TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA “DISKRIMINASI” NAMA: ELLA OKTARIA NIM: 11.02.7930 KELOMPOK: A JURUSAN: D3-MANAJEMEN INFORMATIKA DOSEN: M. KHALIS PURWANTO, MM JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA 1 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 DAFTAR ISI Judul …………………………………………………………………………. i Daftar Isi ……………………………………………………………………… ii Abstrak ………………..……………………………………………………… iii Latar Belakang Masalah ……..……………………………………………….. 1 Rumusan Masalah …………………………………………………………….. 3 Pendekatan : A. Pendekatan Historis ……………………………………………….. 4 B. Pendekatan Sosiologis …………………………………………….. 5 2 C. Pendekatan Yuridis ……..…………………………………………. 6 Pembahasan ………………………………………….………………………… 10 Kesimpulan dan Saran …………………………………………………………. 13 Referensi ………………………………….……………………………………. 3 15 ABSTRAK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Ketidak adilan tersebut terwujud dalam pembedaan perlakuan hukum terhadap sesama warga Negara, berdasarkan warna kulit, golongan, suku, etnis, agama, jenis kelamin (gender), dsb. Diskriminasi dalam praktik dapat terjadi secara eksplisit ataupun secara terselubung. Peraturan perundangundangan yang membeda-bedakan warga Negara merupakan bentuk diskriminasi yang terbuka. Namun yang terbanyak adalah diskriminasi terselubung dalam bentuk pemberlakuan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda terhadap warga negara yang pada akhirnya melahirkan ketidak-adilan. Diskriminasi terbagi menjadi 2, yakni; 1. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. 2. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan. Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status seseorang. Tindakan diskriminasi adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Terjadi di tengah keluarga, masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja, juga tempat layanan hukum dan kesehatan. Orang bisa melakukan 4 diskriminasi baik dalam kapasitas pribadi maupun profesional, sementara lembaga bisa melakukan diskriminasi melalui kebijakan dan kegiatan mereka. 5 I. LATAR BELAKANG MASALAH Diskriminasi masih berlangsung di berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia, walaupun ditemukan banyak sekali kemajuan dalam kesetaraan pada beberapa dekade terakhir ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat beragam di berbagai negara atau kawasan, namun polanya sangat mengejutkan. Tak ada satu kawasan pun di negara-negara berkembang berlaku kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hakhak hukum, sosial, dan ekonomi. Kesenjangan gender terjadi begitu luas dalam hal akses terhadap dan kendali atas sumber daya, dalam kesempatan ekonomi, dalam kekuasaan, dan dalam hak bersuara politik. Meskipun perempuan dan anak perempuan menjadi pemikul langsung beban terberat dari ketidaksetaraan ini, beban itu akan diderita juga oleh masyarakat, dan pada akhirnya akan merugikan setiap orang. Kesetaraan akan meningkatkan kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan menjalankan pemerintahan secara efektif. Dengan demikian, meningkatkan kesetaraan adalah bagian penting dari strategi pembangunan yang mengupayakan pemberdayaan semua orang untuk melepaskan diri dari kemiskinan serta meningkatkan taraf hidup. Di Indonesia, diskriminasi sudah sejak lama mendapat perhatian. Selain disebabkan oleh jumlah institusi pendidikan yang masih sangat terbatas, kondisi tersebut juga dipicu oleh budaya saat itu, yang mengabaikan pentingnya bekal pendidikan. Ketika memasuki masa pemerintahan Orde Baru, ketidakadilan ini semakin terabaikan. Hingga saat ini, ketika demokratisasi di era otonomi daerah diwarnai 6 dengan maraknya proses legislasi yang menghasilkan berbagai undang-undang dan paraturan serta kebijakan publik. Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Adapun jenis-jenis diskriminasi yakni: 1. Diskriminasi Umur Individu tidak diberikan pelayanan yang memadahi karena persoalan umur. Misalnya anak seringkali tidak dapat mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua karena dianggap masih kecil. 2. Diskriminasi Jenis Kelamin (Gender) Individu dibedakan karena gender mereka. Misalnya seorang wanita menerima gaji yang lebih rendah daripada laki-laki, walaupun pekerjaan mereka sama. 3. Diskriminasi Kesehatan Individu dibedakan karena mereka menderita penyakit atau cacat tertentu. Contohnya kasusnya seorang yang cacat yang ingin mendaftar menjadi pegawai negeri sipil (PNS) ditolak oleh pemerintah dan akhirnya dia menggugat kepada pemerintah. Ia merasa diperlakukan berbeda. Meski cacat kaki dia memiliki hak yang sama untuk mengikuti tes menjadi PNS. 4. Diskriminasi Ras Individu dibedakan berdasarkan ras yang mewakili mereka 5. Diskriminasi Agama Individu dibedakan berdasarkan agama yang dianut 7 6. Diskriminasi Sosial Individu dibedakan berdasarkan kelas sosialnya, seperti kaya-miskin, berpendidikan atau tidak 7. Diskriminasi Rasial Diskriminasi berdasarkan perbedaan warna kulit II. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis tertarik untuk meneliti masalah: 1. Apa saja jenis-jenis Diskriminasi 2. Mengapa diskriminasi masih terjadi terutama di Indonesia 3. Awal munculnya istilah Diskriminasi 4. Kajian hukum dan perundang-undangnya 5. Bagaimana menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesenjangan etnis yang tidak ada habisnya 6. Bagaimana menyadarkan masyarakat tentang kesetaraan etnis 7. Penghapusan diskriminasi serta tindak lanjutnya 8 III. PENDEKATAN A. PENDEKATAN HISTORIS Indonesia merupakan masyarakat yang heterogen yang memiliki beragam suku dan budaya. Pengaruh budaya Indonesia bukan hanya berasal dari dalam Indonesia tetapi juga berasal dari luar negeri juga. Dari sekian banyak bangsa yang pernah datang ke Indonesia, belanda-lah yang paling lama menjajah Indonesia dan menerapkan berbagai peraturan yang dibawa dari Negara asal mereka. Masyarakat Belanda terbagi dalam tiga golongan besar, yaitu Europeanen (golongan orang eropa), Vreemde Oosterlingen (timur asing), dan Inlander (pribumi). Pada pembagian secara rasial ini, orang Tionghoa dimasukkan dalam kelompok timur asing bersama orang india, arab, dan melayu. Pemisahan ini dimaksudkan untuk alasan keamanan. Mereka diharuskan mengenakan pakaian khas, ciri khas fisik kelompok masing-masing. Dari peraturan belanda inilah kemudian lahir perlakuan diskriminasi dari masyarakat yang sampai saat ini masih dilaksanakan dalam masyarakat. Diskriminasi sebenarnya hanya masalah umum yang masih menjadi persoalan di masyarakat. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau kelompok berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas social. Istilah tersebut biasanya untuk melukiskan suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi. Dalam arti tersebut, diskriminasi bersifat aktif atau aspek yang dapat terlihat dari prasangka yang bersifat negative (negative prejudice) terhadap seorang individu atau suatu kelompok. Dalam rangka ini dapat juga kita kemukakan definisi dari PBB yang 9 berbunyi demikian: “Diskriminasi mencakup perilaku apa saja yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.” B. PENDEKATAN SOSIOLOGIS Perlakuan diskriminasi sangat bertentangan dengan UUD 1945 beserta amandemennya. UUD 1945 yang secara tegas mengutamakan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, social budaya, hokum dan bidang kemasyarakatan lainnya. Untuk itu UUD 1945 beserta amandemennya sangat penting untuk menjadi acuan universal para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Peran lembaga peradilan sangat signifikan untuk meminimalisasi terjadinya perlakuan diskriminasi terhadap setiap warga negara. Kewibawaan lembaga dan system peradilan di Indonesia saat ini menjadi sorotan masyarakat. Karena keberhasilan pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera ditentukan oleh seberapa jauh system hukum yang berlaku ditegakkan dengan konsisten dan adil. Upaya menggerakkan perekonomian, penciptaan lapangan pekerjaan, maupun penghapusan kemiskinan tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan apabila diskriminasi masih terjadi dan keadilan masih berpihak kepada siapa kuat, bukan berpihak pada kebenaran. Sesuai dengan fungsinya setiap penyelenggara negara harus mempunyai kesadaran dan komitmen bahwa dalam menjalankan penyelenggaraan negara tidak boleh ada perlakuan diskriminasi pada setiap warga negaranya sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1. Hal ini juga berarti bahwa di Indonesia tidak boleh ada perlakuan diskriminasi di berbagai bidang kehidupan. Pelayanan public sebagai 10 salah satu fungsi utama penyelenggara negara dalam lingkup eksekutif harus benarbenar menjunjung tinggi atas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara di hadapan hukum, menegakkan hukum dengan adil dalam arti tidak ada pembedaan baik dari warna kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin, dan apabila dalam pelaksanaannya terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan harus berani ditindak lanjuti dengan langkah menghapus dan atau melakukan berbagai perubahan. C. PENDEKATAN YURIDIS Kajian Hukum dan Perundang-undangan tentang Diskriminasi: Diskriminasi pada dasarnya adalah penolakan atas HAM dan kebebasan dasar. Dalam Pasal 1 butir 3 UU No. 39/1998 tentang HAM disebutkan pengertian diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya. Pengertian yang luas tersebut memperlihatkan bahwa spektrum diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk pada setiap bidang kehidupan secara langsung maupun tidak langsung. Diksriminasi tersebut dapat bersumber dari peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah yang mengandung unsur-unsur 11 diskriminasi. Atau dapat pula berakar pada nilai-nilai budaya, penafsiran agama, serta struktur sosial dan ekonomi yang membenarkan terjadinya diskriminasi. Dalam rangka menegakkan norma HAM di Indonesia, Pemerintah telah meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) melalui UU Nomor 7 Tahun 1984 serta Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 (Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965) melalui UU Nomor 29 Tahun 1999. Berdasarkan konvensi-konvensi tersebut Pemerintah harus mengambil beberapa langkah dan tindakan yang mendukung tegaknya norma HAM tersebut. Pemerintah wajib melaksanakan kebijakan anti diskriminasi, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun dalam prakteknya, dengan melarang dan menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan menjamin setiap orang tanpa membedakan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, atau keyakinan politik, dan kesederajatan di muka hukum, terutama kesempatan untuk menggunakan hak-haknya. Pihak Pemerintah pun wajib menjadikan segala bentuk penghasutan, kekerasan, provokasi, pengorganisasian, dan penyebarluasan yang didasarkan pada diskriminasi sebagai tindak pidana. Kemudian pihak Pemerintah pun harus menjamin adanya perlindungan dan perbaikan yang efektif bagi setiap orang yang berada di bawah yurisdiksinya atas segala tindakan diskriminasi, serta hak atas ganti rugi yang memadai dan memuaskan atas segala bentuk kerugian yang diderita akibat perlakuan diskriminasi. Untuk itu Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang segera dan efektif, khususnya di bidang pengajaran, pendidikan, kebudayaan, dan 12 penyebarluasan nilai-nilai anti diskriminasi dengan tujuan untuk memerangi berbagai prasangka yang mengarah pada praktek-praktek diskriminasi. Sejak dimulainya reformasi 1998, harus diakui telah terdapat beberapa kebijakan yang secara siginifikan melarang dan menghapuskan diksriminasi. Misalnya, Inpres Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, Ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan. Inpres ini keluar sebagai respon atas kerusuhan terutama yang terjadi di Jakarta, Surakarta, dan Medan, yang secara eksplisit bersumber pada berbagai bentuk diskriminasi rasial terhadap golongan Tiong Hoa. Juga dicabutnya Inpres No.14/1967 tentang pelarangan adat istiadat dan kebudayaan Cina di ruang publik dengan Keppres No. 6/2000. 13 Berikut ini beberapa contoh peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif: Keputusan Presidium No.127/Kep/12/1966 tentang prosedur penggantian nama keluarga Cina yang asli ke nama Indonesia Inpres No. 14/1967 tentang pelarangan adat cina di ruang publik (telah dicabut dengan Keppres No. 6/2000 di masa Presiden Gus Dur). Keppres No. 240/1967 tentang Warga Negara Indonesia Keturunan Tiong Hoa. TAP MPRS No. 32/1966 tentang pelarangan penggunaan bahasa dan aksara mandarin dalam media massa dan dalam nama toko atau perusahaan. Presiden Habibie telah membuat Inpres No.26/1998 tentang penghentian penggunaan istilah pribumi-non pribumi serta meniadakan pembedaan dalam segala bentuk. Keputusan BAKIN No.Kpts-031 sampai 032 tahun 1973 tentang pembentukan struktur dan kewenangan Badan Koordinasi Masalah Cina. Memo BKMC-BAKINNo.M.039/XI/1973 yang menyatakan bahwa Konghuchu bukan agama. Surat Menag No.MA/608/80 yang menyatakan bahwa Konghuchu bukan agama Surat Mendagri No.477/2535/PUOD/90 menyatakan bahwa Konghuchu bukan agama 14 IV. PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK I. Permasalahan yang Dihadapi Dari segi peraturan perundang-undangan, beberapa peraturan perundang- undangan telah diarahkan untuk menghapuskan kesenjangan dan menghilangkan praktik diskriminasi, antara lain untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, suku etnis, kelompok rentan, dan kelompok minoritas. Namun, perubahan yang diharapkan belum terwujudkan secara optimal, antara lain disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada belum dijadikan acuan dalam melakukan tindakan untuk dijadikan dasar hukum pada proses hukum penanganan kasus atau perkara. Selain itu, masih sering terjadi bahwa pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang dengan alasan bahwa hal itu disebabkan legitimasi dari pernyataan dalam peraturan perundang-undangan belum mengatur ketentuan yang harus dilakukan. Diskriminasi juga dapat terjadi, antara lain, pada kehidupan masyarakat miskin atau kurang mampu. Akses untuk mendapatkan pelayanan khususnya pelayanan kesehatan, masih sering menimbulkan diskriminasi, terutama kepada golongan masyarakat miskin, dan menimbulkan ketidakadilan. Hal tersebut, antara lain, disebabkan rendahnya kepedulian sosial penyelenggara rumah sakit. Di samping itu, dikarenakan tidak adanya perangkat peraturan perundang-undangan yang mempunyai aturan kekuatan hukum dan sanksi yang tegas bagi rumah sakit yang menolak memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien miskin, menyebabkan penolakan dan penahanan rumah sakit terhadap pasien miskin masih sering terjadi. 15 Sementara itu, kondisi buruh pada umumnya, sebagai kelompok masyarakat rentan lain yang memerlukan perlindungan, masih belum membaik selama 2004. Penghentian hubungan kerja oleh berbagai perusahaan karena alasan efisiensi atau penjualan perusahaan serta pembayaran upah di bawah standar minimum yang ditetapkan Pemerintah berlangsung selama 2004. Keadaan itu menunjukkan tidak terpenuhinya hak atas upah yang adil sesuai dengan prestasi dan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarga mereka. Selain itu, berbagai kasus buruh migran masih mewarnai kondisi HAM di Indonesia sepanjang 2004. Kasus-kasus tersebut merupakan permasalahan yang berlanjut yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang 2004 buruh migran Indonesia mengalami berbagai masalah, seperti tidak cukup terlindunginya buruh migran perempuan, terjadinya perdagangan perempuan, perlakuan terhadap buruh yang tidak berdokumen yang sah, pengiriman buruh migran ke wilayah konflik, kekerasan terhadap buruh migran perempuan, pengenaan hukuman mati, dan deportasi massal dari negara migrasi. 16 II. Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam rangka penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok minoritas, dan masyarakat miskin, perlu ditindaklanjuti, antara lain pembuatan peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok minoritas serta upaya pemberian pelayanan terutama kepada masyarakat miskin melalui penguatan dukungan, komitmen, dan keinginan yang tegas dari semua pihak terkait. Sangat penting pula untuk ditindaklanjuti adalah pelaksanaan yang konsisten dan komitmen dari pimpinan pemerintahan terhadap perundang-undangan yang mendukung upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok minoritas, dan masyarakat miskin. Di samping itu, untuk menjaga dan melaksanakan komitmen Indonesia sebagai konsekuensi meratifikasi CEDAW langkah utama yang perlu ditindaklanjuti adalah melalui sosialisasi dan peningkatan kesadaran hukum terhadap materi peraturan perundang-undangan tidak saja kepada masyarakat, tetapi juga kepada aparat penegak hukum sebagai landasan hukum dan juga persamaan persepsi untuk menangani berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, kelompok rentan, serta kelompok minoritas. Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut akan tercipta hubungan yang sinergis antar instansi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan hakim serta instansi terkait yang lain dan masyarakat luas. Di samping sangat penting, hal itu juga untuk memperbaiki mekanisme pelayanan publik kepada masyarakat pada umumnya dan kelompok rentan, kelompok minoritas, dan masyarakat miskin pada khususnya sehingga upaya segala bentuk diskriminasi dapat dihapuskan secara bertahap, tetapi pasti. 17 V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan di atas, perilaku diskriminasi dapat dihilangkan menggunakan proses belajar instrumental conditioning. Individu yang melakukan perilaku diskriminasi diberikan punishment yang setimpal. Sedangkan individu yang biasa melakukan diskriminasi namun bisa menahan untuk tidak melakukan diskriminasi akan diberikan reward. Proses belajar yang dilakukan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan proses belajar instrumental conditioning pada umumnya karena diskriminasi itu sendiri termasuk perilaku dan instrumental conditioning bisa menurunkan perilaku yang tidak dinginkan. Diskriminasi merupakan perilaku prejudice yang dilakukan secara nyata. Prejudice sendiri adalah sikap negatif terhadap kelompok sosial tertentu. Perilaku seperti ini sering sekali terjadi di kehidupan bermasyarakat, misalnya: diskriminasi terhadap orang kulit hitam yang terjadi di Amerika Serikat, di mana mereka mendapatkan perlakuan berbeda dalam pemberian kesempatan bekerja. Pemilihan instrumental conditioning sebagai cara penurunan perilaku diskriminasi merupakan hal yang efektif. Meskipun ada beberapa fakta yang membuat instrumental conditioning sebagai cara yang kurang efektif, semua hal tersebut bisa diatasi. Misalnya untuk pemberian punishment, sebaiknya bukan yang bersifat melukai. Serta pemberian reward sebaiknya dilakukan di segala macam tempat sehingga menghindari terjadinya stimulus control. Makhluk hidup, termasuk manusia, melakukan proses belajar untuk bertahan hidup den menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Manusia, dengan menggunakan instrumental conditioning, bisa menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yang diinginkan. Diskriminasi termasuk perilaku yang sering 18 terjadi dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita dukung usaha penghapusan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Mulailah juga dari diri kita masing-masing. . . 19 VI. o REFERENSI Suparlan, Parsudi, 1999 “Masyarakat Majemuk dan Hubungan antar Suku Bangsa,” (I. Wibowo ed.). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, o Tempo, 1986 Apa dan Siapa: Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986. Jakarta: Percetakan PT Temprint o Win, 2003 “Karena Merasa Dilecehkan, Penghayat Kepercayaan Mengadu ke Komnas Ham,” Kompas, Kamis o http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi o http://alqoharboy.blogspot.com/2009/12/diskriminasi-dan-etnosentrisme.html o http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/08/awas-memecat-pekerja-yangdianggap-bodohbisa-didenda-mengenal-undang-undang-anti-diskriminasi/ 20