BAB II MEDAN SEBAGAI KOTA MULTIKULTURAL 2.1. Kota Medan Sebagai Kota Multikultural Kondisi masyarakat yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama, serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat.Dalam kondisi masyarakat tersebut di atas, termasuk di Indonesia, wacana tentang pendidikan multikultural menjadi penting untuk membekali peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalahmasalah sosial yang berakar pada perbedaan karena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Sama halnya dengan kondisi masyarakat di Kota Medan yang multikultural. Kondisi masyarakat yang sangat plural serta multikultural baik dari aspek suku, ras, agama, serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat kota medan. Kota Medan adalah kota yang memiliki komposisi masyarakat yang sangat beragam baik dari keberagaman suku, agama, adat bahkan ragam kekayaan makanan khas. Website Pemko Medan mencatat bahwa keberagaman di Kota Medan menjadi sesuatu yang sangat menarik karena pengaruh akulturasi budaya dari berbagai etnik yang mendiami Kota Medan, seperti yang ada didalam data pemko Medan diantaranya adalah suku Melayu, Jawa, Karo, Toba, Simalungun, Minang, Pakpak, Tamil dan lain sebagainya. Tiap-tiap suku diatas disebutkan membawa 32 Universitas Sumatera Utara budaya masing-masing yang menjadikan Kota Medan sebagai Kota keberagaman yang begitu unik. Selain suku, agama yang ada di Kota Medan juga beraneka ragam mulai dari agama resmi seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu dan Khonghucu hingga aliran kepercayaan baik yang bersifat lokal maupun tidak ada di Kota Medan yaitu Parmalim, Pemena, Ahmadiyah, Saksi Jahowa dan lain sebagainya. Secara seksualitas masyarakat di Kota Medan memiliki keberagaman seksualitas baik dari segi orientasi seksual, identitas seksual, identitas gender, dan ekspresi gender. Berangkat dari keberagaman diatas Kota Medan belum sepenuhnya dikatakan sebagai Kota Multikulturalisme karena dari beberapa temuan penulis tentang konflik yang terjadi di Kota Medan khususnya konflik yang berhubungan dengan agama maupun aliran kepercayaan. Aliansi Sumut Bersatu 11 mencatat berbagai kasus intoleransi yang terjadi melalui pemantauan lima (5) media lokal, pada tahun 2011 tercatat ada sebanyak 63 kasus, sedangkan di tahun 2012 naik menjadi 75 kasus. Adapun jenis kasus intoleransi yang terjadi mulai dari tindakan diskriminatif, pernyataan negatif terhadap kehidupan beragama, tuntutan ormas terhadap pemerintah, tindakan lokalisasi, pengrusakan dan permasalahan rumah ibadah, penistaan dan penyalahgunaan simbol agama dan kekerasan terhadap pemuka agama. Berangkat 11 Aliansi Sumut Bersatu (ASB) adalah organisasi masyarakat sipil atau LSM yang sejak tahun 2006 melakukan upaya-upaya penguatan untuk mendorong penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman melalui pendidikan kriti, dialog, advokasi dan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh ASB berupaya melibatkan aktivis muda lintas agama, mahasiswa/I, NGO, Jurnalis dan kelompok marginal lainnya dengan semangat KEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN. [diambil dari cover belakang buku berjudul Sumatera Uatara: Rawan untuk Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (laporan pemantauan Aliansi Sumut Bersatu tahun 2012) ] 33 Universitas Sumatera Utara dari keberagaman diatas, Kota Medan masih terletak pada tahap multikultural dan belum sepenuhnya mencapai tahap multikulturalisme. 2.2. Situasi Mulitikultural di Beberapa Negara 2.2.1. Situasi Multikultural di Kanada Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih dari 200 kelompok etnis hidup bersama, dan lebih dari 40 kebudayaan di Kanada. Banyaknya ras dan etnis membuat pemerintah Kanada tidak dapat mengakomodasi rakyatnya untuk saling menghargai dan menghormati. Oleh karena itu, salah satu kebijakan yang dikeluarkan pada saat itu adalah kebijakan mengenai multikulturalisme yang disahkan pada tahun 1971. Kanada negar yang pertama kali memperkenalkan dan menerapkan kebijakan multikulturalisme. Hal yang ditegaskan dalam kebijakan itu adalah nilai dan harkat martabat warga negaranya, tanpa memandang perbedaan latar belakang bahasa, suku, kedaerahan maupun agama. Masih di tahun 70-an paham multikulturalisme berkembang di Amerika Serikat, Australia dan Inggris. Kebijakan yang mendorong multikulturalisme di Kanada juga diterapkan melalui pendidikan di sekolah. Sejak 1993 12 , beberapa dewan pendidikan seperti Vancouver School Board melaksanakan penataran guru-guru untuk Pendidikan Multikultural, mendirikan komite penasehat untuk hubungan rasial, serta melembagakan hubungan rasial di distrik sekolah.Secara terinci Magsino 12 https://phierda.wordpress.com/2013/01/29/perbandingan-pendidikan-multikultural-diberbagai-negara/ 34 Universitas Sumatera Utara (1985) mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan Multikultural:Pertama, pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.Kedua, pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang berbeda.Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat.Di dalam kaitan ini Pendidikan Multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme.Keempat, pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas adanya kesamaan dari kelompok yang bermacammacam.Mengakui adanya partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.Kelima, pendidikan “accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan. 35 Universitas Sumatera Utara Pengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah bagaimana mencapai kemajuan akademis.Pendidikan Multikultural di Kanada tergantung di mana pendidikan multietnis itu berada di dalam kerangka struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakatnya. 2.2.2. Situasi Multikultural di Inggris Pada awalnya, Inggris terkenal sebagai masyarakat yang monokultur namun setelah perang dunia II Inggris mulai dikenal sebagai negara yang multikultur ketika kedatangan tenaga kerja dari kepulauan Karibia dan India. Kemultikulturan Inggris juga berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran yang memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga memunculkan berbagai gerakan yang pada saat itu berlatar belakang budaya. Gerakan ini merupakan gerakan politik yang didukung pandangan liberal, demokrasi dan gerakan kesetaraan manusia.Untuk mendukung paham multikultural di Inggris, maka dimulai dengan adanya pendidikan multikultural. Kelompok progresif di Universitas Birmingham merupakan kampus yang melahirkan studi budaya (cultural studies) pada tahun 1964 yang mengetengahkan pemikiran progresif kaum terpinggirkan yang didukung oleh Kaum Buruh (Labor party). Pendidikan Multikultural terjadi karena dorongan dari bawah, yaitu kelompok liberal (orang putih) bersama dengan kelompok kulit berwarna. Selain melalui pendidikan, Inggris juga menerapkannya melalui 36 Universitas Sumatera Utara undang-undangCommonwealth Immigrant Act 13 tahun 1962 yang mengubah status kelompok kulit berwarna dari kelompok imigran menjadi “shelter” (penghuni tetap). Pada tahun 1968 didirikan Select Community on Race Relations and Immigration (SCRRI) 14 yang bertugas meninjau kebijakan imigrasi.Kesempatan ini digunakan oleh kaum imigran terutama dari Hindia Barat dan Asia untuk mengetengahkan permasalahannya. Pada tahun 1973 laporan SCRRI berkontribusi terhadap pendidikan kolompok imigran dalam berbagai hal seperti: bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, penggantian istilah imigran dengan masyarakat multirasial (multiracal society), menuntut pendidikan yang lebih baik, meminta untuk memenuhi tuntutan National Union of Teachers (NUT) akan adanya pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat multi rasial, merumuskan bahwa pengertian seperti integrasi, asimilasi, pluralisme dapat digunakan untuk menggambarkan hal yang sama. (Tilaar :2004). Pada tahun 1981 terjadi perubahan yang signifikan dengan terbitnya British Nationality Act yang menghendaki agar Pendidikan Multikultural bukan hanya terlihat di bidang pendidikan namun juga forum-forum pendidikan masyarakat seperti jaringan televisi BBC. 2.2.3. Situasi Multikultural di Australia 13 https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/268009/immi grationacts.pdf 14 Ibid 37 Universitas Sumatera Utara Pelaksanaan Pendidikan Multikultural dapat dibedakan tiga fase perkembangan yaitu dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan untuk kaum migran bersifat pasif.Artinya anak kaum imigran menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang ada.Karena ada kesulitan dalam penggunaan bahasa Inggris bagi anak imigran diberikanlah bantuan laboratorium bahasa. Hingga tahun 1970-an kurikulum masih terpusat hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan dengan kebutuhan multietnis Australia. Kedua, dari pendidikan imigran ke Pendidikan Multikultural (1972-1986) semua propinsi diAustralia telah mengadopsi kebijakan Pendidikan Multikultural. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: “ Di dalam masyarakat multi budaya, masing-masing orang memiliki hak atas integritas budaya; memiliki citra diri yang positif (a positif self image), dan untuk pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan. Masing-masing orang tidak hanya harus menyatakan perasaan yang positif terhadap warisan budayanya sendiri tetapi juga harus mengalami seperti perasaan terhadap warisan budaya orang lain.” Tujuan Pendidikan Multikultural adalah : pertama, pengertian dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah masyarakat multibudaya di dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi bangsa Eropa; kedua, menemukan kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk membangun Australia ; ketiga, pengertian antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku, kepercayaan, nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme; keempat, tingkah laku yang memperkuat keselarasan antaretnis; kelima, memperluas kesadaran akan penerimaannya 38 Universitas Sumatera Utara sebagai seseorang yang mempunyai identitas nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik di dalam masyarakat multi budaya Australia. Penjelasan di atas menunjukkan bagaimana situasi multikultural di beberapa negara sebagai parameter perbandingan. 2.3. Kota Medan Secara Geografis dan Demografis Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Terletak Di 3°35′N 98°40′E dengan luas keseluruhan 265,10 km2 serta memiliki populasi 2.109.339 jiwa. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera yang memiliki hari jadi tanggal 1 Juli 1950. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Berastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 39 Universitas Sumatera Utara Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Kota Medan secara demografi didiami oleh beberapa suku bangsa antara lain ; Batak, Jawa, Tionghoa, Mandailing, Minangkabau, Melayu, Karo, Aceh, Sunda. Sedangkan agama dan aliran kepercayaan antara lain ; Islam (67,83%), Katolik (2,89%), Protestan (18,13%), Buddha (10,4%), Hindu (0,68%), lainnya (0,07%). Bahasa yang digunakan di Kota Medan antara lain ; Indonesia, Batak, Jawa, Hokkien, Minangkabau. Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa).Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, 40 Universitas Sumatera Utara secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004.Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung.Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia.Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur.Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan 41 Universitas Sumatera Utara Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya. Tabel 1. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930,1980,2000 Etnis Taun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000 Jawa 24,89% 29,41% 33,03% Batak 2,93% 14,11% 20,93%* Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65% Mandailing 6,12% 11,91% 9,36% Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6% Melayu 7,06% 8,57% 6,59% Karo 0,19% 3,99% 4,10% Aceh -- 2,19% 2,78% Sunda 1,58% 1,90% -- Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95% Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93% 2.4. Kondisi Multikulturalisme di Kota Medan Kota Medan sering mendapatkan sebutan sebagai kota yang menjadi miniature Indonesia hal ini dikarenakan Kota Medan adalah kota yang memiliki 42 Universitas Sumatera Utara komposisi masyarakat yang sangat beragam dan di pandang secara umum menjadi kota yang damai dan tentram. Kota Medan yang masih pada tahap multikultural dan belum sepenuhnya mencapai tahap multikulturalisme dikarenakan adanya konflik dan bentuk-bentuk intolerasi yang berujung pada tindakan diskriminasi dan kekerasan. Kekerasan yang mengatas namakan agama, diskriminasi terhadap suku dan ras. Contoh diskriminasi yang mengatas namakan agama seperti pemberian nilai buruk di raport terhadap siswi yang tidak ingin mengenakan jilbab. Tindakan diskriminasi terhadap seksualitas misalnya pemaksaan terhadap perempuan yang maskulin harus berpenampilan feminin dan sebaliknya, kemudian contoh lainnya pelarangan siswi perempuan disekolah untuk bermain futsal/sepak bola. Berangkat dari bentuk-bentuk intoleransi diatas di dalam Yayasan Perguruan sultan Iskandar Muda Medan sudah diperkenalkan adanya keberagaman yaitu agama, suku, ras, dan ekspresi gender dan lain-lain. Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan adalah sebuah sekolah pembauran dengan mutu pendidikan multikultural dimana semua siswa diperlakukan setara, baik dari segi suku, agama, ekspresi gender. Melalui penerapan sistem pendidikan multikultural disekolah ini akan semakin meningkatkan penerapan dan pemahaman multikulturalisme di masyarakat khusunya Kota Medan. Penerapan dan pemahaman mengenai multikulturalisme tidak semerta-merta di dapat saat sudah dewasa dan harus dimulai sejak dini. Pengimplementasian ilmu yang diserap oleh siswa dari YPSIM ini akan meminimalisir konflik yang sering terjadi di Kota Medan. 43 Universitas Sumatera Utara