Jurnal Ilmu Komunikasi Keterbukaan dalam Hubungan Persahabatan Lintas Budaya : Studi Kasus pada Persahabatan antara Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia di Yogyakarta (Self-Disclosure in Friendship Across Cultures : A Case Study in Friendship Between Foreign Citizens and Indonesian Citizens in Yogyakarta) Disusun Oleh: MENTARI 20100530169 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014 Keterbukaan dalam Hubungan Persahabatan Lintas Budaya : Studi Kasus pada Persahabatan antara Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia di Yogyakarta (Self-Disclosure in Friendship Across Cultures : A Case Study in Friendship Between Foreign Citizens and Indonesian Citizens in Yogyakarta) Mentari (email : [email protected]) The objective of this research is to discover and reveal how self-disclosure is shown in a friendship between foreign citizens and Indonesian citizens living in Yogyakarta through several indicators of self-diclosure, the barriers that were experienced by the three pairs of informants when showing self-disclosure as well as the effectiveness of self-disclosure. This is qualitative research with a descriptive method. The data collection techniques used in this studywere interviews, documentation, and literature study in which the sampling was done by purposive sampling (using sampling techniques of data sources with particular consideration). The research shows, from beginning to end, that the first informants were able to demonstrate self-disclosure through all indicators were used effectively and therefore it can be stated that they were at a stage of close and intimate friendship. While the second informants also demonstrated self-disclosure indicators. However, their self-disclosure was limited by gender stereotype and so it can be stated that the second informants were at a stage of casual friendship. The third informants showed that although they can demonstrate self-disclosure based on self-disclosure indicators, they still impose limits on certain things that have been influenced by the cultural background of origin country, so it can be stated the third informants were at a stage of casual friendship. Keywords : Self-Disclosure, Friendship, Culture, Gender Stereotype PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan globalisasi dimana batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya hal tersebut, maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia, salah satunya di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, memiliki daya tarik tinggi, mengingat luas wilayah, limpahan sumber daya alam, dan budaya yang sangat beragam sehingga menarik banyak warga asing dari seluruh penjuru dunia untuk menanamkan modal, bekerja, dan bahkan menuntut ilmu di Indonesia. Sehingga Indonesia menjadi negara yang menjanjikan baik warga negara Indonesia maupun bagi warga negara asing. Adanya hasil kesepakatan dari KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN tentang ketenagakerjaan asing yang bisa bekerja di Indonesia secara bebas pada tahun 2015 (http://www.indonesia-2014.com/read/2013/03/14/pr-ekonomi-presiden-ri-2014-2019#.UouG0dLwlWA diakses pada 25/11/2013 (12.00)), bahwa dalam rangka mempromosikan Indonesia beserta budayanya terhadap warga negara lain, pemerintah Indonesia secara besar-besaran memberikan beasiswa bagi warga negara asing yang negaranya memiliki hubungan kerjasama dengan Indonesia untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia melalui “Dharmasiswa” yang diselenggarakan setiap tahun. Penerima beasiswa tersebut akan tinggal dan belajar di sejumlah universitas ternama di Indonesia. Yogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota pelajar, miniatur Indonesia, kota budaya hingga kota pariwisata. Yogyakarta bahkan menjadi obyek pariwisata terkenal di Indonesia kedua setelah pulau Bali. Dengan predikat yang disandangnya ini, membawa implikasi yang sangat berarti bagi perkembangan kota Yogyakarta. Banyaknya tenaga kerja dan pendatang baru, baik mahasiswa maupun ekspatriat yang bekerja di perusahaan asing yang membuka cabang di Yogyakarta menciptakan multikultur di Yogyakarta, itulah sebabnya Yogyakarta sering disebut sebagai “city of tolerance” karena kota Yogyakarta adalah kota yang mampu mengakomodasi multikulturalisme. Menurut harian Pikiran Rakyat (http://www.pikiran-rakyat.com/node/253855diakses pada 03/03/2014 (10.00)) jumlah mahasiswa asing di Indonesia dalam dua tahun mengalami peningkatan signifikan sebesar 20 persen. Dari jumlah sekitar 8.000 mahasiswa asing pada 2011 meningkat menjadi sebanyak 10.000 mahasiswa asing pada tahun 2013. Sedangkan di Yogyakarta sendiri menurut Harian Jogja (http://www.harianjogja.com/baca/2013/09/14/mahasiswa-asing-semakin-berminatkuliah-di-jogja-447248diakses pada 03/03/2014 (11.00)) juga terjadi peningkatan jumlah mahasiswa asing yang mencari program beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Pada 2012, jumlah pendaftar program pendidikan selama setahun belajar mengenai kebudayaan Indonesia di Yogyakarta hanya dapat menarik sekitar 1.200 pendaftar. Sementara tahun 2013 jumlah meningkat menjadi 2.000 pendaftar. Menurut Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ananto Kusuma Sera, Ph.D, tingginya minat mahasiswa asing menempuh pendidikan di Indonesia karena kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam mulai dari bahasa, kuliner dan antropologi. Selain itu juga dalam biodiversitas di bidang pertanian, kehutanan dan kelautan. Begitu juga dengan diversitas geologi. Hubungan persahabatan merupakan salah satu komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional dan saling mempengaruhi. Dalam persahabatan, seseorang atau beberapa orang dapat mencurahkan hati dan pikirannya, berbagi pengalaman, mendapatkan rasa kebersamaan, dan saling tolong menolong. Setiap orang minimal memiliki satu orang sahabat dalam kehidupannya, baik itu sesama jenis ataupun lawan jenis, tergantung dari seberapa nyambung dan nyamannya kedua belah pihak. Persahabatan tidak sama dengan pertemanan. Kurth (1970 : 137) membedakan antara persahabatan dan pertemanan. Pertemanan adalah hasil dari suatu hubungan peran antara satu orang ke orang lain yang bertujuan untuk memperluas koneksi pergaulan dan tahap selanjutnya mencari kenyamanan yang merupakan awal ke jenjang persahabatan. Persahabatan itu sendiri adalah hubungan yang mendalam dimana bisa saling bertukar pikiran dan memahami satu sama lain yang melibatkan dua orang sebagai individu. Pada umumnya suatu persahabatan itu akan dimulai dengan perkenalan. Dalam tahap perkenalan terjadi proses bertukar informasi dan tingkat keterbukaan diri pada masa ini sangat terbatas. Lalu, tahap selanjutnya adalah tahap pertemanan. Pada tahap ini kedua pihak, komunikator dan komunikan harus memiliki posisi yang sama agar pertemanan tersebut berjalan lancar. Setelahnya akan terjalin keakraban karena merasa cocok satu sama lain.Persahabatan sangat ditunjang dengan komunikasi. Komunikasi dibutuhkan dalam interaksi antarpribadi mulai dari tahap perkenalan awal hingga persahabatan tersebut terjalin (http://komunikazone.com/2013/04/pentingnya-komunikasi-dalam persahabatan/ diakses pada 26/11/2013 (15.00)). Dalam setiap persahabatan, tidak akan terlepas dari konflik. Konflik yang terjadi pada setiap persahabatan merupakan bumbu-bumbu dari persahabatan itu sendiri. Keadaan Yogyakarta yang majemuk di mana bukan hanya orang-orang Indonesia saja yang tinggal dan hidup, namun juga orang-orang asing dari berbagai negara sehingga persahabatan lintas budaya dan negara dapat terwujud. Namun, konflik biasanya tidak akan dapat terhindarkan antara orang Indonesia dan orang asing tersebut karena perbedaan budaya dan cara berpikir yang mereka miliki. Beberapa kasus yang terkait dengan persahabatan yang bisa berakibat positif atau negatif, antara lain sebagai berikut. a. Akibat Negatif: Ada sebuah contoh kasus dimana “Seorang Australia dan seorang Indonesia yang berteman sedang bertengkar. Orang Australia berteriakteriak, cemberut dan mengacungkan lengannya di udara. Orang Indonesia tersenyum dan berbicara lembut namun semakin tersenyum orang Indonesia. Orang Australia tersebut semakin marah dan ribut karena orang Indonesia tersebut semakin diam” (Dedy Mulyana, 2009 : 185). Dari kasus konflik diatas dapat dilihat ketika seorang Australia dan seorang Indonesia bertengkar, masing-masing bereaksi terhadap situasi stress yang sama dengan cara berbeda. Seorang perempuan Indonesia bernama Merri Utami (Mut) dipidana mati karena dijebak menyeludupkan narkotika oleh sahabat yang juga sekaligus kekasihnya yaitu warga negara Nepal. Awalnya Mut diajak jalan-jalan ke Nepal oleh kekasihnya, namun kekasihnya kembali ke Indonesia lebih dulu karena ada urusan bisnis dan ketika Mut akan kembali ke Indonesia, teman dari kekasihnya menitipkan tas kepada Mut dengan alasan tas Mut sudah jelek. Mut memang sempat menanyakan mengapa tas baru itu berat. Namun, akhirnya ia diam saja ketika dijawab tas baru itu terbuat dari kulit. Ketika sampai di bandara Soekarno-Hatta, Mut langsung diciduk petugas Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC) karena dalam tasnya terdapat 1.1 kilogram heroin.Lemaslah Mut karena ia tertipu dan telah diperalat untuk membawa heroin. Ia tidak menikmati apa-apa, tapi malah divonis hukuman mati oleh PN Tangerang pada 20 Mei 2002 (http://news.liputan6.com/read/35230/jerat-asmara-pengedarnarkoba-nanmematikan/diakses pada 26/11/2013 (17.00)). b. Akibat Positif: Kasus yang bersifat positif yakni seseorang baik itu dari Indonesia maupun negara lain akhirnya mengetahui kebiasaan dan kebudayaan baru dari negara lain. Sebagai contoh kebiasaan orang Australia yaitu mengedip-ngedipkan mata pada wanita berarti tidak sopan. Ibu jari yang diacungkan dengan tangan terkepal merupakan isyarat kasar. Dalam pertemuan yang didalamnya terdapat banyak warga negara Australia sebaiknya berdirilah tegak dan posisikan tangan secara sederhana. Kemudian kebiasaan orang Korea, orang asal negara Korea selalu memperhatikan postur yang layak ketika duduk atau berdiri, mereka juga menggunakan kedua tangan ketika memberikan sesuatu kepada orang lain serta selalu melepaskan kacamata gelap ketika berbicara dengan orang lain. Sedangkan kebiasaan orang Belanda yang perlu diperhatikan yaitu jangan bersilang tangan didepan mereka karena hal tersebut merupakan tanda keangkuhan. Ketika berada dalam pertemuan bersama orang berkewarganegaraan Belanda berdirilah tegak ketika berbicara, hindari lelucon berlebihan serta perhatikan mata lawan bicara pada saat berbicara (Deddy Mulyana, 2009:257). Berdasarkan kasus-kasus negatif dari sebuah persahabatan dapat dilihat bahwa persahabatan tidak akan terlepas dari konflik. Konflik tidak dapat dihindarkan dari persahabatan. Konflik ini akan muncul apabila pola komunikasi mereka berubah. Namun persahabatan itu juga membawa hal positif karena dengan itu kita akan mengetahui kebiasaan dan kebudayaan baru dari negara lainnya. Oleh karena itu, keterbukaan diri menjadi penting agar konflik dapat teratasi dengan baik, sehingga mampu membawa dampak positif dalam kehidupan. Di Yogyakarta, semakin bertambahnya mahasiswa asing maupun warga negara asing yang datang, baik berwisata maupun kuliah dan bekerja sehingga menciptakan banyak interaksi antara sesama mahasiswa Indonesia dan juga warga negara Indonesia dengan warga negara asing di Yogyakarta. Menurut data yang dimiliki ACICIS (Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies)terjadi peningkatan mahasiswa asing yang mengikuti program ACICIS, yang pada tahun 2012 tercatat ada 37 mahasiswa yang berasal dari berbagai negara, kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 50 mahasiswa asing. Selain itu di ACICIS juga menyediakan pendamping untuk mahasiswa asing yang mengikuti program, dan pendampingan mahasiswa asing oleh mahasiswa Indonesia tersebut juga merupakan salah satu sebab terjadinya interaksi. Interaksi tersebut selain terjadi karena lingkungan antara warga negara asing dan warga negara Indonesia yang sama, selain itu rasa ketertarikan dari warga negara asing dan Indonesia pada budaya masing-masing membuat hubungan pertemanan menjadi hal yang paling banyak ditemui. Hubungan pertemanan menjadi semakin dekat dan berubah menjadi persahabatan ketika keduanya sama-sama semakin terbuka karena interaksinya tidak hanya masalah-masalah sederhana, seperti ketertarikan akan budaya masing-masing, namun juga berbicara tentang berbagi hal-hal yang bersifat pribadi. Sebuah pertemanan beralih menjadi persahabatan ketika adanya keterbukaan diri (Gamble&Gamble, 2006 : 179). Keterbukaan diri selalu dibutuhkan setiap individu karena setiap individu membutuhkan pihak lain yang dapat memperlakukannya dengan baik. Dalam prosesnya, keterbukaan diri ini bersifat timbal balik. Artinya keterbukaan seseorang akan diimbangi juga oleh keterbukaan lawan komunikasinya atau sebaliknya. Hal seperti ini berlangsung terutama pada awal relasi diantara dua manusia. Berdasarkan pandangan ini maka keterbukaan diri tidak akan terjadi apabila salah satu pihak yang terlibat dalam komunikasi menunjukkan ketertutupan dirinya. Dengan demikian, apabila kita ingin melangsungkan komunikasi antarpribadi yang mengembangkan relasi pribadi yang baik maka diperlukan keterbukaan diri dari kedua belah pihak (Griffin, 2003 : 212). Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang sejauh mana keterbukaan yang mampu ditunjukkan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang memiliki hubungan persahabatan. Karena hubungan persahabatan tersebut melibatkan dua orang yang memiliki latar belakang kebudayaan serta kebiasaan yang berbeda. Di wilayah Yogyakarta, penulis mengetahui bahwa terdapat banyak hubungan persahabatan yang dijalin oleh orang asing dengan orang Indonesia, dan sejauh mana keterbukaan yang mampu mereka tunjukkan belum pernah diteliti sebelumnya. Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, pengambilan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu cara pengambilan informan dengan pertimbangan tertentu (Moleong, 2007). Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa cara, antara lain wawancara mendalam (in depth interview), observasi serta dokumentasi dan artikel. Analisis data yang dilakukan peneliti menggunakan teknik yaitu pertama pengumpulandata, kedua reduksi data, ketiga display data, terakhir pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Dalam penelitian ini uji validitas data yang digunakan yaitu teknik triangulasi dengan cara membandingkan hasil data pengamatan dengan data wawancara. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, data dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi serta dokumentasi. Data yang di sajikan merupakan hasil penelitian selama 8 hari, yakni 3 hari untuk observasi terhadap ketiga pasang informan dan 5 hari untuk wawancara mendalam kepada enam orang informan serta dokumentasi dan riset padahubungan keterbukaan masing-masing informan. Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut : Indikator Keterbukaan Diri yang Digunakan Keterbukaan Diri Pengungkapan Identitas Diri Pengungkapan Sisi Diri Menerima Apa Adanya -Bercerita tentang masalah yang dihadapi seharihari dan curhat. -Mengatakan langsung hal yang disukai maupun hal yang membuat tidak nyaman. -Membiarkan Ajeng sendiri jika Ajeng sedang memiliki masalah tidak ingin diganggu karena tidak ingin memperburuk suasana. Informan Becca Pasangan Informan I -Becca merasa nyaman dan sudah percaya bercerita dengan Ajeng - Menunjukan ekspresi diam jika sedang ada masalah berat namun pada akhirnya akan menceritakan ke Ajeng. -Becca menerima Ajeng apa adanya karena selama ini enjoy, sudah dekat, dan hafal dengan sikap masing-masing. Mendengar dan Memahami Masalah -Menjadi pendengar yang baik lalu memberi pilihan solusi untuk masalah Ajeng. -Mau mendengar dan mengerti masalah Ajeng karena menyayangi Ajeng dan tidak ingin melihat Ajeng sedih. Topik yang Dibicarakan -Merasa leluasa mengungkapkan diri masingmasing karena merasa sangat dekat sehingga bisa curhat kapanpun dan dimanapun. -Ketika di ATM, Becca tiba-tiba curhat ke Ajeng dan Becca tidak bisa menundanya lagi. -Terbuka banyak hal ke Ajeng dan Ajeng merespon tergantung situasi. -Berbicara banyak topik ke Ajeng karena tidak ada Menyampaikan hal dengan Jujur dan Tulus Menegur Ajeng jika melakukan hal yang dianggap Becca kurang baik, ingin membuat agar Ajeng menjadi lebih baik. Tanggapan Sahabat atas Masalah yang Dihadapi Ajeng akan mendengar cerita Becca hingga selesai lalu berusaha bersikap objektif dan memberi saran yang terbaik. Ajeng Menceritakan masalah pribadi, dan kegiatan sehari-hari. Dan membiarkan Becca menilai sendiri sifat Ajeng -Bicara langsung pada Becca jika sedang ada masalah atau jika punya rencana agar tidak terjadi salah paham. -Selalu berusaha terbuka dengan Becca dan Becca selalu memberi respon positif. Robbie Pasangan Informan II -Bercerita apa adanya tentang hal yang sedang dilakukan dan kegiatan yang disukai agar sama-sama merasa nyaman. - Membiarkan Yesa tahu kapabilitas Robbie secara natural, menjadi apa adanya, dan tidak melakukan hal-hal diluar kemampuan hanya agar -Bicara langsung jika kurang nyaman dengan rencana Yesa dan memuji serta berterima kasih saat Yesa banyak membantu. - Robbie selalu menunjukkan apa yang Robbie pikirkan dan rasakan secara langsung karena sudah bersahabat cukup dekat dengan Yesa dan merasa tidak ada yang perlu -Mengamati kebiasaan Becca dan menyesuaikan diri. -Tidak menyela cerita dan memberikan pendapat jika diminta. - Menerima dan mengerti sifat maupun sikap Becca karena bersahabat, dan sesama sahabat harus menerima apa adanya. -Ketika Becca sedih, Ajeng juga bisa merasa sedih karena itu Ajeng selalu ingin membantu menyelesaikan masalah Becca. -Berteman secara alami karena selalu nongkrong bareng, mentoleransi perbedaan dan menjadikannya bahan diskusi. -Tidak pernah melihat atau mendengar Yesa memiliki masalah namun selalu mendegar ketika Yesa bercerita hal-hal ringan. -Menerima Yesa apa adanya karena sudah berteman lama dan hafal sifat Yesa. -Tidak mau mencampuri urusan pribadi Yesa tapi memberi masukan ketika Yesa meminta namun Yesa selama ini hanya yang harus disembunyikan dan terkadang Becca bercerita hanya untuk didengar. -Ajeng percaya Becca dapat menyimpan rahasia terutama masalah pribadi Ajeng. -Hampir semua topik diobrolkan dan wawasan Becca luas karena banyak baca jadi kadang dapat informasi dari Becca. -Merasa leluasa menceritakan hal yang dialami sehari-hari dan hal-hal yang tidak bisa dibicarakan ke orang lain. -Yesa tidak suka menjudge seperti orang lain, suka bercanda dan nyaman mengobrol lama dengan dia. -Mengobrol banyak topik tetapi jarang Memberikan pendapat yang jujur tentang penampilan atau apapun yang dilakukan Becca karena tidak ingin menutupi hal apapun pada Becca. Becca akan meluangkan waktu dan berusaha menghibur serta bersikap netral dan tidak memaksa Ajeng untuk bercerita dan ketika masalah Ajeng bertambah buruk tidak menjudge dan menyalahkan Ajeng. Mengungkapkan secara spontan apa yang dipikirkan, karena Robbie orang yang terbuka dan merasa harus menyampaikan apa yang dia pikirkan. Yesa tidak pernah memiliki dan bercerita masalahnya dengan orang lain, pada umumnya pria tidak memiliki banyak masalah seperti perempuan, Yesa hanya bercerita hal-hal ringan dan banyak membantu Robbie. terlihat keren. Yesa -Hanya bercerita tentang hal samasama disukai karena tidak ingin membuat Robbie merasa bosan. -Tidak membahas topik-topik berat seperti pekerjaan, agama dan sebagainya. Hanya membahas hal-hal ringan seperti kucing, pengalaman hidup, dan lainnya. disembunyikan. cerita hal-hal sepele. -Menyesuaikan diri pola pikir, kebiasaan serta budaya yang dimiliki Robbie. -Menerima Robbie apa adanya karena sahabat harus bisa menerima apa adanya dan selalu membuat persahabatannya dengan Robbie menyenangkan. -Karena samasama cowok jadi jadi jarang curhat masalah pribadi dan hanya bercerita hal ringan saja. -Robbie hanya bercerita masalah kecil seperti kucingnya, masuk angin dan sebagainya dan memberikan saran dan komentar jika diminta, karena sekedar ingin membantu. mengobrol masalah pribadi dan bercanda banyak yang jorok-jorok -Bercerita hal-hal jorok dengan Yesa karena merasa nyaman, Yesa tidak keberatan dan Yesa juga suka bercerita yang jorok-jorok. -Merasa leluasa untuk bercerita ke Robbie karena nyaman dan nyambung dengan Robbie. -Sering bertemu, memiliki banyak kesamaan, hobi yang sama dan memberi respon positif akan ceritanya membuatnya asik mengobrol dengan Robbie. -Topik yang diobrolkan seperti musik, film, dll dan bukan hal pribadi. Namun tetap memberi batasan untuk hal Memberi pendapat dan mengkritik cara berpakaian Robbie, selera musik film,dll karena Yesa ingin selalu terbuka dan Robbie juga selalu meminta pendapat Yesa tentang hal apapun. Tidak sering bercerita masalah dan kalaupun mengobrol hanya bercerita masalah sepele dan Robbie akan sedikit berkomentar tentang masalah Yesa kemudian menepuk bahu, memeluk atau menyuruhnya sabar. pribadi. Youn Pasangan Informan III Dedek -Bercerita tentang kegiatan seharihari, memberikan barang yang disukai Dedek, kemudian membiarkan Dedek menilai sendiri seperti apa Youn. -Berbicara secara langsung apa yang ingin dilakukan bersama Dedek dan kegiatan sehari yang dilakukan, namun tidak pernah mengekspresikan perasaan karena tidak terbiasa. -Youn lebih suka mengungkapkan identitas diri ke Dedek dengan obrolan ringan seperti kebiasaan. -Youn memang dekat dengan Dedek namun tidak membagi kesedihan dan masalah pribadi karena tidak terbiasa terbuka dengan perempuan. -Mengatakan dan menjelaskan secara langsung tentang segala hal -Mengungkapkan segala pikiran namun dalam batas kewajaran yang -Menerima segala kekurangan Dedek karena sudah dekat seperti keluarga sendiri dan si budaya Korea tidak bisa berteman dengan yang lebih tua atau lebih muda. -Menerima Youn dengan mempelajari budaya serta -Meluangkan waktu dan mau mendengar serta membantu menyelesaikan masalah Dedek. -Merasa sudah dekat seperti saudara dan tidak ingin membuat Dedek terlalu lama dalam masalah Menjadi pendengar yang baik, memberi nasehat dan -Mengungkapkan kegiatan yang dilakukan seharihari serta beberapa masalah pribadi, awalnya sulit terbuka ke orang lain namun karena Dedek terbuka jadi aku belajar terbuka dari Dedek. -Leluasa bercerita karena Dedek orangnya terbuka, Dedek mengajari Youn untuk terbuka dan nyaman diajak bercerita. -Setiap kali bertemu dengan Dedek hanya mengobrol hal-hal kecil alasannya karena sudah berteman cukup lama dan Dedek sudah cukup banyak tahu tentang Youn. -Leluasa menceritakan berbagai hal dan masalah yang Menceritakan masalah yang dihadapi, walau awalnya memikirkan dulu sebelum akhirnya diceritakan pada Dedek. Karena pada dasarnya Youn terbuka namun kurang terbiasa terbuka dengan perempuan dan juga budaya Korea seperti itu. Dedek berusaha menenangkan Youn, menyuruhnya santai dan membantu Youn menyelesaikan masalahnya. Menyampaikan pendapat tentang masalah dan hal yang dilakukan Youn meluangkan waktu untuk mendengar masalah Dedek dan tentang dirinya. Agar sama-sama merasa nyaman dan tidak terjadi salah paham. awalnya Youn kadang terkejut karena budaya Youn tapi sekarang sudah terbiasa. -Dedek terbuka dengan Youn karena sudah seperti saudara, ingin sama-sama saling menyesuaikan diri, dan membuat hubungan persahabatan nyaman. -Dedek ekspresif dalam menunjukkan perasaan dan selalu terbuka ke Youn agar saling mengerti dan tidak terjadi salah paham. kebiasaan di negara asal Youn dan juga mengajarkan kebiasaan orang Indonesia ke Youn. -Memiliki banyak perbedaan seperti budaya dan kebiasaan membuat Dedek tertarik untuk belajar budaya Korea agar nyambung dan tidak ada masalah saran. Karena ingin membantu Youn segera menyelesaikan masalahnya. dihadapi ke Youn. - Merasa nyaman dan ingin selalu terbuka pada Youn karena Youn sudah seperti kakak baginya. Youn. Ingin membuat Youn menjadi lebih baik dan merasa nyaman berteman dengan Dedek karena jujur. menasehati untuk tetap tenang dan sabar. Berdasarkan hasil penelitian yang telahmelalui proses dari awal hingga akhir menunjukkan bahwa pasangan informan pertama yaitu Rebecka dan Ajeng mampu menunjukkan keterbukaan melalui seluruh indikator keterbukaan diri yang digunakan secara efektif, yaitu dengan kesediaan keduanya untuk mengungkapkan segala hal terkait dirinya hingga masalah pribadi masing-masing, keduanya juga mampu menunjukkan ekspresi serta memberikan pendapat dan saran satu sama lain, hal tersebut dapat dilakukan oleh pasangan informan ini karena adanya pengaruh saling percaya satu sama lain juga karena keduanya sama-sama perempuan. Kesediaan untuk menunjukkan sikap terbuka pasangan informan pertama ini tidak terpengaruh oleh budaya negara asal masing-masing, oleh karena itu pasangan informan ini dapat dikatakan berada pada tahap persahabatan yang akrab dan intim berdasarkan teori tahapan persahabatan yang diungkapkan oleh Joseph Devito (2004 : 283285) Sedangkan pada pasangan informan kedua, yakni Robbie dan Yessa. Keterbukaan keduanya berdasarkan indikator keterbukaan diri dapat mereka tunjukkan namun masih dibatasi oleh adanya stereotipe gender, yaitu pandangan yang berbeda tentang cara berkomunikasi bagi pria dan wanita termasuk cara pengungkapan diriyang telah terbentuk dan berkembang dalam masyarakat yang kemudian menjadi dasar acuan bagi individu untuk berperilaku. Seperti yang disampaikan Cunningham (dalam Michener dan DeLamater, 1999 : 219) kesulitan pria dalam mengungkapkan diri disebabkan karena pria memiliki anggapan bahwa mengungkapkan diri merupakan tanda dari kelemahan, sehingga pengungkapan diri pada pria cenderung lebih rendah. Hal tersebut membuat keduanya canggung dan cenderung kesulitan untuk terbuka terutama dalam menunjukkan sisi dirinya berkaitan dengan kesediaan menunjukkan sikap, pikiran, perasaan, dan ekspresi, oleh karena itu pasangan informan kedua berada pada tahap pertemanan biasa. Kemudian pada pasangan informan yang ketiga, yaitu Youn dan Dedek, meskipun mereka dapat menunjukkan keterbukaan berdasarkan indikator keterbukaan diri namun pasangan informan ini masih memberi batasan pada hal-hal tertentu. Batasan tersebut dipengaruhi oleh latar belakang budaya dari negara dimana Youn berasal. Kelompok masyarakat dimana Youn berasal yaitu Korea cenderung menyampaikan pesan atau berkomunikasi secara tidak langsung atau tidak terus terang, dimana pesan sebenarnya tersembunyi dalam perilaku. Seperti yang dikatakan Richard West dan Lynn H. Turner (2008:188) yaitu menemukan bahwa Jepang, Korea dan Cina merupakan contoh masyarakat penganut budaya konteks tinggi (high context) dimana budaya-budaya negara ini menganggap penting ketidaklangsungan dalam pembicaraan karena pendengar diharapkan untuk lebih memperhatikan petunjuk berupa perilaku misalnya intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah serta tatapan mata. Sedangkan bangsa Skandinavia dan Jerman tergolong dalam budaya bertipikal konteks-rendah (low context), dan Amerika (terutama yang berkulit putih, anglo-saxon dan protestan) mempunyai tipikal konteks yang lebih tinggi dibanding Skandinavia dan Jerman, meskipun masih tergolong dalam budaya konteks-rendah, yaitu ditandai dengan gaya bicara yang langsung, lugas dan berterus terang, selain itu pada masyarakat penganut budaya konteks-rendah mereka mengatakan maksud dan memaksudkan apa yang mereka katakan. KESIMPULAN dan SARAN A. KESIMPULAN Keterbukaan diri yang dilakukan ketiga pasang informan merupakan hubungan interpersonal masing-masing pasangan informan dalam usaha mengembangkan dan meningkatkan keefektivan dalam berkomunikasi ketiga pasang informan ke arah yang lebih positif. Keterbukaan tersebut diukur dengan beberapa indikator keterbukaan diri, berdasarkan beberapa indikator keterbukaan diri yang digunakan dapat diketahui bahwa keterbukaan diri yang ditunjukkan oleh ketiga pasang informan yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dari negara asal masing-masing informan serta streotipe gender. Pada pasangan informan pertama yaitu Becca dan Ajeng, keduanya mampu sama-sama menunjukkan keterbukaan berdasarkan indikator keterbukaan yang digunakan dan hal itu membuat hubungan mereka sudah memasuki tahap persahabatan yang intim dan akrab (Close and Intimate Friendship). Kesediaan untuk terbuka ditunjukkan melalui keleluasaan mengungkapkan identitas diri, sisi diri, menerima sahabat apa adanya, kesediaan memahami masalah sahabat, luasnya topik yang dibicarakan, dapat menyampaikan hal dengan jujur dan tulus serta memberi tanggapan pada masalah yang dihadapi oleh sahabat. Dan meskipun berdasarkan teori high context dan low context, pasangan ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda namun hal tersebut tidak mempengaruhi keterbukaan yang mampu ditunjukkan keduanya. Selain itu keterbukaan yang dilakukan pasangan informan pertama didasari selain atas dasar rasa percaya satu sama lain juga karena kesamaan jenis kelamin dimana keduanya sama-sama perempuan dan perempuan cenderung lebih mudah mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialaminya. Pada pasangan informan kedua yaitu Yesa dan Robbie, keduanya kurang mampu menunjukkan keterbukaan berdasarkan indikator keterbukaan karena keleluasaan untuk terbuka dibatasi oleh adanya stereotip gender yang berkembang dimasyarakat yaitu adanya kesan dan keyakinan tentang cara berperilaku untuk pria dan wanita, dan disini Yesa serta Robbie terpengaruh oleh stereotipe gender dimana pria seharusnya tidak terlalu banyak mengungkapkan dirinya, termasuk masalah pribadi yang dialaminya kepada orang lain. Hal ini terlihat dari keleluasaan keduanya dalam menyampaikan pendapat maupun luasnya topik yang dibicaraka, selain itu Yessa juga sama sekali tidak mampu mengungkapkan sisi dirinya yang berkaitan dengan sikap, pikiran, perasaan dan ekspresi. Oleh karena itu hubungan keduanya bisa dikatakan masuk ke tahap pertemanan biasa (Casual Friendship) karena walaupun keduanya dapat menunjukkan interaksi personal yang efektif namun komunikasi yang menunjukkan rasa kedekatan belum terlihat jelas dan keterbukaan keduanya masih dibatasi adanya stereotipe gender. Pasangan informan ketiga yaitu Youn dan Dedek, pada pasangan informan ini mampu menunjukkan keterbukaan berdasarkan indikator keterbukaan namun masih dalam batas-batas tertentu. Hal ini karena Youn terpengaruh oleh adanya kebudayaan negara dimana dia berasal yaitu Korea yang cenderung menganut teori High Context Culture (Richard West & Lynn H Turner, 2008 : 18), teori ini mengkategorikan masyarakat melalui banyaknya simbol-simbol ataupun makna yang tersembunyi dalam setiap interaksi, semakin banyak simbol atau makna yang tersembunyi semakin ia bersifat High Context Culture. Pengaruh kebudayaan negara asal pada keterbukaan Youn terlihat dari ketidakmampuan Youn mengungkapkan identitas dirinya secara langsung namun hanya melalui tingkah laku dan perhatian, selain itu dia juga kurang mampu mampu menunjukkan sisi dirinya, topik yang dibicarakan dan tanggapan pada masalah yang dihadapi sahabat. Terkait dengan keterbatasan Youn untuk terbuka pada Dedek yang dipengaruhi oleh budaya negara asalnya, hubungan pasangan informan ketiga bisa dikatakan masuk pada tahap pertemanan biasa (Casual Friendship). Walaupun keduanya mulai mengekspresikan diri secara terbuka, tertarik pada pengungkapan orang lain, berempati dan menunjukkan dukungan pada masalah yang dihadapi namun masih ada batasan pada hal-hal tertentu termasuk masalah pribadi. B. SARAN Setelah melihat hasil analisis data dan pembahasan yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat memberikan masukan yang berupa saran-saran sebagai berikut : a. Dalam hal pengungkapan sisi diri, Yesa sebaiknya mampu mengungkapkan apa yang sedang dirasakan maupun dipikirkannya pada Robbie selaku sahabatnya, karena keterbukaan bersifat timbal balik dan persahabatan akan berjalan lebih baik jika ada keterbukaan satu sama lain. b. Dalam hal mendengar dan memahami masalah sahabat serta menyampaikan hal yang jujur dan tulus pasangan Yesa dan Robbie serta Dedek dan Youn sebaiknya mampu memberi perhatian pada masing-masing sahabat, misalnya dengan memberi pendapat, saran, ataupun dukungan yang terbaik walaupun tanpa diminta. c. Terkait dengan topik yang dibicarakan yaitu bahwa Robbie terlihat lebih dominan dalam berpendapat dan menentukan sesuatu, karena itu sebaiknya Yesa harus banyak mengungkapkan pendapatnya serta berkata jujur, dan bisa mengajak Robbie berdiskusi jika berbeda pendapat. d. Untuk peneliti lain, sebaiknya melanjutkan penelitian dengan meneliti tentang pengaruh latar belakang budaya dan stereotipe gender pada efektifitas hubungan persahabatan lintas budaya. DAFTAR PUSTAKA Barnes, James G. (2003). Secrets Of Customer Relationship Management.Yogyakarta : Andi. Chaplin, C.P. 1995. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta : Rajawali Press Mulyana, Deddy. 2009. Ilmu Komunikasi. Bandung : Rosda Karya Mulyana, Deddy& Jalaluddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antar Budaya. Bandung : Rosda Karya Supratiknya, A. 1995. Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta : Kanisius Media Widjaja, H.A.W 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta : Rineka Cipta. Dayaksini, Hudaniah. 2006. Psikologi Sosial UMM-Press. Malang Universitas Muhammadiyah Malang Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Rosda Karya Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Hunter College of the City Devito, Joseph A. 2004. The Interpersonal Communication Book. USA : Pearson Education Inc. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Nasution S. 2001.Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi AksaraTentang Metode Baru. UIPress. Jakarta. Peters, Thomas J & Waterman, Robert H. 1984. In Search of Excellence : Lessons from America’s Best-Run Companies, New York : Harper & Row, Pub. Rawlins, William & Beck. 1995. Mental Health Psychiatric Nursing A Holistic Life Cycle Approach, Third Edtion, USA: Mosby Years Book West, Richard dan Lynn H. Turner, 2008, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Introducing Communication Theory: Analysis and Application), Edisi 3, Jakarta: Salemba Humanika Rogers, E. M., & Storey J. D. 1987. Communication Campaign. Dalam C. Berger, R& S.H. Chaffe (Eds.), Handbook of Communication Science. New Burry Park, CA:Sage. Suranto, AW. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha IlmuUniversity of New York : Professional Books Gamble,Teri Kwal & Michael Gamble. 2006. Communication Works. New York : McGraw-Hill. Referensi Jurnal : Albertia dan Emmons, 2012,Meningkatkan Keterbukaan Diri Dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya Melalui Bimbingan Kelompok Teknik Johari Window Pada Siswa Kelas Xi Is 1 Sma Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Ajaran 2011/2012,Vol. 11, No.2, Desember, 2012 87:89 Gainau, Maryam, 2005, Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Dalam Perspektif Budaya Dan Implikasinya Bagi Konseling,Vol. 05, No 01, Februari, 2005 32:35 Septalia, Meta Karina dan Suryanto, 2012, Pengaruh Keterbukaan Diri terhadap Penerimaan Sosial pada Anggota Komunitas Backpacker Indonesia Regional Surabaya dengan Kepercayaan terhadap Dunia Maya sebagai Intervening Variabel,Jurnal Psikologi Kepribadian Dan Sosial, Volume1 , No. 02 , Juni 2012 Referensi Internet : (http://communicareinstitute.blogspot.com/2009/01/apakah-komunikasi-antarpribadi-itu.htmldiakses pada 26/11/2013 (17.00) (http://www.harianjogja.com/baca/2013/09/14/mahasiswa-asing-semakin-berminat-kuliah-di-jogja-447248diakses pada 03/03/2014 (11.00) http://www.indonesia-2014.com/read/2013/03/14/pr-ekonomi-presiden-ri-2014-2019#.UouG0dLwlWA diakses pada 25/11/2013 (12.00) http://komunikazone.com/2013/04/pentingnya-komunikasi-dalam-persahabatan/ diakses pada 26/11/2013 (15.00) (http://kawanlaba.wordpress.com/2008/04/15/41/diaksespada 27/12/2012 (10.00). (http://news.liputan6.com/read/35230/jerat-asmara-pengedar-narkoba-nanmematikan/diakses pada 26/11/2013 (17.00)). (http://www.pikiran-rakyat.com/node/253855diakses pada 03/03/2014 (10.00)