LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS OLEH : ROSALIA DALIMA PADUT NPM. 21203019 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG TAHUN AJARAN 2021/2022 LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS A. Defenisi Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh terbentuknya jaringan parut pada hati berupa lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula, sebagai akibat dari regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vakulator normal (Brunner & Suddarth, 2018). Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distrosi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Ada tiga tipe sirosis (Smeltzer & Bare, 2013 ) : 1. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), yaitu jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal, sirosis ini merupakan sirosis yang paling banyak ditemukan di negara barat. 2. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang dialami sebelumnya. 3. Sirosis bilier, yaitu pembentukan jaringan parut terjadi di dalam hati di sekitar saluran empedu bisanya terjadi sebagai akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). B. Anatomi Fisiologis Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah kedalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah dating dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobules ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sum-sum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal. Fungsi metabolik hati : 1. Metabolisme glukosa Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja. 2. Konversi amonia Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan kedalam urin. 3. Metabolisme protein Organ ini mensintesis hamper seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma.Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagianfaktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein. 4. Metabolisme lemak Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton. Benda keton merupakan senyawasenyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol. 5. Penyimpanan vitamin dan zat besi 6. Metabolisme obat Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin. 7. Pembentukan empedu Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. 8. Ekskresi bilirubin Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin (Smeltzer & Bare, 2013). C. Etiologi Penyebab terjadinya sirosis hepatis (Hurst, 2016) : 1. Factor kekurangan nutrisi dan alkoholisme Penyalahgunaan alcohol dihubungkan dengan sirosis hepatis, karena pecandu alcohol dengan sirosis hepatis secara kosistensi kekurangan gizi dan memiliki tubuh kurus di percaya bahwa penyakit hati tidak disebabkan oleh meminum terlalu banyak alcohol tetapi karena terus-menerus kekurangan asupan gizi yang seharusnya. Alcohol dapat langsung merusak sel-sel hati terlepas dari status gizi host. Kerusakan hati dimulai dengan hati yang berlemak (steatotis), menyebabkan steatohepatitis, fibrosa progresif dan ahkirnya akan menyebabkan sirosis hepatis. Sampai dengan tahap sirosis ada perbaikan jika alcohol dihentikan. Pada kondisi kalori fari protein kurang pada hewan dan manusia maka akan mendorong steatotis yang parah dan luas, tetapi tidak menyebabkan fibrosa yang signifikan dan tidak pernah menjadi sirosis. Bahkan, pembentuk kolagen di hati dapat diatasi pada tahap kekurangan protein. Factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Faktor resiko terjadinya sirosis hepatis : 1. Hepatitis virus Infeksi virus merupakan penyebab terutama HBV dan HVC. Hepatitis virus erutama tipe βnsering di sebut sebagai salah satu penyebab sirosis hepatis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempuntai kecendrungan untuk lebih menetap dan member gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. 2. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna cokelat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini di duga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin. 3. Hemokromatosis Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis. Jika tidak diobati. Hemokromatosis ini akan sangat berbahaya dan hal ini juga mengarah ke (mikronodular) sirosis. 4. Obstruksi saluran empedu Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. Sebab lainnya, adalah: 1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotic dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler. 2. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. 3. Penyebab sirosis digolongkan dalam hepatic yang sirosis tidak kriptogenik. diketahui dan Penyakit ini ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita menunjukan tanda-tanda ini hepatitis sebelumnya atau tidak alkoholisme, sedangkan dalam makananya cukup mengandung protein D. Patofisiologi dan Patoflowdiagram Menurut (Joyce M & Jane H, 2014) apapun yang merusak hati selama bertahun-tahun dapat menyebabkan hati membentuk jaringan parut. Fibrosis adalah tahap pertama dari pembentukan jaringan parut hati. Ketika jaringan parut terbentuk luas, kondisi ini dapat dikatakan sirosis. Jaringan parut tidak dapat melakukan salah satu pekerjaan dari sel-sel hati yang normal, dan ini menyebabkan seseorang dengan sirosis perlahan-lahan menjadi sakit akibat penurunan fungsi hati. Respons terhadap kerusakan hati, akan terjadi akumulasi ekstraseluler matriks (ECM) protein seperti kolagen, proteoglikan, fibronektin dan laminin yang distimulasi oleh hepatic stellate cells (HSC) untuk pembentukan jaringan baru serta opoptosis. Di samping itu HSC akan menghasilkan matriks metalloproteinase (MMP) untuk degradasi ekstraseluler matriks protein. Pada akhirnya, sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara fibrogenesis dan fibrolisis, deposisi kolagen akan terjadi dan bekas luka akan terbentuk. Ketrika jaringan parut berkembang, distorsi arsitektur, fibrosis hati dan akhirnya sirosis akan terjadi. Segera setelah kerusakan hati, jumlah leukosit akan menigkat. Leukosit bersama-sama dengan sel kupffer akan menghasilkan senyawa yang memodulasi sel stelate. Oksida nitrat (NO) dan sitokin inflamasi, seperti factor tumor nekrosis (dengan kemampuan stimulasi pada sel stellata untuk sintesis kolagen) akan di hailkan oleh monosit dan makrofag. Selain itu, sel-sel kupffer dapat merangsang sintesis matriks oleh sel stellata melalui tindakan transformasi β factor pertumbuhan (TGF-β) dan spesies oksigen reaktif (ROS). Kerusakan hati akibat nekrosis dapat memperlihatkan beberapa tanda dan gejala serta komplikasi. Salah satu gejala awal dari sirosis yaitu pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis hati cenderung membesar dan sel-sel di penuhi lemak, akibat pembesaran hati menimbulkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula glissoni ) sehingga menimbulkan keluhan nyeri. Sirosis juga dapat menyebabkan gangguan endokrin, pada kondisi hati yang normal hormone korteks adrenal, testis dan ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati. Gangguan endokrin tersebut akan menampakan beberapa gejala di antaranya angioma laba-laba, atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, eritema Palmaris yang disebabkan kelebihan estrogen, juga peningkatan pigmentasi kulit diduga aktivitas melanin stimulating hormone yang bekerja secara berlebihan. Gangguan hati juga akan berdampak pada gangguan sel darah seperti penurunan factor pembekuan, sel darah merah dan putih. Akibat dari trombositopenia, manifestasi yang muncul kecendrugan perdarahan hidung, gusi, menstruasi yang berat, dan mudah memar. Penurunan sel darah merah akibat gangguan di hati dapat menimbulkan gejala anemia, kondisi ini diperparah oleh adanya pembesaran limpa ( splenomegali ), yang berakibat pada penghancuran sel-sel darah dan defisiensi asam folat, vitamin B12 dan zat besi sekunder akibat kehilangan darah. Selain itu sirosis dapat berdampak pada kondisi leucopenia, ketika seseorng mudah terinfeksi kegagalan hati menyebabkan gangguan produksi albumin yang mengakibatkan muncul manifetasi edema, edema juga terjadi karena kegagalan sel hati untuk menginaktifkan aldosteron dan hormone antidiuretik, sehingga terjadi retensi natrium dan air. Selain itu, gangguan hati dapat menyebabkan kelainan metabolism ammonia, yang menyebabkan gangguan neurologi seperti ensefalopati hepatic. Kerusakan hati juga dapat menyebabkan resistansi aliran darah memali hati sehingga menimbulkan komplikasi hipertensi portal mengakibatkan peningkatan tekanan baik menyebabkan splenomegali yang selanjutnya menimbulkan manifestasi asites. Asites pada sirosis dapat di sebabkan karena peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotic karena hipoalbuminemia. Juga factor retensi natrium dan air akibat peningkatan antidiuretik hormone. Peningkatan beban pada sirkulasi portal akibat berkurangnya aliran keluar melalui vena dan meningkatnya aliran masuk merangsang timbulnya kolateral, pembentukan kolateral salah satunya terbentuk saluran kolateral pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini menyebabkan dilatasi vena ( varises esophagus ). Varises daerah ini dapat komplikasi adanya pendarahan. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisisal dinding abdomen. Timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena sekitar umbilicus. Dilatasi anastomosis cabang mesenteria inferior dan vena rectum dapat menimbulkan hemoroid. Komplikasi lain dari sirosis adalah HRS (sindrom hepatorenal). Keadaan yang di temukan pada HRS adalah vasokonstriksi ginjal yang reversible dan hipotensi sistemik. Kejadian HRS diawali dari keadaan hipertensi portal dan sirosis masih terkompensasi, gangguan pengisian arteri menyebabkan penurunan volume darah arteri dan menyebabkan aktivitas system vasokonstriktor endogen. Dilatasi pembuluh darah splanknik pada pasien hipertensi portal dan sirosis yang terkompensasi dapat dimedisasi oleh beberapa factor, terutama oleh pelepasan vasodilator local seperti NO (oksida nitrat). Pada fase ini, perfusi renal masih dapat dipertahankan atau mendekati batas normal karena system vasodilator menghambat system vasokonstriktor ginjal. Lalu terjadi aktivitas RAAS dan SNS yang menyebabkan sekresi hormone antidiuretik, selanjutnya terjadi kekacauan sirkulasi. Hal ini mengakibatkan vasokonstriksi bukan hanya di pembuluh darah renal, tetapi juga di pembuluh darah otak, otot, dan ekstremitas. Namun, sirkulasi splanknik tetapi resistan terhadap efek ini karena produksi terus-menerus vasodilator local, yaitu NO, sehingga masih terjadi penurunan resistansi vaskuler sistemik total. Jika penyakit hati makin berat dapat lagi mengatasi aktivitas maksimal vasokonstriktor eksogen atau vasokontriktor intra-renal, menyebabkan tidak terkontrolnya vasokonstriksi renal. Patoflowdiagram E. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala sirosis hepatis (Priscilla Lemone & Karen M. Bruke, 2019) : Perubahan-perubahan patologis pada sirosisi berkembang lambat dan bersifat laten. Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap. Didapatkan tanda dan gejala sebagai berikut : a. Gejala dini yang samar dan non spesifik seperti kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defeksi (konstipasi/diare), berat badan menurun. b. Mual dan muntah pada pagi hari c. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium d. Hati keras dan teraba e. Manifestasi gagal hepatoseluler, meliputi : Ikterus Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensase disertai gangguan reversibel fungsi hati. Pada penderita, terkadang urine akan berwarna kecoklatan atau lebih tua. Edema Merupakan gejala lanjut pada sirosis hepatis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi Produksi predisposisi untuk aldosteron yang terjadinya berlebihan edema. akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia dan trombositopenia Adanya fenomena heorrhage (perdarahan hidung, gusi, menstruasi yang berat dan mudah memar), yang merupakan tanda-tanda defisinsi vitamin (terutama vit A,C, dan K). Fektor hepatikum Merupakan bau apek manis yang dtemukan pada nafas penderita khususnya pada koma hepatikum dan akibat ketidakmampuan hati dalam metabolisme metionin. F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium Peningkatan kadar enzm hati, seperti aminotransferase, aspartat aminotransferase, bilirubin serum total, dan bilirubin indirek. Penurunan kadar albumin dan protein serum total Masa protombin memanjang Penurunan hemoglobin, hematokrit, dan elektorlit serum Defisiensi vitamin A, C, dan K Peningkatan kadar bilirubin dan urobilinogen urine, penurunan kadar urobilinogen feses. 2. Pencitraan Ronsen abdomen menunjukan pembesaran hati dan limpa serta kista atau gas di saluran empedu atau hati, klasifikasi hati, dan asites massif. CT scan hati menentukan ukuran hati, mengidentifikasi massa hati, dan memantau aliran darah serta obstruksi. 3. Prosedur diagnostic Biopsy hati adalah uji definitive untuk sirosis, menunjukan kerusakan dan fibrosa jaringan hati. Esofagogasroduodenoskopi menunjukan perdarahan varises esophagus, iritasi atau ulserasi lambung, dan pendarahan serta iritasi duodenum. G. Komplikasi 1. Perdarahan varises esofagus Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering terjadi akibat hipertensi portal.36 Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan varises esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada penderita sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni. 2. Ensefalopati hepatikum Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomniadan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obatobatan dan pengaruh substansia nitrogen. 3. Peritonitis bakterialis spontan Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. 4. Sindroma hepatorenal Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut, ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR. Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. 5. Karsinoma hepatoseluler Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan.Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbedabeda diseluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara, karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis, terutama tipe makronoduler. 6. Asites Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2018. Keperawatan Medical – Bedah, Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Hurst Marlene. 2016 . Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC Joyce M & Jane H. 2014. Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8. Buku 3. Penerbit Salemba Medika. Jakarta LeMone Priscilla & Karen M. Burke.2020. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah ; Gangguan Gastrointestinal, Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC, cetakan I. Mediaction. Jogja Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical – Bedah, Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 19