Pengaruh Penggunaan Metode Eksperimen Sebagai Metode

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Metode Eksperimen
2.1.1.1 Pengertian Metode Eksperimen
J.R. David (dalam Sanjaya, 2006), mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan,
strategi diartikan sebagai a plan, method, or series activities designed to achieves a
particular education goal.Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Menurut Roestiyah (2001: 80), metode ekserimen adalah suatu cara mengajar
dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta
menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu di sampaikan ke kelas dan
dievaluasi oleh guru.
Menurut Schonher (dalam Palendeng, 2003), metode eksperimen adalah metode
yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena metode eksperimen mampu memberikan
kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas secara
optimal.Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep dalam struktur kognitifnya,
selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya.
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode eksperimen adalah
metode belajar mengajar yang sesuai untuk pembelajaran sains dimana siswa diberi kondisi
belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas secara optimal. Hal
itu terjadi karena siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya dan menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu
disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Kesempatan untuk melakukan percobaan
membuat siswa memiliki kemampuan menyusun konsep dalam struktur kognitifnya,
selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
7
8
2.1.1.2 Tujuan Metode Eksperimen
Penggunaan metode eksperimen ini mempunyai tujuan yaitu agar siswa mampu
menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan yang dihadapi dengan melakukan
percobaan sendiri. Selain itu, siswa dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah, dengan
eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dan teori sesuatu yang sedang dipelajari.
2.1.1.3 Prosedur Pelaksanaan Eksperimen
Roestiyah (2001: 81) mengatakan bahwa pelaksanaan metode eksperimen adalah
sebagai berikut:
1. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen. Mereka harus memahami
masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
2. Memberikan penjelasan kepada siswa tentang alat-alat dan bahan yang akan digunakan
dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal
yang perlu dicatat.
3. Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu
memberi saran atau pernyataan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.
4. Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa,
mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prosedur dalam pelaksanaan
metode eksperimen adalah pertama siswa harus memahami masalah yang akan dibuktikan
dalam eksperimen; kedua, siswa harus memahami alat dan bahan yang akan digunakan
dalam eksperimen, ketiga, perlu ada pengawasan dari guru selama proses eksperimen
berlangsung, dan terakhir setelah dilakukan eksperimen, guru mengumpulkan hasil
eksperimen, mendiskusikan hasil eksperimen dan memberi tes atau evaluasi pada
eksperimen yang telah dilakukan.
2.1.1.4 Hal-hal yang Harus diperhatikan atau dipersiapkan Guru dalam Eksperimen
Menurut Mulyasa (2007), hal-hal yang harus dipersiapkan guru dalam melakukan
eksperimen adalah:
9
1. Tetapkan tujuan eksperimen.
2. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
3. Persiapkan tempat melakukan eksperimen.
4. Perhitungkan jumlah siswa sesuai dengan alat yang tersedia.
5. Perhatikan keamanan dan keselamatan agar dapat memperkecil resiko yang mungkin
berbahaya, perhatikan disiplin dan tata tertib, terutama dalam menjaga alat dan bahan
yang digunakan.
6. Berikan penjelasan tentang apa yang harus diperhatikan, tahapan yang harus dilakukan,
dan yang dilarang.
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan eksperimen, halhal yang harus dipersiapkan oleh guru antara lain yaitu menetapkan tujuan eksperimen,
mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, mempersiapkan tempat (laboratorium)
untuk melaksanakan eksperimen, memperhitungkan jumlah siswa dan jumlah alat
eksperimen yang tersedia, memperhatikan keselamatan agar memperkecil resiko mengenai
bahan-bahan yang mungkin membahayakan peserta eksperimen, dan memberikan
penjelasan mengenai apa saja yang perlu diperhatikan yang perlu dilakukan dan tidak boleh
dilakukan.
2.1.1.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Eksperimen
Pembelajaran dengan metode eksperimen, menurut Palendeng (2003), meliputi
langkah-langkah (tahap-tahap) berikut:
1. Percobaan
awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan
yang
didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam. Demonstrasi ini
menampilkan masalah yang berkaitan dengan materi IPA yang akan dipelajari.
2. Pengamatan, merupakan kegiatan siswa dan guru melakukan percobaan. Siswa
diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.
3. Hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan pengamatan.
10
4. Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dan dugaan awal yang telah
dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan hasil
percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.
5. Aplikasikan konsep, setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya
diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang
dipelajari
6. Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan
pembelajaran dengan metode eksperimen akan membantu siswa untuk memahami
konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila siswa mampu mengutarakan
secara lisan, tulisan maupun aplikasi dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa
memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh dan
menerapkan konsep yang terkait dengan pokok bahasan.
2.1.1.6 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen
Menurut Djamarah (2002), kelebihan dan kekurangan metode eksperimen adalah
sebagai berikut. Kelebihan:
1. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya.
2. Dalam membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dan
percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat
manusia.
Sedangkan kekurangannya adalah:
1. Metode ini lebih sesuai untuk bidang-bidang sains dan teknologi.
2. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah
diperoleh dan kadang mahal.
3. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.
4. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan, karena mungkin ada
faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan pengendalian.
11
2.1.1.7 Hambatan-hambatan dalam Penggunaan Metode Eksperimen
Menurut Subari (1988), hambatan-hambatan yang dapat muncul dalam
melaksanakan metode eksperimen adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya persiapan dan pengalaman pada diri guru menimbulkan kesulitan didalam
pelaksanaan eksperimen.
2. Jika eksperimen memerlukan waktu panjang, guru dituntut keseksamaan dalam
menentukan alokasi waktu untuk setiap pelajaran tetap berjalan baik.
3. Jika alat-alat tidak cukup mengakibatkan tidak semua siswa mendapat kesempatan
mengadakan eksperimen.
2.1.2 Pembelajaran Konvensional
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para
guru. Pembelajaran konvensional pada umumnya memiliki kekhasan misalnya pengajaran
yang lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan ketrampilan dalam
berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran
konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi (1991), metode ekspositori ini
sama dengan mengajar biasa (konvensional). Sebagai contoh, guru memberikan contoh soal
dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh
mengerjakannya. Jadi dalam metode pembelajaran konvensional, kegiatan guru yang utama
adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru.
Subiyanto (1988) menjelaskan bahwa kelas dengan pembelajaran konvensional mempunyai
ciri-ciri berikut: pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan
mereka belajar pada hari itu.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan
pembelajaran konvensional adalah suatu kegaitan belajar mengajar yang selama ini
12
kebanyakan dilakukan oleh guru, dimana guru mengajara dengan cara klasikal yang di
dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ceramah (ekspositori).
2.1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Konvensional
1.
Kegiatan awal
a. Menarik perhatian siswa tentang arti materi yang akan disampaikan, dengan cara
mengkondisikan siswa baik secara fisik maupun psikis.
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran
c. Menstimulir, memanggil terlebih dahulu informasi yang sudah diproses sebelum
proses pembelajaran dengan cara guru bertanya pada siswa apa yang mereka
ketahui tentang materi yang akan diajarkan.
2.
Kegiatan inti
a. Menyajikan isi pembelajaran
b. Menyediakan pedoman atau petunjuk pembelajaran
c. Memberikan kesempatan untuk latihan
d. Memberikan umpan balik
3.
Kegiatan akhir
a. Merangkum/menyimpulkan pembelajaran
b. Melakukan penilaian (lisan dan tertulis)
c. Pemberian tugas individu tentang materi yang dibahas
2.1.3 Prestasi Belajar IPA
Sebelum membicarakan apa itu prestasi belajar IPA, terlebih dahulu diuraikan apa
yang dimaksudkan dengan prestasi, dan apa yang dimaksudkan dengan belajar. Prestasi
menurut kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata “prestasi” yang berarti hasil yang telah
dicapai dan “belajar” yang berarti penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai
(angka) yang diberikan oleh guru. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai dalam
13
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru (Depdikbud 1997).
Menurut Gagne (dalam Gafur, 1983: 9), prestasi adalah penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran tertentu yang diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam skor.
Belajar (learning) merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku dalam hal ini adalah perubahan yang dapat
diamati, diukur, dan bersifat spesifik. Menurut Hamalik (2004: 52), belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Gagne (Dahar, 1989: 11), belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana
seorang individu berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Perubahan perilaku
individu ini dapat meliputi perubahan tingkah laku, pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Ngalim Purwanto (1990: 80), mengatakan bahwa belajar adalah perubahan yang
bersifat relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.
Menurut Syah (1999: 64), belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Ngalim Purwanto (1986), mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana dinyatakan dalam rapor.
Sedangkan menurut Syah (1997), mengatakan bahwa prestasi belajar adalah taraf
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, dinyatakan dalam bentuk
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi tertentu.
Bloom membagi prestasi belajar dalam tiga ranah yaitu ranah kogntif: berkenaan
dengan prestasi belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi; 2)
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; 3) Ranah psikomotor
berkenaan dengan prestasi belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
14
aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, dan gerakan
ekspresif dan interpretatif.
Ketiga aspek inilah yang menjadi ukuran dalam menilai prestasi belajar siswa.
Meskipun demikian, dalam penelitian ini, peneliti memilih menggunakan aspek kognitif
sebagai ukuran dalam menilai prestasi belajar IPA siswa. Aspek ini digunakan atas
pertimbangan bahwa, pada umumnya di sekolah, aspek ini yang paling sering digunakan
guru dalam menilai prestasi belajar siswa.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah
penguasaan atau prestasi belajar terhadap materi pelajaran tertentu yang didapatkan di
sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes pada materi
pelajaran tersebut. Sedangkan prestasi belajar IPA yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah prestasi belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan (treatment) dengan
menggunakan metode pembelajaran baik metode pembelajaran eksperimen maupun
metode pembelajaran konvensional (ceramah).
2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Tingkat intelegensi siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, namun hal itu bukanlah faktor utama, ada faktor-faktor lain yang mendukung prestasi
belajar yang diperoleh siswa. Slameto (1988: 130), mengatakan bahwa prestasi belajar
siswa tidak semata-mata dinyatakan oleh tingkat kemampuan intelektualnya, tetapi ada
faktor-faktor lain seperti motivasi, sikap, kesehatan fisik dan mental, kepribadian, ketekunan,
dan lain-lain.
Linda Wahyudi (dalam Sobur, 1988: 144), menyatakan bahwa bila anak menampilkan
prestasi yang buruk di sekolah, sebaiknya jangan terlampau cepat mengambil kesimpulan
bahwa ia adalah anak bodoh. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi anak. Faktorfaktor tersebut dapat berasal dari dalam diri anak dan dapat pula berasal dari luar diri anak.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut:
15
Sabri (1996: 59-60), mengatakan bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa, yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan
eksternal siswa.
1.
Faktor internal siswa
a. Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, serta kondisi
panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.
b. Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan kemampuankemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan, berpikir dan kemampuan
dasar pengetahuan (bahan persepsi) yang dimiliki siswa.
2.
Faktor eksternal siswa
a. Faktor lingkungan siswa. Faktor ini terbagi dua, yaitu pertama, faktor lingkungan alam
atau non sosial seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam),
letak sekolah, dan sebagainya. Kedua, faktor lingkungan sosial seperti manusia dan
budayanya.
b. Faktor instrumental, antara lain gedung atau sarana fisik kelas, sarana atau alat
pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum atau materi pelajaran serta strategi
belajar mengajar.
Sejalan dengan Sabri, Dalyono (1997: 57), berpendapat bahwa ada 2 faktor yang
menentukan pencapaian belajar, yaitu:
1)
Faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa, yaitu kesehatan jasmani dan rohani,
intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, serta cara belajar.
2)
Faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa, yaitu keluarga, sekolah masyarakat
dan lingkungan sekitar.
Penjelasan dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Faktor internal
a. Kesehatan jasmani dan rohani
Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit
akibat penyakit-penyakit kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Ahmadi dan
Supriyono (1997: 138), menjelaskan bahwa cacat fisik juga mengganggu hal belajar.
16
Demikian pula gangguan serta cacat-cacat mental pada seseorang sangat mengganggu hal
belajar yang bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit
ingatan, sedikit frustasi atau putus asa?
b. Intelegensi
Kartono (1985: 1), mengatakan bahwa intelegensi pada umumnya diartikan dengan
kecerdasan. Dalam proses belajar, tingkat intelegensi siswa sangat berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa, semakin besar
peluang berhasil dalam proses pelajarannya.
c. Bakat
Gunarsa dan Gunarsa (1985: 129), mengatakan bahwa bakat adalah potensi atau
kemampuan. Orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor bakat ini. Sering anak
diarahkan sesuai dengan kemauan orangtuanya. Seorang anak yang tidak berbakat teknik,
tetapi karena keinginan orangtuanya, akan itu disekolahkan pada jurusan teknik. Akibatnya
bagi anak, sekolah dirasakan sebagai suatu beban, tekanan, dan nilai-nilai yang didapat
anak buruk, serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.
d. Minat
Nurkancana dan Sunartana (1993: 229), menjelaskan bahwa minat adalah suatu gejala
psikis yang berkaitan dengan obyek atau aktivitas yang menstimulasi perasaan senang pada
individu. Seorang yang menaruh minat pada suatu bidang, akan mudah mempelajari bidang
itu.
e. Motivasi
Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan motif, dan tujuan sangat mempengaruhi
prestasi belajar. Menurut Hamadi dan Supriyono (1993: 139), motivasi adalah penting bagi
proses belajar, karena motivasi menggerakan seseorang, mengarahkan tindakan, serta
memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.
f. Cara belajar
Anak yang tidak setiap hari belajar, tetapi dibiarkan dulu menunggu saat hampir ulangan
baru belajar, sehingga bahan-bahan pelajaran akan tertimbun sampai ulangan, tentu nilainya
tidak baik. Anak sebaiknya dibiasakan belajar sedikit demi sedikit tiap hari secara teratur,
17
meskipun hanya sebentar. Hal yang penting dalam belajar, menurut Gunarsa dan Gunarsa
(1985: 35), jika dalam belajar hafalan, anak tidak dibarengi dengan pengertian-pengertian
yang baik, anak tidak mengerti apa hubungan antara suatu hal dengan hal lainnya. Jadi cara
menghafalnya tepat seperti yang ada dibuku. Perlu diperhatikan baha belajar dengan
mengerti hubungan antara bahan yang satu dengan yang lain, akan lebih mudah dan lebih
lama diingat oleh anak.
2). Faktor eksternal
a. Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung atau tidak
langsung berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak didik.Salzmann (dalam
Ngalim Purwanto, 1995: 79) mengatakan bahwa segala kesalahan anak-anak disebabkan
perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua.
b. Sekolah
Menurut Tu’u (2004: 1), sekolah adalah lembaga pendidikan formal, dimana di tempat inilah
kegiatan belajar mengajar berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan dan dikembangkan
kepada anak didik. Menurut Gerakan Displin Nasional (dalam Tu’u 2004: 11), sekolah
diartikan sebagai lingkungan dimana para siswa dibiasakan dengan nilai-nilai tata tertib
sekolah dan nilai-nilai kegiatan pembelajaran bidang studi yang dapat meresap ke dalam
kesadaran hati nuraninya.
Dari dua penjelasan ini dapat ditarik satu pemahaman bahwa dengan demikian, sekolah
adalah lingkungan penting untuk ikut mempengaruhi siswa dalam prestasi belajarnya.
c. Masyarakat
Pengertian Lingkungan Masyarakat menurut Soemardjan dkk mengatakan bahwa
lingkungan masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan (dalam Minarmi, 2006:21). Sedangkan menurut Muri Yusuf (dalam Minarmi,
2006:21) lingkungan masyarakat adalah merupakan lingkungan ketiga dalam proses
pembentukan kepribadian anak-anak sesuai keberadaannya.
18
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan
masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang berpengaruh besar terhadap
perkembangan pribadi anak-anak (siswa).
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor internal atau faktor dari dalam diri siswa itu
sendiri dan faktor eksternal atau faktor di luar siswa yaitu keluarga, teman-teman sebaya dan
masyarakat.
2.1.4 Pembelajaran IPA di SD
2.1.4.1 Konsep IPA
Menurut Djojosoediro (2011: 3), istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga
dengan istilah sains. Kata sains berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti “saya tahu”.
Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”.
Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam Bahasa Indonesia
dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan natural science yang dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Dalam kamus Fowler (1951) dalam Djojosoediro (2011: 3), natural science
didefinisikan sebagai: systematic and formulated knowledge dealing with material
phenomena and based mainly on observation and induction. Dalam pengertian bahasa
Indonesia diterjemahkan sebagai: ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan yang
sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan
dan didasarkan pada hasil pengamatan induksi.
Menurut Trowbridge dan Sund (1973: 2), secara umum kegiatan dalam IPA
berhubungan dengan eksperimen. Namun, dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil
tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan
yang sistematis dengan menghubungkan gelaja-gejala alam yang bersifat kebendaan,
melalui kegiatan eksperimen ataupun hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang
terjadi di alam.
19
2.1.4.2 Hakikat IPA
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan alam (IPA)
merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA merupakan mata pelajaran yang
berhubungan dengan fenomena yagn terjadi di alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam
dan fenomenanya siswa diharapkan mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan
sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya.
Menurut Depdiknas (2006: 443), IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari
tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan
pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus memiliki kemampuan proses
penemuan (discovery). IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuan manusia
secara kodrati terhadap apa yang ada di sekelilingnya (alam). Secara khusus, siswa di
sekolah juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan
dengan benar oleh guru supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi
miskonsepsi. Penggalian keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan berbagai
metode, diantaranya:
metode
eksperimen,
demonstrasi, membaca
artikel
fisis,
mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan lain-lain dengan tujuan siswa
dapat menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif.
Hakikat IPA mencakup tiga aspek yaitu proses, produk, dan sikap. IPA sebagai proses
berarti IPA diperoleh melalui kegiatan mengamati, eksperimen, berteori, menggeneralisasi,
dan sebagainya. IPA sebagai produk artinya mempelajari konsep, hukum, azas, prinsip dan
teori. IPA sebagai sikap artinya dalam pembelajaran IPA dapat dikembangkan sikap ingin
tahu, terbuka, jujur, teliti, kerjasama, dan sebagainya. Dari pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup tiga aspek dalam IPA yaitu proses, produk, dan
sikap.
2.1.4.3 Tujuan Pembelajaran IPA
Depdikbud (1994: 61), dinyatakan bahwa salah satu tujuan pengajaran IPA adalah
agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan seharihari.
20
Sulistyorini (2007: 40), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA, sebagai berikut:
1.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan,
keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat
dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.
Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan
membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga,
melestarikan lingkungan alam.
6.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturan sebagai
salah satu ciptaaan Tuhan.
7.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP.
2.1.4.4 Fungsi Pembelajaran IPA di SD
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Depdikbud 1994, dinyatakan
bahwa mata pelajaran IPA berfungsi untuk:
1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam dan
lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari.
Berbagai masalah yang dapat diperoleh dari lingkungan buatan misalnya pada
lingkungan rumah. Gejala-gejala IPA yang dapat dipelajari dari lingkungan rumah
misalnya: detergen (seperti rinso dan soklin), pelarut lemak seperti sabun, pemuaian dan
penyusutan, penyemprotan nyamuk, pupuk buatan, dan berbagai makanan. Perangai
(sifat-sifat) benda tersebut di atas perlu dipelajari siswa dengan cara mengaitkan
pelajaran IPA yang sedang dipelajari.
Depdikbud (1994: 93), mengatakan bahwa lingkungan alam merupakan lingkungan
alamiah yang terjadi secara alam.Yang paling penting dalam hal ini ialah mengenal
21
berbagai komponen yang membangun alam itu, sehingga siswa memiliki prinsip-prinsip,
bertindak terhadap alam agar lingkungan dapat memberikan dukungan hidup manusia
yang memadai.
2. Mengembangkan ketrampilan proses.
Ketrampilan proses ialah ketrampilan fisik maupun mental untuk memperoleh
pengetahuan di bidang IPA maupun untuk pengembangannya. Dengan ketrampilan ini
diharapkan siswa akan mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan karakter IPA.
Beberapa contoh ketrampilan yang diharapkan pada siswa ialah ketrampilan-ketrampilan:
(1) mengamati; (2) menggolong-golongkan; (3) menerapkan konsep; (4) meramalkan; (5)
menafsirkan; (6) menggunakan alat; (7) berkomunikasi; (8) mengajukan pertanyaan; (9)
merencanakan penelitian atau percobaan.
Ketrampilan tersebut hanya akan berkembang pada siswa jika siswa mempunyai
kesempatan untuk melaksanakannya di dalam kegiatan belajar mengajar.
3. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai-nilai yang berguna bagi siswa untuk
meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
Memperluas pandangan (wawasan) terhadap alam secara benar sesuai dengan sifat
alamnya, misalnya terjadi bianglala merupakan gejala alam yang dapat diterangkan
secara rasional, pohon yang besar mempunyai sifat yang sama dengan pohon-pohon
lainnya yang sering kita tebang. Dari segi IPA tidak ada pohon yang berkeramat,
semuanya mempunyai unsur-unsur yang membangunnya dapat dianalisis secara ilmiah.
Sikap peduli terhadap lingkungan, tanggap terhadap perubahan lingkungan, sikap
obyektif dan terbuka merupakan tugas pengajaran IPA untuk dikembangkannya.Nilai-nilai
yang dapat dikembangkan melalui pengajaran IPA misalnya rasa cinta lingkungan, rasa
cinta terhadap sesama maklhuk hidup, menghormati hak azasi manusia, dan sebagainya.
4. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling
mempengaruhi antara IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan dan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
Kesadaran akan keterkaitan antara kemajuan IPA dengan teknologi hanya akan dikenal
jika pengajaran IPA selalu disajikan dengan mengkaitkannya aplikasi IPA dengan
22
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sangat diharapkan bahwa setelah siswa
memahami konsep IPA, maka konsep itu akan dihubungkan dengan pembuatan kue
serabi, kue apam misalnya; masalah oksigen dihubungkan dengan bentuk kompor di
rumah atau dihubungkan dengan prinsip pemadaman kebakaran.
5. Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), serta ketrampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, maupun
melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pengajaran IPA
hendaknya dapat menjadi bekal bagi kehidupan sehari-hari, misalnya bagaimana memilih
jenis tekstil yang sesuai dengan lingkungannya (tempat panas, dingin atau lembab),
bagaimana menggunakan zat-zat pembunuh nyamuk agar tidak mengganggu kesehatan
yang menggunakannya, bagaimana menyajikan makanan yang memenuhi tuntutan
kesehatan tubuh, mengetahui konstruksi jamban yang baik.
2.1.4.5 Cahaya
Berdasarkan judul penelitian yaitu tentang pengaruh model pembelajaran eksperimen
pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya pada SD kelas V, maka pada pembahasan
tentang sifat-sifat cahaya, diangkat dari materi sifat-sifat cahaya SD kelas V, berdasar pada
Buku Ajar IPA 5 yang disusun oleh Heri Sulistyanto dan Edi Wiyono (Depdiknas, 2008)
sebagai berikut:
1.
Sifat-sifat Cahaya
Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai
benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata,
sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya berasal dari sumber cahaya. Semua benda
yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Contoh sumber cahaya adalah
matahari, lampu, senter, dan bintang. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus
benda bening dan dapat dipantulkan. Sebelum membahas ketiga sifat cahaya tersebut, di
sini
akan
dipaparkan
lebih
dahulu
peta
konsep
sifat-sifat
cahaya.
23
Cahaya
Sifat-Sifat Cahaya
Warna Cahaya
Yang berasal
Dari matahari
1.
2.
3.
4.
Merambat lurus
Menembus benda bening
Dapat dipantulkan
Dapat dibiaskan
Putih
Terurai
menjadi
Spectrum warna
Yaitu
Merah
Jingga
Kuning
Hijau
Biru
Nila
24
2.
Merambat Lurus
Berdasarkan dapat tidaknya meneruskan cahaya, benda dibedakan menjadi tidak tembus
cahaya dan benda tembus cahaya. Benda tidak tembus cahaya tidak dapat meneruskan
cahaya yang mengenainya. Apabila kena cahaya, benda ini akan membentuk bayangan.
Contoh benda tidak tembus cahaya yaitu kertas, tripleks, kayu dan tembok.Sementara itu,
benda tembus cahaya dapat meneruskan cahaya yang mengenainya.Contoh benda tembus
cahaya yaitu kaca.
3.
Cahaya dapat Dipantulkan
Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan difus) dan
pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang
kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar pantul arahnya tidak beraturan. Sementara
itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan
mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Pada pemantulan
ini, sinar pantul memiliki arah yang teratur. Cermin merupakan salah satu benda yang
memantulkan cahaya. Berdasarkan permukaannya ada dua cermin ada cermin datar dan
cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam yaitu cermin cembung dan cermin
cekung.
4. Cahaya dapat Dibiaskan
Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda, cahaya tersebut
akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium
rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang
rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya
cahaya merambat dari udara ke air. Sebaliknya apabila cahaya merambat dari zat yang
lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Misalnya cahaya merambat dari air ke udara.
25
5. Cahaya dapat diuraikan
Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi).Dispersi merupakan
penguarian cahaya putih menjadi berbagai warna cahaya. Cahaya matahari yang kita lihat
berwarna putih.Namun, sebenarnya cahaya matahari tersusun atas banyak cahaya
berwarna. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik air di awan sehingga terbentuk warnawarna pelangi.
2.2
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Ulum (2009) tentang Penerapan Metode
Eksperimen untuk Meningkatkan Prestasi belajar IPA Konsep Benda dan Sifatnya Kelas IV
SD Ploposari III Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. Hasil penelitian setelah diterapkan
metode eksperimen pada mata pelajaran IPA konsep benda dan sifatnya menunjukkan
adanya peningkatan kerja ilmiah siswa dari siklus I dengan rata-rata 67,5% ke siklus II
meningkatnya rata-rata menjadi 70%, sehingga dapat diketahui bahwa ada peningkatan
kerja ilmiah sebesar 2,5%. Begitu juga dengan prestasi belajar kognitif siswa meningkat dari
siklus I dengan rata 71,87 ke siklus II meningkat rata-ratanya menjadi 76,25%. Persentase
ketuntasan kelas pada siklus I adalah 71%, dan pada siklus II meningkat menjadi 93%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan agar dalam pembelajaran IPA dapat
diterapkan metode eksperimen untuk meningkatkan kerja ilmiah dan prestasi belajar kognitif
siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Samsul Arif (2009) dengan judul penelitian:
“Penerapan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Prestasi belajar IPA Pokok Bahasan
Tumbuhan Hijau Siswa SD Kelas V SDN Dandanggendis Kecamatan Nguling Kabupaten
Pasuruan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya peningkatan prestasi belajar
siswa kelas V mata pelajaran IPA setelah menerapkan metode eksperimen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siklus I pembelajaran IPA memperoleh nilai rata-rata 6,4, pada siklus II
memperoleh nilai rata-rata 7,9, pada siklus III memperoleh nilai rata-rata 9. Dengan
demikian kesimpulan yang diambil adalah pembelajaran IPA melalui penerapan metode
eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
26
Penelitian yang dilakukan oleh Melianti Winanti (2011) dengan judul penelitian: Studi
Komparatif Penggunaan Metode Simulasi dengan Metode Eksperimen terhadap Prestasi
Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Wonorejo 2 Kec Kedawung Kab Sragen Tahun Ajaran
2010/2011. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antara metode simulasi
dan metode eksperimen terhadap prestasi belajar IPA kelas V SD Wonorejo 2. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes, dan dokumentasi.
Berdasarkan analisis data diperoleh rhitung sebesar 74, 58 sedangkan dalam tabel signifikansi
5% diperoleh hasil 66,09 dan untuk 1% diperoleh hasil 0,46. Karena thitung > ttabel atau 3,248 >
2,069 sehingga Prestasi Belajar IPA siswa yang dikenai metode eksperimen lebih baik jika
dibandingkan dengan menggunakan metode simulasi. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
maka pembuktian hipotesisnya berbunyi: berarti ada perbedaan pada tingkat kesalahan 5%
ada perbedaan prestasi belajar IPA, berdasarkan nilai rata-rata Prestasi belajar IPA kelompok
eksperimen lebih besar dari kelompok simulasi, yaitu 74, 58 > 66,09, berarti prestasi belajar
IPA siswa yang dikenai metode eksperimen lebih baik dibandingkan dengan metode simulasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Noor Jannah (2011) dengan judul penelitian:
“Pengaruh Penarapan Metode Eksperimen Terhadap Prestasi belajar IPA Siswa Kelas III
Materi Bumi dan Alam Semesta SDN Penanggunan Malang. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab rumusan masalah: Apakah ada pengaruh penerapan metode eksperimen terhadap
prestasi belajar IPA siswa kelas III SDN Penanggunan Malang? Rancangan penelitian ini
adalah true experimental atau biasa disebut eksperimen yang sebenarnya. Desain eksperimen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-test dan Post-test Group. Instumen yang
digunakan adalah tes prestasi belajar siswa. Guru memberikan pre test untuk mengetahui
kemampuan awal dan post test untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Perbedaan ini bukan semata-mata hasil perlakuan, sebab banyak
variabel yang dikontrol, sehingga penelitian ini dinamakan true eksperimen design. Dari hasil
analisis data diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar siswa pada kelompok eksperimen
79,10 lebih tinggi daripada rata-rata prestasi belajar kelompok kontrol sebesar 72,76. Sesuai
tabel uji-t, prestasi belajar diperoleh nilai p adalah 0,002.
27
Meskipun terdapat kesamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu seperti yang
telah dipaparkan di atas, tetapi tetap ada perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
terdahulu di atas. Adapun perbedaannya adalah pertama, meskipun sama-sama
menggunakan metode eksperimen dalam melakukan penelitian, penelitian terdahulu tidak
menggunakan kelompok kontrol untuk dijadikan sebagai pembanding dengan mengajarkan
menggunakan metode pembelajaran ceramah; pada penelitian terdahulu meskipun
menggunakan metode eksperimen sebagai metode uji coba, namun praktek pelaksanaan
pembelajaran lebih banyak menggunakan model pembelajaran dengan metode penelitian
tindakan kelas, sedangkan penelitian ini menggunakan model pembelajaran ceramah sebagai
perbandingan. Kedua, perbedaan umum yang lain, seperti subyek, lokasi penelitian, termasuk
topik penelitian yang diangkat. Ketiga, karena perbedaan metode yang diterapkan, maka pada
teknik dalam mengumpulkan dan menganalisa data pun menjadi berbeda. Jika penelitian
terdahulu, teknik mengumpulkan dan menganalisis data dilakukan melalui siklus
pembelajaran, pada penelitian ini teknik pengumpulan data dan analisis digunakan dengan
menggunakan angket (soal tertulis), yang diuji dengan menggunakan statistik parametrik
berbasis inferensial dan bukan deskriptif seperti pada penelitian terdahulu.
2.3
Kerangka Pikir
Prestasi belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam tingkah laku,
perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan ketrampilan; yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman, dimana aspek-aspek tersebut dievaluasikan dan
diaktualisasikan dalam angka atau skor.
Metode eksperimen adalah metode belajar mengajar yang sesuai untuk
pembelajaran sains dimana siswa diberi kondisi belajar yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir dan kreativitas secara optimal. Hal itu terjadi karena siswa diberi
kesempatan untuk melakukan percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya dan
menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan
dievaluasi oleh guru. Kesempatan untuk melakukan percobaan membuat siswa memiliki
28
kemampuan menyusun konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan
dalam kehidupan nyata.
Penting untuk dicatat bahwa di dalam melakukan pembelajaran eksperimen,
diperlukan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penggunaan
dua kelompok ini, dimaksudkan agar tujuan penelitian ini tercapai yaitu mengukur pengaruh
penerapan metode pembelajaran eksperimen pada mata pelajaran IPA
Dari kedua penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa dengan demikian,
pembelajaran dengan metode eksperimen dapat memberikan pengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Mengapa demikian, karena dengan penerapan metode eksperimen sebagai
metode pembelajaran, siswa diberikan kesempatan lebih banyak untuk melakukan
eksplorasi pada sesuatu yang sedang dipelajari. Dengan mendapatkan peluang yang lebih
banyak untuk melakukan eksplorasi, pengetahuan yang didapatkan tersimpan lebih lama di
dalam ingatan siswa, karena siswa mengalami sendiri sesuatu hal yang sedang
dipelajarinya. Jika digambarkan dalam bagan, maka pengaruh penerapan metode
pembelajaran eksperimen terhadap prestasi belajar siswa dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
29
Studi Literatur
Telaah KTSP IPA 2006
Masalah
Penyusunan Instrumen Penelitian
- Soal
- Angket
- LKS
- RPP
Pengujian Soal
- Validitas
- Reliabilitas
- Tingkat kesukaran
- Daya pembeda
Instrumen Hasil Revisi
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Pretest
Pretest
Pembelajaran dengan
Metode Konsvesional
Pembelajaran dengan Metode
Eksperimen
Post test
Post test
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
Saran (rekomendasi)
30
Penjelasan dari gambar di atas adalah seperti berikut:
Untuk melakukan proses penelitian dengan menerapkan metode pembelajaran
eksperimen maupun metode pembelajaran konvensional, dimulai dengan menggali
masalah yang terjadi pada sekolah yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian.
Menggali masalah dapat dilakukan melalui studi literatur, dan telaah KTSP 2006. Setelah
ditemukan masalah yang akan diteliti, langkah berikutnya adalah mendesain instrumen.
Desain instrument dilakukan dengan maksud agar terjadi kesesuaian antara metode
pembelajaran yang hendak diterapkan dan masalah yang hendak ditemukan solusinya.
Meskipun demikian, sebelum instrument tersebut diujicobakan, sebelumnya perlu dilakukan
pengujian apakah instrument tersebut tepat dan layak untuk diujikan. Setelah dilakukan
revisi pada instrument karena telah diujikan kelayakan, langkah berikut yang dilakukan
adalah mengujikan instrument tersebut melalui pretest baik pada kelompok yang diberi
perlakuan dengan metode pembelajaran eksperimen (kelompok eksperimen) maupun pada
kelompok yang diajarkan dengan metode pembelajaran konvensional (kelompok kontrol).
Setelah diujikan melalui pretest, langkah selanjutnya adalah memberi perlakuan
melalui metode pembelajaran yang dirancang. Setelah itu kemudian diberikan lagi
instrument tes untuk melihat perubahan prestasi belajar yang dialami setelah diberikan
perlakuan. Perubahan ini dianalisis, dan selanjutnya diberikan kesimpulan berdasar pada
analisis itu, tentang pengaruh metode pembelajaran pada prestasi belajar siswa.
2.4
Hipotesis
Berdasar rumusan masalah penelitian, kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka dapat
dirumuskan hipotesis:
H0: tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan metode eksperimen dalam
pembelajaran dengan prestasi belajar siswa kelas V SDN Salatiga 03 pada mata pelajaran
IPA materi sifat-sifat cahaya semester II tahun pelajaran 2011/2012.
H1: ada pengaruh yang signifikan antara penerapan metode eksperimen dalam
pembelajaran dengan prestasi belajar siswa siswa kelas V SDN Salatiga 03 pada mata
pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Download