BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan globalisasi dimana batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya hal tersebut, maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia, salah satunya di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, memiliki daya tarik tinggi, mengingat luas wilayah, limpahan sumber daya alam, dan budaya yang sangat beragam sehingga menarik banyak warga asing dari seluruh penjuru dunia untuk menanamkan modal, bekerja, dan bahkan menuntut ilmu di Indonesia. Sehingga Indonesia menjadi negara yang menjanjikan baik warga negara Indonesia maupun bagi warga negara asing. Adanya hasil kesepakatan dari KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN tentang ketenagakerjaan asing yang bisa bekerja di Indonesia secara bebas pada tahun 2015 (http://www.indonesia-2014.com/read/2013/03/14/pr-ekonomi- presiden-ri-2014-2019#.UouG0dLwlWA diakses pada 25/11/2013 (12.00)), bahwa dalam rangka mempromosikan Indonesia beserta budayanya terhadap warga negara lain, pemerintah Indonesia secara besar-besaran memberikan 1 beasiswa bagi warga negara asing yang negaranya memiliki hubungan kerjasama dengan Indonesia untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia melalui “Dharmasiswa” yang diselenggarakan setiap tahun. Penerima beasiswa tersebut akan tinggal dan belajar di sejumlah universitas ternama di Indonesia. Yogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota pelajar, miniatur Indonesia, kota budaya hingga kota pariwisata. Yogyakarta bahkan menjadi obyek pariwisata terkenal di Indonesia kedua setelah pulau Bali. Dengan predikat yang disandangnya ini, membawa implikasi yang sangat berarti bagi perkembangan kota Yogyakarta. Banyaknya tenaga kerja dan pendatang baru, baik mahasiswa maupun ekspatriat yang bekerja di perusahaan asing yang membuka cabang di Yogyakarta menciptakan multikultur di Yogyakarta, itulah sebabnya Yogyakarta sering disebut sebagai “city of tolerance” karena kota Yogyakarta adalah kota yang mampu mengakomodasi multikulturalisme. Menurut harian Pikiran Rakyat (http://www.pikiran- rakyat.com/node/253855diakses pada 03/03/2014 (10.00)) jumlah mahasiswa asing di Indonesia dalam dua tahun mengalami peningkatan signifikan sebesar 20 persen. Dari jumlah sekitar 8.000 mahasiswa asing pada 2011 meningkat menjadi sebanyak 10.000 mahasiswa asing pada tahun 2013. Sedangkan di Yogyakarta sendiri menurut Harian Jogja (http://www.harianjogja.com/baca/2013/09/14/mahasiswa-asing-semakinberminat-kuliah-di-jogja-447248diakses pada 03/03/2014 (11.00)) juga terjadi peningkatan jumlah mahasiswa asing yang mencari program beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Pada 2012, jumlah pendaftar program 2 pendidikan selama setahun belajar mengenai kebudayaan Indonesia di Yogyakarta hanya dapat menarik sekitar 1.200 pendaftar. Sementara tahun 2013 jumlah meningkat menjadi 2.000 pendaftar. Menurut Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ananto Kusuma Sera, Ph.D, tingginya minat mahasiswa asing menempuh pendidikan di Indonesia karena kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam mulai dari bahasa, kuliner dan antropologi. Selain itu juga dalam biodiversitas di bidang pertanian, kehutanan dan kelautan. Begitu juga dengan diversitas geologi. Hubungan persahabatan merupakan salah satu komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional dan saling mempengaruhi. Dalam persahabatan, seseorang atau beberapa orang dapat mencurahkan hati dan pikirannya, berbagi pengalaman, mendapatkan rasa kebersamaan, dan saling tolong menolong. Setiap orang minimal memiliki satu orang sahabat dalam kehidupannya, baik itu sesama jenis ataupun lawan jenis, tergantung dari seberapa nyambung dan nyamannya kedua belah pihak. Persahabatan tidak sama dengan pertemanan. Kurth (1970 : 137) membedakan antara persahabatan dan pertemanan. Pertemanan adalah hasil dari suatu hubungan peran antara satu orang ke orang lain yang bertujuan untuk memperluas koneksi pergaulan dan tahap selanjutnya mencari kenyamanan yang merupakan awal ke jenjang persahabatan. Persahabatan itu sendiri adalah hubungan yang mendalam dimana bisa saling bertukar pikiran dan memahami satu sama lain yang melibatkan dua orang sebagai individu. 3 Pada umumnya suatu persahabatan itu akan dimulai dengan perkenalan. Dalam tahap perkenalan terjadi proses bertukar informasi dan tingkat keterbukaan diri pada masa ini sangat terbatas. Lalu, tahap selanjutnya adalah tahap pertemanan. Pada tahap ini kedua pihak, komunikator dan komunikan harus memiliki posisi yang sama agar pertemanan tersebut berjalan lancar. Setelahnya akan terjalin keakraban karena merasa cocok satu sama lain.Persahabatan sangat ditunjang dengan komunikasi. Komunikasi dibutuhkan dalam interaksi antarpribadi mulai dari tahap perkenalan awal hingga persahabatan tersebut terjalin (http://komunikazone.com/2013/04/pentingnya-komunikasi-dalam persahabatan/ diakses pada 26/11/2013 (15.00)). Dalam setiap persahabatan, tidak akan terlepas dari konflik. Konflik yang terjadi pada setiap persahabatan merupakan bumbu-bumbu dari persahabatan itu sendiri. Keadaan Yogyakarta yang majemuk di mana bukan hanya orang-orang Indonesia saja yang tinggal dan hidup, namun juga orang-orang asing dari berbagai negara sehingga persahabatan lintas budaya dan negara dapat terwujud. Namun, konflik biasanya tidak akan dapat terhindarkan antara orang Indonesia dan orang asing tersebut karena perbedaan budaya dan cara berpikir yang mereka miliki. Beberapa kasus yang terkait dengan persahabatan yang bisa berakibat positif atau negatif, antara lain sebagai berikut. a. Akibat Negatif: Ada sebuah contoh kasus dimana “Seorang Australia dan seorang Indonesia yang berteman sedang bertengkar. Orang Australia berteriak-teriak, cemberut dan 4 mengacungkan lengannya di udara. Orang Indonesia tersenyum dan berbicara lembut namun semakin tersenyum orang Indonesia. Orang Australia tersebut semakin marah dan ribut karena orang Indonesia tersebut semakin diam” (Dedy Mulyana, 2009 : 185). Dari kasus konflik diatas dapat dilihat ketika seorang Australia dan seorang Indonesia bertengkar, masing-masing bereaksi terhadap situasi stress yang sama dengan cara berbeda. Seorang perempuan Indonesia bernama Merri Utami (Mut) dipidana mati karena dijebak menyeludupkan narkotika oleh sahabat yang juga sekaligus kekasihnya yaitu warga negara Nepal. Awalnya Mut diajak jalan-jalan ke Nepal oleh kekasihnya, namun kekasihnya kembali ke Indonesia lebih dulu karena ada urusan bisnis dan ketika Mut akan kembali ke Indonesia, teman dari kekasihnya menitipkan tas kepada Mut dengan alasan tas Mut sudah jelek. Mut memang sempat menanyakan mengapa tas baru itu berat. Namun, akhirnya ia diam saja ketika dijawab tas baru itu terbuat dari kulit. Ketika sampai di bandara SoekarnoHatta, Mut langsung diciduk petugas Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC) karena dalam tasnya terdapat 1.1 kilogram heroin.Lemaslah Mut karena ia tertipu dan telah diperalat untuk membawa heroin. Ia tidak menikmati apa-apa, tapi malah divonis hukuman mati oleh PN Tangerang pada 20 Mei 2002 (http://news.liputan6.com/read/35230/jerat-asmara-pengedar-narkobananmematikan/diakses pada 26/11/2013 (17.00)). 5 b. Akibat Positif: Kasus yang bersifat positif yakni seseorang baik itu dari Indonesia maupun negara lain akhirnya mengetahui kebiasaan dan kebudayaan baru dari negara lain. Sebagai contoh kebiasaan orang Australia yaitu mengedip-ngedipkan mata pada wanita berarti tidak sopan. Ibu jari yang diacungkan dengan tangan terkepal merupakan isyarat kasar. Dalam pertemuan yang didalamnya terdapat banyak warga negara Australia sebaiknya berdirilah tegak dan posisikan tangan secara sederhana. Kemudian kebiasaan orang Korea, orang asal negara Korea selalu memperhatikan postur yang layak ketika duduk atau berdiri, mereka juga menggunakan kedua tangan ketika memberikan sesuatu kepada orang lain serta selalu melepaskan kacamata gelap ketika berbicara dengan orang lain. Sedangkan kebiasaan orang Belanda yang perlu diperhatikan yaitu jangan bersilang tangan didepan mereka karena hal tersebut merupakan tanda keangkuhan. Ketika berada dalam pertemuan bersama orang berkewarganegaraan Belanda berdirilah tegak ketika berbicara, hindari lelucon berlebihan serta perhatikan mata lawan bicara pada saat berbicara (Deddy Mulyana, 2009:257). Berdasarkan kasus-kasus negatif dari sebuah persahabatan dapat dilihat bahwa persahabatan tidak akan terlepas dari konflik. Konflik tidak dapat dihindarkan dari persahabatan. Konflik ini akan muncul apabila pola komunikasi mereka berubah. Namun persahabatan itu juga membawa hal positif karena dengan itu kita akan mengetahui kebiasaan dan kebudayaan baru dari negara lainnya. Oleh karena itu, keterbukaan diri menjadi penting agar konflik dapat 6 teratasi dengan baik, sehingga mampu membawa dampak positif dalam kehidupan. Di Yogyakarta, semakin bertambahnya mahasiswa asing maupun warga negara asing yang datang, baik berwisata maupun kuliah dan bekerja sehingga menciptakan banyak interaksi antara sesama mahasiswa Indonesia dan juga warga negara Indonesia dengan warga negara asing di Yogyakarta. Menurut data yang dimiliki ACICIS (Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies)terjadi peningkatan mahasiswa asing yang mengikuti program ACICIS, yang pada tahun 2012 tercatat ada 37 mahasiswa yang berasal dari berbagai negara, kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 50 mahasiswa asing. Selain itu di ACICIS juga menyediakan pendamping untuk mahasiswa asing yang mengikuti program, dan pendampingan mahasiswa asing oleh mahasiswa Indonesia tersebut juga merupakan salah satu sebab terjadinya interaksi. Interaksi tersebut selain terjadi karena lingkungan antara warga negara asing dan warga negara Indonesia yang sama, selain itu rasa ketertarikan dari warga negara asing dan Indonesia pada budaya masing-masing membuat hubungan pertemanan menjadi hal yang paling banyak ditemui. Hubungan pertemanan menjadi semakin dekat dan berubah menjadi persahabatan ketika keduanya sama-sama semakin terbuka karena interaksinya tidak hanya masalah-masalah sederhana, seperti ketertarikan akan budaya masing-masing, namun juga berbicara tentang berbagi hal-hal yang bersifat pribadi. Sebuah pertemanan beralih menjadi persahabatan ketika adanya keterbukaan diri (Gamble&Gamble, 2006 : 179). Keterbukaan diri selalu dibutuhkan setiap 7 individu karena setiap individu membutuhkan pihak lain yang dapat memperlakukannya dengan baik. Dalam prosesnya, keterbukaan diri ini bersifat timbal balik. Artinya keterbukaan seseorang akan diimbangi juga oleh keterbukaan lawan komunikasinya atau sebaliknya. Hal seperti ini berlangsung terutama pada awal relasi diantara dua manusia. Berdasarkan pandangan ini maka keterbukaan diri tidak akan terjadi apabila salah satu pihak yang terlibat dalam komunikasi menunjukkan ketertutupan dirinya. Dengan demikian, apabila kita ingin melangsungkan komunikasi antarpribadi yang mengembangkan relasi pribadi yang baik maka diperlukan keterbukaan diri dari kedua belah pihak (Griffin, 2003 : 212). Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang sejauh mana keterbukaan yang mampu ditunjukkan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang memiliki hubungan persahabatan. Karena hubungan persahabatan tersebut melibatkan dua orang yang memiliki latar belakang kebudayaan serta kebiasaan yang berbeda. Di wilayah Yogyakarta, penulis mengetahui bahwa terdapat banyak hubungan persahabatan yang dijalin oleh orang asing dengan orang Indonesia, dan sejauh mana keterbukaan yang mampu mereka tunjukkan belum pernah diteliti sebelumnya. Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. 8 B. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut : “Bagaimana keterbukaan dalam hubungan persahabatan antara warga negara Asing dan warga negara Indonesia di Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian Dengan melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : “Mendeskripsikan keterbukaan dalam hubungan persahabatan antara warga negara Asing dan warga negara Indonesia di Yogyakarta”. D. Manfaat Akademis Ada dua sisi manfaat yang akan dicapai melalui penelitian ini, meliputi : 1. Manfaat Akademis Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan, referensi tentang keterbukaan dan memberi kontribusi pada kajian-kajian komunikasi, khususnya komunikasi antar pribadi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti lain Dapat menjadi gambaran bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian serupa dengan mengkaji lebih dalam dan lebih kritis lagi. b. Bagi masyarakat khususnya warga negara Asing dan warga negara Indonesia 9 Penelitian ini dapat menjadi pedoman komunikasi yang tepat agar terjadi komunikasi yang efektif antara warga negara asing dan warga negara Indonesia, sehingga mereka dapat mengelola hubungan yang lebih baik. E. Kajian Teori 1. Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar melalui komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi mempunyai banyak manfaat. Melalui komunikasi antar pribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain, kita dapat mengetahui dunia luar, bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna, bisa memperoleh hiburan, dan menghibur orang lain (Fajar, 2009 : 77). Komunikasi antar pribadi (interpersonal) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap mukayang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (http://kawanlaba.wordpress.com/2008/04/15/41/diakses pada 27/12/2012 (10.00)). Komunikasi antar pribadi dapat terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan (komunikasi diadik : dua orang ) atau satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik : tiga orang). Lebih tiga orang biasanya disebut sebagai komunikasi kelompok. 10 Komunikasi antar pribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media antar pribadi (non media massa), seperti telepon. Dalam tataran antar pribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikatordan komunikan relatif setara. Efek dari komunikasi antar pribadi paling kuat diantara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antar pribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku dari komunikannya, karena dapat memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal serta segera merubah atau menyesuaikan pesannya apabila terdapat umpan balik yang negatif (Vardiansyah, 2004 : 30-31). Devito (1997 : 231) mendefinisikan komunikasi antar pribadi dalam tiga rancangan utama yaitu: 1. Berdasarkan Komponen (Componential) Maksudnya kita mengidentifikasi komponen-komponen atau elemenelemen dalam tindakan komunikasi antar pribadi. 2. Berdasarkan Hubungan atau Diadik (Relational) Maksudnya komunikasi berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. 3. Berdasarkan Pengembangan (Developmental) Maksudnya suatu perkembangan atau kemajuan dari komunikasi pribadi pada satu ekstrim ke komunikasi pribadi ekstrim yang lain. 11 Secara umum Devito menyimpulkan komunikasi antar pribadi tersebut merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung dan dapat dilihat bahwa yang menjadi komunikator dalam penyampaian pesan hanya satu orang. Sedangkan yang bertindak sebagai komunikan, tidak terbatas. Karena definisi “orang lain” disini bisa diartikan lebih dari satu orang (http://communicareinstitute.blogspot.com/2009/01/apakah-komunikasiantarpribadi-itu.htmldiakses pada 26/11/2013 (17.00)). Tujuan-tujuan komunikasi antar pribadi dapat dilihat dari dua perspektif (Fajar, 2009 : 80), yaitu: a. Tujuan-tujuan yang dilihat sebagai faktor motivasi atau sebagai alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antar pribadi. Dengan demikian, komunikasi antar pribadi biasa mengubah sikap dan perilaku seseorang. b. Tujuan-tujuan yang dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, sebagai suatu hasil dari komunikasi antar pribadi adalah kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih baik, bermakna, dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar. 12 Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Menurut Devito (Devito,1997 : 259–264) mengandung lima ciri yaitu: 1. Keterbukaan (Opennes) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dalam komunikasi antarpribadi, yakni: Pertama, komunikator antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi. Hal ini bukan berarti orang yang diajak berinteraksi harus dengan segera membuka semua riwayat hidupnya, harus ada kesediaan untuk membuka diri, dan mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Kedua, mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Ketiga, menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata “saya” (kata ganti orang pertama tunggal). 13 2. Sikap Positif (Positiveness) Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antar pribadi dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi antar pribadi. Pertama, komunikasi antar pribadi terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. 3. Kesamaan (Equality) Dalam setiap situasi, sering terjadiketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik,dan lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, serta masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh kesetaraan, 14 ketidak-sependapatan, dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada dari pada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carlrogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif yang tak bersyarat kepada orang lain. 4. Empati (Empathy) Henry Backrack, seperti dikutip Devito mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, melalui sudut pandang dan kacamata orang tersebut. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain baik perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. 15 5. Dukungan (Supportiveness) Komunikasi antar pribadi akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku suportif. Maksudnya satu dengan yang lainnya saling memberikan dukungan terhadap pesan yang disampaikanJack R Gibb (Fajar, 2009 : 84), menyebutkan tiga perilaku yang menimbulkan sikap suportif, yakni: a. Deskriptif, suasana yang deskriptif akan menimbulkan sikap suportif dibanding dengan suasana yang evaluatif. b. Spontanitas, orang yang spontan dalam berkomunikasi adalah orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya. c. Provisionalisme, seseorang yang memiliki sifat ini adalah orang yang memiliki sikap berfikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain bila memang pendapatnya keliru. 2. Keterbukaan (Self-Disclosure) Keterbukaan merupakan hal penting dalam berkomunikasi. Sikap terbuka amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi yang efektif (Rakhmat, 2005: 136). Lawan dari sikap terbuka adalah sikap tertutup. Menurut Devito (1997: 256-259) kualitas keterbukaan mengacu pada tiga hal yakni : Komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang 16 yang diajak, kesetiaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang, dan menyangkut kepemilikan pikiran dan peranan. Keterbukaan dalam hal ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah milik kita dan kita bertanggung jawab. Keterbukaan diri terjadi lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu ketimbang situasi yang lain. Pada warga negara asing dan warga negara Indonesia yang saling bersahabat sangat dibutuhkan keterbukaan diri agar tidak terjadi kesalahpahaman apalagi baik warga negara asing maupun bagi warga negara Indonesia yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Menurut Devito (1997 : 62-63) faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri adalah : 1. Besaran Kelompok Keterbukaan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Kelompok yang terdiri dari dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk membuka diri 2. Perasaan Menyukai Menurut Wheeles, kita bisa membuka diri lebih banyak kepada orang yang kita percayai. Menurut Derlega, kita membuka diri kepada orang-orang yang kita suka dan tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita suka. Karena orang yang kita suka (dan menyukai kita) akan bersikap mendukung. 3. Efek Diadik Menurut Berg dan Archer, keterbukaan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai tanggapan atas keterbukaan diri orang lain. Efek diadik 17 membuat kita merasa lebih aman dan memperkuat perilaku keterbukaan diri kita sendiri. 4. Kompetensi Orang yang berkompeten lebih banyak melakukan keterbukaan diri karena memiliki banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan ketimbang orang-orang yang tidak kompeten. 5. Topik Kita lebih cenderung membuka diri tentang topik tertentu daripada topik yang lain, semakin pribadi dan negatif suatu topik maka semakin kecil kita untuk mengungkapkannya. 6. Jenis Kelamin Faktor terpenting yang mempengaruhi keterbukaan diri adalah jenis kelamin. Umumnya pria lebih kurang terbuka ketimbang wanita. Menurut Devito (1997 : 121) indikator keterbukaan diri (self-disclosure) adalah : a. Kesediaan untuk mengungkapkan identitas diri yang akan diukur melalui kemampuan kita kepada seseorang tersebut. b. Kesediaan untuk mengungkapkan sisi diri terlepas dari identitas diri yang akan diukur melalui kemauan dan kemampuan untuk mengungkapkan sikap, pikiran, perasaan, dan ekspresi. 18 c. Kesediaan untuk menerima orang lain apa adanya yang akan diukur melalui ada tidaknya orang lain menerima seseorang tersebut dengan apa adanya. d. Kesediaan untuk mendengarkan dan memahami masalah pribadi seseorang tersebut. e. Tingkat keluasan (breadth) yang akan diukur melalui luas sempitnya jenis topik yang dikomunikasikan kepada seseorang. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995 : 15) beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri (self-disclosure) terhadap hubungan antar pribadi adalah: a. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang. b. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya, ia akan semakin membuka diri kepada kita. c. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrovert, fleksibel, adaptif, dan inteligen, yakni sebagian dari ciri-ciri orang yang matang dan bahagia d. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain. 19 e. Membuka diri berarti bersikap realistik. Maka pembukaan diri kita haruslah jujur, tulus, dan autentik. Seperti yang telah dikatakan Johnson (Supratiknya, 1995 : 14), selain membuka diri kepada orang lain, kita pun harus membuka diri bagi orang lain agar dapat menjalin relasi yang baik dengannya. Terbuka bagi orang lain berarti menunjukkan bahwa kita menaruh perhatian pada perasaannya terhadap kata-kata atau perbuatan kita. Artinya, kita menerima pembukaan dirinya. Kita rela atau mau mendengarkan reaksi atau tanggapannya terhadap situasi yang sedang dihadapinya kini maupun terhadap kata-kata dan perbuatan kita. Keterbukaan diri diperlukan dalam peningkatan sebuah hubungan personal yang memungkinkan terjadi konflik yang menimbulkan keteganganketegangan diantara dua orang yang terlibat dalam hubungan interpersonal tersebut, jika pertentangan-pertentangan tersebut tidak dibicarakan atau dicari jalan keluarnya, maka yang akan terjadi adalah konflik yang berkepanjangan. Seperti halnya keterbukaan, pengungkapan diri tidak jauh berbeda dalam membangun sebuah hubungan yang baik. Dalam tema penelitian yang diambil, pengungkapan diri juga besar pengaruhnya untuk membangun komunikasi interpersonal yang baik antara orang yang sedang menjalin persahabatan. Menurut Derlega dan Girzelak (Dayakisni, 2006 : 90) terdapat lima fungsi pengungkapan diri, yaitu : a. Ekspresi (Expression) 20 Dalam kehidupan ini, kadang-kadang manusia mengalami suatu kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan maupun yang lainnya. Untuk membuang kekesalan ini, biasanya seseorang akan merasa senang bila bercerita pada seorang sahabat yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini manusia mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya. b. Penjernihan Diri (Self-Clarification) Dengan saling berbagi serta menceritakan perasaan dan masalah yang sedang dihadapi kepada orang lain, manusia berharap agar dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang dihadapi, sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik. c. Keabsahan Sosial (Social Validation) Setelah selesai membicarakan masalah yang dihadapi, biasanya pendengar akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan tersebut. Sehingga dengan demikian akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat tentang kebenaran akan pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau sebaliknya. d. Kendali Sosial (Social Control) Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya orang mengatakan sesuatu dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya. 21 e. Perkembangan hubungan (Relationship Development) Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan, sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban. Tetapi penting untuk dicatat bahwa, seorang komunikator tidak secara sembarangan melakukan keterbukaan diri dalam usaha untuk mencapai peningkatan sebuah hubungan. Mereka biasanya memilih orang yang sekiranya bisa menjadi pendengarnya di mana antara dia dan pendengarnya sudah memiliki keinginan untuk menjadi lebih dekat. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kegiatan yang berkaitan dengan hubungan antar pribadi adalah salah satu kuncinya. Dua orang yang terlibat dalam sebuah hubungan mungkin dengan cepat akan segera memasuki tahap keterbukaan diri dalam hubungan mereka guna memuluskan jalan mereka kearah hubungan yang lebih dekat. Bagi orang yang menganggap keterbukaan diri terjadi dengan sendirinya seringkali mengingkari pertimbangan relasional ini. Pengungkapan diri memiliki tingkatan-tingkatan yang mana dari tingkatan-tingkatan tersebut, sebuah komunikasi interpersonal yang baik mulai dikembangkan. Tingkatan untuk bersikap terbuka dengan orang lain dapat memperbaiki sebuah hubungan apalagi pada hubungan antar sahabat. Tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam sebuah hubungan interpersonal menurut Powell (Dayaksini, 2006 : 89) ada lima tingkatan, yaitu: 22 a. Basa-basi Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun keterbukaan diantara individu tetapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopanan. b. Membicarakan orang lain Pada taraf ini yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri. c. Menyatakan gagasan atau pendapat Dalam taraf ini sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain. d. Perasaan Setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-berbeda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyarankan perasaan-perasaan yang mendalam. e. Hubungan Puncak Pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang 23 dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak. 3. Tahap Persahabatan Bill Rawlin (Gamble&Gamble, 2006 : 243-244) dalam teori Enam Tahap Persahabatan adalah sebagai berikut : 1. Peran Interaksi Terbatas (Role-Limited Interaction) Menurut Rawlin, persahabatan dimulai dengan peran interaksi yang terbatas selama dua individu melakukan kontak awal dalam beberapa konteks. Seseorang yang kita jumpai di tempat kerja, restoran, diatas pesawat atau di pekan olahraga dapat berkembang menjadi seorang teman. Tahap awal dalam sebuah persahabatan terjadi ketika kita bertemu pertama kali. Pada tahap ini belum jelas hubungannya akan berkembang dan kita bertindak ragu-ragu dalam berhubungan satu sama lain. Kita masih belum tahu satu sama lain dan masih ragu-ragu untuk membuka pribadi masing-masing. 2. Hubungan Pertemanan (Friendly Relations) Tahap selanjutnya ialah hubungan pertemanan yang akan mempertemukan apakah anda dan dia memiliki kesamaan untuk ketahap pertemanan yang lebih serius. Anda terlibat dalam pembicaraan lebih kecil dalam upaya untuk melihat apakah ketertarikan anda saling terbalaskan satu sama lain. Anda akan 24 membuka sedikit pertahanan anda dan menjadi lebih ekspresif, karena anda akan berusaha untuk mengetahui apakah orang lain tertarik pada anda juga. 3. Bergerak Menuju Persahabatan (Moving Toward Friendship) Pada tahap ini, anda melangkah diluar batas aturan sosial konvensional, memainkan peran, dan mulai terbuka sebagai alat yang menunjukkan bahwa anda ingin mengembangkan pertemanan anda. Anda mengundang orang lain untuk berinteraksi dengan anda dalam konteks di luar orang-orang yang terjadi secara kebetulan. Anda akan mengajak teman anda untuk nongkrong di kafe, menonton di bioskop atau ke perpustakaan. Ketika anda berada di lingkungan yang berbeda, anda akan memperlihatkan perilaku, kepercayaan dan nilai-nilai yang anda anut ke teman anda dan begitupun sebaliknya. 4. Persahabatan yang baru lahir (Nascent Friendship) Ketika orang lain sudah memperhatikan dan mendengar anda, maka anda memasuki tahap persahabatan baru lahir dan mulai mempertimbangkan teman-teman lain. Anda mengganti aturan anda sendiri ke standar sosial yang akan mengatur interaksi anda ke tahap ini. Contohnya anda mungkin memutuskan untuk berlari di taman setiap hari minggu atau setiap malam jumat adalah waktu untuk menonton film atau makan malam dengan teman anda. Anda dan teman anda merencanakan aktivitas-aktivitas yang akan anda berbagi bersama. Dan interaksi anda dan teman anda menjadi lebih teratur. 25 5. Persahabatan yang stabil (Stabilized Friendship) Kita akan memasuki tahap persahabatan yang stabil ketika kita memutuskan bahwa persahabatan kita aman dan akan tetap berlanjut. Anda berharap sahabat anda selalu tetap ada untuk anda tanpa anda meminta. Anda akan saling percaya dan merespon balik satu sama lain untuk menunjukkan kepercayaan masing-masing. Anda akan lebih sering bersama, berbagi informasi diri lebih mendalam, mengungkapkan ketakutan, dan kekurangan yang kita sembunyikan dari orang lain. 6. Memudarnya Persahabatan (Waning Friendship) Ketika teman-teman mulai menjauh, anda memasuki tahap memudarnya persahabatan. Hal ini terjadi ketika salah satu atau kedua belah pihak tidak berusaha untuk menjaga persahabatannya karena karir, kepentingan pribadi, atau kewajiban keluarga yang merintangi. Selain itu, adanya kepercayaan yang dilanggar atau salah satu pihak memiliki ketertarikan lain pada suatu hal dan pihak lainnya tidak. Persahabatan tidak dapat bertahan dengan sendirinya ketika satu pihak atau lebih telah bertikai dan pada saat itulah persahabatan bubar. Joseph Devito (2004 : 283-285) menyatakan ada 3 tahap dari persahabatan yaitu : a. Kontak Awal dan Perkenalan (Initial Contact and Acquaintanceship) 26 Pada tahap awal, karakteristik komunikasi interpersonal yang efektif biasanya muncul hanya sedikit. Anda menjaga diri dari pada terbuka atau ekspresif, karena anda berpikir jika anda mengungkapkan segala aspek dari diri anda, anda mungkin dipandang negatif atau rendah. Karena anda belum tahu benar orang baru tersebut, kemampuan anda untuk berempatidengan orang baru tersebut masih terbatas, dan hubungan pada tahap ini masih sementara diperjuangkan karena orang lain belum mengenal anda dengan baik sehingga dukungan, hal-hal bersifat positif, dan kesetaraan masih sulit untuk terwujud dalam arti yang bermakna. Karakteristik yang ditunjukkan hanya sebatas kesopanan, bukan daripada ekspresi asli atau hal positif. Pada tahap ini, kedekatan hanya sedikit, orang-orang melihat diri mereka terpisah dan berbeda ketimbang sebagai satu unit. Keyakinan yang ditunjukkan mungkin lebih kepada fungsi dari kepribadian individu daripada hubungan. Karena hubungan ini masih awal dan orang-orang tidak mengenal satu sama lain dengan sangat baik, interaksi ini sering ditandai dengan kecanggunan misalnya jeda terlalu lama, ketidakpastian atas topik yang akan dibahas, dan pertukaran tidak efektif pembicara dan peran pendengar. b. Pertemanan Biasa (Casual Friendship) Dalam tahap kedua ini sudah ada kesadaran diadik, rasa yang jelas tentang "kita" dari kebersamaan, dan komunikasi menunjukkan rasa kedekatan. Pada tahap ini, Anda berpartisipasi dalam kegiatan sebagai 27 kesatuan bukan individu yang terpisah. Seorang teman biasa adalah orang yang akan kita pergi bersama ke bioskop, duduk bersama di kantin atau di kelas, atau pulang bersama dari sekolah. Pada tahap pertemanan biasa ini, kualitas interaksi interpersonal yang efektif mulai terlihat lebih jelas. Anda mulai untuk mengekspresikan diri secara terbuka dan tertarik pada pengungkapan orang lain. Anda mulai memiliki perasaan, pikiran dan merespon secara terbuka komunikasi yang dilakukannya. Anda mulai memahami orang ini, anda berempati dan menunjukkan orientasi lainnya. Anda juga menunjukkan dukungan dan mengembangkan sikap yang benar-benar positif terhadap orang tersebut sehingga terjadi situasi komunikasi timbal balik. Ketika anda belajar kebutuhan dan keinginan orang tersebut, anda dapat berkomunikasi lebih efektif. c. Persahabatan yang Akrab dan Intim (Close and Intimate Friendship) Pada tahap persahabatan yang akrab dan intim, ada intensifikasi dari pertemanan biasa, anda dan teman anda melihat diri anda lebih sebagai kesatuan yang eksklusif, dan masing-masing bermanfaat lebih besar daripada dari pertemanan biasa. Anda saling mengenal dengan baik (misalnya, anda tahu nilai-nilai, pendapat, dan sikap satu sama lain) ketidakpastian anda tentang satu sama lain telah berkurang secara signifikan. Anda dapat memprediksi perilaku satu sama lain dengan cukup akurat. Pengetahuan ini membuat manajemen interaksi mungkin terjadi. Demikian pula, anda dapat membaca sinyal nonverbal yang lain lebih 28 akurat dan dapat menggunakan sinyal ini sebagai panduan untuk interaksi anda menghindari topik-topik tertentu pada waktu tertentu atau menawarkan penghiburan atas dasar ekspresi wajah. Pada tahap ini, anda bertukar pesan rasa sayang yang signifikan, pesan yang mengekspresikan kesukaan, keinginan, kasih sayang, dan kepedulian kepada orang lain. Keterbukaan dan mengekspresikan diri lebih jelas. Anda menjadi lebih berorientasi dan bersedia untuk membuat pengorbanan bagi orang lain. Anda akan melakukan hal yang jauh dari batasan anda keluar demi kepentingan teman anda, dan sahabat anda akan melakukan hal yang sama untuk Anda juga. Anda berempati dan bertukar pikiran lebih banyak, dan anda juga berharap bahwa sahabat anda juga akan berempati dengan Anda. Dengan perasaan yang benar-benar positif bagi teman anda, dukungan dan tindakan positif anda menjadi spontan. Karena anda melihat diri sebagai kesatuan, kesetaraan, dan kedekatan yang jelas. Anda melihat teman anda sebagai salah satu hal yang sangat penting dalam hidup anda akibatnya konflik tak terelakkan dalam semua hubungan dekat. Yang penting adalah anda berniat untuk menyelesaikannya melalui kompromi dan pengertian, ketimbang melalui misalnya, penolakan untuk bernegosiasi atau unjuk kekuatan. Menurut Barnes (2003 : 57) dalam konteks persahabatan ada 3 hal pedoman untuk memupuk kepercayaan komunikasi antar personal di dalam hubungan persahabatan, yaitu: 29 a. Berusaha aktif memperluas kepercayaan terhadap sesuatu yang terjadi di sekeliling kita, meskipun pada sebagian orang, hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama. b. Kepercayaan terhadap orang lain haruslah bersifat sementara, dilakukan sedikit demi sedikit dengan memberikan penjelasan mengenai apa yang kita khawatirkan “apa yang kita terapkan dari teman kita “, serta “apa yang ingin kita capai”. c. Kepercayaan tidak banyak diberikan tetapi juga diperoleh. Ketika kita menjalani hubungan persahabatan, kita akan mengharapkan adanya kepercayaan terhadap sahabat kita dan juga akan memberikan kepercayaan kepadanya. Selain kepercayaan, kita juga perlu mengembangkan rasa tanggung jawab dalam membina hubungan persahabatan yang baik. Menurut William Rawlins (1995 : 139) persahabatan yang aktif dapat berkembang bilamana partisipan mampu mengakui batasan dalam komunikasi mereka dan saling menghargai keterpisahan satu sama lain. Menurutnya mengungkapkan pemikiran dan perasaan pribadi serta berbicara bebas dalam suatu hubungan adalah hak bukan kewajiban. Kita berhak untuk mengungkapkan sebagian atau seluruh bagian dari diri kita kepada sahabat kita, sahabat kita harus menghargai apabila kita tidak ingin memberitahu hal-hal yang ingin dia ketahui. 30 Hal penting dalam membina hubungan persahabatan dengan teman kita adalah adanya rasa kepercayaan (trust) dan rasa tanggung jawab. Hubungan persahabatan akan menjadi lebih baik apabila setiap partisipan memiliki kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam hubungan antar personal. Tahapan Komunikasi Antar Pribadi dalam Konteks Persahabatan. Dalam sebuah e-journal ilmu komunikasi Meningkatkan Keterbukaan Diri Dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya Melalui Bimbingan Kelompok Teknik Johari Window Pada Siswa Kelas Xi Is 1 Sma Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Ajaran 2011/2012, tahapan komunikasi antar personal dalam konteks persahabatan tidaklah berbeda dengan tahapan komunikasi antar personal dalam berbagai konteks, tahapan tersebut antara lain yaitu: 1. Keterlibatan Yaitu suatu tahapan di mana dalam tahapan ini individu satu dengan lainnya mencoba untuk menemukan sesuatu yang dapat dibagi. 2. Keakraban Didalam tahap ini yang mana keakraban didukung dengan kepercayaan dari kedua pihak. 31 3. Perusakan Pada tahapan ini berkurangnya suatu keakraban serta pemahaman antara kedua pihak semakin renggang atau bisa disebut melemah. Salah satu tanda bahwa perusakan itu terjadi adalah adanya banyak tuntutan serta keluhan dan juga ketidak cocokan antara keduanya. 4. Pemutusan Suatu tahap di mana antara kedua pihak sama sekali tidak berhubungan atau berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Komunikasi Efektif dalam Komunikasi Lintas Budaya 1. Komunikasi Lintas Budaya Dalam komunikasi lintas budaya terdapat dua elemen yaitu komunikasi dan kebudayaan, dan pengertian komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied Cangara), sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (E. B Taylor). (http://panjisetyadi1.blogspot.com/2012/04/komunikasi-lintasbudaya.html, diakses pada 22/08/2014 (13.30)). 32 Kemudian definisi komunikasi lintas budayayang dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” yaitu bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar&Porter, 1994 : 19). Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003 : 13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi. 2. Komunikasi Efektif Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune” ,yaitu kedua belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang (http://edoparnando27.wordpress.com/komunikasi-efetif/, disampaikan diakses pada 22/08/1014). 33 Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyebutkan, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan. Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain : a. Menciptakan suasana yang menguntungkan. b. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti. c. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak komunikan. d. Pesan dapat menggugah kepentingan di pihak komunikan yang dapat menguntungkannya. e. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak komunikan. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi efektif dalam komunikasi lintas budaya adalah interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dengan maksud untuk menimbulkan kesenangan, mempengaruhi 34 sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik dan pada akhirnya menghasilkan sebuah tindakan. F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan kerangka teori diatas, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif menurut Moleong adalah : Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angkaangka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti (Moleong, 2001:6). Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat (Jalaluddin Rakhmat 2012 : 22). Penelitian ini bersifat studi kasus di mana peneliti melakukan studi tentang suatu kasus, yaitu keterbukaan dalam hubungan persahabatan antara warga negara asing dan warga negara Indonesia. Studi kasus ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu kasus dalam konteksnya (Johnson, 1992 : 72). 2. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa cara, antara lain: a. Wawancara mendalam (in depth interview) 35 Wawancara merupakan alat untuk mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan atau dirasakan seseorang tentang berbagai aspek kehidupan. Melalui tanya jawab, kita dapat memasuki alam pikiran orang lain, sehingga kita memperoleh gambaran tentang dunia mereka. Jadi, wawancara dapat berfungsi deskriptif, yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti dialami orang lain (Nasution, 2006 : 14). Wawancara percakapan diartikan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak yang bertindak sebagai pewawancara dan yang diwawancarai dengan maksud untuk mendapatkan informasi yang valid dan terpercaya. Dalam penelitian kualitatif, penggunaan jenis wawancara tertentu akan mempersempit ruang lingkup atau upaya eksplorasi sekaligus elaborasi data dari responden, sehingga harus disesuaikan (fleksibel) dengan kondisi lapangan (situasional) dan individual (Moleong, 2007 : 93). Wawancara secara garis besar dibagi dua, yaitu wawancara terstruktur dan tak terstruktur (Mulyana, 2002:180). Wawancara terstruktur disebut juga wawancara baku (standardized interview) merupakan wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya berikut dengan pilihan jawaban yang juga telah disediakan. Wawancara tak terstruktur disebut juga wawancara mendalam, merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Hal ini didasari oleh keuntungannya, yaitu kebebasan yang menjiwainya, sehingga 36 responden secara spontan dapat mengeluarkan segala sesuatu yang ingin diungkapkannya. Wawancara tak terstruktur mirip dengan percakapan informal yang bertujuan menggali sebanyak mungkin informasi dari semua responden. Dalam wawancara semacam ini, peneliti mencatat pokok-pokok penting yang akan dibicarakan sebagai pegangan untuk mencapaitujuan wawancara, dan responden bebas menjawab menurut isi hati dan pikirannya. Lama wawancara juga tidak dibatasi dan diakhiri menurut keinginan peneliti. Dengan demikian, peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih luas karena setiap responden bebas mengeksplorasi berbagai aspek menurut pendirian dan masing-masing, sehingga dapat memperkaya pandangan peneliti (Nasution, 2006:119). Wawancara tak terstruktur bersifat fleksibel, susunan pertanyaan dan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat berlangsungnya wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, tingkat pendidikan, pekerjaan) responden. b. Observasi Dalam penelitian ini, salah satu alat pengumpul data(pendukung) yang digunakan adalah observasi. Observasi merupakan salah satu usaha pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung yang berupa data deskriptif 37 aktual, cermat, dan terperinci tentang keadaan lapangan kegiatan manusia dan situasi sosial serta konteks di mana kegiatan itu terjadi (Nasution, 2006:52). Manfaat metode akanmemahami observasi konteks data terutama secara adalah keseluruhan peneliti situasi. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif yang dapat membuka melakukan penemuan, misalnya menemukan kemungkinan hal-hal yang sedianya tidak akan diungkapkan oleh subyek karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan diri sendiri. Selain itu, peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi peneliti dan memperoleh kesan-kesan pribadi, misalnya merasakan situasi sosial (Nasution, 2006:62). Observasi dimaksudkan untuk melihat apakah subjek memilih berperilaku dengan cara tertentu agar sesuai dengan situasi yang ada. (Mulyana, 2002:163). Dalam observasi ini, diusahakan mengamati keadaan yang wajar yang sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur atau memanipulasinya. Mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat dari apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah bukanlah hal yang mudah. Selalu akan ada persoalan seberapa valid dan 38 terpercayakah hasil pengamatan itu atau seberapa representatifkah obyek pengamatan itu bagi gejala yang muncul bersamaan (Nasution, 2006:83). c. Dokumentasi dan artikel Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk catatan lapangan, laporan, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. 3. Informan Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik purposive dimana unit analisa yang akan dijadikan sampel diserahkan sepenuhnya kepada pengumpul data berdasarkan pertimbangan kesesuaian dengan maksud penelitian. Sedangkan menurut (Moleong, 1999 : 164) purposive yaitu sampel yang ditujukan langsung kepada objek penelitian dan tidak diambil secara acak, tetapi sampel bertujuan untuk memperoleh narasumber yang mampu memberikan data secara baik dengan tujuan menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul. Dalam penelitian ini, kriteria informan untuk dijadikan penelitian ini adalah: a. Warga negara asing yang sedang bekerja atau belajar di Yogyakarta 39 b. Warga negara Indonesia yang sedang bekerja atau belajar di Yogyakarta c. Lama persahabatan minimal 6 bulan karena berdasarkan hasil pengamatan peneliti, mahasiswa asing yang belajar di universitasuniversitas di Yogyakarta minimal harus menempuh kuliah selama 1 semester yaitu sekitar 6 bulan. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatifmengikuti konsep yang dikembangkan Miles&Huberman, yakni analisis data dengan komponen data reduction, data display, dan conclusion drawing verification (Miles&Huberman, 1992 : 20). Langkahlangkah analisis data tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 1. Pengumpulan Data Reduksi Data Penyajian Data Kesimpulan: Penarikan/Verifikasi Gambar 1. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) Sumber : Miles&Huberman (1992 : 20) Langkah-langkah analisis tersebut secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut: 40 a. Reduksi Data (Data Reduction) merupakan proses merangkum, memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dan mencari tema serta polanya sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas. b. Penyajian Data (Data Display) yaitu mengorganisasi data dan menyusun pola hubungan sehingga data lebih mudah dipahami. Dalam penyajian data ini dilakukan koding. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan data tentang topik yang dipelajari. Koding data bertujuan mengelompokkan data sesuai dengan sumber dan jenisnya. Semua data diberikan kode atau tanda khusus sesuai dengan sumber data seperti yang berasal dari catatan pengamatan, catatan wawancara, catatan lapangan, atau sumber lainnya. c. Verifikasi (Conclusion Verifying) yaitu menarik kesimpulan dari verifikasi atas pola keteraturan dan penyimpangan yang ada dalam fenomena yang timbul pada komunikasi interpersonal antara warga negara asing dan warga negara Indonesia. 5. Validitas Data Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penilitian ini adalah trianggulasi data. Trianggulasi data merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Sebelum data dianalisis dan disajikan dalam laporan maka data tersebut diuji validitasnya terlebih dahulu dengan menggunakan teknik trianggulasi 41 sumber. Trianggulasi merupakan sumber data untuk mengecek data yang telah dikemukakan. Selain itu, trianggulasi data adalah upaya untuk mengecek kebenaran data tertentu dengan data yang diperoleh dari sumber lain dan trianggulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat dan kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalu waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 1990 : 178) Pendapat tersebut mengandung makna bahwa dengan penggunaan metode trianggulasi akan mempertinggi validitas dan memberi kedalaman hasil penelitian data yang diperoleh semakin dapat dipercaya, maka data yang dibutuhkan tidak hanya dari satu sumber saja, tetapi melainkan dari sumber-sumber lainnya yang terkait dengan subjek penelitian. 6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi dari setiap bab yang ada didalam karya tulis ini. Adapun pemaparan dari sistematika penulisan dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut: Bab I adalah bab pendahuluan di mana di dalamnya berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penelitian. Bab II adalah gambaran yang berisi tentang data diri informan. Bab III adalah tentang hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang hasil dari penelitian yang sudah dilakukan kemudian mengolahnya 42 berdasarkan teori-teori yang sudah ada pada bab 1 dan hasil akhir dari penelitian ini juga dijelaskan disini. Bab IV adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. 43