JSKK(Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan)

advertisement
JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan)
d/a. JRKI, Jl. Kebon Pala II No. 7C, Kampung Melayu, Jakarta Timur, CP: 0813 1663 8655
e-mail: [email protected] Website: http://www.aksikamisan.net
Aksi Diam di depan Istana Presiden, 13 Oktober 2016
Nomor
Hal
Kamis ke-463
: 93/Surat Terbuka/JSKK/X/2016
: Reformasi Hukum Setengah Hati.
Jakarta, 13 Oktober 2016
Kepada
Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
di Jakarta
Dengan hormat,
Melalui surat ini kami sampaikan bahwa perjuangan penegakan supremasi hukum bukanlah hal asing, sebab merupakan
agenda yang ke-3 dari “Agenda Reformasi” yang dicanangkan oleh Gerakan Mahasiswa ‘98 bersama masyarakat sipil prodemokrasi. Perjuangan mereka untuk mewujudkan agenda reformasi tersebut dihadapi dengan kekerasan oleh ABRI
(TNI/Polri) yang saat itu menjadi alat melanggengkan kekuasaan. Tindak kekerasan itu mengakibatkan jatuh korban baik
meninggal maupun luka-luka. 15 mahasiswa dari berbagai kampus gugur diterjang peluru tajam, yang oleh masyarakat para
korban itu disebut sebagai “pahlawan reformasi”, “pejuang demokrasi”.
Kini sangat ironis. Indonesia sebagai negara hukum, yang ingin menegakkan hukum, mereformasi hukum, meningkatkan
budaya hukum, menghapus impunitas, ternyata memberi posisi strategis kenegaraan kepada orang yang diduga harus
bertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat masa lalu. Kenyataan ini memberikan pembenaran terhadap slogan yang
mengatakan “hukum tajam ke bawah tumpul ke atas”, sekaligus memberikan sinyal bahwa semangat reformasi hukum bisa
jadi hanya setengah hati dan mengundang kekecewaan masyarakat. Sebuah ungkapan kekecewaan masyarakat tersirat
dalam syair lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Melanie Subono, sbb:
Nyalakan tanda bahaya bagi rakyat jelata
Hukum tak bisa menyentuh yang di atas sana
Nyalakan tanda bahaya bagi rakyat jelata
Hukum dijadikan alat penindas kita
Kini Bapak Presiden mencanangkan paket kebijakan reformasi hukum. Pertanyaannya adalah, apakah kebijakan itu akan
mendorong komitmen penegak hukum untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu secara yudisial, di mana UU
yang mengaturnya sudah ada yaitu UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Selama ini, kami korban pelanggaran HAM
berat merasakan bahwa hukum telah direkayasa untuk melindungi para pelaku, yaitu dengan memandulkan UU 26/2000.
Hal ini bisa dibuktikan bahwa 7 berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat selama belasan tahun mangkrak di
Kejaksaan Agung. Sehubungan dengan itu, agar reformasi hukum tidak setengah hati, maka, kami mohon Bapak Presiden:
1. Memastikan penegakan hukum yang berkeadilan serta tidak tebang pilih sebagai upaya untuk memulihkan
kepercayaan masyarakat;
2. Menugasi Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM atas kasus Trisakti-Semanggi ISemanggi II, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa, Talangsari, Tanjung Priok, Tragedi 1965 sebagaimana
tertulis di dalam Nawa Cita dan kasus Wasior-Wamena.
3. Menolak penyelidikan ulang kasus Wasior Wamena di Papua dan tidak menunda-nunda proses penyelesaiannya.
4. Mengusut tuntas kasus meninggalnya Munir dengan menindaklanjuti temuan TPFyang telah diserahkan kepada
Presiden RI.
Demikian kami sampaikan dan atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
Salam hormat,
PRESIDIUM JSKK,
Suciwati
Sumarsih
Bedjo Untung
Download