Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif

advertisement
Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi
Dalam Perspektif Islam
Muhammad Nuddin*
Abstract: There must be a set of rules and ethics in
human relatioship. Ethics is a complex problem that will
not be endless studied, since ethics deals with behavior
performed by humans in their relationship with God and
others. This paper will discuss about the personnel
ethics of college libraries that should be applied in their
workplace.
Keywords: Rules, Ethics, Personnel, College, Library.
Pendahuluan
Perpustakaan perguruan tinggi adalah suatu unit kerja yang
merupakan bagian integral dari suatu lembaga induknya, yang
besama-sama dengan unit lainnya, tetapi dalam peranan yang
berbeda, bertugas membantu perguruan tinggi yang bersangkutan
dalam melaksanakan tridarmanya, dengan kata lain perpustakaan
adalah salah satu alat yang vital dalam setiap program pendidikan,
pengajaran dan penelitian bagi setiap lembaga pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
Berkenan dengan pelayanan terhadap pengguna dapat
digolongkan kepada dua yaitu; sistem pelayanan dengan
menggunakan tenaga manusia dan sistem pelayanan yang dibantu
dengan menggunakan tenaga mesin. Pelayanan dengan tenaga
manusia akan berdampak pada banyaknya tatap muka antara
pemustaka dan petugas layanan terutama dibagian sirkulasi dan
reference, dengan menggunakan mesin (automation), maka intraksi
dapat berkurang. Akan tetapi perlu diingat bahwa setiap intraksi yang
dibangun terutama di perpustakaan sewaktu-waktu dapat
menimbulkan permasalahan, baik yang disebabkan kesalah pahaman
maupun ketidak puasan terhadap layanan yang diberikan, jadwal
*
Staf Perpustakaan STAIN Padangsidimpuan
145
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
pelayanan yang terlalu singkat, suara (bahasa) yang menyinggung
perasaan dan sebagainya, maka tulisan ini mengedepankan etika
personalia perpustakaan yang semestinya dari sudut pandang Islam.
Pengertian Etika Islam
Kamus besar bahasa Indonesia mengemukakan bahwa etika
secara etimologi adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.1 Lewat pengertian
tersebut etika dapat dipahami sebagai tingkahlaku baik dan buruk,
sikap baik dan buruk yang dilakukan manusia, dalam hal ini manusia
sebagai subjek dari etika itu sendiri.
Etika adalah ajaran tentang norma tingkah laku yang berlaku
dalam suatu kehidupan manusia. Etika berkenaan dengan sikap dan
kepribadian manusia, tingkah laku yang baik dan benar, sikap,
semangat, mental, dan batin yang memancar dalam kepribadian.2
Secara mendasar, etika Islam berbeda dengan teori-teori etika
menurut beberapa aliran filsafat, seperti hedonisme, idealisme,
naturalisme, perfectionisme, teologisme, utilitarisme dan vitalisme.
Hedonisme misalnya adalah doktrin etis yang memandang
kesenangan sebagai kebaikan yang paling utama dan kewajiban
seseorang ialah mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya.3
Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana etika Islam mengatur
personalia di perpustakaan, dan tidak membahas lebih jauh
mengenai etika dalam aliran filsafat. Untuk menghilangkan
kesamaran mengenai keduanya maka perlu disampaikan karakteristik
etika Islam yang membedakannya dengan etika filsafat, yaitu:
a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada
tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku
yang buruk
b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral,
ukuran baik buruknya perbuatan didasarkan kepada ajaran
Allah SWT. (al-Quran) dan ajaran Rasul-Nya (sunnah)
1
Tim Penyususun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka;
2001),hlm. 309
2
A.W.Widjaja, Etika Administrasi Negara (Jakarta: Bumi aksara; 1994), hlm.7
3
Sudarsono, Etika Islam tentang enakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 1993),
hlm. 39
146
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
c. Etika Islam bersifat universal dan komprehenshif, dapat
diterima oleh seluruh umat manusia disegala waktu dan
tempat
d. Dengan ajaran-ajarannya yang praktis dan tepat, cocok
dengan fithrah dan akal pikiran, maka etika islam dapat
dijadikan pedoman oleh seluruh manusia
e. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fithrah manusia ke
jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan
manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT
Menuju keridhaannya. Dengan malaksanakan etika islam
niscaya akan selamatlah manusia dari pikiran-pikiran dan
perbuatan yang keliru dan menyesatkan4
Sifat dan Sikap Pribadi Personalia Perpustakaan
Diatas telah dijelaskan bahwa etika Islam berkaitan dengan
sikap, semangat, tingkah laku dari seseorang manusia. Etika dikaitkan
dengan penampilan seorang peribadi aparatur maka akan
mencerminkan dan memancarkan harkat dan martabat aparat
tersebut secara utuh. Aparatur yang dimaksudkan adalah perangkat,
alat (pemerintah, swasta) yang mengabdikan diri dalam melayani
masyarakat, sedikitnya harus dapat menampilkan salah satu dari
empat aspek dibawah ini:
1. Lahiriah kebendaan : pakaian, perhiasan
2. Lahiriah jasmaniah: bentuk dan rupa diri
3. Sikap dan kepribadian : tingkat pendidikan, tutur kata, karya
dan prestasi.
4. Pengabdian dan kesalehan :rendah diri, rendah hati,
ketulusan, pengorbanan, sabar dan cinta kasih.5
Berkaitan dengan sikap dan kepribadian, satu contoh dekatnya,
menjadikan mulut untuk selalu berkata benar memang susah bagi
sebagian besar orang kantoran, berbicara sopan merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi, lebih lanjut mengenai sulitnya
berkata benar terlihat pada jam-jam tertentu seperti jam istirahat
atau waktu-waktu luang seseorang tidak pernah lepas dari
mengumbar pembicaraan, mulai dari isu politik-ekonomi,
4
Hamzah Ya’qub, Etika Islam (Bandung: Diponegoro,1983), hlm. 14
Ibid; hlm. 8
5
147
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
membicarakan atasan maupun rekan kerja, sampai pada gosip-gosip
murahan. Nabi SAW bersabda “sesungguhnya sebagian besar
kesalahan anak adam itu terletak pada lisannya”.6
Kajian mengenai etika personalia terutama di perpustakaan
tidak luput dari persoalan agama khususnya Islam, sebab dalam
Islam sikap ihsan dalam berkehidupan adalah puncak dari
keberhasilan beriman dan berislam, dalam bahasa sederhana bahwa
tanpa ketiga konpenen ini dalam beragama tidak sempurna. Maka
etika erat kaitannya dengan Islam hal ini memudahkan penulis dalam
mengkaji permasalahan etika personalia perpustakaan dalam
persepektif Islam.
Berkaitan dengan etika dalam pandangan Islam tentunya
sangat erat kaitannya. Perlu disampaikan bahwa etika Islam yang
dalam hal ini perbuatan yang baik dan buruk dikaitkan dengan agama
Islam. Franz Magnis-Suseno, mengemukakan bahwa sebenarnya kita
tidak perlu heran bahwa kaum agama pun memerlukan etika. Etika
yang dimaksudkan adalah usaha untuk memakai akal budi dan daya
pikirannya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup
kalau ia mau menjadi baik. Masalah yang paling penting mengenai
hal ini adalah bagaimana mengartikan sabda Allah yang termuat
dalam wahyu tanpa bantuan etika.7
Pada prinsipnya membina moral/etika kerja petugas
Perpustakaan merupakan segenap usaha agar petugas tersebut
memiliki semangat dan kegairahan kerja. Dalam hal ini prinsip-prinsip
ini harus diketahui oleh kepala Perpustakaan; yaitu:8
1. Berusaha agar petugas perpustakaan rajin mengerjakan
tugasnya
2. Berusaha agar petugas perpustakaan selalu datang tepat
pada waktunya, tidak pernah absen, dan tidak pernah
pulang sebelum waktunya
3. Berusaha agar petugas perpustakaan selalu optimis dalam
mengerjakan tugas-tugasnya
6
Budi Handrianto, Kebeningan Hati dan Pikiran (Jakarta: Gema Insani,2002),
hlm. 91-92
7
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Moral (Yogyakarta:
Kanisisus, 1995), hlm. 17
8
Ibrahim Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), hlm. 185
148
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
4. Berusaha agar petugas perpustakaan merasa senggang
dalam mengerjakan tugas-tugasnya
5. Berusaha agar petugas perpustakaan selalu berisiniatif
mengembangkan perpustakaan
6. Berusaha agar petugas perpustakaan merasa senasib dan
seperjuangan dalam mengemban tugas-tugas.
Prinsip diatas selayaknya dimiliki oleh setiap personalia
perpustakaan agar dapat menjalankan perpustakaan dengan baik,
sehubugan dengan hal tersebut dengan mengamalkan enam prinsip
yang sepertinya belum baku dapat meningkatkan citra perpustakaan
dimata masyarakat dimana citra baik perpustakaan merupakan
bagian tanggungjawab dari personalia perpustakaan tersebut, dan
selayak nya para kepala perpustakaan berusaha sedaya mugkin
memberdayakan sumber daya manusia (personalia) yang dimiliki.
Etos Kerja Sebagai Dasar Pelayanan dalam Islam
Berkenaan dengan etos kerja, tentunya hal ini berkaitan
dengan anggapan seseorang mengenai aktivitas atau ikhtiar, dari segi
makna bekeja merupakan upaya sungguh-sungguh untuk mencapai
tujuan tertentu. Maka dalam bekerja hendaknya sesuai dengan etika
Islam agar termasuk orang yang bersyukur, mengenai hal ini
beberapa hal dibawah ini perlu dimiliki dan disifati:
1. Mencintai pekerjaan yang dilandasi semata-mata berbuat
amal saleh dan ikhlas.
2. Melaksanakan
pekerjaan
dengan
melaksanakan
produktivitas sesuai kemampuan (tidak membebani dan
berkesinambungan).
3. Dilaksanakan secara profesional, jujur dan penuh
keselarasan, dan
4. Pekerjaan yang dilaksanakan termasuk hasilnya dengan cara
yang halal (tidak haram secara syariat Islam).9
Mengenai apa yang dikemukakan di atas hendaknya motto
hidup dalam bekerja berkaitan dengan sabda nabi:
9
Din Zainuddin, Pendidikan Budi Pekerti dalam Persepektif Islam (Jakarta
Selatan: Al-Mawardi Prima, 2004), hlm.129
149
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
“kerjakanlah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan
hidup selama-lamanya, tetapi kerjakanlah untuk kepentingan
akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok”. (H.R Ibnu Asakin).
Selain itu Islam memandang bahwa dalam bekerja harus
dibarengi dengan sikap tawakkal kepada zat yang memberikan
kemudahan, memberikan hasil, mensukseskan pekerjaan,
memberikan akal pikiran, dan sebagainya. Tawakkal dalam Islam
bukan berarti seorang manusia meninggalkan sebab, atau
mengabaikan kerja, kehati-hatian, dan penggunaan alat yang
menyampaikan kepada hasil yang diinginkan, akan tetapi, yang
dimaksud dengan tawakkal ialah seorang manusia mengerahkan
segenap kesungguhan dan kemampuan dalam bekerja dan berusaha,
dan kemudaian beriman dengan iman yang sebenar-benarnya sambil
tetap berusaha dan bekerja bahwa Allah swt senantiasa bersamanya,
memelihara, menolong, dan menyukseskan usahanya, inilah yang
dimaksudkan Allah dalm al-Quran.“Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertwakkal, jika kamu benar-benar beriman” (Qs.
Al- Maidah 5: 23).10
Bekerja dengan kompeten merupakan tujuan dan harapan
setiap intansi, karenanya setiap intansi biasanya banyak melakukan
tes terhadap orang yang membutuhkan pekerjaan, maka untuk itu
dalam etos kerja yang harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai
berikut:
1. Disiplin
Disiplin adalah ketaatan pada norma, etika dan tata tertib
serta peraturan yang berlaku pada masyarakat tertentu. AlQuran surat al-Ashr : 1-3 dengan jelas dipaparkan. “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati”. Disiplin
tertentu yang kita taati, punya hubungan yang korelatif
dengan kebiasaan dan karakter kita dalam menghadapi
hidup. Menurut Aristoteles, kebiasaan dan karakter adalah
dua hal yang mencetak masa depan kita “isi pikiran
melahirkan tindakan. Tindakan melahirkan kebiasaan.
10
Ahmad Asy-Syarbashi, Ensiklopedi Apa dan Mengapa dalam Islam (Jakarta:
Kalam Publika, 2009), hlm. 975
150
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
Kebiasaan melahirkan karakter. Karakter melahirkan nasib”.
Berkaitan dengan disipli tenaga kerja, banyak kenyataan
yang dapat kita lihat, bahwa pindahnya tempat atau bidang
pekerjaan yang tidak diimbangi dengan pindahnya kebiasaan
yang kita jalani, atau tidak diiringi dengan berubahnya pola
pikir dan sikap, maka perpindahan itu hanya menghasilkan
perubahan fisik yang sama sekali tidak berpengaruh pada
peningkatan kualitas diri, maka sehari dua hari orang yang
dipindahkan karena kurang disiplin merasa telah lahir
kembali dengan perpindahan tersebut, tetapi setelah itu kita
menghadapi persoalan yang kan kita selesaikan dengan cara
lama-kelamaan akan menghasilkan situasi yang sama.11
2. Memiliki jiwa kepemimpinan
Jiwa kepemimpinan dalam diri setiap individu sangat
dibutuhkan hal ini tentunya berkaitan dengan rasa tanggung
jawab dalam mengemban tugas. Dalam hal ini Islam
memandang setiap individu manusia adalah pemimpin dan
akan dimintai pertanggungjawabannya.
3. Sikap kerja keras
Agar hidup dapat memperoleh kesejahteraan di dunia dan
akhirat, sikap kerja keras tentunya harus dimiliki dan disifati,
kerja keras tentunya tidak sama dengan pandangan awam
bahwa harus keluar keringat bercucuran, yang berkaitan
dengan memikirkan penomena yang ada disekitar, serta
semangat perenungan diri yang nyata dan realitas dalam
bentuk kerja keras tadi.
4. Memiliki semangat perubahan
Perubahan adalah manifestasi dai usaha yang dilakukan,
tanpa perubahan tentunya manusia tergolong dalam orangorang yang merugi” sungguh Allah tidak akan merubah nasib
suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah keadaan diri
mereka sendiri”. (al-Quran Surat al-Ra’du: 11). Sebuah
contoh inspiratif dapat dikemukakan mengenai semangat
perubahan yang ditukutip Sa’id Hawwa, “ketika mempelajari
kondisi Jerman Barat yang hancur lebur diporak-porandakan
11
AN. Ubaedy, YESS, Your, Excellent, Skill, Sharpener 5 Langkah Mencintai +
Mensyukuri Pekerjaan dan Profesi (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), hlm. 74-75
151
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
dalam perang dunia kedua. Sekalipun demikian bangsa ini
membangun kembali negaranya dalam rantang waktu lima
belas tahun, hal ini disebabkan mereka mendayagunakan
waktu, dan juga semangat perubahan, dimana setiap orang
Jerman bekerja selama sepuluh jam setiap hari, delapan jam
untuk diri sendiri dan dua jam untuk membangun Jerman
dari keterpurukan.12Sebuah negara dapat dimajukan dengan
bekerja keras dan memiliki semangat perubahan serta
memberdayakan waktu yang ada, apalagi hanya sebagai
intansi yang melayani dan mengayomi sebagian kecil
kepentingan dan kebutuhan manusia, terutama mengenai
semangat untuk berubah.
5. Tali silaturrahmi
Tali silaturrahmi yang baik akan menghasilkan rezeki yang
baik pula tentunya, sebab segala sesuatu dapat terjalin
dengan menyambungkan tali silaturrahmi, dengan
silaturrahmi tadi akan membuka cakraala informasi, untuk
dapat menggerakkan simpul informasi yaitu dengan
silaturrahmi dengan sesama, baik kawan sesama pekerja,
maupun dengan orang yang dilayani tentunya.
6. Kematangan emosi
Kematangan tidak dapat dikaitkan dengan besar kecilnya
seseorang, apalagi dikaitkan dengan emosi. Kematangan
emosi dapat diukur dari kemampuan mengendalikan jiwa
dalam setiap menghadapi persoalan. Tidak cepat marah
ketika ditegur, tidak berkeluh kesah ketika punya masalah,
tidak cepat ptus asa ketika mendapat kesulitan, tidak lepas
kendali ketika berhasil. Dengan kata lain apapun yang terjadi
dihadapi dengan ketenangan.13 Kematangan emosi juga
termasuk didalamnya kemampuan mengendalikan amarah.
Kemarahan adalah emosi yang kompleks. Misalnya,
kemarahan dapat bergabung dengan emosi lainnya seperti
sakit hati, cemburu, takut, ketidakberdayaan, rasa bersalah,
frustasi dan defresi. Ahli ilmu jiwa amerika Raymond Navaco
12
Sa’id Hawwa, Al-Islam, Terjemahan Fakhruddin Nur Syam (Jakarta: al-I’tishom,
2002), hlm. 264
13
Ibid; hlm. 130-135
152
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
melihat kemarahan sebagai tanggapan emosional untuk
membuat provokasi yang melibatkan pikiran, perasaan, dan
prilaku.14
Dalam pelayanan yang anda lakukan terhadap orang lain, ada
resiko bila anda membawa kecenderungan kemarahan kedalam
suatu hubungan, karena penolakan yang terjadi sebelumnya dapat
menurunkan harga diri anda sendiri. Akibatnya anda cepat
merasakan adanya ancaman dan provokasi, sekalipun tidak ada unsur
kesengajaan. Ada banyak pertimbangan yang relevan untuk
menganalisa mengapa dan bagaimana anda menjadi marah,
termasuk hal-hal dibawah ini:
1. Sifat provokasi. Apa yang terjadi atau dianggap telah terjadi
untuk memicu kemarahan
2. Hubungan provokasi. Misalnya, tergantung pada apa saja
yang terjadi dalam hubungan mereka, permintaan Nancy
kepada Huck untuk mengambilkan kaus kakinya dapat
dianggapnya sebagai permintaan yang sederhana atau
permohonan yang provokatif dan keterlaluan. Pertimbangan
yang bersifat ontekstual berada jauh diatas hubungan itu.
Contohnya, tekanan situasi kerja yang sulit akan mempunyai
dampak dalam rumah.
3. Rasa berharga. Rasa percaya diri anda memiliki
mempengaruhi sampai sejauhmana anda menganggap
berbagai peristiwa sebagai ancaman.
4. Perasaan marah. Perasaan marah anda mengandung
perasaan buruk yang bersifat umum. Perasaan ini termasuk:
ketidaksenangan, marah, benci dan dendam, termasuk emosi
lain, seperti sakit hati.
5. Marah yang berkaitan dengan reaksi fisik. Tubuh anda akan
mengalami kemarahan bila tekanan darah meningkat, energi
yang meningkat, ketegangan, lambung, insomnia, wajah
tegang dan mata yang menatap.
6. Pikiran yang menghasilkan kemarahan. Pikiran yang
memberikan sumbangan pada kemarahan termasuk perturan
14
Richard Nelson-Jones, Cara Membina Hubungan Baik dengan Orang Lain
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 269
153
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
internal yang tidak realistik dan kegagalan untuk menerima
tanggung jawab pribadi.
7. Bahasa dan berbicara dengan diri sendiri. Anda dapat
mengekpresikan kemarahan dengan kata-kata yang
menjauhkan anda dari “memilki” perasaan anda. Lagi pula,
bahasa anda dapat bersifat tidak pribadi dan provokatif
terhadap orang lain.
8. Pikiran yang defensif. Menyangkal dan menyelewengkan
kemarahan anda dan dampaknya pada orang lain.
9. Perilaku yang berkaitan dengan kemarahan. Perilaku ini akan
berkisar perkelahian, melarikan diri, sampai penegasan.
Kemarahan dapat dieksperesikan secara lisan, dengan
penolakan, ejekan, penghinaan dan bentuk lain dari evaluasi
yang negatif. Kemarahan dapat juga dieksperesikan melalui
suara, dengan berteriak, memberikan yel-yel, tepuk tangan,
kekejaman fisik, dan perilaku negatif lainnya.
10. Kekurangan keahlian. Kekurangan keahlian dapat memicu
kemarahan, termasuk ketidakmampuan untuk memahami
posisi orang lain, dan penegasan yang buruk serta keahlian
pemecahan masalah.
11. Proses timbal balik. Orang kerapkali menyesuaikan atau
membalas tingkahlaku masing-masing. Jika saya berbicara
tentang provokasi yang dapat membuat marah. Jika saya
menjadi marah pada anda, anda akan lebih marah.
12. Akibat kemarahan. Akaiabat positif dan negatif dari perasaan
marah dalam hubungan dengan provokasi yang dirasakan
merupakan hal penting untuk memahami mengapa dan
bagaimana anda menjadi marah. Akan tetapi perlu disadari
bahwa paradok kemarahan adalah bahwa anda kan bertahan
pada kemarahan anda diatas kerugian diri sendiri.15
Keenam bagian etika Islam diatas merupakan ciri has yang
harus dimiliki oleh orang-orang yang ingin meraih sukses, berjiwa
pemimpin, memiliki etos kerja yang tinggi yang patut dianugrahi
sejuta penghargaan, sebab dengan disiplin yang tinggi seorang
karyawan akan menggunakan detik demi detik waktu kerjanya
dengan sebaik-baiknya, dengan etika kepemimpinan terutama
15
Ibid; hlm. 270-271
154
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
terhadap diri, pekerja akan memiliki rasa tanggungjawab, dengan
skap bekerja keras ia juga akan membuahkan hasil yang sempurna,
semangat perubahan yang terpatri dalam diri juga dapat ia jadikan
senjata dalam memperbaiki kesalahan dimasa silam, yang berakibat
positif terhadap terjalinnya hubungan silaturrahmi yang baik, akan
tercermin dari emosi yang stabil karena kematangan emosi akan
mengantarkan setiap individu kepada kematangan menghadapi
setiap persolan yang muncul pada masa sekarang dan akan datang.
Kode Etik Personalia Perpustakaan Sebuah Rancangan Teoritis
Etika sering disebut dengan etik.16Seolah makna persamaan
keduanya telah sama-sama dimaklumi. Kode etik merupakan tata
tertib yang baku biasanya digagas oleh para ahli sesuai dengan
bidangnya, dengan memperhatikan tugas dan tanggungjawab serta
dengan tidak mengesampingkan hasil yang ingin diharapkan.
Kode etik personalia di perpustakaan sepertinya terlupakan
atau mungkin terjadi penggabungan dalam kode etik tenaga kerja
lainnya, padahal semestinya perpustakaan sebagai sebuah lembaga
sudah seharusnya memiliki kode etik tersendiri. Rancangan teoritis
seputar kode etik tenaga personalia di perpustakaan yang akan
penulis sampaikan mungkin bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi
segenap pembaca dan pemerhati perpustakaan di Indonesia sebagai
lembaga independent. Kode etik yang dimaksud adalah meliputi:
1. Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa/ Allah
SWT. Beriman dan bertaqwa akan melahirkan rasa
kedekatan yang tinggi dengan yang pencipta dan akan
melahirkan hati yang ikhlas semata karena Allah. Niat yang
ikhlas merupakan landasan setiap aktivitas manusia. Niat
hanya karena Allah, akan menyadarkan kita bahwa:
a. Allah SWT. Sedang memantau kerja kita
b. Allah hendaknya menjadi tujuan kita
c. Segala yang kita peroleh wajib kita syukuri
d. Rezeki harus digunakan dan dibelanjakan pada jalan
Allah
16
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandanga Islam (Jakarta: Logos,
1999), hlm. 34
155
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
e. Menyadari apa yang kita peroleh pasti kita
pertanggungjawabkan17
Penjelasan ini menunjukkan bahwa setiap personalia/
karyawan yang bertugas di Perpustkaan pemerintah maupun
sewasta, harusnya memiliki keimanan dan taqwa yang
kokoh, karena keimanan dan ketaqwaan yang kuat dapat
meningkatkan keikhlasan dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi
terhadap
pekerjaan yang diamanahkan.18
Tanggungjawab adalah salah satu prinsip pokok bagi kaum
profesiaonal. Maksudnya orang yang profesiaonal tidak
hanya menjadi harapan melainkan akan memunculkan
dirinya sendiri, dengan bekerja sebaik mungkin dengan
standard di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum, dan
dengan mutu yang terbaik, demkian mestinya dengan
profesional dan karyawan yang bertugas di Perpustakaan.
3. Memiliki integritas moral yang tinggi.
Integritas moral yang tinggi dapat mengantarkan pribadi
kearah sikap yang benar dan baik sesuai aturan, karena itu
orang tersebut punya komitmen pribadi untuk menjaga
keluhuran budi pekerti dalam pekerjaannya, dan akan
menjaga nama baiknya, dan juga menjaga kepentingan
orang lain dan masyarakat.19Setidaknya dua nilai moral
paling tidak dan biasa disebut the great moral values (nilainilai moral yang agung), yakni respek dan tanggungjawab.
Pertama, respek berarti menghargai, menghormati, meliputi
dirinya sendiri, terhadap orang lain, dan respek terhadap
semua bentuk kehidupan dan lingkungan yang menjaga
kelangsungan kehidupan manusia. Menjaga wibawa diri
sendiri adalah salah satu kewajiban moral, respek terhadap
orang lain mengharuskan kita memperlakukan orang lain
sebagai manusia yang mempunyai harga diri (dignity) dan
17
Suparmin, Motivasi dan Etos Kerja (Jakarta: Proyek Pembibitan Calon Tenaga
Kependidikan Biro Kepegawaian Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI, 2003),
hlm. 38
18
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya (Yogyakata: Kanisius,
1998), hlm. 44
19
Ibid; h. 45
156
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
hak asasi (rights) yang sama dengan kita sebagai personalia
yang sifatnya melayani, respek terhdap seluruh kehidupan
mengajarkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Kedua,
tanggungjawab (responsibility) secara sederhana diartikan;
kemampuan memberikan tanggapan, hal ini dapat terwujud
dengan berupa memberi perhatian kepada orang lain,
sampai
dengan
menjawab
kebutuhan
mereka,
tanggungjawab merupakan tindak lanjut respek. Jika kita
respek terhadap orang lain kita berarti memberi “nilai” atau
“harga”kepada mereka (tidak meganggap mereka sampah,
apalagi musuh),20 baik sesama rekan kerja maupun orang
lain.
4. Profesional dan memiliki keterampilan yang mumpuni
meliputi; Educational skill, library science skill, simple
clerical skill, technical skill, production skill, dan
enthusiasm.21 Penjelasan lebih lanjut berkaitan dengan hal
diatas:
a. Educational skill; tenaga perpustakaan harus
mengetahui hal ikhwal/seluk beluk pendidikan,
terutama dalam memahami tujuan, scope
kurikulum, mampu mengikuti aktivitas di sekolah
secara luas. Karena sangat diperlukan di dalam
menentuka pilihan, seleksi buku dan bimbingan
b. Library science skill; mampu dan mengetahui
serta terampil menyelanggarakan administrasi
perpustakaan dari awal sampai akhir secara tertib
c. Simple clerical skill; mampu menyelenggarakan
administrasi ringan, baik dalam pengetikan, surat
menyurat, arsip dan sebagainya sebab banyak
kemungkinan pustakawan di Indonesia (akan
bekerja tanpa pembantu)
d. Technical skill; mampu dan tahu cara penggunaan
dan pemeliharaan alat-alat audiovisual aids yang
20
A. Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membengun Etika Sosial
(Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 123-124
21
A.R Ibnu Ahmad Shaleh, Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah (Jakarta:
Hidakarya, 1999), hlm. 25-26
157
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
sederhana dan murah, misalnya: tape recorder,
foto toestel, mikroscope,film/slide projector dan
lain
e. Production skill; mampu mengarang buku yang
relevan untuk anak-anak sekolah dan remaja
terutama buku cerita yang bertemakan
pendidikan
f. Enthusiasm; hal ini lebih banyak berhubungan
dengan minat dan perhatian, tanpa enthusiasm
kesinambungan kegairahan kerja akan sukar
dilaksanakan guna pengolahan perpustakaan yang
baik
5. Mampu menjaga kerahasiaan yang penting dirahasiakan dan
mampu berkomunikasi dengan baik apa yang perlu
disampaikan.
Banyak berbicara menyebabkan kejemuan pada manusia.
Mereka akan berpaling dari anda dan tidak akan senang
mendengarnya.22Sekalipun
harus
mampu
menjaga
kerahasiaan segala sesuatu yang perlu dirahasiakan oleh
personalia/ petugas/ buruh perpustakaan akan tetapi
berdasarkan profesinya ia juga dituntut untuk mampu
berkomunikasi dengan baik, benar dan sopan, karena
dengan komunikasi yang baik tidak akan menimbulkan
kesalahpahaman, terutama untuk yang berhubungan secara
langsung (sistem pelayanan manual, peny).23
6. Disiplin,
dan
mampu
menghargai
waktu
dan
menggunakannya se-efisien mungkin.
Ada beberapa hal yang disampaikan sebagai suatu
ketidaktaatan/ ketidak disiplinan terhadap atauran yang
sering dianggap remeh oleh segenap karyawan dalam setiap
instansi, diantaranya; “melakukan pekerjaan yang kurang
diperkenankan di tempat kerja (seperti mengisi teka-teki
silang, membawa barang dagangan dll), menggunakan
22
Musthafa al-‘Adawy, Fikih Akhlak (Jakarta: Qisthi Pres, 2005), hlm. 148
Kasmir, Etika Custumer Service (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.
36-37
23
158
Al-Kuttab, Vol. 1, No. 2, Juli - Desember 2013
waktu istirahat lebih panjang, meninggalkan kantor lebih
awal, cuti dengan atau tanpa bayaran.24
Kegiatan seperti yang diasampaikan diatas semestinya sedikit
demi sedikit dapat ditinggalkan oleh setiap anggota staf di
Perpustakaan karena akan berakibat kepada seluruh staf, baik secara
fisik maupun psikis segenap tenaga personalia Perpustakaan.
Penutup
Gambaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peneraan
etika yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang profesional, staf
pelayanan di Perpustakaan, baik sikap baik personal pelayanan
melipti, lahiriah kebendaan, lahiriah jasmaniah, sikap dan
kepribadain, serta pengabdian dan kesalehan. Keempat sikap ini akan
melahirkan sedikitnya, sikap ikhlas dalam pekerjaan, rasa tanggung
jawab, disiplin diri dalam bekerja, jiwa kepemimpinan, sikap kerja
keras, memiliki sengat perubahan, terciptanya rasa cinta melalui tali
silaturrahmi yang kuat serta emosi yang stabil dalam menghadapi
cobaan dan tantangan yang muncul diseputar diri dan lingkungan.
Daftar Pustaka
A. Qodri A. Azizy. Pendidikan (Agama) Untuk Membengun Etika
Sosial. Semarang: Aneka Ilmu, 2003.
A. Sonny Keraf. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakata:
Kanisius, 1998.
A.R Ibnu Ahmad Shaleh. Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah.
Jakarta: Hidakarya, 1999.
A.W.Widjaja. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Bumi aksara, 1994.
Agus Dharma. Manajemen Prestasi Kerja Pedoman Praktis Bagi Para
Penyelia untuk Meningkatkan Prestasi Kerja. Jakarta: Rajawali
Press, 1991.
Ahmad Asy-Syarbashi. Ensiklopedi Apa dan Mengapa dalam Islam.
Jakarta: Kalam Publika, 2009.
24
Agus Dharma, Manajemen Prestasi Kerja Pedoman Praktis Bagi Para Penyelia
untuk Meningkatkan Prestasi Kerja (Jakarta: Rajawali Pres, 1991), hlm. 110
159
Muhammad Nuddin – Etika Personalia Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Perspektif Islam
AN. Ubaedy. YESS, Your, Excellent, Skill, Sharpener 5 Langkah
Mencintai + Mensyukuri Pekerjaan dan Profesi. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2005.
Budi Handrianto. Kebeningan Hati dan Pikiran. Jakarta: Gema Insani,
2002.
Din Zainuddin. Pendidikan Budi Pekerti dalam Persepektif Islam.
Jakarta Selatan: Al-Mawardi Prima, 2004.
Franz Magnis-Suseno. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Moral.
Yogyakarta: Kanisisus, 1995.
Hamzah Ya’qub. Etika Islam. Bandung: Diponegoro, 1983.
Ibrahim Bafadal. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi
Aksara, 1992.
Kasmir. Etika Custumer Service. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Mafri Amir. Etika Komunikasi Massa dalam Pandanga Islam. Jakarta:
Logos, 1999.
Musthafa al-‘Adawy. Fikih Akhlak. Jakarta: Qisthi Pres, 2005.
Richard Nelson-Jones. Cara Membina Hubungan Baik dengan Orang
Lain. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Sa’id Hawwa. Al-Islam, Terjemahan Fakhruddin Nur Syam. Jakarta: alI’tishom, 2002.
Sudarsono. Etika Islam tentang enakalan Remaja. Jakarta: Rineka
Cipta, 1993.
Suparmin. Motivasi dan Etos Kerja. Jakarta: Proyek Pembibitan Calon
Tenaga Kependidikan Biro Kepegawaian Sekretaris Jenderal
Departemen Agama RI, 2003.
Tim Penyususun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2001.
160
Download