Uploaded by Roly

ROLI LP SIROSIS

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS
OLEH :
ROSALIA DALIMA PADUT
NPM. 21203019
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS
A. Defenisi
Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh
terbentuknya jaringan parut pada hati berupa lembar-lembar jaringan
ikat dan nodula-nodula, sebagai akibat dari regenerasi sel hati yang
tidak berkaitan dengan vakulator normal (Brunner & Suddarth,
2018).
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang
ditandai dengan distrosi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regenerative.
Ada tiga tipe sirosis (Smeltzer & Bare, 2013 ) :
1. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), yaitu
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal,
sirosis ini merupakan sirosis yang paling banyak
ditemukan di negara barat.
2. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang
lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang
dialami sebelumnya.
3. Sirosis bilier, yaitu pembentukan jaringan parut terjadi di
dalam hati di sekitar saluran empedu bisanya terjadi
sebagai akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
B. Anatomi Fisiologis
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya
sekitar 1500 gram. Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen,
dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae). Hati
dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan
tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan
membagi massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah kedalam dan keluar hati sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari
dua sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah dating dari
vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari
traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke
dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen.
Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang
disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit)
akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid
darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua
lobules ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke
dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang
mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu
lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam
sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang
mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sum-sum
tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini
dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan
benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat
darah portal.
Fungsi metabolik hati :
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh
hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam
hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa
dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk
mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan
dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan
glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam
amino hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh
otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan
membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah
amonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi
ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum
juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis
ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan
toksin berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat
diekskresikan kedalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hamper seluruh plasma protein
termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein
transport
yang
spesifik
dan
sebagian
besar
lipoprotein
plasma.Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin
dan sebagianfaktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino
berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi
energi dan benda keton. Benda keton merupakan senyawasenyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan
menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya.
Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi
ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas
seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme
umumnya
menghilangkan
aktivitas
obat
tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat
terjadi. Salah satu lintasan penting untuk metabolisme obat
meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah
senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil
konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin
seperti ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah
ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu
proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam
empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang
mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan
bilirubin
dari
dalam
darah
dan
melalui
reaksi
kimia
mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang
membuat bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer.
Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat
meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu
terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah
yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak
memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak
terdapat dalam urin (Smeltzer & Bare, 2013).
C. Etiologi
Penyebab terjadinya sirosis hepatis (Hurst, 2016) :
1. Factor kekurangan nutrisi dan alkoholisme
Penyalahgunaan alcohol dihubungkan dengan sirosis
hepatis, karena pecandu alcohol dengan sirosis hepatis secara
kosistensi kekurangan gizi dan memiliki tubuh kurus di
percaya bahwa penyakit hati tidak disebabkan oleh meminum
terlalu
banyak
alcohol
tetapi
karena
terus-menerus
kekurangan asupan gizi yang seharusnya. Alcohol dapat
langsung merusak sel-sel hati terlepas dari status gizi host.
Kerusakan hati dimulai dengan hati yang berlemak
(steatotis), menyebabkan steatohepatitis, fibrosa progresif
dan ahkirnya akan menyebabkan sirosis hepatis. Sampai
dengan tahap sirosis ada perbaikan jika alcohol dihentikan.
Pada kondisi kalori fari protein kurang pada hewan dan
manusia maka akan mendorong steatotis yang parah dan luas,
tetapi tidak menyebabkan fibrosa yang signifikan dan tidak
pernah menjadi sirosis. Bahkan, pembentuk kolagen di hati
dapat diatasi pada tahap kekurangan protein. Factor
kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani
menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis.
Faktor resiko terjadinya sirosis hepatis :
1. Hepatitis virus
Infeksi virus merupakan penyebab terutama HBV dan HVC.
Hepatitis virus erutama tipe βnsering di sebut sebagai salah satu
penyebab sirosis hepatis. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempuntai kecendrungan untuk
lebih menetap dan member gejala sisa serta menunjukan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A.
2. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat
pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis,
degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada
kornea yang berwarna cokelat kehijauan disebut Kayser Fleiscer
Ring. Penyakit ini di duga disebabkan defisiensi bawaan dan
sitoplasmin.
3. Hemokromatosis
Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hepatis. Jika tidak diobati. Hemokromatosis ini
akan sangat berbahaya dan hal ini juga mengarah ke
(mikronodular) sirosis.
4. Obstruksi saluran empedu
Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran
empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit
ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
Sebab lainnya, adalah:
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya
sirosis kardiak. Perubahan fibrotic dalam hati terjadi
sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
2. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu
akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini
lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab
sirosis
digolongkan
dalam
hepatic
yang
sirosis
tidak
kriptogenik.
diketahui
dan
Penyakit
ini
ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock
melaporkan
49%).
Penderita
menunjukan
tanda-tanda
ini
hepatitis
sebelumnya
atau
tidak
alkoholisme,
sedangkan dalam makananya cukup mengandung protein
D. Patofisiologi dan Patoflowdiagram
Menurut (Joyce M & Jane H, 2014) apapun yang merusak
hati selama bertahun-tahun dapat menyebabkan hati membentuk
jaringan parut. Fibrosis adalah tahap pertama dari pembentukan
jaringan parut hati. Ketika jaringan parut terbentuk luas, kondisi ini
dapat dikatakan sirosis. Jaringan parut tidak dapat melakukan salah
satu pekerjaan dari sel-sel hati yang normal, dan ini menyebabkan
seseorang dengan sirosis perlahan-lahan menjadi sakit akibat
penurunan fungsi hati. Respons terhadap kerusakan hati, akan terjadi
akumulasi ekstraseluler matriks (ECM) protein seperti kolagen,
proteoglikan, fibronektin dan laminin yang distimulasi oleh hepatic
stellate cells (HSC) untuk pembentukan jaringan baru serta
opoptosis.
Di
samping
itu
HSC
akan
menghasilkan
matriks
metalloproteinase (MMP) untuk degradasi ekstraseluler matriks
protein. Pada akhirnya, sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara
fibrogenesis dan fibrolisis, deposisi kolagen akan terjadi dan bekas
luka akan terbentuk. Ketrika jaringan parut berkembang, distorsi
arsitektur, fibrosis hati dan akhirnya sirosis akan terjadi. Segera
setelah kerusakan hati, jumlah leukosit akan menigkat. Leukosit
bersama-sama dengan sel kupffer akan menghasilkan senyawa yang
memodulasi sel stelate. Oksida nitrat (NO) dan sitokin inflamasi,
seperti factor tumor nekrosis (dengan kemampuan stimulasi pada sel
stellata untuk sintesis kolagen) akan di hailkan oleh monosit dan
makrofag. Selain itu, sel-sel kupffer dapat merangsang sintesis
matriks oleh sel stellata melalui tindakan transformasi β factor
pertumbuhan (TGF-β) dan spesies oksigen reaktif (ROS).
Kerusakan hati akibat nekrosis dapat memperlihatkan
beberapa tanda dan gejala serta komplikasi. Salah satu gejala awal
dari sirosis yaitu pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis hati
cenderung membesar dan sel-sel di penuhi lemak, akibat pembesaran
hati menimbulkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
glissoni ) sehingga menimbulkan keluhan nyeri. Sirosis juga dapat
menyebabkan gangguan endokrin, pada kondisi hati yang normal
hormone korteks adrenal, testis dan ovarium dimetabolisme dan
diinaktifkan
oleh
hati.
Gangguan
endokrin
tersebut
akan
menampakan beberapa gejala di antaranya angioma laba-laba, atrofi
testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, eritema Palmaris
yang disebabkan kelebihan estrogen, juga peningkatan pigmentasi
kulit diduga aktivitas melanin stimulating hormone yang bekerja
secara berlebihan.
Gangguan hati juga akan berdampak pada gangguan sel
darah seperti penurunan factor pembekuan, sel darah merah dan
putih. Akibat dari trombositopenia, manifestasi yang muncul
kecendrugan perdarahan hidung, gusi, menstruasi yang berat, dan
mudah memar. Penurunan sel darah merah akibat gangguan di hati
dapat menimbulkan gejala anemia, kondisi ini diperparah oleh
adanya pembesaran limpa ( splenomegali ), yang berakibat pada
penghancuran sel-sel darah dan defisiensi asam folat, vitamin B12
dan zat besi sekunder akibat kehilangan darah. Selain itu sirosis
dapat berdampak pada kondisi leucopenia, ketika seseorng mudah
terinfeksi kegagalan hati menyebabkan gangguan produksi albumin
yang mengakibatkan muncul manifetasi edema, edema juga terjadi
karena kegagalan sel hati untuk menginaktifkan aldosteron dan
hormone antidiuretik, sehingga terjadi retensi natrium dan air.
Selain itu, gangguan hati dapat menyebabkan kelainan
metabolism ammonia, yang menyebabkan gangguan neurologi
seperti ensefalopati hepatic. Kerusakan hati juga dapat menyebabkan
resistansi aliran darah memali hati sehingga menimbulkan
komplikasi hipertensi portal mengakibatkan peningkatan tekanan
baik menyebabkan splenomegali yang selanjutnya menimbulkan
manifestasi asites. Asites pada sirosis dapat di sebabkan karena
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan
tekanan osmotic karena hipoalbuminemia. Juga factor retensi
natrium
dan
air
akibat
peningkatan
antidiuretik
hormone.
Peningkatan beban pada sirkulasi portal akibat berkurangnya aliran
keluar melalui vena dan meningkatnya aliran masuk merangsang
timbulnya kolateral, pembentukan kolateral salah satunya terbentuk
saluran kolateral pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui
saluran ini menyebabkan dilatasi vena ( varises esophagus ). Varises
daerah ini dapat komplikasi adanya pendarahan. Sirkulasi kolateral
juga melibatkan vena superfisisal dinding abdomen. Timbulnya
sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena sekitar umbilicus. Dilatasi
anastomosis cabang mesenteria inferior dan vena rectum dapat
menimbulkan hemoroid.
Komplikasi
lain
dari
sirosis
adalah
HRS
(sindrom
hepatorenal). Keadaan yang di temukan pada HRS adalah
vasokonstriksi ginjal yang reversible dan hipotensi sistemik.
Kejadian HRS diawali dari keadaan hipertensi portal dan sirosis
masih terkompensasi, gangguan pengisian arteri menyebabkan
penurunan volume darah arteri dan menyebabkan aktivitas system
vasokonstriktor endogen. Dilatasi pembuluh darah splanknik pada
pasien hipertensi portal dan sirosis yang terkompensasi dapat
dimedisasi oleh beberapa factor, terutama oleh pelepasan vasodilator
local seperti NO (oksida nitrat). Pada fase ini, perfusi renal masih
dapat dipertahankan atau mendekati batas normal karena system
vasodilator menghambat system vasokonstriktor ginjal. Lalu terjadi
aktivitas RAAS dan SNS yang menyebabkan sekresi hormone antidiuretik, selanjutnya terjadi kekacauan sirkulasi.
Hal ini mengakibatkan vasokonstriksi bukan hanya di
pembuluh darah renal, tetapi juga di pembuluh darah otak, otot, dan
ekstremitas. Namun, sirkulasi splanknik tetapi resistan terhadap efek
ini karena produksi terus-menerus vasodilator local, yaitu NO,
sehingga masih terjadi penurunan resistansi vaskuler sistemik total.
Jika penyakit hati makin berat dapat lagi mengatasi aktivitas
maksimal vasokonstriktor eksogen atau vasokontriktor intra-renal,
menyebabkan tidak terkontrolnya vasokonstriksi renal.
Patoflowdiagram
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sirosis hepatis (Priscilla Lemone & Karen M.
Bruke, 2019) : Perubahan-perubahan patologis pada sirosisi
berkembang lambat dan bersifat laten. Selama masa laten yang
panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap.
Didapatkan tanda dan gejala sebagai berikut :
a. Gejala dini yang samar dan non spesifik seperti
kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan
kebiasaan
defeksi
(konstipasi/diare),
berat
badan
menurun.
b. Mual dan muntah pada pagi hari
c. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium
d. Hati keras dan teraba
e. Manifestasi gagal hepatoseluler, meliputi :

Ikterus
Penderita
dapat
menjadi
ikterus
selama
fase
dekompensase disertai gangguan reversibel fungsi
hati. Pada penderita, terkadang urine akan berwarna
kecoklatan atau lebih tua.

Edema
Merupakan gejala lanjut pada sirosis hepatis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi
Produksi
predisposisi
untuk
aldosteron
yang
terjadinya
berlebihan
edema.
akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.

Kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia dan
trombositopenia
Adanya fenomena heorrhage (perdarahan hidung,
gusi, menstruasi yang berat dan mudah memar), yang
merupakan tanda-tanda defisinsi vitamin (terutama
vit A,C, dan K).

Fektor hepatikum
Merupakan bau apek manis yang dtemukan pada
nafas penderita khususnya pada koma hepatikum dan
akibat ketidakmampuan hati dalam metabolisme
metionin.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium

Peningkatan kadar enzm hati, seperti aminotransferase,
aspartat aminotransferase, bilirubin serum total, dan
bilirubin indirek.

Penurunan kadar albumin dan protein serum total

Masa protombin memanjang

Penurunan hemoglobin, hematokrit, dan elektorlit serum

Defisiensi vitamin A, C, dan K

Peningkatan kadar bilirubin dan urobilinogen urine,
penurunan kadar urobilinogen feses.
2. Pencitraan

Ronsen abdomen menunjukan pembesaran hati dan limpa
serta kista atau gas di saluran empedu atau hati,
klasifikasi hati, dan asites massif.

CT scan hati menentukan ukuran hati, mengidentifikasi
massa hati, dan memantau aliran darah serta obstruksi.
3. Prosedur diagnostic

Biopsy
hati
adalah
uji
definitive
untuk
sirosis,
menunjukan kerusakan dan fibrosa jaringan hati.

Esofagogasroduodenoskopi
menunjukan
perdarahan
varises esophagus, iritasi atau ulserasi lambung, dan
pendarahan serta iritasi duodenum.
G. Komplikasi
1. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius
yang sering terjadi akibat hipertensi portal.36 Dua puluh sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang
menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi,
sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan varises
esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati
dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan
keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada
penderita sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut
juga
koma
hepatikum.
Merupakan
kelainan
neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan
tidur (insomniadan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.Timbulnya
koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang
meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism
tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain
karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obatobatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik
lanjut, ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas
sirkulasi arteri menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata
dan penurunan GFR. Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal
akut berupa oliguri,peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya
kelainan organik ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor
yang
dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus
hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam
makanan.Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbedabeda diseluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara,
karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis,
terutama tipe makronoduler.
6. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki
sistem pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal
sehingga terjadi retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat
ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan jumlah cairan
banyak menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2018. Keperawatan Medical – Bedah, Edisi 12.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Hurst Marlene. 2016 . Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
Joyce M & Jane H. 2014. Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8. Buku 3.
Penerbit Salemba Medika. Jakarta
LeMone Priscilla & Karen M. Burke.2020. Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah ; Gangguan Gastrointestinal, Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardi. 2015. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC, cetakan I. Mediaction.
Jogja
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical – Bedah, Edisi 8.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
19
Download