dapat dikatakan bahwa siswa mengerti komposisi gambar yang baik. Bila siswa dapat 105 menggambar dengan komposisi yang baik, dikatakan juga siswa mengerti komposisi gambar yang baik. Bila siswa dapat memberi penjelasan tentang gambar yang komposisinya baik, ia dapat juga dikatakan mengerti komposisi gambar yang baik. Jadi kata mengerti dalam tujuan itu sedikitnya mempunyai tiga macam tafsiran. Dengan demikian baik guru maupun siswa menjadi kurang jelas kemampuan apa sesungguhnya yang diharapkan dapat dilakukan siswa. Di bawah Anda dapat membandingkan kata kerja-kata kerja yang operasional dari yang tidak operasional. Contoh: Kata kerja operasional Kata kerja tidak operasional membedakan mengerti mengidentifikasi mengetahui menuliskan menghargai memecahkan percaya menyusun menyukai, membandingkan dan sebagainya membuat dan sebagainya. Perumusan tujuan memiliki dua jenis tujuan instruksional, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional umum atau terminal instructional objectives adalah tujuan akhir dari sesuatu kegiatan instruksional. Tujuan pembelajaran khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. Satu tujuan umum biasanya mempunyai beberapa tujuan instruksional khusus. Sebelum kita berhasil mencapai tujuan instruksional umum kita harus dapat mencapai seluruh tujuan instruksional khusus itu. Karena itu tujuan instruksional khusus ini sering kali disebut juga tujuan perantara, yaitu tujuan yang menjadi perantara untuk tercapainya tujuan instruksional umum. Dalam merumuskan tujuan instruksional khusus kita dapat bertanya kepada diri kita. Pertanyaannya adalah kemampuan atau keterampilan apa yang harus dapat dilakukan siswa sebelum ia dapat melakukan perilaku seperti yang dituntut oleh tujuan umum? Contoh: Tujuan Instruksional Umum: Diberikan sebuah kamera dan satu rol film peserta latihan, dapat mengambil gambar dengan komposisi yang baik dan menghasilkan gambar yang tajam. Tujuan Instruksional Khusus: 1) Peserta latihan dapat memasang film ke dalam kamera tanpa bantuan dan pemutar 106 film dapat diputar dengan baik. 2) Peserta dapat menyesuaikan ASA dalam kamera dengan ASA film 3) Peserta dapat mengatur diapraghma sesuai dengan keadaan sinar yang ada dan kecepatan yang digunakan sehingga gambar tidak kelebihan atau kekurangan sinar. 4) Peserta dapat membedakan komposisi gambar yang baik dan yang tidak baik. 5) Peserta dapat mengatur fokus sehingga gambar yang dihasilkan tajam. 6) Peserta dapat membidikkan kamera tanpa goyangan sehingga gambar cukup tajam. Ketika kita merumuskan tujuan instruksional khusus, kita harus mengusahakan supaya tujuan khusus itu lengkap. Artinya, semua kemampuan atau keterampilan yang ada dalam lingkup tujuan instruksional umum harus ada tujuan khususnya. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa tujuan pembelajaran umum itu baru dapat tercapai bila masing-masing tujuan instruksional khusus telah tercapai. Rumusan tujuan instruksional khusus harus diusahakan supaya tujuan tersebut jelas dan spesifik. Karena itu biasanya tujuan khusus itu lingkupnya kecil dan hanya mempunyai satu kata kerja saja. Sebuah tujuan instruksional yang lengkap mempunyai empat unsur, yaitu: A = Audience - dalam sebuah tujuan instruksional harus jelas siapa sasaran didik kita. B = Behavior - sebuah tujuan harus menyatakan dengan jelas perilaku apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa pada akhir kegiatan pembelajaran, C = Condition - tujuan harus secara jelas menyebutkan dalam kondisi yang bagaimana siswa diharapkan dapat mendemonstrasikan kemampuannya atau keterampilannya. D = Degree - tujuan harus secara jelas menyebutkan tingkat keberhasilan yang diharapkan dapat dicapai siswa. Contoh sebuah tujuan instruksional yang lengkap: Diberikan sebuah kamera dan satu rol film peserta penataran C Produksi media dapat mengambil gambar foto dan gambar yang dihasilkannya mempunyai komposisi yang baik dan ketajaman yang cukup. D Tujuan tersebut di atas dianggap lengkap karena mengandung unsur-unsur 107 sebagai berikut: Audience = peserta penataran produksi media Behavior = dapat mengambil gambar foto Condition = diberikan sebuah kamera dan satu rol film Degree = gambar yang dihasilkannya mempunyai komposisi yang baik dan ketajaman yang cukup. Keuntungan bila tujuan dirumuskan lengkap seperti contoh di atas adalah baik penatar maupun petatar mengetahui bahwa petatar bukan dituntut untuk sekadar dapat mengambil gambar, melainkan mereka harus dapat memasang filmnya (kondisinya) dan gambar yang dihasilkan harus memenuhi tingkat kualitas tertentu (degreenya) Kondisi (condition) yang dimaksudkan dalam perumusan tujuan ini ialah hal-hal yang boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan atau alat yang boleh atau yang tidak boleh digunakan pada saat siswa mendemonstrasikan kemampuan atau keterampilannya saat dinilai. Misalnya, menerjemahkan dengan menggunakan kamus, mengerjakan soal tanpa melihat rumus, menyebutkan nama ibu kota provinsi dengan melihat peta buta, dan sebagainya. Degree yang dimaksudkan dalam perumusan tujuan ini ialah tingkat kemampuan yang diharapkan, misalnya lari 100m dengan kecepatan W menyebutkan sila-sila Pancasila dengan urutan yang benar, menyebutkan sedikitnya Z4 nama ibukota provinsi di Indonesia. 4. Pengembangan Bahan Ajar Ibaratkan orang mau bepergian, setelah tempat yang akan dituju jelas langkah berikutnya yang perlu dipikirkan ialah bagaimana caranya supaya sampai ke tempat yang akan dituju itu? Dalam proses belajar mengajar ini hal serupa itu harus dilakukan pula. Setelah tujuan instruksional jelas, setelah kita mengetahui kemampuan dan keterampilan apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, kita harus memikirkan bagaimana caranya supaya siswa memiliki kemampuan dan keterampilan tersebut. Bahan pelajaran apa yang harus dipelajari atau pengalaman belajar apa yang harus dilakukan siswa supaya tujuan instruksional itu tercapai? Untuk dapat mengembangkan bahan instruksional yang mendukung tercapainya tujuan itu, tujuan yang telah dirumuskan tadi harus dianalisis lebih lanjut. Seperti halnya pada waktu kita merumuskan tujuan khusus kita bertanya kemampuan apa yang harus dimiliki siswa sebelum ia memiliki kemampuan yang dituntut oleh tujuan umum itu, 108 demikian pulalah yang harus kita lakukan dalam kita mengembangkan bahan yang harus dipelajari siswa. Setiap tujuan instruksional khusus harus kita analisis. Kepada setiap tujuan itu pertanyaan yang sama harus kita ajukan: kemampuan apa yang harus dimiliki siswa sebelum siswa memiliki kemampuan yang dituntut oleh tujuan khusus ini? Dengan cara ini kita akan mendapatkan sub kemampuan dan sub keterampilan, serta sub-sub kemampuan dan sub-sub keterampilan. Bila semua sub kemampuan dan keterampilan serta sub-sub kemampuan dan keterampilan telah kita identifikasi kita akan memperoleh bahan instruksional terperinci yang mendukung tercapainya tujuan itu. Contoh: Pada contoh perumusan tujuan umum dan tujuan khusus yang dibicarakan di depan, ada tujuan instruksional khusus yang berbunyi: Peserta latihan dapat memasang film ke dalam kamera tanpa bantuan dan pemutar film dapat diputar dengan baik. Kalau dijabarkan, daftar kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki peserta latihan sebelum mereka mencapai tujuan instruksional khusus di atas akan diperoleh daftar kemampuan sebagai berikut: - mampu mencari letak kunci pembuka ruang film dalam kamera; - mampu membuka kunci pembuka ruang film dalam kamera; - mampu menentukan tempat di mana film akan dimasukkan; - mampu menggeserkan as rol Film dalam kamera; - mampu meletakkan film ke tempatnya dalam posisi yang betul; - mampu mengunci kembali as rol film dalam kamera; - mampu merentangkan film; - mampu menentukan letak kunci penjepit ujung film; - mampu menjepit ujung film; - mampu mengecek kuatnya jepitan film dengan memutar kokang pemutar film; - mampu menutup kembali ruang film dalam kamera; - mampu mengunci kembali pembuka ruang film dalam kamera. Bila sub kemampuan dan sub-sub kemampuan tersebut di atas dapat dimiliki oleh peserta maka peserta tentu telah mencapai tujuan instruksional khusus yang akan dicapai itu. Daftar kemampuan itu merupakan bahan instruksional yang harus disajikan kepada atau dipelajari oleh peserta latihan. 109 Dengan cara yang sama, kita harus mengidentifikasi sub kemampuan dan subsub kemampuan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan instruksional khusus yang ada. Dengan cara ini, kita akan memperoleh bahan pembelajaran yang lengkap untuk mencapai tujuan pembelajaran umum yang akan dicapai. Setelah daftar pokok-pokok bahan pembelajaran tersebut diperoleh, tugas kita selanjutnya ialah mengorganisasikan urutan penyajian yang logis, artinya dari yang sederhana ke yang rumit atau dari yang konkret ke yang abstrak. Dalam membuat urutan penyajian ini perlu diingat bahwa ada kemampuan atau keterampilan yang saling bergantung, artinya sesuatu kemampuan atau keterampilan mungkin baru dapat dipelajari setelah kemampuan lain tertentu dikuasai. Dalam hal ini kemampuan yang satu menjadi prasyarat untuk dapat dipelajarinya kemampuan yang lain. 5. Perumusan Alat Ukur Keberhasilan Dalam setiap kegiatan instruksional, kita perlu mengkaji apakah tujuan instruksional dapat dicapai atau tidak pada akhir kegiatan instruksional itu. Untuk keperluan tersebut kita perlu mempunyai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa. Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang dengan seksama dan seyogianya dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Alat ini dapat berupa tes, penugasan, ataupun daftar cek perilaku. Alat pengukur keberhasilan harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan pokok-pokok materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Hal yang diukur atau dievaluasi ialah kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan instruksional itu. Sebaiknya setiap kemampuan dan keterampilan yang mendukung tercapainya tujuan instruksional khusus dijadikan bahan tes, atau daftar cek perilaku (performance check list). Hubungan antara tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus, materi instruksional, dan tes dapat digambarkan pada halaman berikut ini: Dari gambar itu dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan instruksional khusus harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan instruksional umum. Materi instruksional harus sesuai dan mendukung tercapainya tujuan instruksional khusus. Tes 110 harus mengukur tujuan dan materi instruksional. Hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan dan tidak sesuai dengan materi instruksional jangan diujikan. Tujuan instruksional harus cukup, artinya semua aspek yang ada dalam ruang lingkup tujuan instruksional umum harus mempunyai tujuan khusus. Materi instruksional harus cukup, artinya semua kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan instruksional khusus harus terjabarkan di dalam materi instruksional. Tes harus cukup, artinya semua kemampuan dan keterampilan yang terangkum dalam tujuan instruksional khusus dan dalam materi instruksional seyoganya ada alat pengukurnya. B. Penulisan Naskah 1. Pengertian Dalam tahap ini pokok-pokok materi instruksional yang telah diuraikan pada bab terdahulu perlu diuraikan lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada siswa. Penyajian ini dapat disampaikan melalui media yang sesuai atau yang dipilih. Supaya materi instruksional tersebut dapat disampaikan melalui media itu, materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang kita sebut naskah program media. Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi program media itu. Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam mengambil gambar dan merekam suara. Naskah ini berisi urutan gambar dan grafts yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam. Pada umumnya, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, nama lagu, dan suara-suara yang harus direkam. Pada naskah film bingkai, film, dan video/tv lembaran naskah itu dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu. Pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari 111 bawah ke atas, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Dalam menuliskan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan (dibaca bersuara) oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan huruf kecil. Uraian lebih lanjut tentang naskah untuk masing-masing media akan diberikan kemudian. 2. Treatment Sebelum naskah ditulis, kita harus menuliskan treatment-nya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment ini kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini. 3. Penulisan Naskah Audio Media audio adalah sebuah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, suatu program audio akan sangat efektif bila dengan menggunakan bunyi dan suara kita dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya sehingga ia dapat memvisualkan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan. Media audio ini meliputi radio, kaset audio, dan laboratorium bahasa. Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio. a. Bahasa. b. Musik dalam program audio. Berikut ini berbagai jenis musik yang digunakan dalam program audio. 1) Musik tema. 2) Musik transisi. 3) Musik jembatan (bridge). 4) Musik latar belakang. 112 5) Musik smash. c. Keterbatasan daya konsentrasi. Berdasarkan penelitian yang pernah diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar antara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit. Karena itu, tidaklah bijaksana untuk membuat program media audio terlalu panjang. Satu program audio yang panjangnya 15 menit mungkin cukup disajikan tiga konsep saja. d. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam naskah. 4. Penulisan Naskah Film Bingkai Berbeda dengan program audio, pada Film bingkai pesan dapat disampaikan melalui dua saluran, yaitu audio dan visual. Karena itu, menulis naskah program film bingkai tidak diperlukan narasi atau percakapan yang panjang-panjang seperti dalam program audio. Informasi yang sudah dapat diberikan oleh visual tidak perlu diberikan lagi oleh narasinya. Ada dua macam naskah dalam media film bingkai, yaitu shooting script dan story board script. Baik dalam shooting, script maupun pada story board script lembar naskah itu dibagi menjadi dua kolom yang sama besarnya. Kolom sebelah kiri untuk visual dan kolom sebelah kanan untuk narasi dan suara yang diperlukan misalnya musik atau FX. 5. Penulisan Naskah Film dan Video Penulisan naskah secara teoretis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara lebih praktis, hal tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi. Seperti halnya penulisan pada umumnya, penulisan naskah film maupun video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan. Dalam pengembangan instruksional, topik maupun gagasan dirumuskan dalam tujuan khusus kegiatan instruksional atau pembelajaran. Konsep gagasan, topik, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi program film atau video. Dalam praktek, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi program film atau video ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan sinopsis, treatment, 113 storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip atau naskah program dan skenario atau naskah produksi. Naskah merupakan persyaratan yang harus ada untuk suatu program yang terkontrol isi dan bentuk sajiannya (bandingkan dengan program “live” yang diambil begitu saja apa adanya meskipun dapat direka rambu-rambu pengendaliannya). Di bawah ini kita bahas satu per satu tahap-tahap kegiatan tersebut. 1. Sinopsis. 2. Treatment. 3. Storyboard. 4. Skrip atau naskah program 5. Skenario a. Long shot(LS), Long shot adalah pengambilan yang memperlihatkan latar secara keseluruhan dalam segala dimensi dan perbandingannya. b. Medium shot (MS), Medium shot adalah pengambilan yang memperlihatkan pokok sasarannya secara lebih dekat dengan mengesampingkan latar belakang maupun detail yang kurang perlu. c. Close-up (CU), Close-up pengambilan yang memfokuskan pada subjeknya atau bagian tertentu. Lainnya dikesampingkan supaya perhatian tertuju ke situ. C. Produksi Media Pembelajaran 1. Pengertian Sebelumnya sudah disinggung bahwa naskah itu berguna untuk dijadikan penuntun dalam produksi. Naskah adalah rancangan produksi. Dengan naskah kita dipandu harus mengambil gambar, merekam suara, memadukan gambar dan suara, memasukkan musik dan FX, serta menyunting gambar dan suara itu supaya alur penyajiannya sesuai dengan naskah, menarik dan mudah diterima oleh3 sasaran. Semua kegiatan itu disebut kegiatan produksi. Kegiatan produksi ini memiliki tiga kelompok personil yang terlibat, yaitu sutradara atau pemimpin produksi, kerabat kerja, dan pemain. Ketiga kelompok personil itu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun semuanya menuju satu tujuan yaitu menghasilkan program media yang mempunyai mutu teknis yang baik. Program produksi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda antara media yang 114 satu dengan media lainnya. Produksi audio dapat dilakukan oleh seorang sutradara dengan dibantu dua orang teknisi dan beberapa orang pemain. Dalam produksi film bingkai jumlah kerabat kerja yang diperlukan sudah lebih banyak, kecuali kerabat kerja untuk merekam audionya sutradara perlu dibantu pula oleh juru kamera, dan grafik artis. Pada produksi TV/Video dan film jumlah kerabat kerja tersebut sudah menjadi lebih kompleks. Selain itu, juru audio dan grafik artis diperlukan juga juru kamera lebih dari seorang, juru lampu, juru rias, pengatur setting, juru perlengkapan dan juru catat. Karena kompleksnya pekerjaan, sutradara perlu dibantu oleh pembantu sutradara. 2. Produksi Audio a. Studio Produksi Program audio direkam di dalam suatu studio produksi atau sering juga disebut studio rekaman. Studio ini terdiri dari dua ruangan, yaitu ruang kontrol dan studionya, yang ke duanya dibatasi dinding berjendela kaca sehingga orang yang ada di dalam kedua ruangan itu dapat saling melihat. b. Pembagian tugas dalam produksi 1) Sutradara. Sutradara adalah pemimpin produksi. Tanggung jawab baik buruknya hasil produksi ada pada sutradara ini. Sebelum produksi dimulai, seorang sutradara harus mempelajari naskah dengan teliti. Setelah itu, ia mempunyai interpretasi yang baik terhadap setiap adegan dari naskah itu. 2) Kerabat Kerja Dalam produksi audio, kerabat kerja yang diperlukan hanya dua orang operator. Seorang operator melayani pengaturan tombol rekaman serta bertugas mengatur jalannya pita rekaman pada alat perekam. la juga bertanggung jawab membuat saluran yang menghubungkan mikropon dengan mesin perekam. 3) Pemain Pemain ialah orang-orang yang ditunjuk untuk membacakan naskah. Biasanya seorang pemain hanya memegang satu peran saja dalam suatu naskah tertentu. 115 c. Pelaksanaan Produksi 3. Produksi Film Bingkai a. Alat yang Diperlukan Produksi bagian visual memerlukan berbagai alat di bawah ini. 1) Kamera. 2) Film yang Digunakan. 3) Tiang Penyangga untuk Mengkopi (Copy Stand) 4) Alat Perekam Audio b. Kerabat Kerja c. Pelaksanaan Produksi d. Editing Film Bingkai e. Memberi Bingkai Film f. Merekam Narasi D. Evaluasi Program Media 1. Macam Evaluasi 2. Tahap Evaluasi a. Evaluasi satu lawan satu Rangkuman Program media dibuat tentu akan digunakan atau dimanfaatkan oleh siswa. Kalau sasaran pembuatan program media yang dibuat sudah jelas. Langkah berikutnya adalah apakah ada perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa bila mereka selesai belajar menggunakan media. Urutan dalam mengembangkan program media dapat diuraikan sebagai berikut : 1. menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa 2. merumuskan tujuan instruksional (intructional objective) dengan operasional dan khas. 3. merumuskan butir-butir materi secara rinci yang mendukung tercapainya tujuan 4. mengembangkan alat ukur keberhasilan 5. menulis naskah media 6. mengadakan tes dan revisi 116 Latihan : 1. Praktekkan di depan kelas penyajian suatu materi pelajaran melalui media pembelajaran : a. Apakah pada diri siswa terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan harapan anda ? b. Bagaimana urutan materi harus disajikan ? 2. a. Dalam proses belajar mengajar yang dimaksud dengan kebutuhan siswa adalah kesenjangan yang terjadi pada siswa, sebutkan tiga kesenjangan yang terjadi ! b. Berikan satu contoh kesenjangan yang terjadi pada siswa ! 117