Pertumbuhan dan Sintasan Larva Udang Vaname (Litopenaeus

advertisement
Jurnal Mina Laut Indonesia
Vol. 01 No. 01
(93 – 103)
ISSN : 2303-3959
Pertumbuhan dan Sintasan Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Melalui
Substitusi Tepung Ikan dengan Tepung Usus Ayam
Growth and Survival Rate of Vannamei Shrimp Larva (Litopenaeus vannamei) through Subtitution of
Fish Meal with Chicken Intestinal Meal
Yustianti *), Moh. Noh Ibrahim**) dan Ruslaini ***)
Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo
Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari 93232
e_mail: *[email protected], **[email protected], ***[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan sintasan udang vaname (L. vannamei) melalui
substitusi tepung ikan dengan tepung usus ayam. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan yaitu perlakuan A (100% tepung ikan), perlakuan B(80% tepung ikan
dan 20 % tepung usus ayam), perlakuan C (60% tepung ikan dan 40% tepung usus ayam), perlakuan D (40%
tepung ikan dan 60% tepung usus ayam) dan perlakuan E (100% tepung usus ayam). Variabel yang diamati
adalah pertumbuhan mutlak, sintasan dan kualitas air sebagai data penunjang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa subtitusi tepung ikan dengan tepung usus ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
mutlak namun tidak berpengaruh nyata terhadap sintasan. Pertumbuhan mutlak tertinggi yaitu diperoleh pada
perlakuan A (100% tepung ikan) yaitu 0,07 g dan yang terendah pada perlakuan E (100% tepung usus ayam)
yaitu 0,03 g. Tingkat sintasan tertinggi pada perlakuan D (40% tepung ikan dan 60% tepung usus ayam) dan E
(100% tepung usus ayam) dengan rata-rata 93,33%. Kualitas air selama penelitian masih dalam batas toleransi
untuk pertumbuhan dan sintasan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei). Subtitusi tepung ikan dengan
tepung usus ayam menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan.
Kata Kunci : Larva udang vaname (L. vannamei), substitusi, pertumbuhan, sintasan, tepung ikan dan tepung usus
ayam
Abstract
This study aimed to know growth and survival rate of vanamei shrimps larva (L. vannamei) through substitution
of fish meal with chicken intestinal meal. The experimental design used Completely Randomized Design (CRD)
with 5 treatments and 3 replicates. Treatment of A (100% fish meal), treatment of B (80% fish meal and 40%
chicken intestinal meal), treatment of C (60% chicken intestinal meal), treatment of D (40% fish meal and 60 %
chicken intestinal meal) and treatment of E (100% chicken intestinal meal). The observed variables were
absolute growth, survival rate and water quality. Result showed that substitution of fish meal with chicken
intestinal meal affected significantly to the absolute growth, however it did not affect to the survival rate. The
highest absolute growth was on treatment of A (100% fish meal) reaching 0,07 g and the lowest was on
treatment of E (100% chicken intestinal meal) reaching 0,03 g. The highest survival rate was on treatment of D
(40% fish meal and 60% chicken intestinal meal) and on treatment of E (100% chicken intestinal meal) in
average 93,33%. Water quality was still in tolerant for growth and survival of vannamei larvae (L. vannamei).
Substitution of fish meal for chicken intestinal meal affected significantly to the growth of vannamei larva (L.
vannamei).
Keywords : Larva of vannamei shrimps (L. vannamei), subtitution, growth, survival rate, fish meal and chicken
intestinal meal
Pendahuluan
Udang vaname (Litopenaeus vannamei)
merupakan salah satu komoditas perikanan
ekonomis penting dikarenakan secara umum
peluang usaha budidaya udang vaname tidak
berbeda jauh dengan peluang usaha udang
jenis lainnya. Sebab pada dasarnya udang
merupakan
komoditi
ekspor
andalan
pemerintah dalam menggaet devisa (Amri dan
Kanna, 2008).
Udang L. vannamei berasal dari perairan
Amerika dan mulai masuk ke Indonesia pada
tahun 2001. Sampai saat ini komoditas vaname
93
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia
dan telah berhasil dikembangkan oleh para
pembudidaya vaname. Hal di atas didukung
oleh regulasi dan program kerja pemerintah
terkait dengan didirikannya hatchery (balai
benih) udang diberbagai daerah untuk
memenuhi permintaan pasar. Dengan adanya
hatchery (balai benih) udang dapat membantu
kebutuhan para petani tambak karena
ketersediaan benur dari alam sangat terbatas.
Permintaan udang vannamei sangat
besar baik pasar lokal maupun internasional,
karena memiliki keunggulan nilai gizi yang
sangat tinggi serta memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi menyebabkan pesatnya
budidaya udang vannamei (Mahbubillah,
2011). Kebutuhan masyarakat dunia terhadap
protein hewani ikan terus meningkat seiring
dengan peningkatan populasi penduduk dunia.
Sejak tahun 1990-an, tren produksi perikanan
tangkap mengalami stagnasi dan cenderung
menurun akibat kerusakan lingkungan laut dan
upaya penangkapan ikan ilegal dengan
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan. Oleh karena itu sektor budidaya
diharapkan dapat menjadi solusi dalam
pemenuhan konsumsi ikan dunia.
Namun dalam usaha budidaya tersebut
ada faktor yang berperan penting yang sangat
menentukan keberhasilan budidaya yaitu
pakan. Pakan sebagai komponen terbesar
dalam pembiayaan sangat menentukan
keberhasilan budidaya. Saat ini penelitian
pakan diarahkan kepada penciptaan pakan ikan
yang murah dan ramah lingkungan. Pakan ini
dicirikan dengan tingkat kecernaan yang tinggi
sehingga sisa buangan metabolisme berupa
nitrogen dan fosfor (N dan P) ke lingkungan
perairan menjadi rendah. Seiring dengan
semakin menurunnya produksi perikanan
tangkap, maka ketersediaan tepung ikan
sebagai komponen penghasil pakan juga
menurun. Oleh karena itu pencarian sumbersumber protein alternatif untuk menggantikan
tepung ikan yang semakin mahal perlu
dilakukan. Selain itu pemanfaatan bahan-bahan
pakan lokal secara langsung dapat mengurangi
biaya produksi pakan ikan. Bahan pengganti
protein ikan seperti tepung kedelai, tepung
kepala udang, tepung usus ayam, dan limbah
produk pangan lainnya dapat dijadikan sebagai
sumber protein pengganti tepung ikan (Kurnia,
2009).
Salah satu sumber protein alternatif yang
cukup baik dijadikan sebagai sumber protein
adalah buangan berupa usus, tulang dan kulit
dari peternakan ayam. Usus ayam dapat
dijadikan sebagai sumber protein alternatif
karena memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi selain itu tepung usus ayam juga
harganya murah dan mudah didapat.
Oleh karena itu penelitian tentang
pertumbuhan dan sintasan larva udang
vannamei melalui subtitusi tepung ikan dengan
tepung usus ayam perlu untuk dilakukan.
Pakan
merupakan
salah
satu
komponen pembiayaan terbesar sangat
menentukan keberhasilan budidaya. Untuk itu
diperlukan pakan alternatif yang murah dan
mudah didapat. Selama ini protein bersumber
dari tepung ikan, karena produksi perikanan
tangkap mulai menurun akibatnya harga
tepung ikan menjadi mahal. Sehingga
diperlukan sumber protein alternatif sebagai
pengganti tepung ikan yang mengandung
protein cukup baik seperti tepung usus ayam.
Tepung usus ayam merupakan salah
satu sumber protein alternatif sebagai pakan
karena tepung usus ayam murah dan mudah
didapat, untuk itu diperlukan penelitian tentang
pertumbuhan dan sintasan udang vaname (L.
vannamei) melalui subtitusi tepung ikan
dengan tepung usus ayam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pertumbuhan dan sintasan udang
vaname (L. vannamei) melalui subtitusi tepung
ikan dengan tepung usus ayam.
Kegunaan dari penelitian ini adalah
sebagai bahan informasi bagi masyarakat
umumnya dan khususnya tenaga teknisi di
hatchery (balai benih) mengenai pertumbuhan
dan sintasan udang vaname (L. vannamei)
melalui subtitusi tepung ikan dengan tepung
usus ayam.
Metode Penelitian
1.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April sampai dengan Juni 2012 yang bertempat
di Balai Benih Perikanan (BBP) Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi
Sulawesi Tenggara di Kelurahan Purirano,
Kecamatan Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara.
2.
Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah aerator, selang kecil, waskom,
pengukus, pengaduk, ayakan, oven, wadah
styrofoam,
thermometer
(0C),
hand
refraktometer, pH meter, DO meter, blower,
94
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
perlengkapan aerasi, dan timbangan analitik
(g).
b. Bahan
terdiri dari 5 perlakuan dan 3 kali ulangan.
Benih yang digunakan berasal dari Situbondo,
Jawa Timur.
2.
1). Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah udang
vaname PL-14 sebanyak 750 ekor, setiap
styrofoam masing-masing 50 ekor dalam 24
liter air. Dengan ukuran wadah 60 x 40 x 30
cm, sebanyak 15 buah wadah stytrofoam yang
3.
Prosedur Penelitian
a.
Formulasi pakan
Pakan Uji
Pakan uji yang digunakan adalah pakan
buatan dengan bahan-bahan pakan adalah
sebagai berikut; tepung ikan, tepung usus
ayam, tepung kedelai, kanji, agar-agar, vitamin
dan mineral.
Penyusunan formulasi pakan dilakukan sesuai dengan kebutuhan nutrisi udang pada Tabel 1
berikut :
Tabel 1. Bahan-bahan serta penyusunan formulasi pakan udang pada tahap PL 14.
Bahan Baku
Perlakuan
Tepung Ikan
Tepung Usus ayam
Tepung kedelai
Kanji
Agar-agar
Vitamin Mix
Mineral Mix
Total
A
50
30
5
5
5
5
100
Berat bahan yang digunakan (%)
B
C
D
40
30
20
10
20
30
30
30
30
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
100
100
100
E
50
30
5
5
5
5
100
Hasil uji analisa proksimat pakan larva udang vanamei pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Hasil uji laboratorium analisa proksimat pakan larva udang vaname
Kode
Sampel
b.
Parameter
Kadar Air
Serat Kasar
(%)
(%)
9,1742
2,3211
A
Protein
(%)
47,514
Lemak (%)
13,1199
Kadar Abu
(%)
12,4024
BETN
(%)
15,4684
B
48,5568
12,4624
9,2328
1,9371
11,7494
16,0615
C
47,7802
15,0609
9,3909
1,9565
10,4653
15,3462
D
48,4884
10,7623
9,1384
1,6767
8,8716
21,0626
E
48,072
16,998
9,2908
3,1643
7,1167
15,3582
Analisa Proksimat
Faktor-faktor yang dianalisa adalah
kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar
abu dan serat kasar. Analisa kadar air diuji
dengan menggunakan metode pemanasan,
analisa kadar protein diuji dengan metode
Kjeldhal, analisa kadar lemak diukur dengan
metode soxhlet, analisa serat kasar diuji
dengan metode Erlenmeyer. Analisa kadar abu
diuji dengan cara bahan dikeringkan dalam
oven atau dengan sinar matahari kemudian
digiling sampai halus dan disimpan dalam
botol yang kering dan bersih kemudian
dilakukan penentuan kadar air dan dilanjutkan
dengan penentuan persen kadar abu
berdasarkan berat kering bahan.
c.
Persiapan Wadah Pemeliharaan
1) Menyiapkan Styrofoam sebanyak 15 buah.
2) Sebelum melakukan percobaan, Styrofoam
dicuci sampai bersih dengan menggunakan
sabun, kemudian dibilas sampai bersih dan
diisi air sebanyak 24 liter.
3) Sebelum memasukkan hewan uji ke dalam
wadah, terlebih dahulu dilakukan proses
adaptasi.
4) Wadah yang telah berisi air langsung
dimasukkan udang vaname pada tahap post
larva 14,
kemudian diberikan pakan.
Selanjutnya
masing-masing
wadah
dilengkapi dengan selang aerasi yang
terhubung pada blower sebagai suplai
oksigen.
95
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
d. Penebaran udang Vannamei
terjadi perubahan kualitas air secara mendadak,
hal ini untuk mengurangi stress pada udang.
Setelah dilakukan persiapan wadah, dan
pengadaan pakan
selanjutnya penebaran
udang vaname PL 14. Udang yang ditebar tiap
styrofoam sebanyak 50 ekor pada tiap wadah
yang berisi air laut sebanyak 24 liter.
e.
g.
Sebagai data penunjang dilakukan
pengukuran parameter kualitas air harian.
Kualitas air yang dilakukan setiap hari yaitu
suhu dan salinitas. Sedangkan pH air, oksigen
terlarut, dan amoniak pengukuran kualitas
airnya dilakukan setiap minggu pada saat
penimbangan.
Pemeliharaan
Setelah persiapan wadah styrofoam,
kemudian dilakukan pemeliharaan larva udang
vaname selama 21 hari, dengan melakukan
pengontrolan kualitas air secara teratur dan
pemberian pakan 4 kali sehari pada pagi, siang,
sore, dan malam hari, yaitu pukul 08.00, 14.00,
20.00 dan 02.00. Sifat pakan yang diberikan
yaitu pakan pellet tenggelam, karena sesuai
dengan sifat dan tingkah laku makan udang
vaname yang senang hidup di dasar perairan.
Penyiponan juga dilakukan setiap hari
untuk mengurangi penumpukkan makanan
yang dapat mengganggu kualitas air.
Penyiponan dilakukan pada siang hari pukul
11.00 WITA sebelum pemberian pakan.
f.
Kualitas Air
4.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5
perlakuan dan 3 ulangan dengan selang
kepercayaannya 95 %. Perlakuan yang
diberikan adalah :
Perlakuan A : 100 % Tepung Ikan
Perlakuan B : 80 % Tepung Ikan + 20%
Tepung Usus ayam
Perlakuan C : 60 % Tepung Ikan + 40 %
Tepung Usus ayam
Perlakuan D : 40 % Tepung Ikan + 60 %
Tepung Usus ayam
Perlakuan E : 100 % Tepung Usus ayam
Adapun penempatan perlakuan dalam
wadah percobaan dilakukan secara acak. Tata
letak percobaan tersebut disajikan pada
Gambar 3. berikut :
Pergantian Air
Pergantian air dilakukan 2 hari sekali
sebanyak 70%. Proses pergantian air dilakukan
bila air sudah terlihat keruh sehingga tidak
C2
B3
A1
D3
C3
B2
B1
E2
C1
A2
D2
E3
E1
A3
D1
Gambar 3. Tata letak satuan percobaan
Keterangan : A, B, C, D = Perlakuan
1, 2, 3
5.
= Ulangan
Variabel Yang Diamati
Variabel-variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot
tubuh :
Wm = Wt – Wo
Ket : Wm = Pertumbuhan mutlak (g)
Wt = Biomassa ikan pada waktu t
(g)
Wo = Biomassa ikan pada awal
penelitian (g)
96
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
2.
Tingkat Kelangsungan Hidup
6.
Nt
SR =
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap parameter yang diamati dilakukan
analisis
keragaman
(ANOVA)
bila
berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui beda antar perlakuan.
X 100%
No
Ket
:
Analisis Statistik
SR
= Tingkat kelangsungan
hidup (%)
Nt = Jumlah individu pada
akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah individu pada
awal penelitian (ekor)
Hasil dan Pembahasan
1.
Hasil
Variabel
yang
diamati
selama
penelitian yaitu pengamatan pada pertumbuhan
mutlak berdasarkan bobot tubuh dan
kelangsungan hidup larva L.vannamei. Hasil
pengamatan
selama
penelitian
pada
pemeliharaan larva L.vannamei pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3. Data hasil pengamatan laju pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh dan kelangsungan
hidup larva L.vannamei.
Hasil Pengamatan
A
0,01
0,08
0,07
74,67
Bobot awal
Bobot akhir
Pertumbuhan mutlak
Kelangsungan hidup
a.
Perlakuan
C
0,01
0,07
0,06
79,33
B
0,01
0,05
0,04
70,67
Pertumbuhan Mutlak
D
0,01
0,05
0,04
93,33
E
0,01
0,04
0,03
93,33
40% tepung usus ayam) yaitu 0,06 gr,
kemudian perlakuan B (80% tepung ikan dan
20% tepung usus ayam) yaitu 0,04 gr dan
perlakuan D (40% tepung ikan dan 60%
tepung usus ayam 30%) yaitu 0,04 gr dan
perlakuan E (100% tepung usus ayam) yaitu
0,03 gr.
Pertumbuhan mutlak yang diamati
selama penelitian yaitu bobot tubuh larva
udang vaname (L.vannamei). Berat bobot
tubuh
larva
L.vannamei
menunjukkan
perlakuan A (100 % tepung ikan) memberikan
pertumbuhan yang tinggi yaitu 0,07 gr.
Selanjutnya perlakuan C (60% tepung ikan dan
Pertumbuhan Bobot
Biomasa (gr)
Hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan berat mutlak larva udang vaname (L.vannamei) pada
Gambar 2 berikut.
0.080
0.070
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
a
a
b
A
B
C
b
b
D
E
Perlakuan
Gambar 2. Histogram pertumbuhan mutlak berdasarkan
bobot tubuh larva L.vannamei.
Hasil analisis ragam menunjukkan
usus ayam berpengaruh nyata terhadap
bahwa subtitusi tepung ikan dengan tepung
pertumbuhan berat mutlak larva L.vannamei.
97
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Dari hasil uji beda nyata terkecil (BNT) pada
perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan
B, perlakuan D dan perlakuan E. Namun
perlakuan A tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan C.
b.
ayam) dengan rata-rata yaitu 93,33%,
kemudian perlakuan C (60% tepung ikan dan
40% tepung usus ayam) yaitu 79,33%
menyusul perlakuan A (100% tepung ikan)
yaitu 74,66% kemudian perlakuan B (80%
tepung ikan dan 20% tepung usus ayam) yaitu
70,66%.
Hasil
perhitungan
rata-rata
kelangsungan hidup larva L.vannamei selama
penelitian, pada Gambar 3 berikut.
Kelangsungan Hidup (SR)
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada
perlakuan D (40% tepung ikan dan 60%
tepung usus ayam) dan E (100% tepung usus
120.00
Sinatasan (%)
100.00
80.00
a
a
A
B
a
a
D
E
a
60.00
40.00
20.00
0.00
C
Perlakuan
Gambar 3. Histogram kelangsungan hidup larva L.vannamei.
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa subtitusi tepung ikan dengan tepung
usus ayam tidak berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup larva udang vaname
(Fhit<Ftabel).
c.
Kualitas Air
Pengukuran kualitas air selama
penelitian pada pemeliharaan larva L.vannamei
pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Data kisaran parameter kualitas air pemeliharaan larva L.vannamei selama penelitian
Parameter
Kualitas Air
o
Suhu ( C)
pH
DO (mg/l)
Salinitas (ppt)
Amoniak (mg/l)
Perlakuan
A
21 – 26
7-8
6-8
31 – 34
0,00070,0136
B
C
D
21 – 26
7–8
8-9
31 – 34
0,00070,0040
21 – 26
7–8
6-9
31 – 34
0,00070,0031
21 – 26
7–8
6-9
31 – 34
2.
Pembahasan
a.
Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan Bobot
Tubuh
Hasil
pengamatan
pertumbuhan
mutlak berdasarkan bobot tubuh selama
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan
mutlak berdasarkan bobot tubuh tertinggi yaitu
diperoleh pada perlakuan A (100% tepung
ikan) dengan berat tubuh yaitu 0,07 gr,
kemudian perlakuan C (60 % tepung ikan dan
40 % tepung usus ayam) yaitu 0,06 gr dan B
0,0007-0,0037
E
21 – 26
7–8
6-8
31 – 34
0,00070,0038
(80% tepung ikan dan 20% tepung usus ayam)
yaitu 0,04 gr, setelah itu menyusul perlakuan D
(40% tepung ikan dan 60% tepung usus ayam)
yaitu 0,04 gr dan perlakuan E (100% tepung
usus ayam) yaitu 0,03 gr.
Tingginya pertumbuhan mutlak pada
perlakuan A (100% tepung ikan) diduga pakan
yang diberikan pada perlakuan A memiliki
kandungan protein yang tinggi.. Hal ini sesuai
dengan hasil laboratorium uji proksimat pakan
pada perlakuan A memiliki kandungan protein
yang telah mencukupi untuk kebutuhan larva
L.vannamei yaitu sebesar 47,51%. Hal ini
98
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
sesuai dengan pernyataan Wijana (2006) yang
menyatakan bahwa udang vaname pada stadia
post larva membutuhkan protein pada pakan
berkisar antara 30-50% untuk menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.
Pakan yang baik adalah pakan yang
mengandung protein yang tinggi dimana
didalamnya terdapat asam-asam amino yang
dapat membantu pertumbuhan.
Mudjiman
(2004)
menambahkan
bahwa protein sangat dibutuhkan oleh tubuh
ikan baik untuk menghasilkan tenaga maupun
untuk pertumbuhan bagi ikan. Protein
merupakan sumber tenaga yang paling utama
dimana didalamnya terdapat asam-asam amino
yang sangat dibutuhkan oleh ikan.
Miles dan Chapman (2007) dalam
Asminatun (2010) menjelaskan bahwa protein
yang memiliki asam-asam amino esensial yang
diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang
maksimal dan performa yang optimal disebut
konsep protein ideal.
Menurut Wilson (2004) protein ideal
berperan penting dalam menentukan kebutuhan
nutrisi dalam pembuatan pakan karena
memberikan rasio yang tepat antara jumlah
asam amino yang diperlukan dengan nitrogen
yang dieksresikan. Mai et al (2006)
menambahkan kebutuhan asam amino esensial
sangat penting untuk menentukan komposisi
kebutuhan pakan ikan.
Buwono (2000) menyatakan bahwa
kualitas protein suatu bahan makanan
ditentukan oleh kandungan asam amino,
khususnya asam amino esensial. Untuk
meningkatkan laju pertumbuhan ikan, maka
kelengkapan asam-asam amino esensial
maupun asam amino non-esensial bahan baku
pakan ikan merupakan faktor-faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan.
Subandiyono (2009) menjelaskan bahwa
terdapat 20 asam amino yang umum untuk
semua protein, namun nilai nutrisi protein
bergantung pada jumlah relatif ketersediaan
asam amino. Sebagian besar ikan perairan
daerah tropis membutuhkan 10 asam amino
untuk pertumbuhan dan berbagai proses
metabolik lainnya. Untuk mendapatkan
pertumbuhan yang baik, pola dan jumlah asam
amino esensial dalam pakan hendaknya mirip
dengan pola maupun jumlah asam amino
esensial yang terdapat pada spesies ikan yang
diberi pakan. Pada umumnya, protein dari
sumber-sumber hewani mempunyai profil
asam amino yang baik dan lebih dapat dicerna
dibandingkan dengan protein asal tanaman.
Handajani
dan
Widodo
(2010)
menambahkan bahwa metabolisme protein
tidak secara langsung terlibat dalam
memproduksi energi. Tetapi metabolisme
protein terlibat dalam produksi enzim, hormon,
komponen struktural, dan protein darah dari
sel-sel badan dan jaringan. Metabolisme energi
yang berasal dari protein didahului dengan
degradasi protein menjadi asam-asam amino.
Kemudian asam-asam amino dilepas gugus
aminonya melalui deaminasi oksidatif di selsel hati. Hasil deaminasi akan masuk dalam
siklus Krebs guna pembentukan energi, atau
melalui piruvat dan asetil koenzim A sebelum
masuk siklus Krebs. Siklus krebs terjadi di
dalam mitokondria dan membutuhkan oksigen
dapat berlangsung. Asam piruvat yang berasal
dari glikolisis, begitu masuk ke dalam
mitokondria diubah menjadi asetil koenzim A.
Kemudian bersamaan dengan berlangsungnya
proses oksidasi dalam siklus krebs, pasanganpasangan atom hidrogen (2H) dilepaskan
bersama dengan CO2. Atom-atom hidrogen
tersebut menyajikan ion H+ atau proton dan
elektron yang kemudian masuk ke dalam
sistem transport elektron mitokondria. Ion
hidrogen dan elektron dipungut oleh molekul
NAD+ (nikotinamid adenin dinukleotid),
mereduksi NAD+ menjadi NADH. NADH
merupakan pengantara siklus krebs dan enzim
dalam membran dalam mitokondria yang akan
mengangkut elektron melalui sistem sitokrom
dari rantai respirasi.
Rendahnya pertumbuhan mutlak pada
perlakuan E (100% tepung usus ayam) diduga
karena tepung usus ayam kekurangan beberapa
jenis asam amino. Portz and Cyrino (2004)
menyatakan bahwa umumnya bahan produk
buangan dapat mengganti sebagian tepung ikan
dalam pakan tetapi beberapa jenis asam amino
yang kurang dari bahan tersebut harus
ditambahkan dalam pakan ikan. Penurunan
tingkat kecernaan protein dan asam amino dari
bahan produk buangan dapat membatasi
penggunaannya dalam pakan ikan kakap.
Davies et al (1991) menambahkan bahwa
bahan-bahan buangan dari peternakan ayam
bervariasi dalam kualitas dan banyak atau
kekurangan satu atau lebih asam amino
essensial.
Selanjutnya
Hartadi
dkk
(1993)
mengemukakan bahwa kandungan asam amino
yang terdapat dalam usus ayam yaitu aspartat,
glutamat, cystein, isoleusine, phenilalanine,
histidine, proline, threonin, glysine, valine,
leucine, hydroksilysine, arginine, serine,
alanine, tyrosine, lysine dan hydroksiproline.
99
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Asam amino essensial yang terdapat dalam
usus ayam yaitu isoleusine, phenilalanine,
histidine, threonin, valine, leucine, arginine
dan lysine. Sedangkan asam amino non
essensial dalam usus ayam yaitu aspartat,
glutamat, cystein, proline, glysine, serine,
alanine, dan tyrosine.
Kekurangan asam amino dalam pakan
dapat menghambat proses pertumbuhan. Jenis
asam amino yang tidak terdapat pada tepung
usus ayam tersebut yaitu methionin. Methionin
merupakan salah satu jenis asam amino
essensial, methionin ini diperlukan untuk
pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Buwono (2000) menyatakan bahwa metionin
dan sistin, keduanya merupakan asam amino
yang mengandung gugus sulfur. Sistin
mempunyai kemampuan mereduksi sejumlah
metionin yang diperlukan bagi pertumbuhan
yang optimal.
Subtitusi pakan dengan kombinasi pada
perlakuan C yaitu tepung ikan 60% dan tepung
usus ayam 40% telah memenuhi komposisi
subtitusi yang baik untuk menghasilkan
pertumbuhan mutlak yang lebih baik dibanding
perlakuan B dan perlakuan D. Pada perlakuan
B dengan hasil uji proksimat kandungan
protein
sebesar
48,56%
menghasilkan
pertumbuhan mutlak yang lebih rendah
dibanding dengan perlakuan C dengan
kandungan protein sebesar 47,78%. Hal ini
diduga karena bahan pakan dengan
perbandingan tepung ikan 80% dan tepung
usus ayam 20% pada perlakuan B belum
memenuhi
subtitusi
pakan
terhadap
pertumbuhan mutlak larva L.vannamei, terlihat
dari komposisi pakan yang tidak seimbang
pada perlakuan B dibandingkan dengan
komposisi pakan pada perlakuan C yang lebih
seimbang. Terbukti dari pengamatan visual
yang dilakukan setelah pemberian pakan pada
perlakuan C terlihat lebih aktif menangkap
makanan. Hal ini juga terlihat pada perlakuan
D, dengan jumlah protein 48,49% juga
menghasilkan pertumbuhan mutlak yang lebih
rendah dibanding perlakuan C dengan
kandungan protein 47,78%.
Protein pakan yang tinggi tidak
selamanya menghasilkan pertumbuhan yang
lebih baik, tergantung dari bahan pakan yang
digunakan dan keseimbangan dari komposisi
bahan pakan.
b.
Kelangsungan Hidup
Hasil pengamatan kelangsungan hidup
pada larva L.vannamei selama penelitian
menunjukkan tingkat kelangsungan hidup
tertinggi yaitu pada perlakuan D dan E dengan
rata-rata
93,33%.
Tingginya
tingkat
kelangsungan hidup diduga karena pakan yang
diberikan memilki protein yang tinggi serta
dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga
terjaganya faktor lingkungan dalam media
pemeliharaan
yang
dapat
menunjang
kelangsungan hidup udang dan mengurangi
kondisi stres yang memungkinkan terjadinya
kematian selama pemeliharaan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Harefa (1996) menyatakan
bahwa faktor yang paling mempengaruhi
tingkat kelulushidupan larva udang vaname
yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan
kualitas pakan. Faktor pertama yaitu kualitas
air, kualitas air yang baik pada media
pemeliharaan akan mendukung proses
metabolisme dalam proses fisiologi. Faktor
kedua adalah kandungan nutrisi dari pakan
yang dikonsumsi. Ketidaktersediaannya pakan
pada stadia awal dari larva udang akan
mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan
oleh semakin besarnya stadia dan pertumbuhan
udang sehingga dibutuhkan pakan yang
semakin banyak. Kandungan nutrisi dari pakan
sangat mempengaruhi tingkat kelulushidupan.
Selanjutnya Yuwono (2005) dalam Qamari
(2013) menjelaskan bahwa faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup organisme
ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai
dan dari faktor lingkungan itu sendiri
Pada perlakuan B menunjukkan
tingkat kelangsungan hidup terendah yaitu
70,66%. Menurunnya tingkat kelangsungan
hidup diduga karena adanya sifat kanibalisme
(suka memangsa sesama) pada larva udang
vannamei. Udang vannamei suka menyerang
sesamanya, udang sehat akan menyerang
udang yang lemah terutama pada saat moulting
atau udang sakit. Haliman dan Adijaya (2004)
menjelaskan bahwa moulting pada udang
ditandai dengan seringnya udang muncul ke
permukaan air sambil meloncat-loncat.
Gerakan ini bertujuan untuk membantu
melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya.
Gerakan tersebut merupakan salah satu cara
mempertahankan diri karena cairan molting
yang dihasilkan dapat merangsang udang lain
untuk mendekat dan memangsa (kanibalisme).
Pada saat molting berlangsung, otot perut
melentur, kepala membengkak, dan kulit luar
bagian perut melunak. Dengan sekali hentakan,
kulit luar udang dapat terlepas. Selanjutnya
Soetedjo (2011) menambahkan moulting
merupakan proses yang rumit dimana tingkat
kematiannya sulit dihindari.
100
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
c.
Kualitas Air
Kualitas air yang sesuai bagi kehidupan
organisme akuatik merupakan faktor penting
karena berpengaruh terhadap reproduksi,
pertumbuhan
dan
kelangsungan
hidup
organisma perairan. Cuzon et al. (2004)
menyatakan faktor lingkungan harus optimal
bagi proses fisiologi udang Litopenaeus
vannamei. Selanjutnya dikatakan bahwa
kebutuhan nutrisi dapat berubah sesuai dengan
variasi faktor lingkungan seperti salinitas,
temperatur, pH dan oksigen terlarut dan NH3.
Hasil pengukuran suhu selama
penelitian diperoleh kisaran antara 26-280C.
Nilai ini menunjukkan suhu air masih berada
dalam kisaran yang normal yang dapat ditolerir
oleh larva L.vannamei. Hal ini sesuai dengan
pendapat Haliman dan Adijaya (2003), suhu
optimal pertumbuhan larva udang antara 2632°C. Suhu berpengaruh langsung pada
metabolisme udang, pada suhu tinggi
metabolisme udang dipacu, sedangkan pada
suhu yang lebih rendah proses metabolisme
diperlambat. Bila keadaan seperti ini
berlangsung lama, maka akan mengganggu
kesehatan udang karena secara tidak langsung
suhu air yang tinggi menyebabkan oksigen
dalam air menguap, akibatnya larva udang
akan kekurangan oksigen. Zweig et al (1999)
dalam Suwoyo (2009) menambahkan
bahwa temperatur optimal untuk udang
vaname berkisar antara 28 – 30 oC.
Hasil pengukuran salinitas selama
penelitian berkisar 31-34 ppt. Nilai ini
tergolong baik dan masih dalam batas toleransi
larva L.vannamei. Xincai dan Yongquan
(2001) menjelaskan bahwa salinitas optimal
untuk udang vaname berkisar antara 5-35 ppt.
Saoud et al. (2003) menambahkan bahwa
udang vaname dapat tumbuh pada perairan
dengan salinitas berkisar 0,5-38,3 ppt.
Hasil pengukuran pH air selama
berlangsungnya penelitian berkisar 7,0-8,0.
Nilai ini tergolong baik dan masih dalam batas
toleransi larva L.vannamei. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Purba (2012) bahwa
derajat keasaman (pH) air media pemeliharaan
Larva udang vannamei selama penelitian
adalah 7,7 - 8,7. Kisaran pH tersebut masih
layak bagi kegiatan pembenihan udang
vannamei serta mendukung pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva. Elovaara (2001)
menambahkan bahwa untuk stadia larva pH
yang layak untuk udang vaname berkisar
antara 7,8-8,4, dengan pH optimum 8,0.
Hasil pengukuran amoniak selama
penelitian berkisar antara 0,0007-0,0136.
Kisaran ini masih dapat ditolerir larva
L.vannamei, hal ini sesuai dengan pernyataan
Balio dan Siri (2002) bahwa kisaran amoniak
pada udang vannamei berkisar antara < 0,1
ppm.
Hasil pengukuran oksigen terlarut
(DO) selama penelitian berkisar antara 6-9
mg/l. Kisaran ini masih dikategorikan baik
bagi budidaya L. vannamei, hal ini sesuai
dengan pernyataan Fegan (2003) bahwa
kosentrasi
oksigen
terlarut
selama
pemeliharaan udang vaname berkisar antara 38 ppm. Nilai tersebut menunjukan bahwa
kandungan oksigen yang terdapat pada media
pemeliharaan masih optimal dan cukup baik
dalam mendukung pertumbuhan udang
vaname.
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa subtitusi
tepung ikan dengan tepung usus ayam pada
larva L.vannamei memberikan efek yang
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
mutlak berdasarkan bobot tubuh. Pertumbuhan
mutlak berdasarkan bobot tubuh tertinggi yaitu
diperoleh pada perlakuan A (100% Tepung
ikan) yaitu 0,07 gr, kemudian perlakuan C
(60% Tepung ikan dan 40% Tepung usus
ayam) yaitu 0,06 gr dan terendah pada
perlakuan E (100% Tepung usus ayam) yaitu
0,03 gr. Kelangsungan hidup tertinggi yaitu
diperoleh pada perlakuan D dan E yaitu
93,33%, kemudian perlakuan C 79,33% dan
perlakuan A yaitu 74,66%, menyusul
perlakuan B 70,66%
Persantunan
Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Dekan FPIK Universitas
Haluoleo
yang
tidak
henti-hentinya
memberikan motivasi kepada penulis hingga
terselesainya karya ilmiah ini dan seluruh
teknisi Laboratorium Fakultas Perikanan
Universitas Haluoleo serta Teknisi Balai Benih
Perikanan (BBP) yang telah membantu selama
penelitian.
Daftar Pustaka
Amri, Kanna, I 2008. Budidaya Udang
Vaname. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Asminatun, 2010. Pembuatan Pakan Ikan
Berdasarkan Konsep Protein Ideal
Yang Ramah Lingkungan. Fakultas
101
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Indonesia. Jurnal UI
Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains,
dan Teknologi. Vol.1. 70-78.
Baliao, D. dan Siri,T. 2002. Manajemen
Budidaya Ramah Lingkungan di Daerah
Mangrove.
www.asianfisheriessociety.org. Diakses
tanggal 26 Januari 2012
Buwono I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino
Esensial Dalam Ransum Ikan.
Kanisius. Yogyakarta.
Cuzon, G., A. Lawrence, G. Gaxiol, C. Rosa
and J. Guillaume. 2004. Nutrition of
Litopenaeus vannamei reared in tanks or
in ponds. Aquaculture 235:513-551.
Davies, S.J., Nengas, I., Alexis, M., 1991.
Partial substitution of fish meal with
different meat meals products in diets for
sea bream (Sparus aurata). In: Kaushik,
S.J., Luquet (Eds.), Fish Nutrition in
Practice. Coll. Les Colloques, vol. 61.
INRA, Paris, pp. 907–911.
Elovaara AK. 2001. Shrimp Farming Manual :
Practical Technology For Intensive
Commercial
Shrimp
Production.
Carribian Press Ltd. USA. p. 200.
Fegan D F, 2003. Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Asia Gold
Coin Indonesia Specialities Jakarta.
Haliman R.W, Adijaya DS. 2004. Udang
Vannamei. Jakarta: Panebar Swadaya.
Handajani, H., Widodo,W. 2010. Nutrisi Ikan.
Surabaya. Umm Press.
Harefa, F., 1996. Pembudidayaan Artemia
Untuk Pakan Udang dan Ikan. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, dan D.T.
Allen. 1993. Tabel Komposisi Pakan
untuk
Indonesia.
Gadjah
mada
University Press. Yogyakarta. 145 pp.
Kurnia, A. 2009. penciptaan pakan ikan lele
yang
ramah
lingkungan
dengan
menggunakan bahan lokal. Lembaga
Penelitian
Universitas
Haluoleo.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Haluoleo. Kendari
Mahbubillah, M.A. 2011. Budidaya Udang
Vannamei. http://marinebiologi.
blogspot.com.
Mai, K., L. Zhang, Q. Ai, Q. Duan, C. Zhang,
H. Li, J. Wan & Z. Liufu. 2006. Dietary
lysine of juvenile japanese seabass
Lateolabrax japonicas. Aquaculture
258: 535--542.
Miles, R.D. & F.A. Chapman. 2007. The
concept of ideal protein in formulation
of
agriculture
feeds.
http://edis.ifas.ufl.edu.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Edisi
Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuhman.
2009.
Pengaruh
prosentase
pemberian pakan terhadap kelangsungan
hidup dan Laju pertumbuhan udang
vannamei (Litopenaeus vannamei).
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
Vol. 1 No.2. Jurusan Perikanan Fakultas
Teknologi Kelautan dan Perikanan
Universitas Hang Tuah, Surabaya.
Portz, L., Cyrino, J.E.P., 2004. Digestibility of
nutrients and amino acids of different
protein sources in practical diets by
largemouth bass Micropterus salmoides
(Lacepede, 1802). Aquac. Res. 35, 312–
320.
Purba, C.Y., 2012. Performa Pertumbuhan,
Kelulushidupan, Dan Kandungan Nutrisi
Larva Udang Vanamei (Litopenaeus
vannamei) Melalui Pemberian Pakan
Artemia Produk Lokal Yang Diperkaya
Dengan Sel Diatom. Journal Of
Aquaculture
Management
and
Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun
2012, Halaman 102-115.
Qamari, AI. 2013. Penambahan Terasi Udang
Sebagai Atraktan Dalam Pakan Buatan
Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Pada Stadia Post Larva. Skripsi Jurusan
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Haluoleo.
Kendari. 46 hlm.
Saoud, I.P, D.A. Davis, D.B. Rouse. 2003.
Suitability studies of inland well waters
for Litopenaeus vannamei culture.
Aquaculture 217:373-383.
Soetedjo, H., 2011. Kiat Sukses Budidaya
Lobster Air Tawar. Araska Press,
Yogyakarta. 118 hal.
Subandiyono. 2009. Bahan ajar Nutrisi ikan.
Protein dan lemak. PS. Budidaya
perairan, jur. Perikanan – fpik
Universitas diponegoro. Semarang
Suwoyo, H.S.2009. Tingkat Konsumsi
Oksigen Sedimen Pada dasar Tambak
Intensif Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei).(Tesis).
Sekolah
pascasarjana. Institut pertanian bogor.
Bogor.
Wijana, J. 2006. Budidaya Udang Vannamei
Tradisional Plus. BBAP Situbondo.
Wilson, M.F., L.E. Pezzato, M.M. Barros, A.C.
Pezzato, V.R.B. Furuya & E.C.
Miranda. 2004. Use of ideal protein
102
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
concept for precision formulation of
amino acid level in fish-meal-free diets
for juvenile nile tilapia (Oreochromis
niloticus L. Aquaculture Research 35:
1110--1116.
Xincai, C., Yongquan, S., 2001. Shrimp
Culture. China Internasional Training
Course on Technology of Marineculture
(Precious Fishes). China : Yiamen
Municipal Sciense & Technology
Commission.hlm.107-113.
Yuwono, E. 2005. Kebutuhan Nutrisi
Crustacea dan Potensi Cacing Lur
(Nereis, Polychaeta) Untuk Pakan
Udang. Fakultas Biologi. Universitas
Jenderal Sudirman. Purwekorto Jurnal
Pembangunan Pedesaan. Vol. V No. 1 :
42-49.
Zweig. RD, Morton JD, Stewart MM. 1999.
Source water quality for aquaculture.
A
Guide
for
Assessment.
Enviromentally
and
Socially
Sustainable Development. The World
Bank Washington DC. U.S.A. 62 p.
103
Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Download