Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan varises

advertisement
ORIGINAL ARTICLE
Intisari Sains Medis 2017, Volume 8, Number 1: 19-23
P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084
Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati
dengan varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar
tahun 2014
Published by DiscoverSys
CrossMark
Dita Mutia Fajarini Budhiarta
ABSTRACT
Introduction: Cirrhosis is a chronic liver disease characterized
by fibrosis is reversible, disorganization lobules and vascular
structures, as well as regenerative nodules of hepatocytes. The
overall incidence of cirrhosis in the United States an estimated 360
per 100, 000 populations. The cause is largely due to alcoholic liver
disease and chronic viral infections. Sarjito hospital in Yogyakarta,
the number of patients with liver cirrhosis range in 4.1% of patients
admitted to the internal medicine during the period of 1 year in
2004. Etiology of cirrhosis affects the handling of the disease.
Therapy was carried out aimed at reducing disease progression,
avoid ingredients that can add to liver damage, prevention and
treatment of complications. Educating patients and families about
the disease and the complications that may occur will greatly help
improve treatment outcomes, and is expected to help improve the
quality of life of patients.
Case: Patient male, aged 43 years, Muslims, Madurese, came to the
clinic and hospital with complaints of weakness since a week before
coming, said to the entire body limp. This makes patients reluctant to
perform daily activities. Patients also complain of pain in the gut. This
pain is often felt after eating and drinking accompanied by nausea and
vomiting, so patients are less appetite. Patients stated that the feeling
of pain is also accompanied by a feeling of fullness in the abdomen.
Frequency of urination is increased since the last few months, is said to
be more than 4 times a day to urinate, but once the urinary volume of
about ¼ cup aqua (240 cc) with a brownish color like tea. The desire to
defecate patient is said to be normal.
Keywords: hepatic cirrhosis, esophageal varices, hepatitis, hematemesis.
Cite This Article: Budhiarta D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar
tahun 2014. Intisari Sains Medis 8(1): 19-23. DOI: 10.15562/ism.v8i1.106
ABSTRAK
Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana
*
Correspondence to: Dita Mutia
Fajarini Budhiarta, Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana
[email protected]
Pendahuluan: Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang
ditandai oleh fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta
nodul regeneratif dari hepatosit. Keseluruhan insiden sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar
akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di RS Sarjito
Yogyakarta, jumlah pasien sirosis hati berkisar pada 4, 1 % dari pasien
yang dirawat di bagian penyakit dalam selama kurun waktu 1 tahun pada
2004. Etiologi sirosis hepatis mempengaruhi penanganan pada penyakit
ini. Terapi yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi progresivitas
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah
kerusakan hati, pencegahan serta penanganan komplikasi. Edukasi
terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
mungkin terjadi akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan,
serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.
Kasus: Pasien laki-laki, umur 43 tahun, beragama Islam, suku
Madura, datang ke poliklinik rumah sakit dengan keluhan lemas sejak
seminggu sebelum datang, lemas dikatakan pada seluruh tubuh. Hal
ini membuat pasien enggan melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati. Nyeri ini seringkali dirasakan
setelah makan dan minum yang disertai perasaan mual dan muntah
sehingga pasien kurang bernafsu makan. Pasien menyatakan bahwa
perasaan nyeri juga disertai dengan perasaan penuh pada perut.
Frekuensi buang air kecil lebih meningkat sejak beberapa bulan
terakhir, dikatakan lebih dari 4 kali sehari untuk buang air kecil, namun
volume sekali kencing sekitar ¼ gelas aqua (240 cc) dengan warna
kecoklatan seperti teh. Keinginan buang air besar pasien dikatakan
normal.
Kata Kunci: sirosis hepatic, varises esophagus, hepatitis, hematemesis.
Cite Pasal Ini: Budhiarta D.M.F. 2017. Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun
2014. Intisari Sains Medis 8(1): 19-23. DOI: 10.15562/ism.v8i1.106
PENDAHULUAN
Diterima: 22 Juni 2016.
Disetujui: 15 Agustus 2016.
Diterbitkan: 10 Januari 2017.
Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis, disorganisasi
Open access: http://isainsmedis.id/
struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit. Gambaran ini merupakan hasil
19
ORIGINAL ARTICLE
akhir kerusakan hepatoseluler.1,2 Lebih dari 40%
pasien sirosis asimtomatik. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan
atau pada waktu otopsi.3
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal.
Penyebabnya antara lain adalah penyakit infeksi,
penyakit keturunan dan metabolik, obat-obatan
dan toksin. Di Negara barat penyebab terbanyak
sirosis hepatis adalah konsumsi alkohol, sedangkan
di Indonesia terutama disebabkan oleh virus hepatitis B maupun C.4
Keseluruhan insiden sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit
hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di
Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan. Di RS Sarjito Yogyakarta, jumlah pasien
sirosis hati berkisar pada 4, 1 % dari pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam selama kurun
waktu 1 tahun pada 2004.3
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi
sirosis hati kompensata yaitu sirosis hati yang
belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati
dekompensata yaitu sirosis hati yang menunjukkan
gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan secara
tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin atau karena penyakit lain.4
Komplikasi utama dari sirosis meliputi ascites,
spontaneous bacterial peritonitis (SBP), encephalopathy hepatic, hipertensi portal, perdarahan variceal,
dan sindrom hepatorenal.1,5
Etiologi sirosis hepatis mempengaruhi penanganan pada penyakit ini. Terapi yang dilakukan
bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat
menambah kerusakan hati, pencegahan serta
penanganan komplikasi. Penanganan sirosis hati
memerlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya
tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin
terjadi akan sangat membantu memperbaiki hasil
pengobatan, serta diharapkan dapat membantu
memperbaiki kualitas hidup penderita.2,4
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai
dengan pembesaran abnormal pembuluh darah
vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus
terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang.
Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu
ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau
rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah.
Ketidakseimbangan antara tekanan aliran darah
dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).
20
Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati.
Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofagus antara lain gagal jantung
kongestif yang parah, trombosis di vena porta atau
vena splenikus, Sarkoidosis, Schistomiasis, dan
Sindrom Budd-Chiari.
KASUS
Pasien laki-laki, umur 43 tahun, beragama Islam,
suku Madura, datang ke poliklinik rumah sakit
dengan keluhan lemas sejak seminggu sebelum
datang, lemas dikatakan pada seluruh tubuh. Hal
ini membuat pasien enggan melakukan aktifitas
sehari-hari.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati.
Nyeri ini seringkali dirasakan setelah makan dan
minum yang disertai perasaan mual dan muntah
sehingga pasien kurang bernafsu makan. Pasien
menyatakan bahwa perasaan nyeri juga disertai
dengan perasaan penuh pada perut.
Frekuensi buang air kecil lebih meningkat sejak
beberapa bulan terakhir, dikatakan pasien sering
bolak-balik hingga lebih dari 4 kali sehari ke kamar
mandi untuk buang air kecil, namun volume sekali
kencing sekitar ¼ gelas aqua (240 cc) dengan warna
kecoklatan seperti teh. Keinginan buang air besar
pasien dikatakan normal.
Pada bulan Desember 2012 Pasien mengeluh
tidak bisa menggerakkan anggota gerak dan tidak
bisa jalan. Pasien diantar ke rumah sakit dan diopname selama 1 minggu. Pasien mengatakan dirinya
mengalami anemia dalam jangka waktu yang lama
dan penasaran mengapa tidak sembuh juga. Setelah
dirawat dan diperiksa laboratorium, pasien didiagnosis mengidap Hepatitis B. Pasien mengeluh
dirinya sering merasa lelah dan mudah capek.
Pada bulan April 2013, pasien kembali di
opname di rumah sakit. Pasien dikatakan muntah
darah. Pasien tidak sadarkan diri sehingga segera
dilarikan ke rumah sakit oleh keluarga. Pasien
muntah darah berkali-kali dan masih muntah
ketika di UGD. Pasien dirawat 1 minggu sebelum
akhirnya diperbolehkan pulang.
Pasien tidak pernah mengeluh perut yang
kembung dan bengkak pada ekstremitas. Riwayat
penyakit ginjal, hipertensi, dan kencing manis
disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan dirinya menggunakan obat
herbal sirup dalam kemasan botol besar. Pasien
mengeluh sering mencret sejak minum obat tersebut. Sehingga sudah berhenti meminumnya. Pasien
mengaku obat tersebut tersebut diminum bersamaan dengan minum obat dari dokter.
Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2017; 8(1): 19-23 | doi: 10.15562/ism.v8i1.106
ORIGINAL ARTICLE
Saat ini pasien kontrol rutin ke poliklinik gastrohepatologi rumah sakit di Denpasar setiap 2 minggu
atau 1 bulan saat obat habis. Pasien diberikan obat
Propanolol 2 x 10 miligram dan Lamivudine. Pasien
diresepkan obat Sebiro tablet sebagai pengganti
Gambar 2 USG abdomen
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil pengecilan
hepar dengan splenomegali sesuai dengan gambaran cirrosis
hepatis.
Lamivudine namun hingga saat ini resep tersebut
belum ditebus karena obat tersebut dirasa terlalu
mahal dan tidak ditanggung Jamkesmas/JKBM.
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan
dirinya. Riwayat penyakit kuning dalam keluarga penderita disangkal oleh pasien. Ibu pasien
mengalami hipertensi. Dikatakan ibu pasien memiliki riwayat stroke, pernah dirawat 3 hari di rumah
sakit. Karena infuse macet, dikatakan pulang paksa
untuk dirawat di rumah. Namun meninggal pada
keesokan hari setelah pulang dari rumah sakit.
Ayah pasien mengidap asma.
Pasien bekerja sebagai tukang cukur. Pasien
bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam setiap
harinya. Sejak mengalami sakit hepatitis dan sirosis
hati, pasien merasa terganggu jika bekerja. Sehingga
berhenti bekerja dan beristirahat di rumah. Saat ini
pekerjaannya dialih tugaskan ke saudara pasien.
Pasien mengatakan dahulu sebelum sakit, pasien
merokok sebanyak 1 bungkus rokok dan terkadang
melebihi dari 1 bungkus dalam satu hari. Sejak
dikatakan mengidap hepatitis, pasien benar-benar
berhenti merokok.
Pasien mengatakan dirinya rutin minum kopi
dan berhenti sejak bulan April 2013 saat dirinya
diopname oleh karena keluhan muntah darah.
Pasien menyangkal dirinya meminum minuman beralkohol. Pasien mengaku sangat sering
minum minuman penambah energy dan Adem
Sari. Dikatakan oleh istri pasien, ketika bulan puasa
setahun lalu, setiap hari saat sahur, pasien minum
Adem Sari. Dikatakan hal ini dilakukan agar kuat
dan tidak merasa haus hingga tiba saatnya berbuka
puasa. Pasien mengaku minum minuman berenergi semisal Hemaviton ketika mudik ke Madura
untuk menambah tenaga. Saat ini pasien makan
secara teratur 3 kali sehari dan minum obat secara
teratur. Namun karena tidak bernafsu makan, porsi
makan pasien termasuk dalam porsi yang sedikit
meskipun teratur makan tiga kali sehari. Pasien
tidak berani makan makanan seperti gorengan.
Riwayat penggunaan tatoo disangkal oleh
penderita. Penderita mengatakan tidak mempunyai riwayat pernah menerima transfusi darah
serta menyangkal adanya riwayat aktivitas seksual
multipartner.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum
baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, suhu aksilla 36, 5 °C, berat badan 65 kg,
tinggi badan 169 sentimeter, Body Mass Index 22,
75 kg/m2.
Pada pemeriksaan generalis didapatkan mata
anemis dextra dan sinistra, jantung dan paru dalam
batas normal, abdomen dalam batas normal. Tidak
ada edema pada ekstremitas atas bawah.
Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2017; 8(1): 19-23 | doi: 10.15562/ism.v8i1.106
21
Gambar 1 a. Foto thoraks; b. Foto BoF
Pada pemeriksaan imaging x-ray thorax dan BoF tidak
ditemukan kelainan.
ORIGINAL ARTICLE
Pada pemeriksaan faal hemostassis, didapatkan
hasil bleeding time 1 menit, clotting time 8 menit,
PT 16 (memanjang), aPTT 54, 50 (memanjang),
INR 1, 50 (tinggi).
Hasil Esophagus varises grade II-III arah jam
2, 3; Gaster pada cardia varises (+), pada fundus
varises (+), pada corpus normal, pada antrum
erosi (+). Duodenal: normal. Disimpulkan Varises
Esofagus, Varises Fundus, Gastritis erosive Antrum.
Pasien didiagnosis dengan Sirosis Hepatis
(CP A) dengan varises esophagus, varises fundus,
gastritis erosiva antrum.
Pasien ditatalaksana rawat jalan dengan medikamentosa Propanolol 3 x 10 mg intraoral dan Sebivo®
1 x 1 tablet.
DISKUSI
Gambar 3 Esophagogastroduodenoscopy
Tabel 1 Klasifikasi Child-Pugh.4
Parameter
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
A (1)
B(2)
C(3)
<2
2-3
>3
>3,5
2,8-3,5
<2,8
-
Ringan,terkontrol
dengan diuretik.
Sedang-berat, sulit
terkontrol dengan diuretik.
Ensefalopati
-
Grade 1-2 (minimal)
Grade 3-4 (berat/koma)
PT ( detik
memanjang)
4
4-6
>6
INR
<1,7
1,7-2,3
>2,3
TOTAL SKOR
5-6
7-9
10-15
Ascites
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan
hasil WBC 2, 667 x 103/µL (rendah), komposisi
limfosit 48, 14 % (tinggi), RBC 5, 063 x106/µL,
Hemoglobin 13, 01 g/dL (rendah), Hematokrit 39,
95 % (rendah) MCV 78, 9 fL (rendah), MCH 25,
69 Pg, MCHC 32, 56 g/dL, platelet 68, 72 x 103/µL
(rendah).
Dilakukan pemeriksaan kimia darah dengan
hasil bilirubin total 2, 411 mg/dL (tinggi), bilirubin
indirect 1, 101 mg/dL (tinggi), bilirubin direct 1,
31 (tinggi), alkali phosphatase 138, 20 U/L (tinggi),
SGOT 119, 20 U/L (tinggi), SGPT 73, 69 U/L
(tinggi), gamma GT 122, 30 U/L (tinggi), albumin
3, 2 g/dL (rendah).
22
Pasien datang dengan keluhan utama lemas dan
muntah darah. Pada anamnesis yang berkaitan
dengan sirosis hepatik akan didapatkan lemah
letih lesu, penurunan berat badan, nyeri perut,
ikterus (BAB kecoklatan dan mata kuning), perut
membesar, riwayat konsumsi alcohol, riwayat
sakit kuning, muntah darah, BAB hitam.2,6 hal ini
berkaitan dengan faal hati yang terganggung oleh
karna proses fibrotic pada kasus sirosis hati. Antara
lain metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Gangguan pada pembentukan glukosa hasil metabolisme monosakarida diperlukan mengakibatkan
kebutuhan tubuh berkurang sehingga timbul
keluhan lemas. Cadangan energi yang berasal dari
protein dan lemak juga terganggu oleh karena
gangguan produksi protein plasma dan lipoprotein
serta zat lainnya.3,4,5
Penyebab alkohol tidak ada, riwayat sakit
kuning ada, etiologi sirosis hepatis yakni hepatitis
kronis, alcohol, penyakit metabolit, kholestasis
yang berkepanjangan, obstruksi vena hepatica,
toksin, dan obat-obatan.6 Pada pasien ini didapatkan riwayat pernah menderita hepatitis sebelumnya meskipun tidak pernah mengkonsumsi alcohol
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan
anemia, tidak ada ikterus, tidak ada ascites, tidak
ada spider nevi, tidak ada caput medusa. Hasil
pemeriksaan darah lengkap anemia, leukositopenia, trombositopenia. Hasil faal hemostasis PT
memanjang, INR tinggi. Pemeriksaan fisik bisa jadi
ditemukan ascites, sipider nevi dan caput medusa.
Dari darah lengkap akan ditemukan anemia, leukopenia, trombositopenia, PT (INR) meningkat.6
Hasil imaging endoskopi menunjukkan varises
esophagus dan varises gaster. Dari radio imaging,
pada endoskopi akan ditemukan varises esophagus
dan gastropati.6 Varises esofagus terjadi bendungan
aliran darah menuju hati oleh karena sirosis. Aliran
Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2017; 8(1): 19-23 | doi: 10.15562/ism.v8i1.106
ORIGINAL ARTICLE
tersebut akan mencari jalan lain, alternatifnya yaitu
ke pembuluh darah di esophagus (vena oesophageales), lambung, atau vena rektum (vena rectalis
inferior, media , dan superior) yang lebih kecil dan
lebih mudah pecah. Ketidakseimbangan antara
tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran (varises)
maupun pecahnya pembuluh darah.7
Pasien didiagnosis sirosis hepatis dengan klasifikasi Child-Pugh A. dari parameter ditemukan
berupa kadar bilirubin 2, 411 mg/dL, albumin 3, 2 g/
dL, tidak ditemukan ascites, tidak ada encepalopati,
PT memanjang 4 detik, INR 1, 50. Dari temuan
didapatkan total skor 6 (Klasifikasi Child-Pugh A)
dikategorikan sirosis hati ringan.
Klasifikasi Child A tergolong sirosis hati ringan;
Klasifikasi Child B tergolong sirosis hati sedang;
Klasifikasi Child C tergolong sirosis hati berat.
SIMPULAN
Pada sirosis hati dekompensata pengobatan
didasarkan pada gejala/tanda yang menonjol dan
komplikasi yang muncul pada penderita.5 pada
pasien ini diberikan beta-blocker propanolol untuk
mengendalikan varises esofagus dan Sebivo® yang
mengandung telbivudine tablet 600 mg untuk
mengobati hepatitis B kronis yang diderita. Pasien
ini didiagnosis sirosis hati serta didapatkan varises
esophagus. Varises esofagus biasanya merupakan
komplikasi sirosis. Faktor-faktor predisposisi dan
memicu perdarahan varises masih belum jelas.
Dugaan bahwa esofagitis dapat memicu perdarahan varises telah ditinggalkan. Saat ini faktor-faktor
terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya
perdarahan varises adalah; tekanan portal, ukuran
varises, dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
SARAN
Mengingat saat ini agen infeksi dan penyakit baru
telah muncul dan terjadi peningkatan jumlah orang
yang bekerja dengan agen infeksi di riset publik
maupun swasta, kesehatan masyarakat, laboratorium klinis dan diagnostik, juga fasilitas penelitian
satwa. Disarankan agar kita mengevaluasi dan
Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2017; 8(1): 19-23 | doi: 10.15562/ism.v8i1.106
memastikan efektivitas program keamanan hayati
di Indonesia, kemahiran pekerjanya serta kemampuan peralatan, fasilitas dan praktik menajemen
untuk menyediakan kontainmen dan keamanan
agen mikrobiologi.7,8
Demikian pula, individu yang bekerja menangani mikroorganisme harus memahami kondisi
kontainmen dimana agen infeksi dapat dengan
aman dimanipulasi. Dengan meningkatkan disiplin
terhadap pemakaian alat pelindung diri (APD) dan
higiene petugas sehabis penanganan sampel.
Dalam penanganan spesimen perlu diperhatikan cara pemeliharaan/mempertahankan kualitas
kerja (perfomance) pada setiap taraf/langkah
dalam keseluruhan rantai prosesnya Agar nantinya
tidak terjadinya kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Dennis, et al. 2004. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th Edition. McGraw-Hill Professional
2. Lawrence, M. 2007. Current Medical Diagnosis &
Treatment, forty-sixth edition. McGraw-Hill/Appleton &
Lange. P 1440-1441.
3. Sudoyo, Aru W, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi ke 4, jilid I. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
4. Nurdjanah Siti. 2009. Sirosis Hati. Buku Ajar Penyakit
Dalam, Edisi ke 5, Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.p. 668-673
5. Joel, J. Maryann, Sherbondy. 2006. Cirrhosis and Chronic
Liver Failure: Part II. Complications and Treatment.
(Online), (http://www.aafp.org/afp/ 20060901/767.html,
diakses 15 Desember 2008).
6. Setiawan, Poernomo Budi. 2007. Sirosis hati. Buku Ajar
Penyakit Dalam. Fakultas kedokteran Universitas airlangga. P. 129-136
7. Tandio, D., Manuaba, A. 2016. Safety Procedure for
Biosafety and Controlling a Communicable Disease:
Streptococcus Suis. Bali Medical Journal 5(2): 74-77.
DOI:10.15562/bmj.v5i2.220
8.
MANUABA,
Amertha
Putra.
PROSEDUR
PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI DAN
BIOSAFETY LEVEL 1 DAN 2. Intisari Sains Medis, [S.l.],
v. 6, n. 1, p. 117-123, june 2016. ISSN 2503-3638. Available
at:
http://isainsmedis.id/ojs/index.php/ISM/article/
view/91. Date accessed: 30 june 2016.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution
23
Download