i LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FUNGSI DAN EFISIENSI KONSTRUKSI BANGUNAN JINENG DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN MODERN Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2016 i ii KATA PENGANTAR Rumah tradisional Bali lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani, sehingga arsitekturnya pun tumbuh untuk mewadahi kehidupan masyarakat agraris. Tetapi, semakin berkembangnya jaman menyebabkan terjadinya pergeseran pola aktivitas masyarakat. Hal ini juga menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi bangunan tradisional serta usaha-usaha mengadopsi konsepnya ke dalam bangunan modern untuk mewadahi fungsi yang baru. Untuk menggambarkan kondisi tersebut, maka pada kesempatan ini penulis panjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena bisa menyelesaikan satu tulisan dengan judul “ Fungsi dan Efisiensi Konstruksi Bangunan Jineng dalam Dinamika Kehidupan Modern”. Dalam tulisan ini dibahas bagaimana dinamika fungsi jineng yang semula merupakan lumbung padi bisa menampung perkembangan aktivitas modern. Dan, bagaimana keunikan konsep dan bentuk konstruksi jineng dalam mewadahi fungsinya. Penulis juga haturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung sehingga tulisan ini bisa diselesaikan, terutama buat teman- teman dosen di Program Studi Teknik Arsitektur dan staf Perpustakaan Universitas Katolik Widya Mandira. Besar harapannya semoga tulisan ini bisa memberi pengetahuan baru bagi seluruh pembaca, baik masyarakat umum maupun para civitas akademika di lingkungan kampus Universitas Widya Mandira, Kupang. Sebagai ungkapan penutup, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, sehingga sangat diharapkan masukan dan saran dari segenap pembaca untuk melengkapi tulisan ini, dan untuk penyempurnaan tulisan di masa mendatang. Kupang, Desember 2016 Penulis, I Kadek Mardika ii iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii INTI SARI iv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 2 BAB II TINJAUAN JINENG 2.1. Jineng dalam Rumah Tradisional Bali 3 2.2. Fungsi dan Aktivitas dalam Jineng 5 2.3. Konstruksi Jineng 6 BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kajian Fungsi dan Pergeseran Aktivitas 9 3.2. Kajian Struktur dan Konstruksi 12 3.3. Kajian Estetika 14 BAB IV PENUTUP 16 DAFTAR PUSTAKA 17 iii iv INTI SARI Perkembangan jaman tidak bisa dihindari telah memperngaruhi juga pola aktivitas masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Hal ini juga berpengaruh terhadap keberadaan bangunan-bangunan tradisonal, dimana akan terjadi dinamika fungsi megikuti perkembangan aktivitas pemakainya. Jineng, sebagai satu bangunan yang ada dalam rumah tradisonal Bali bisa menjadi satu kasus yang menarik dicermati, mengingat pada awalnya fungsi utama bangunan ini adalah sebagai lumbung padi, sedangkan di satu sisi banyak masyarakat yang sudah meninggalkan kehidupan sebagai petani. Hal lain yang menarik adalah bagaimana sistem strukstur dan konstruksi bangunan ini bisa mewadahi fumgsi tersebut. Untuk mengangkat permasalahan tersebut, penulis melakukan penggalian data dengan observasi, mengamati pola aktivitas yang terjadi, serta mempelajari konsep struktur dan konstruksi jineng ini. Juga dengan membaca literatur yang terkait dengan arsitektur tradisional Bali, khususnya menyangkut bangunan jineng ini, Dari proses kajian ini, dapat diketahui bahwa ada pergeseran, perkembangan fungsi yang terjadi dalam pemanfaatan bangunan jineng, serta bagaimana efektifnya konsep struktur dan konstruksi bangunan jineng ini sehingga dapat mewadahi dinamika fungsi yang ada. . Kata kunci : jineng, dinamika fungsi, konstruksi iv 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arsitektur tradisional Bali sudah cukup dikenal oleh masyarakat, baik di lingkup nasional (di Indonesia) maupun di dunia internasional. Hal ini sangat terkait dengan Bali sebagai satu tujuan wisata dunia yang banyak dikunjungi wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun manca negara. Walaupun arsitektur tradisional Bali ini lahir dan tumbuh dalam kehidupan masyarakatnya yang agraris, tetapi masih bisa bertahan sampai sekarang di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern. Kekuatan arsitektur tradisional Bali ini tidak bisa dilepaskan dari nafas agama Hindu yang menjiwainya, yang mengajarakan keharmonisa lingkungan buatan dengan alam (Dwijendra, 2008). Dalam proses perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin modern, tentunya banyak terjadi perubahan pola aktivitas masyarakat. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi juga terhadap ruang-ruang yang tersedia. Banyak ruang dalam rumah tinggal tradisional yang awalnya berfungsi sebagai wadah kegiatan masyarakat agraris bergeser ke fungsi lain sesuai pola aktivitas yang baru. Terkait dengan hal tersebut di atas, ada hal menarik yang dapat diamati, dikaji bagaimana bentuk pemanfaatan dan perkembangan fungsi ruang-ruang dalam bangunan tradisonal dalam dinamika kehidupan modern. Salah satu bangunan yang menarik untuk dilihat dan dikaji adalah transformasi fungsi bangunan jineng. Jineng itu sendiri adalah sebuah bangunan yang ada dalam kompleks rumah tradisional Bali yang fungsi utamanya adalah sebagai tempat penyimpanan hasil panen pertanian (biasanya padi). Hal ini menjadi menarik karena pada jaman sekarang banyak masyarakat yang tidak lagi berprofesi sebagai petani, dan memanfaatkan bangunan jineng ini untuk fungsi dan aktivitas lain. 1 2 Disamping itu, hal yang menarik juga untuk dikaji adalah bagaimana kesiapan sistem struktur dan konstruksi dari bangunan jineng ini dalam mewadahi fungsi dan dinamika aktivitas yang terjadi. 1.2. Rumusan Permasalahan Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa bangunan jineng yang ada dalam rumah tinggal tradisional Bali mengalami pergeseran dan perkembangan fungsi sebagai dampak dinamika kehidupan modern. Dari realitas ini bisa ditarik satu rumusan permasalahan yang kiranya dapat dijadikan topik penulisan yaitu bagaimana bentuk perkembangan fungsinya, dan bagaimana konsep struktur dan konstruksi bangunan jineng itu dalam mewadahi aktivitas yang terjadi di dalamnya. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berkaitan dengan uraian latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka ada dua tujuan yang ingin dicapai yaitu: Untuk melihat dan mengetahui berbagai pergeseran fungsi dan aktivitas yang terjadi dalam bangunan jineng dalam rumah tinggal di Bali. Untuk menggali berbagai konsep struktur dan konstruksi yang ada dalam bangunban jineng yang kiranya bisa diadopsi ke dalam bangunan modern. Sementara manfaat yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah secara umum untuk menambah khasanah pengetahuan dalam arsitektur tradisional nusantara, sedangkan secara khusus bagi para arsitek untuk bisa memberi inspirasi bagaimana mengembangkan kekayaan arsitektur tradisional ke dalam desain bangunan modern. 2 3 BAB II TINJAUAN JINENG 2.1. Jineng dalam Rumah Tingal Tradisonal Bali Rumah tradisional Bali, sebagaimana diketahui adalah berupa sekumpulan beberapa unit bangunan dengan fungsinya masing-masing, yang di ditata sedemikian rupa membentuk sebuah komposisi massa. Komposisi masa bangunan ini diikat oleh adanya sebuah ruang terbuka (natah) yang berada di tengah-tengah sebagai pusat orientasi dari unit-unit bangunan yang ada. Dari beberapa unit bangunan yang ada tersebut, salah satunya biasa disebut jineng. Jineng ini adalah sebuah bangunan yang fungsi utamanya adalah sebagai lumbung, tempat penyimpanan hasil panen pertanian (biasanya padi). Bila dilihat dari posisinya dalam rumah tradisional Bali, jineng ini biasanya terletak dekat dengan dapur (Dwijendra, 2008). Gbr. 1. Contoh Lay Out Rumah Tradisional Bali Sumber : Rijasa, 2012 3 4 Secara umum letak jineng ini cenderung berada di bagian dalam (belakang) dari sebuah rumah tinggal, tetapi di beberapa tempat di Bali, posisi jineng ini diletakkan di dekat pintu masuk rumah sebelum posisi dapur. Jineng merupakan salah satu bentuk dari beberapa varian bentuk bangunan lumbung yang ada di dalam sebuah rumah tradisional Bali. Bentuk lainnya ada disebut kelumpu dan gelebeg. Bila ditinjau dari jumlah tiangnya, jineng dikelompokkan ke dalam bangunan yang bertiang empat membentuk segi empat, yang jika dilihat dari konstruksinya termasuk bangunan bertingkat, dimana lantai pertama yang berupa bale-bale, sedangkan lantai di atasnya yang terbuat dari konstruksi kayu digunakan sebagai tempat penyimpanan padi. Jineng ini biasanya dimiliki oleh masyarakat petani penggarap ataupun para pemilik tanah. Pada jaman dulu, keberadaan jineng dalam sebuah rumah tinggal di Bali bisa dikatakan sebagai simbol dari status sosial pemiliknya, dimana semakin besar ukuran lumbung padi ini sebagai tanda makin tinggi status sosial ekonomi pemilik rumah atau dianggap semakin kaya. Keberadaan sebuah lumbung padi di dalam sebuah rumah menunjukkan kepemilikan sawah sang pemilik rumah. Pada saat musim panen tiba, kesibukan di dalam jineng ini benar-benar terlihat baik dari proses menaikkan padi ke atas, atau menurunkannya pada saat akan dijemur untuk seterusnya diolah menjadi beras. 2.2. Fungsi dan Aktivitas dalam Jineng Bila dilihat dari fungsinya, keberadaan jineng pada awalnya mempunyai fungsi utama sebagaimana fungsi sebuah lumbung yaitu sebagai tempat penyimpanan hasil panen pertanian terutama padi. Pada awalnya padi yang disimpan di dalam jineng biasanya padi yang diikat masih ada tangkainya dan tentunya sudah dalam keadaan kering, tetapi pada saat sekarang banyak padi yang disimpan sudah dimasukkan ke dalam karung. Padi ini diletakkan di bagian lantai atas yang dibuat dari kayu, sedangkan lantai bawah yang berupa bale-bale banyak digunakan sebagai 4 5 tempat berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan pertanian seperti tempat menyimpan peralatan bertani. Selain itu, jineng juga juga banyak dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan pekerjaan dapur, sehingga jineng ini bisa dikatakan berfungsi sebagai perluasan dari dapur. Hal ini sangat memungkinkan dilakukan mengingat dalam tata letak masa bangunan rumah tradisional Bali, posisi jineng dan dapur ini selalu berdekatan. (Dwijendra, 2008). Di daerah pedesaan yang masih kental dengan kehidupan pertaniannya, bagian jineng di bagian bawah bale-bale juga biasa dimanfaatkan untuk menyimpan peralatan pertanian seperti cangkul, sabit, lainnya. Juga ada yang memanfaatkan sebagai tempat menyimpan kayu bakar untuk kebutuhan dapur, atau bahkan untuk memelihara ternak seperti anak ayam yang masih kecil, sampai cukup umur dan siap dilepaskan mengikuti induknya. Bagian atas di bawah atap berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian (umumnya padi) Bagian tengah (bale-bale) yang multifungsi, biasanya sebagai aktivitas penunjang dapur Lantai bisa digunakan sebagai tempat menyimpan peralatan, kayu bakar, dan ternak Gbr. 2. Fungsi Jineng Sumber : bali.tribunenews.com 5 6 Sebagai tempat penyimpanan padi, jineng ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari simbol kemakmuran, sehingga dalam masyrakat Bali dipercaya di dalam jineng ini sebagai tempat dewi kemakmuran atau Dewi Sri. dalam kaitan ini, maka pada hari-hari tertentu pemilik rumah biasa melaksanakan upacara (ritual) sebagai wujud penghormatan dan syukur atas kemakmuran yang telah dilimpahkan, serta memohon agar panen melimpah. 2.3. Konstruksi Jineng Bila dilihat dari bagian struktur dan konstruksinya, maka jineng bisa dilihat dalam tiga bagian konstruksi, yaitu konstruksi dasar (sub struktur), konstruksi badan (upper struktur), dan konstruksi atap (super struktur). Sistem konstruksi dalam jineng ini semua menggunakan bahan utama berupa kayu dengan cara konstruksi yang sebagian besar dengan sistem sambungan lubang-purus, pasak, dan juga ikat. Hanya sedikit bagian teretentu yang menggunakan paku, itupun sebagai penguat tambahan, bukan sebagai kekuatan utama. Bagian atap (super struktur) Bagian badan (upper struktur) Bagian kaki (substruktur) Gbr. 3. Bagian-Bagian Konstruksi Jineng Sumber :mawacarabali.blogspot.co.id 6 7 A. Struktur Dasar Bagian dasar dari bangunan jineng ini meliputi bagian pondasi, lantai (bebaturan), dan alas tiang (umpak) atau di Bali biasa disebut sendi. Sistem pondasi yang digunakan dalam bangunan jineng ini adalah pondasi titik yang berfungsi meneruskan beban dari tiang ke dalam tanah. Pondasi ini biasanya dibuat dari pasangan batu padas, tepat berada di bawah posisi tiang. Tepat di atas pondasi ini nantinya ditempatkan alas untuk perletakan tiang (disebut umpak/ sendi). Umpak ini juga dibuat dari batu padas, atau pasangan bata dan semen. Berikutnya adalah bagian lantai (bebaturan). Bagian ini biasanya dibuat dari batu padas yang cukup keras, atau pada saat sekarang biasa dibuat dengan pasangan bata dan semen atau ada juga menggunakan keramik. Bentuk bebaturan jineng biasanya dibuat dengan bentuk yang sederhana, tanpa profil dan ornamen sebagaimana kebanyakan lantai bangunan tradisional Bali lainnya. Tinggi lantai jineng ini dari permukaan tanah biasanya relatif lebih rendah dari tinggi lantai bangunan lainnya, bisa berkisar 15-25cm. B. Struktur Badan Bagian badan jineng ini dibentuk dari empat tiang kokoh yang membentuk persegi empat dengan ukuran tiang yang relatif besar, dan biasa dibuat dengan profil yang sederhana tanpa ornamen. Hal ini mengingat fungsi jineng sebagai lumbung padi, sehingga tiang ini harus kuat menahan beban padi yang disimpan di dalam jineng. Disamping itu, tiang ini juga harus kuat menahan beban bagian lantai atas tempat menyimpan padi dan beban atapnya. Keempat tiang ini tepat berdiri di atas umpak (sendi) batu padas yang kemudian akan meneruskan semua beban ke dalam pondasi batu yang berada di bawah lantai dan selanjutnya menyalurkan seluruh beban ke tanah. Di bagian badan jineng yang berupa empat tiang ini terdapat bale-bale yang tumpuan utamanya berupa balok-balok kayu yang disebut balok pendek (sunduk pendek) dan balok panjang (sunduk panjang). Sebagai penutup bale-bale ini biasa 7 8 dibuat dari bahan papan kayu yang di bagian tepinya biasa dibatasi dengan balok kayu yang disebut waton sehinggga kelihatan kokoh. Di bagian atas masing-masing tiang ini dipasang kepala tiang yang terbuat dari kayu berbentuk persegi empat bujur sangkar dengan ukuran yang cukup lebar yang disebut langki, dan diatas langki ini baru dipasang balok-balok kayu yang dipasang dengan jarak yang cukup rapat sebagai penopang dari papan yang menjadi lantai tempat penyimpanan padi di atasnya. C. Struktur Atap Dilihat dari bentuknya, atap jineng ini berbentuk pelana tetapi pelananya dibentuk melengkung cembung, tidak lurus seperti kebanyakan bentuk dasar atap bangunan yang lainnya. Untuk membentuk atap yang melengkung ini biasa dibuat dengan menggunakan usuk dari bambu yang diambil hanya bagian ujung atasnya sehingga sangat lentur untuk bisa dibentuk melengkung, atau bisa juga dibuat dari kayu tipis sampai cukup lentur untuk dibentuk melengkung. Sementara tumpuan usuk biasa berupa balok kayu yang ditumpu dengan kuda-kuda kayu juga. Sebagai lis plank, bisa digunakan bahan bambu yang dibelah menjadi dua bagian sehingga penampangnya berbentuk setengah lingkaran, atau bisa juga digunakan papan kayu yang biasanya dibuat sederhana tanpa banyak ornamen. Untuk bahan penutup atap biasanya menggunakan bahan alang-alang yang dipasang dengan diikat menggunakan tali bambu, tetapi pada saat sekarang banyak juga jineng yang menggunakan bahan penutup terbuat dari bahan genteng ataupun seng yang disesuaikan dengan kondisi tempat dan lingkungan di mana jineng itu dibuat. 8 9 BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kajian Fungsi dan Pergeseran Aktivitas Berbicara tentang fungsi suatu bangunan adalah berbicara sejauh mana bangunan itu bisa mewadahi aktivitas manusia di dalamnya. Jadi yang dilihat adalah kaitan antara bentuk dan cara konstruksinya apakah sudah bisa memenuhi tuntutan aktivitas manusia sebagai pemakai (penghuni). Hal pertama yang bisa dilihat adalah terkait ketinggian lantai (bebaturan / bataran) dari jineng itu, dimana lantai jineng mempunyai ketinggian yang relatif rendah bila dibandingkan dengan bangunan lain yang ada di dalam sebuah kompleks rumah tradisional Bali. Tinggi lantainya berkisar sekitar 15-25 cm, sehingga tidak memerlukan anak tangga untuk naik. Kondisi ini memberikan kemungkinan untuk orang duduk nyaman dengan kaki tetap berpijak di halaman jineng sehingga bisa melakukan beberapa pekerjaan dengan nyaman sambil duduk di lantai jineng, terutama pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan kegiatan di dapur misalnya mengupas kelapa, membersihkan perabot ataupun pekerjaan rumah tangga lainnya. Hali ini berbeda dengan lantai bangunan lainnya yang lantainya relatif tinggi yang memerlukan anak tangga untuk bisa naik. Bangunan dengan lantai yang tinggi seperti itu hanya bisa sebagai tempat duduk saja dengan posisi kaki menggantung, dan tidak diperuntukkan bagi orang untuk duduk sambil melakukan pekerjaan seperti yang bisa dilakukan di dalam bangunan jineng. Selain masalah ketinggian lantainya yang relatif rendah, tinjauan fungsi juga bisa dilihat dari bentuk lantai (bebaturan / bataran) yang sangat sederhana, tanpa ornamen, biasa dibuat dari batu alam yang kokoh, yang sangat berbeda dengan lantai bangunan lain yang biasa dihiasi ornamen. Hal ini ternyata memberikan keuntungan bagi civitas dalam kemudahan dan keleluasaan melakukan berbagai aktivitas (terutama aktivitas yang agak keras/ kasar) karena tidak takut bisa merusak ornamen atau hiasan bebaturannya. 9 10 Ketinggian lantai (bebaturan ) yang relatif rendah dan tanpa ornamen yang memberi kemudahan dalam beraktivitas Bahan lantai yang terbuat dari batu padas keras juga mendukung aktivitas pemakai Gbr. 4. Kemudahan Aktivitas dalam Jineng Sumber : baliterkini.com Keberadaan bale-bale di bawah tempat penyimpanan padi di bagian tengah jineng ini sangat bermanfaat sebagai sebuah ruang serba guna yang sangat nyaman untuk melakukan berbagai pekerjaan, baik untuk duduk di atasnya atau difungsikan sebagai meja kerja. Konstruksi bale-bale ini sebenarnya adalah bagian dari pembentuk kestabilan dan kekokohan jineng secara keseluruhan, bisa sedemikian efektifnya bisa dimanfaatkan sebagai tempat berbagai aktivitas, dan beberapa orang malah sekarang banyak yang sengaja memanfaatkan bale-bale jineng ini sebagai salah satu tempat untuk santai, atau makan. Adanya bale-bale sebagai ruang multi-fungsi dalam jineng juga menciptakan ruang tambahan yang secara tidak langsung tercipta di bawah balebale. Ruang ini walaupun hanya sebagai ruang tidak direncanakan, tetapi juga sangat fungsional dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai fungsi penunjang aktivitas penghuni rumah. Sebagai bangunan dengan budaya agraris, ruang ini banyak digunakan sebagai gudang tempat menyimpan peralatan pertanian, atau juga menyimpan hasil kebun seperti kelapa, kayu bakar, atau juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat kandang ayam (terutama ayam yang masih anakan). 10 11 Ruang yang terbentuk dalam jineng bisa dimanfaatkan sebagai ruang multifungsi. Bale-bale bisa sebagai tempat duduk santai, ruang kerja, meja kerja Lantai juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat kerja, menyimpan peralatan, kayu bakar. Gbr. 5. Multi Aktivitas dalam Jineng Sumber : baliterkini.com Seiring dengan perkembangan aktivitas masyarakat modern, pada saat sekarang ada kecendrungan masyarakat tidak banyak lagi yang menyimpan padi di dalam jineng karena merasa kerepotan harus menaikkan padi ke atas jineng, dan banyak yang menyimpan padi yang dimasukkan ke dalam karung dan diletakkan di bale-bale atau lantai di bawah bale-bale. Hal ini masih memungkinkan dilakukan menginngat lantai jineng sekarang banyak yang sudah menggunakan keramik atau bahan lain yang kering. Fenomena ini juga disebabkan karena kalau padi disimpan di atas ada kemungkinan menyebabkan gatal bila ada orang yang duduk di lantai bawah (bale-bale) atau beraktivitas di sekitar jineng. Bila dilihat dari posisinya dalam sebuah rumah tradisional Bali, secara umum letak jineng ini cenderung berada di bagian dalam (belakang) dari sebuah rumah tinggal, tetapi di beberapa tempat di Bali, posisi jineng ini diletakkan di dekat pintu masuk rumah sebelum posisi dapur. Dengan posisi yang demikian, maka memungkinkan fungsi jineng digunakan sebagai ruang untuk menerima tamu. Hal ini bisa dikatakan cukup efektif dan fungsional, mengingat tamu yang 11 12 datang ke pekarangan akan langsung dihadapkan dengan jineng ini, sehingga tamu tidak perlu masuk jauh ke dalam pekarangan. NAMA BANGUNAN TRADISIONAL 2 TAKSU 1 3 KEMULAN NATAH 5 4 PINTU MASUK 1 SANGGAH / MERAJAN 2 PENUNGGUN KARANG 3 BALE DAJA 4 BALE DANGIN 5 BALE DAUH 6 PAON 7 JINENG 8 SEMER 6 7 8 KANDANG Varian jineng yang berada di depan dekat pintu masuk memungkinkan difungsikan sebagai tempat menerima tamu Gbr. 6. Posisi Jineng sebagai Ruang Tamu Sumber : Rijasa, 2012. 3. 2. Kajian Struktur dan Konstruksi Sebagai sebuah bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat menyimpan hasil pertanian (padi), maka desain bentuk dan konstruksi jineng ini bisa dikatakan sangat memperhatikan keamanan dari padi itu sendiri, baik dari serangan binatang terutama tikus, dan juga pengaruh cuaca (kelembaban). Ada beberapa hal penting yang bisa dilihat dalam konstruksi jineng ini yang bisa mendukung fungsinya sebagai tempat penyimpanan padi, antara lain : Dengan konstruksi bertingkat, maka jineng mempunyai ruang yang cukup mendapatkan sinar matahari dan mempunyai aliran udara yang baik sehingga bisa 12 13 terhindar dari kelembaban tinggi yang bisa merusak kondisi padi yang disimpan di dalamnya. Tempat yang tinggi juga memberikan perlindungan dari gangguan binatang seperti tikus, hewan ternak, serangga, atau hama lain yang bisa merusak atau memakan padi yang disimpan di dalam jineng. Konstruksi jineng menggunakan kayu sebagai bahan utama, sehingga cukup kokoh untuk bisa menahan beban sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian (padi). Kekokohan struktur ini juga diperkuat oleh adanya bale-bale sebagai pengikat di bagian tengah jineng. Hal ini sangat penting untuk kestabilan struktur jineng yang harus kuat menampung beban padi yang disimpan di bagian atas. Sistem bale-bale ini juga menguatkan bahwa konstruksi jineng sangat fungsional. Bila dilihat dari bentuk ruang, sistem konstruksi jineng menghasilkan ruang yang sangat efesien sehingga mempunyai kapasitas yang banyak untuk menampung padi. Hal ini bisa dilihat dari sistem atap yang tidak menggunakan kuda-kuda, tetapi langsung menggunakan usuk sebagai penopang atap. Walaupun dari segi modul tiang kelihatannya sempit, tetapi dengan pemilihan konstruksi atap yang tepat bisa mempunyai daya tampung (padi) yang cukup banyak. Bentuk atap jineng dibuat melengkung dengan menggunakan bahan bambu atau kayu yang tipis. Bentuk lengkung ini juga sangat efektif dalam menahan beban atap, dimana sistem lengkungan seperti ini mengadopsi sistem balok pra-tekan dalam sistem struktur modern. Dengan batang usuk yang relatif kecil dan tipis, tetapi dengan bentuk melengkung ini akan kuat menahan beban atap di atasnya. Bentuk ini timbul bukan semata-mata hanya untuk sebuah nilai estetika saja, tetapi memiliki fungsi lain, karena dengan bentuk atap melengkung akan memudahkan air hujan turun jatuh dari atap. Hal ini tentunya bisa mengurangi resiko air merembes masuk ke dalam jineng yang bisa menyebabkan menjadi lembab dan merusak kualitas padi yang disimpan di dalam jineng. Selain itu, bentuk atap lengkung ini menyulitkan hama tikus masuk ke dalam jineng melalui atap. 13 14 Konstruksi berbahan kayu yang kuat sebagai penopang beban padi yang disimpan di bagian atap Kepala tiang yang besar untuk menghalangi naiknya tikus Konstruksi atap yang tanpa kudakuda sangat menguntungkan membentuk volume ruang yang lapang Gbr. 7. Konstruksi Jineng yang Fungsional Sumber : http://www.slideshare.net 3. 3. Kajian Estetika Tinjauan sudut estetika ini tidak lepas dari penilain terhadap bentuk penampilan bangunan secara keseluruhan, dan bisa juga terhadap bentuk bagian-bagiannya. Nilai estetika yang bisa dilihat tidak bisa dilepaskan juga dari fungsinya, sehingga bisa dikatakan sebagai seni yang fungsional. Bila dilihat dari bagian strukturnya, bentuk jineng ini sangat selaras dengan konsep arsitektur tradisional Bali yang dikenal dengan konsep Tri Angga. Konsep ini menggambarkan keselarasan bangunan dengan alam yang menganalogikan bangunan seperti manusia, dimana ada pembagian unsur bangunan menjadi bagian kaki, badan, dan kepala. Dalam bangunan jineng juga mempunyai bagian - bagian yang menggambarkan unsur tersebut, dimana bagian kaki diwujudkan dengan adanya bagian dasar / lantai (bebaturan), bagian badan berupa tiang, dan bagian kepala diwujudkan dalam bentuk atap. Dengan penampilan bentuk yang mengadopsi proporsi tubuh manusia ini mencerminkan proporsi bangunan yang sangat proporsional, wajar, seimbang. 14 15 Bagian kepala Bagian badan Bagian kaki Gbr.8. Proporsi Jineng yang Proporsional Sumber : Bentuk atap yang melengkung cembung. Bila dilihat dari bentuk luarnya bisa memberikan cita rasa yang unik mengingat bangunan lainnya semuanya berbentuk limas, sehingga bentuk atap jineng ini bisa menjadi sebuah ciri identitas khas yang membedakan jineng ini dari bangunan yang lain. Hal ini juga bisa menunjukkan bahwa fungsi jineng ini memang sangat berbeda dari bangunan lainnya. Dalam detail tiang jineng, adanya kepala tiang yang berupa kayu persegi empat yang cukup lebar (disebut langki) yang dipasang di ujung atas tiang jineng selain memberi nilai keindahan bagi penampilan tiangnya, tetapi lebih dari itu, dengan dipasangnya langki ini akan menghalangi tikus memanjat tiang dan naik menuju tempat penyimpanan padi yang ada di lantai kayu di bagian atas. Jadi nilai estetika yang ditampilkan dengan pemasangan ornamen kepala tiang (langki) ini tidak semata-mata untuk tujuan keindahan, tetapi juga fungsional. 15 16 BAB IV KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan bangunan jineng dari sisi fungsi dan kostruksinya di atas, maka bisa ditarik beberapa kesimpulan terkait keberadaan jineng dalam rumah tradisional Bali, yaitu: - Bahwa jineng merupakan sebuah bangunan yang ada dalam sebuah kompleks rumah tradisional Bali, berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi, memiliki keunikan tersendiri baik dari segi fungsi, konstruksi, dan estetikanya. - Dilihat dari segi fungsi, keberadaan sebuah jineng dalam rumah tinggal di Bali sangat erat kaitannya dengan kegiatan pertanian, aktivitas di dapur, tetapi bisa juga meluas dan berkembang sebagai tempat aktivitas lain seperti tempat istirahat atau menerima tamu. - Dari bentuk konstruksinya, jineng ini menampilkan satu ide konstruksi yang sangat menarik dan cemerlang, yang memenuhi tuntutan kokoh menahan beban padi, sangat fungsional bisa menampung berbagai aktivitas manusia secara optimal, dan yang tidak kalah pentingnya adalah mampu menampilkan sebuah nilai estetika yang sangat unik dan menarik yang justru keluar dari konsep fungsi yang ditampungnya. 16 17 DAFTAR PUSTAKA Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2008, Arsitektur Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-Kosali, Udayana University Press, Denpasar. Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2009, Arsitektur dan Kebudayaan Bali Kuno, Udayana University Press, Denpasar. Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2009, Arsitektur Tradisional Bali dalam Ranah Publik, CV. Bali Media Adikarsa, Denpasar. Rijasa, Made Mariada, 2012, Nilai Green dalam Tata Letak Rumah Tradisional Bali, Jurnal Tekstur Teknik Arsitektur II-1 17