diskriminasi - Portal Garuda

advertisement
TUGAS AKHIR
KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
“DISKRIMINASI”
NAMA:
ELLA OKTARIA
NIM:
11.02.7930
KELOMPOK:
A
JURUSAN:
D3-MANAJEMEN
INFORMATIKA
DOSEN:
M. KHALIS PURWANTO, MM
JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA
1
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN
KOMPUTER
AMIKOM YOGYAKARTA
2011/2012
DAFTAR ISI
Judul ………………………………………………………………………….
i
Daftar Isi ………………………………………………………………………
ii
Abstrak ………………..………………………………………………………
iii
Latar Belakang Masalah ……..………………………………………………..
1
Rumusan Masalah ……………………………………………………………..
3
Pendekatan :
A. Pendekatan Historis ………………………………………………..
4
B. Pendekatan Sosiologis ……………………………………………..
5
2
C. Pendekatan Yuridis ……..………………………………………….
6
Pembahasan
………………………………………….………………………… 10
Kesimpulan dan Saran
………………………………………………………….
13
Referensi
………………………………….…………………………………….
3
15
ABSTRAK
Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Ketidak adilan
tersebut terwujud dalam pembedaan perlakuan hukum terhadap sesama
warga Negara, berdasarkan warna kulit, golongan, suku, etnis, agama,
jenis kelamin (gender), dsb. Diskriminasi dalam praktik dapat terjadi
secara eksplisit ataupun secara terselubung. Peraturan perundangundangan yang membeda-bedakan warga Negara merupakan bentuk
diskriminasi yang terbuka. Namun yang terbanyak adalah diskriminasi
terselubung
dalam
bentuk
pemberlakuan
pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan yang berbeda-beda terhadap warga negara yang pada
akhirnya melahirkan ketidak-adilan.
Diskriminasi terbagi menjadi 2, yakni;
1. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan
jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin,
ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
2. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat
netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Diskriminasi
terjadi
ketika
pandangan-pandangan
negatif
mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara
tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status seseorang.
Tindakan diskriminasi adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi
manusia.
Diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Terjadi di
tengah keluarga, masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja,
juga tempat layanan hukum dan kesehatan. Orang bisa melakukan
4
diskriminasi baik dalam kapasitas pribadi maupun profesional, sementara
lembaga bisa melakukan diskriminasi melalui kebijakan dan kegiatan
mereka.
5
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Diskriminasi masih berlangsung di berbagai aspek kehidupan di seluruh
dunia, walaupun ditemukan banyak sekali kemajuan dalam kesetaraan pada beberapa
dekade terakhir ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat beragam di berbagai negara
atau kawasan, namun polanya sangat mengejutkan. Tak ada satu kawasan pun di
negara-negara berkembang berlaku kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hakhak hukum, sosial, dan ekonomi. Kesenjangan gender terjadi begitu luas dalam hal
akses terhadap dan kendali atas sumber daya, dalam kesempatan ekonomi, dalam
kekuasaan, dan dalam hak bersuara politik. Meskipun perempuan dan anak
perempuan menjadi pemikul langsung beban terberat dari ketidaksetaraan ini, beban
itu akan diderita juga oleh masyarakat, dan pada akhirnya akan merugikan setiap
orang.
Kesetaraan akan meningkatkan kemampuan negara untuk berkembang,
mengurangi kemiskinan, dan menjalankan pemerintahan secara efektif. Dengan
demikian, meningkatkan kesetaraan
adalah bagian penting dari strategi
pembangunan yang mengupayakan pemberdayaan semua orang untuk melepaskan
diri dari kemiskinan serta meningkatkan taraf hidup.
Di Indonesia, diskriminasi sudah sejak lama mendapat perhatian.
Selain
disebabkan oleh jumlah institusi pendidikan yang masih sangat terbatas, kondisi
tersebut juga dipicu oleh budaya saat itu, yang mengabaikan pentingnya bekal
pendidikan.
Ketika memasuki masa pemerintahan Orde Baru, ketidakadilan ini semakin
terabaikan. Hingga saat ini, ketika demokratisasi di era otonomi daerah diwarnai
6
dengan maraknya proses legislasi yang menghasilkan berbagai undang-undang dan
paraturan serta kebijakan publik.
Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Adapun jenis-jenis diskriminasi yakni:
1. Diskriminasi Umur
Individu tidak diberikan pelayanan yang memadahi karena persoalan umur.
Misalnya anak seringkali tidak dapat mengungkapkan pendapatnya kepada orang
tua karena dianggap masih kecil.
2. Diskriminasi Jenis Kelamin (Gender)
Individu dibedakan karena gender mereka. Misalnya seorang wanita menerima
gaji yang lebih rendah daripada laki-laki, walaupun pekerjaan mereka sama.
3. Diskriminasi Kesehatan
Individu dibedakan karena mereka menderita penyakit atau cacat tertentu.
Contohnya kasusnya seorang yang cacat yang ingin mendaftar menjadi pegawai
negeri sipil (PNS) ditolak oleh pemerintah dan akhirnya dia menggugat kepada
pemerintah. Ia merasa diperlakukan berbeda. Meski cacat kaki dia memiliki hak
yang sama untuk mengikuti tes menjadi PNS.
4. Diskriminasi Ras
Individu dibedakan berdasarkan ras yang mewakili mereka
5. Diskriminasi Agama
Individu dibedakan berdasarkan agama yang dianut
7
6. Diskriminasi Sosial
Individu
dibedakan
berdasarkan
kelas
sosialnya,
seperti
kaya-miskin,
berpendidikan atau tidak
7. Diskriminasi Rasial
Diskriminasi berdasarkan perbedaan warna kulit
II.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis tertarik untuk meneliti
masalah:
1. Apa saja jenis-jenis Diskriminasi
2. Mengapa diskriminasi masih terjadi terutama di Indonesia
3. Awal munculnya istilah Diskriminasi
4. Kajian hukum dan perundang-undangnya
5. Bagaimana menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesenjangan
etnis yang tidak ada habisnya
6. Bagaimana menyadarkan masyarakat tentang kesetaraan etnis
7. Penghapusan diskriminasi serta tindak lanjutnya
8
III.
PENDEKATAN
A. PENDEKATAN HISTORIS
Indonesia merupakan masyarakat yang heterogen yang memiliki beragam
suku dan budaya. Pengaruh budaya Indonesia bukan hanya berasal dari dalam
Indonesia tetapi juga berasal dari luar negeri juga. Dari sekian banyak bangsa yang
pernah datang ke Indonesia, belanda-lah yang paling lama menjajah Indonesia dan
menerapkan berbagai peraturan yang dibawa dari Negara asal mereka.
Masyarakat Belanda terbagi dalam tiga golongan besar, yaitu Europeanen
(golongan orang eropa), Vreemde Oosterlingen (timur asing), dan Inlander (pribumi).
Pada pembagian secara rasial ini, orang Tionghoa dimasukkan dalam kelompok timur
asing bersama orang india, arab, dan melayu. Pemisahan ini dimaksudkan untuk
alasan keamanan. Mereka diharuskan mengenakan pakaian khas, ciri khas fisik
kelompok masing-masing.
Dari peraturan belanda inilah kemudian lahir perlakuan diskriminasi dari
masyarakat yang sampai saat ini masih dilaksanakan dalam masyarakat. Diskriminasi
sebenarnya hanya masalah umum yang masih menjadi persoalan di masyarakat.
Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau
kelompok berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas
seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas social.
Istilah tersebut biasanya untuk melukiskan suatu tindakan dari pihak mayoritas yang
dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi.
Dalam arti tersebut, diskriminasi bersifat aktif atau aspek yang dapat terlihat dari
prasangka yang bersifat negative (negative prejudice) terhadap seorang individu atau
suatu kelompok. Dalam rangka ini dapat juga kita kemukakan definisi dari PBB yang
9
berbunyi demikian: “Diskriminasi mencakup perilaku apa saja yang berdasarkan
perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang
tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.”
B. PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Perlakuan diskriminasi sangat bertentangan dengan UUD 1945 beserta
amandemennya. UUD 1945 yang secara tegas mengutamakan kesetaraan dan
keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, social
budaya, hokum dan bidang kemasyarakatan lainnya. Untuk itu UUD 1945 beserta
amandemennya sangat penting untuk menjadi acuan universal para penyelenggara
negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Peran lembaga peradilan sangat signifikan untuk meminimalisasi terjadinya
perlakuan diskriminasi terhadap setiap warga negara. Kewibawaan lembaga dan
system peradilan di Indonesia saat ini menjadi sorotan masyarakat. Karena
keberhasilan pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera ditentukan
oleh seberapa jauh system hukum yang berlaku ditegakkan dengan konsisten dan adil.
Upaya menggerakkan perekonomian, penciptaan lapangan pekerjaan, maupun
penghapusan kemiskinan tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan apabila
diskriminasi masih terjadi dan keadilan masih berpihak kepada siapa kuat, bukan
berpihak pada kebenaran.
Sesuai dengan fungsinya setiap penyelenggara negara harus mempunyai
kesadaran dan komitmen bahwa dalam menjalankan penyelenggaraan negara tidak
boleh ada perlakuan diskriminasi pada setiap warga negaranya sebagaimana tertuang
dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1. Hal ini juga berarti bahwa di Indonesia tidak boleh
ada perlakuan diskriminasi di berbagai bidang kehidupan. Pelayanan public sebagai
10
salah satu fungsi utama penyelenggara negara dalam lingkup eksekutif harus benarbenar menjunjung tinggi atas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara di
hadapan hukum, menegakkan hukum dengan adil dalam arti tidak ada pembedaan
baik dari warna kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin, dan apabila
dalam pelaksanaannya terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat
diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan harus berani ditindak lanjuti dengan
langkah menghapus dan atau melakukan berbagai perubahan.
C. PENDEKATAN YURIDIS
Kajian Hukum dan Perundang-undangan tentang Diskriminasi:
Diskriminasi pada dasarnya adalah penolakan atas HAM dan kebebasan dasar.
Dalam Pasal 1 butir 3 UU No. 39/1998 tentang HAM disebutkan pengertian
diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya.
Pengertian yang luas tersebut memperlihatkan bahwa spektrum diskriminasi
dapat terjadi dalam berbagai bentuk pada setiap bidang kehidupan secara langsung
maupun tidak langsung. Diksriminasi tersebut dapat bersumber dari peraturan
perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah yang mengandung unsur-unsur
11
diskriminasi. Atau dapat pula berakar pada nilai-nilai budaya, penafsiran agama, serta
struktur sosial dan ekonomi yang membenarkan terjadinya diskriminasi.
Dalam rangka menegakkan norma HAM di Indonesia, Pemerintah telah
meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women) melalui UU Nomor 7 Tahun 1984 serta Konvensi Internasional Tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 (Convention on The
Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965) melalui UU Nomor 29
Tahun 1999.
Berdasarkan konvensi-konvensi tersebut Pemerintah harus mengambil
beberapa langkah dan tindakan yang mendukung tegaknya norma HAM tersebut.
Pemerintah wajib melaksanakan kebijakan anti diskriminasi, baik melalui peraturan
perundang-undangan
maupun
dalam
prakteknya,
dengan
melarang
dan
menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan menjamin setiap orang tanpa
membedakan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, atau keyakinan politik, dan kesederajatan di muka
hukum, terutama kesempatan untuk menggunakan hak-haknya.
Pihak Pemerintah pun wajib menjadikan segala bentuk penghasutan,
kekerasan, provokasi, pengorganisasian, dan penyebarluasan yang didasarkan pada
diskriminasi sebagai tindak pidana. Kemudian pihak Pemerintah pun harus menjamin
adanya perlindungan dan perbaikan yang efektif bagi setiap orang yang berada di
bawah yurisdiksinya atas segala tindakan diskriminasi, serta hak atas ganti rugi yang
memadai dan memuaskan atas segala bentuk kerugian yang diderita akibat perlakuan
diskriminasi. Untuk itu Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang segera
dan efektif, khususnya di bidang pengajaran, pendidikan, kebudayaan, dan
12
penyebarluasan nilai-nilai anti diskriminasi dengan tujuan untuk memerangi berbagai
prasangka yang mengarah pada praktek-praktek diskriminasi.
Sejak dimulainya reformasi 1998, harus diakui telah terdapat beberapa
kebijakan yang secara siginifikan melarang dan menghapuskan diksriminasi.
Misalnya, Inpres Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Menghentikan Penggunaan Istilah
Pribumi dan Non-Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan,
Perencanaan
Program,
Ataupun
Pelaksanaan
Kegiatan
Penyelenggaraan
Pemerintahan. Inpres ini keluar sebagai respon atas kerusuhan terutama yang terjadi
di Jakarta, Surakarta, dan Medan, yang secara eksplisit bersumber pada berbagai
bentuk diskriminasi rasial terhadap golongan Tiong Hoa. Juga dicabutnya Inpres
No.14/1967 tentang pelarangan adat istiadat dan kebudayaan Cina di ruang publik
dengan Keppres No. 6/2000.
13
Berikut ini beberapa contoh peraturan perundang-undangan
yang bersifat
diskriminatif:
Keputusan Presidium No.127/Kep/12/1966 tentang prosedur penggantian
nama keluarga Cina yang asli ke nama Indonesia
Inpres No. 14/1967 tentang pelarangan adat cina di ruang publik (telah
dicabut dengan Keppres No. 6/2000 di masa Presiden Gus Dur).
Keppres No. 240/1967 tentang Warga Negara Indonesia Keturunan Tiong
Hoa.
TAP MPRS No. 32/1966 tentang pelarangan penggunaan bahasa dan aksara
mandarin dalam media massa dan dalam nama toko atau perusahaan.
Presiden Habibie telah membuat Inpres No.26/1998 tentang penghentian
penggunaan istilah pribumi-non pribumi serta meniadakan pembedaan dalam
segala bentuk.
Keputusan
BAKIN
No.Kpts-031
sampai
032
tahun
1973
tentang
pembentukan struktur dan kewenangan Badan Koordinasi Masalah Cina.
Memo
BKMC-BAKINNo.M.039/XI/1973
yang
menyatakan
bahwa
Konghuchu bukan agama.
Surat Menag No.MA/608/80 yang menyatakan bahwa Konghuchu bukan
agama
Surat Mendagri No.477/2535/PUOD/90 menyatakan bahwa Konghuchu
bukan agama
14
IV.
PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI
BENTUK
I.
Permasalahan yang Dihadapi
Dari segi peraturan perundang-undangan, beberapa peraturan perundang-
undangan telah diarahkan untuk menghapuskan kesenjangan dan menghilangkan
praktik diskriminasi, antara lain untuk menghapuskan diskriminasi terhadap
perempuan, suku etnis, kelompok rentan, dan kelompok minoritas. Namun,
perubahan yang diharapkan belum terwujudkan secara optimal, antara lain
disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada belum dijadikan acuan
dalam melakukan tindakan untuk dijadikan dasar hukum pada proses hukum
penanganan kasus atau perkara.
Selain itu, masih sering terjadi bahwa pelayanan kepada masyarakat menjadi
kurang dengan alasan bahwa hal itu disebabkan legitimasi dari pernyataan dalam
peraturan perundang-undangan belum mengatur ketentuan yang harus dilakukan.
Diskriminasi juga dapat terjadi, antara lain, pada kehidupan masyarakat miskin
atau kurang mampu. Akses untuk mendapatkan pelayanan khususnya pelayanan
kesehatan, masih sering menimbulkan diskriminasi, terutama kepada golongan
masyarakat miskin, dan menimbulkan ketidakadilan. Hal tersebut, antara lain,
disebabkan rendahnya kepedulian sosial penyelenggara rumah sakit. Di samping itu,
dikarenakan tidak adanya perangkat peraturan perundang-undangan yang mempunyai
aturan kekuatan hukum dan sanksi yang tegas bagi rumah sakit yang menolak
memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien miskin, menyebabkan penolakan dan
penahanan rumah sakit terhadap pasien miskin masih sering terjadi.
15
Sementara itu, kondisi buruh pada umumnya, sebagai kelompok masyarakat
rentan lain yang memerlukan perlindungan, masih belum membaik selama 2004.
Penghentian hubungan kerja oleh berbagai perusahaan karena alasan efisiensi atau
penjualan perusahaan serta pembayaran upah di bawah standar minimum yang
ditetapkan Pemerintah berlangsung selama 2004. Keadaan itu menunjukkan tidak
terpenuhinya hak atas upah yang adil sesuai dengan prestasi dan yang dapat
menjamin kelangsungan kehidupan keluarga mereka.
Selain itu, berbagai kasus buruh migran masih mewarnai kondisi HAM di
Indonesia sepanjang 2004. Kasus-kasus tersebut merupakan permasalahan yang
berlanjut yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang 2004 buruh migran
Indonesia mengalami berbagai masalah, seperti tidak cukup terlindunginya buruh
migran perempuan, terjadinya perdagangan perempuan, perlakuan terhadap buruh
yang tidak berdokumen yang sah, pengiriman buruh migran ke wilayah konflik,
kekerasan terhadap buruh migran perempuan, pengenaan hukuman mati, dan
deportasi massal dari negara migrasi.
16
II.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Dalam rangka penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok
rentan, kelompok minoritas, dan masyarakat miskin, perlu ditindaklanjuti, antara lain
pembuatan peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminasi terhadap
perempuan, kelompok rentan, kelompok minoritas serta upaya pemberian pelayanan
terutama kepada masyarakat miskin melalui penguatan dukungan, komitmen, dan
keinginan yang tegas dari semua pihak terkait.
Sangat penting pula untuk ditindaklanjuti adalah pelaksanaan yang konsisten
dan komitmen dari pimpinan pemerintahan terhadap perundang-undangan yang
mendukung upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan,
kelompok minoritas, dan masyarakat miskin.
Di samping itu, untuk menjaga dan melaksanakan komitmen Indonesia sebagai
konsekuensi meratifikasi CEDAW langkah utama yang perlu ditindaklanjuti adalah
melalui sosialisasi dan peningkatan kesadaran hukum terhadap materi peraturan
perundang-undangan tidak saja kepada masyarakat, tetapi juga kepada aparat penegak
hukum sebagai landasan hukum dan juga persamaan persepsi untuk menangani
berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, kelompok rentan, serta kelompok
minoritas. Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut akan tercipta hubungan yang
sinergis antar instansi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan hakim serta
instansi terkait yang lain dan masyarakat luas. Di samping sangat penting, hal itu juga
untuk memperbaiki mekanisme pelayanan publik kepada masyarakat pada umumnya
dan kelompok rentan, kelompok minoritas, dan masyarakat miskin pada khususnya
sehingga upaya segala bentuk diskriminasi dapat dihapuskan secara bertahap, tetapi
pasti.
17
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan di atas, perilaku diskriminasi
dapat dihilangkan menggunakan proses belajar instrumental conditioning. Individu
yang melakukan perilaku diskriminasi diberikan punishment yang setimpal.
Sedangkan individu yang biasa melakukan diskriminasi namun bisa menahan untuk
tidak melakukan diskriminasi akan diberikan reward.
Proses belajar yang dilakukan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan proses
belajar instrumental conditioning pada umumnya karena diskriminasi itu sendiri
termasuk perilaku dan instrumental conditioning bisa menurunkan perilaku yang
tidak dinginkan.
Diskriminasi merupakan perilaku prejudice yang dilakukan secara nyata.
Prejudice sendiri adalah sikap negatif terhadap kelompok sosial tertentu. Perilaku
seperti ini sering sekali terjadi di kehidupan bermasyarakat, misalnya: diskriminasi
terhadap orang kulit hitam yang terjadi di Amerika Serikat, di mana mereka
mendapatkan perlakuan berbeda dalam pemberian kesempatan bekerja.
Pemilihan instrumental conditioning sebagai cara penurunan perilaku
diskriminasi merupakan hal yang efektif. Meskipun ada beberapa fakta yang
membuat instrumental conditioning sebagai cara yang kurang efektif, semua hal
tersebut bisa diatasi. Misalnya untuk pemberian punishment, sebaiknya bukan yang
bersifat melukai. Serta pemberian reward sebaiknya dilakukan di segala macam
tempat sehingga menghindari terjadinya stimulus control.
Makhluk hidup, termasuk manusia, melakukan proses belajar untuk bertahan
hidup den menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Manusia, dengan menggunakan
instrumental conditioning, bisa menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dan
meningkatkan perilaku yang diinginkan. Diskriminasi termasuk perilaku yang sering
18
terjadi dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita dukung usaha
penghapusan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Mulailah juga dari diri kita
masing-masing. . .
19
VI.
o
REFERENSI
Suparlan, Parsudi, 1999 “Masyarakat Majemuk dan Hubungan antar Suku
Bangsa,”
(I. Wibowo ed.). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
o
Tempo, 1986 Apa dan Siapa: Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986. Jakarta:
Percetakan PT Temprint
o
Win, 2003 “Karena Merasa Dilecehkan, Penghayat Kepercayaan Mengadu ke
Komnas Ham,” Kompas, Kamis
o
http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi
o
http://alqoharboy.blogspot.com/2009/12/diskriminasi-dan-etnosentrisme.html
o
http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/08/awas-memecat-pekerja-yangdianggap-bodohbisa-didenda-mengenal-undang-undang-anti-diskriminasi/
20
Download