BAB II PEMBELAJARAN AL-QUR’AN A. Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Setiap proses membangun makna/pemahaman terhadap pengalaman dan informasi yang disaring dengan persepsi, pikiran perasaan disebut belajar. Belajar berarti juga suatu perubahan yang timbul karena reaksi terhadap situasi. Seseorang dikatakan telah belajar apabila dalam dirinya terdapat perubahan dari hasil reaksinya terhadap situasi tertentu. Slameto dalam bukunya yang berjudul “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya” mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 1 Menurut Dalyono, Belajar adalah usaha membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi, masalah itu merupakan perangsang atau stimulus terhadap individu itu mengadakan reaksi terhadap rangsang, dan bila reaksi itu berhasil, maka terjadilah hubungan perangsang dan reaksi, terjadi pula peristiwa belajar. Belajar juga bisa diartikan suatu proses aktif, yang dimaksud aktif di sini ialah bukan hanya aktifitas yang tampak seperti gerakan-gerakan 1 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 2. 20 21 badan, akan tetapi juga aktifitas-aktifitas mental, seperti proses berfikir, mengingat, dan sebagainya.2 Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi belajar dari para ahli, yaitu: a. Hilgard dan Bower (Theories of Learning) dalam bukunya Ngalim Purwanto mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya)”. b. Gagne (The Conditions of Learning) dalam bukunya Ngalim Purwanto menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.3 c. Morgan (Introduction to Psychologis) dalam bukunya Ngalim Purwanto mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang 2 3 85. Dalyono, Psikologi Pendidikan, cet. 1 (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 208. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, cet. 1 (Bandung: Remadja karya, 1988), hlm. 22 relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.4 d. Menurut Ernest R. Hilgart dalam bukunya Dalyono: “Belajar adalah suatu proses yang menghasilkan suatu aktifitas atau yang mengubah suatu aktifitas dengan perantaraan tanggapan kepada satu situasi”. e. Menurut Charles E. Skinner dalam bukunya Dalyono: “Belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku ke arah yang lebih maju”.5 Dengan demikian pengertian pembelajaran dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yaitu suatu proses yang menghasilkan suatu aktifitas dengan perantara tanggapan kepada satu situasi yang tampak oleh perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman. 2. Komponen-komponen dalam Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara satu dan yang lainnyamdan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun komponen-komponen dalam pembelajaran meliputi: a. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran harus memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki suatu aspek tertentu yang ingin dicapai.6 4 5 6 hlm.90. Ibid., Dalyono, op. cit., hlm. 212. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, cet. 15 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), 23 2) Harus sedetail mungkin agar jelas apa yang ingin dicapai dan agar lebih mudah untuk mencapainya. 3) Dirumuskan secara sederhana, singkat dan jelas agar lebih mudah untuk dipahami. 4) Dapat dicapai dalam waktu singkat, artinya setelah selesai jam pembelajaran. 5) Perumusan tujuan jangan disatukan dengan kegiatan mencapai tujuan. b. Peserta Didik Berikut adalah beberapa jenis kebutuhan siswa, menurut beberapa ahli yang terdapat dalam bukunya Oemar Hamalik yang berjudul “Proses Belajar Mengajar”: 1) Prescott Menurut Prescott beberapa kebutuhan siswa, diantaranya yaitu: a) Kebutuhan fisiologis, meliputi: bahan-bahan dan keadaan esensial, kegiatan dan istirahat, serta kegiatan seksual. b) Kebutuhan sosial, meliputi: menerima dan diterima, dan menyukai orang lain. c) Kebutuhan ego, meliputi: kontak dengan kenyataan, simbolisasi progresif, menambah kematangan diri sendiri, keseimbangan antara berhasil individualitasnya sendiri.7 7 Ibid., hlm. 96 dan gagal, menemukan 24 2) Maslow Menurut Prescott beberapa kebutuhan siswa, diantaranya yaitu a) Kebutuhan akan keselamatan (safety need) b) Kebutuhan memiliki dan mencintai (belongingness and love need). c) Kebutuhan akan penghargaan (esteem need), ialah keinginan seseorang untuk dinilai baik oleh orang lain, ingin dihormati, merasa mampu dan percaya atas kemampuannya menghadapi dunia ini. d) Kebutuhan untuk menonjolkan diri (self actualizing need), adalah kebutuhan yang tertinggi, ingin dianggap orang yang terbaik, ingin menjadi orang yang ideal, dan lain-lain. c. Tenaga Pengajar (Guru) Syarat untuk menjadi seorang pengajar yaitu sebagai berikut: 1) Memiliki bakat dan keahlian sebagai guru, 2) Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi, 3) Memiliki mental yang sehat, 4) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, 5) Berjiwa pancasila, dan 6) Warga negara yang baik.8 8 Ibid., hlm. 118 25 Sedangkan untuk peran seorang guru adalah sebagai pengajar, pembimbing, pemimpin, ilmuwan, pribadi yang baik, penghubung, pembaharu dan sebagai pembangunan. 9 d. Kurikulum (Perencanaan Pembelajaran) Pengajaran adalah suatu usaha yang bersifat kompleks, oleh sebab itu banyak nilai-nilai dan faktor-faktor manusia yang turut terlibat di dalamnya. Dikatakan sangat penting, sebab pengajaran adalah usaha membentuk manusia yang baik. Guru yang baik akan berusahan sedapat mungkin agar pengajarannya berhasil. Salah satu faktor yang bisa membawa keberhasilan tersebut adalah guru senantiasa selalu membuat perencanaan pengajaran. Ada beberapa bentuk perencanaan, yaitu sebagai berikut: 1) Perencanaan Tahunan Perencanaan tahunan disusun berdasarkan kurikulum course of studies yang memberikan bahan-bahan tentang pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh siswa di setiap tingkatnya. 10 2) Perencanaan Jangka Panjang Yaitu suatu perencanaan dalam rangka melaksanakan rencana permualaan yang bersifat umum. Rencana umum tersebut pada hakikatnya berisi saran-saran tentang kegiatan dan sumber acuan. Melaksanakan rencana permulaan maksudanya yaitu guru harus 9 Ibid., hlm. 123. Ibid., hlm. 137. 10 26 memperhatikan minat dan kebutuhan siswa dan kemampuan siswa. 3) Perencanaan Mingguan Yaitu suatu perencanaan mengajar yang disusun untuk selama satu minggu, dimana di dalamnya berisikan rencana harian untuk setiap mata pelajarannya. 4) Perencanaan Harian Dalam perencanaan harian berisikan resitasi dan directed study. Untuk membuat rencana harian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru yaitu: a) Lingkungan fisik harus serasi untuk belajar. b) Ada bahan-bahan yang dipelajari. c) Cara memotivasi siswa d) Diagnosa kesulitan-kesulitan belajar. e) Prosedur membimbing siswa f) Metode mengatasi kesulitan. g) Cara mengecek efisiensi belajar siswa.11 e. Media Pembelajaran Dalam hal pembelajaran media pembelajaran sangat penting untuk menunjang pembelajaran. Dengan media yang sesuai, maka akan menuai hasil yang baik. Bebrapa kriteria dalam pemilihan media pembelajaran: 11 Ibid., hlm. 142. 27 1) Harus sesuai dengan materi, 2) Bisa memotivasi siswa, 3) Memiliki nilai pendidikan. f. Evaluasi Pembelajaran. Evaluasi pembelajaran merupakan suatu komponen dalam sistem pembelajaran, sedangkan sistem pengajaran merupakan implementasi kurikulum sebagai upaya untuk menciptakan belajar di kelas. Fungsi dari evaluasi yaitu: 1) Untuk mengetahui apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan yang telah diberikan oleh seorang guru. 2) Untuk mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. 3) Untuk mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar. 4) Sebagai sarana umpan balik bagi seorang guru yang bersumber dari siswa. 5) Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa. 6) Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada orang tua siswa.12 12 Ibid., hlm. 145. 28 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Adapun faktor-faktor yang di maksud adalah sebagai berikut: a. Faktor Internal Yang dimaksud dengan faktor Internal adalah faktor yang ada di dalam diri anak atau siswa. Karena itu pada garis besarnya meliputi faktor fisik (jasmaniah) dan faktor psikis (rohaniah). 1) Faktor Fisik (jasmaniah) Faktor ini berkaitan dengan kesehatan badan dan kesempurnaanya, yaitu tidak mengalami cacat atau kekurangan yang dapat menjadi hambatan dalam meraih sukses. a) Faktor kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.13 b) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/ badan. Cacat itu dapat 13 hlm.131. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, cet. 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 29 berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, dan patah tangan, lumpuh dan lain-lain.14 2) Faktor Psikis (rohaniah) Faktor psikis dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a) Intelegensi Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. b) Sikap Sikap adalah gejala yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. c) Bakat Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.15 d) Minat Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. 14 15 Ibid., hlm. 132. Ibid., hlm. 133 -135. 30 e) Motivasi Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.16 b. Faktor Eksternal Yang di maksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang ada atau berasal dari luar diri anak atau siswa, secara keseluruhan faktor eksternal adalah sebagai berikut: 1) Faktor keluarga Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta famili yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orangtua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengarui pencapaian hasil belajar anak. 2) Faktor Sekolah Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/ 16 146. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, cet. 1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 31 perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak.17 3) Faktor masyarakat Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orangorang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal di lingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar kurang. 4) Faktor lingkungan sekitar Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting dalam mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya.18 17 18 Ibid., hlm. 147. Dalyono, op. Cit., hlm. 59. 32 B. Pembelajaran Al-Qur’an 1. Pengertian al-Qur’an a. Menurut Bahasa Dalam menjelaskan tentang pengertian al-Qur’an, para Ulama berbeda pendapat. Diantaranya yaitu: asy-Syafi’i, al-Farra, al-Asy’ari, az-Zajjaj, dan al-Lihyani. Menurut asy-Syafi’i, al-Quran bukan berasal dari kata “Qoro’a” yang artinya membaca. Karena jika demikian, maka semua yang dibaca disebut al-Qur’an. Menurut beliau al-Qur’an adalah nama sebuah kitab suci seperti Taurat dan Injil. Al-Asy’ari dan para pengikutnya, mendifinisikan al-Qur’an berasal dari kata “Qorona” yang mempunyai arti menggabungkan. Karena ayat dan surat saling bergabung satu sama lain. Menurut al-Farra, berpendapat bahwa kata al-Qur’an adalah jamak dari Qorinah yaitu “Qoro’in” yang berarti menyerupai. Karena ayat-ayat al-Qur’an menyerupai satu sama lain. Menurut az-Zajjaj, al-Qur’an berasal dari kata “Qor’i” yang berarti mengumpulkan. Karena ia mengumpulkan inti sari kitab-kitab terdahulu. Al-Lihyani berpendapat, al-Qur’an berasal dari kata “Qoro’a” yang berarti membaca. Dari beberapa pendapat di atas pendapat yang terakhirlah yang lebih kuat. Bahwa al-Qur’an adalah sinonim dari kata “Al-Qiro’ah”. 33 Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 1718:19 )١٨( ) َع ِٕا َع ا َعْيَعْٔاْرَع اُها َع اَّنِا ُها ُهْي ْرٓاَعاُه١٧( ِا َّننا َع َعْرْيَع اا َعْر َع ُها َع ُهْي ْرٓاَعاُه “Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) membacanya (pada lidahmu) itu adalah tangguhan kami. (Karena itu) jika Kami telah membacanya, hendaknya kamu ikut bacaanya”. (al-Qiyamah ayat 17-18).20 Dalam ar-Rahman ayat 1-2 juga disebutkan: (٢()ا َعَّن َعماْر ُهلق ْرٓا َعنا١(ْح ُهنا ٰ لَّن ْر “(Tuhan) yang maha pemurah. Yang telah mengajarkan al-Qur’an”. (QS. ar-Rahman ayat 1-2).21 Menurut sebagian ahli tafsir, kata al-Qur’an maksudnya adalah al-Qiro’ah atau bacaan. b. Menurut Istilah Menurut istilah al-Qur’an yaitu: ِا ِا ِا َّنباصَّنىاهللاا َع َعْر ِاا سَّنما لْرم ْركتُهْيو ِا ب ِااِفا َعك َعَل ُهماهللاا لْر ُهم ْر ج ِازا لْر ُهمْر ِازلا َع َعىا ل ِا ِاي َع ُه َع َع َع َع ْر ِا ِا ِا َّنو اُهِا ا لْر ُهمتَعْي َعيِا ُه ا ِاتِا َعَل َع اِاِاا لْر َعم َع ا ا لْر َعمْرْي ُهق ْرو ُهلا لتْي َع “Al-Qur’an adalah firman Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi saw., yang tertulis di dalam mushaf, dinukil 19 Sudaryo El Kamali, Pengantar Studi Alquran (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2006), hlm. 1-2. 20 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: J-art, 2014), hlm. 998. 21 Ibid., hlm. 875. 34 dari padanya secara mutawwatir dan dipandang beribadah dengan membacanya”.22 Jadi, al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. serta menjadi mukjizatnya beliau yang diturunkan secara mutawwatir dalam bentuk mushaf (lembaranlembaran) yang telah terhimpun yang diawali oleh surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, dan jika membacanya mendapatkan pahala. 2. Metode Pembelajaran al-Qur’an Menurut Sukarno bahwa “Metode adalah cara untuk melakukan sesuatu atau cara untuk mencapai suatu tujuan”. Sedangkan menurut Knox seperti yang dikutip Sukarno “Metode dalam pendidikan adalah kumpulan prinsip yang terkoordinir untuk melaksanakan pembelajaran”.23 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu syarat untuk melangkah maju dengan terencana dan teratur untuk mencapai suatu tujuan tetentu yang dengan sadar mempergunakan pengetahuan-pengetahuan sistematis untuk keadaan-keadaan yang berbeda-beda. Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari 2 kosa kata, yaitu “meta” yang berarti melalui dan “hados” yang berarti jalan”.24 Dalam Bahasa arab metode disebut : “Thariqat”, dalam kamus 22 Sudaryo El kamali, op. Cit. hlm. 2-3 Sukarno, Dasar-dasar Pendidikan Islam (Jakarta: Bhratara Karya, 1981), hlm. 39. 24 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis dan Praktis, cet. 1 (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 65. 23 35 besar bahasa Indonesia “metode” adalah : “cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud”.25 Metode Pembelajaran al-Qur’an a. Metode Iqro’ Metode Iqro’ adalah suatu metode membaca al-Qur’an yang menekankan langsung pada latihan membaca.26 Untuk dapat membaca al-Qur’an dengan baik, seseorang memang diharuskan mempelajarinya dari seorang ahli dalam bidang tersebut.27 Adapun buku panduan Iqro’ terdiri dari 6 jilid, dimulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna. Dari keenam jilid tersebut ditambah 1 jilid lagi yang berisi tentang do’a-do’a. Dalam setiap jilid terdapat petunjuk pembelajarannya dengan maksud memudahkan setiap orang yang belajar maupun yang mengajar al-Qur’an. Metode Iqro’ ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca huruf al-Qur’an dengan fasih). Bacaan langsung tanpa dieja, dan lebih bersifat individual.28 Metode Iqro’ memiliki kelebihan dan kelemahan. Diantara kelebihannya sebagai berikut: 25 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, cet. 1 (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 40. 26 Qash-tha al-Hikmah, "Macam-macam Metode Pembelajaran Al-Qur’an" dalam http://darussalam-community.blogspot.com/, (diakses pada 1 Juli 2015), hlm. 1. 27 Muhammad Ahmad Abdullah, Metode Cepat dan Efektif Menghafal Al-Qur’an AlKarim, terjemahan Rahem Seksa, cet. 1 (Yogyakarta: Gara Ilmu, 2009), hlm. 32. 28 Qash-tha al-Hikmah, loc. cit., hlm. 1. 36 1) Menggunakan metode CBSA, jadi bukan guru yang aktif melainkan siswa yang dituntut aktif. 2) Dalam penerapannya menggunakan pendekatan pembelajaran klasikal (membaca secara bersama), privat, maupun dengan cara santri yang lebih tinggi jilidnya dapat menyimak bacaan temannya yang berjilid rendah. 3) Komunikatif, artinya jika santri / siswa mampu membaca dengan baik dan benar, guru dapat memberikan sanjungan, perhatian dan penghargaan. 4) Bila ada santri / siswa yang sama tingkat pelajarannya, boleh dengan sistem tadarus, secara bergilir membaca sekitar dua baris sedang lainnya menyimak. 5) Bukunya mudah didapat di toko-toko. Sedangkan kelemahan metode Iqro’ diantaranya : 1) Bermacam-macam tajwid tidak dikenalkan sejak dini. 2) Tidak ada media belajar. 3) Tidak dianjurkan menggunakan irama murottal.29 b. Metode Al-Baghdady Metode Al-Baghdady adalah metode tersusun (tarkibiyah), yaitu suatu metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita kenal dengan sebutan metode alif, 29 Ibid., hlm. 2. 37 ba’, ta’. Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia.30 Metode Al-Baghdady dalam prakteknya menggunakan beberapa cara, diantaranya : a) Hafalan, yaitu dengan menghafal huruf-huruf hijaiyah. b) Eja, yaitu mengeja kata perkata pada suatu kalimat al-Qur’an atau jilid. c) Modul, belajar dengan modul atau jilid, siswa yang sudah selesai 1 jilid, boleh melanjutkan ke jilid berikutnya. d) Tidak variatif, pembelajaran hanya berpedoman pada modul atau jilid saja.31 Metode Al-Baghdady mempunyai kelebihan dan kelemahan. Diantara kelebihan metode Al-Baghdady: a) Santri atau siswa akan mudah dalam belajar, karena sebelum diberikan materi, santri sudah hafal huruf-huruf hijaiyah. b) Santri atau siswa yang lancar akan cepat melanjutkan pada materi selanjutnya karena tidak menunggu orang lain. Sedangkan kekurangan metode ini adalah : a) Membutuhkan waktu yang lama, karena harus menghafal huruf hijaiyah dahulu dan harus dieja. b) Santri kurang aktif, karena harus mengikuti ustadz-ustadznya dalam membaca. 30 31 Ibid., hlm. 2. Ibid., hlm. 2. 38 c) Kurang variatif karena menggunakan satu jilid saja.32 c. Metode An-Nahdhiyah Metode ini merupakan metode pengembangan dari metode AlBaghdady. Maka materi pembelajaran al-Qur’an tidak jauh berbeda dengan metode Qira’ati dan Iqro’. Metode ini lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan bacaan dengan ketukan.33 Dalam pelaksanaan metode ini, ada dua program yang harus diselesaikan oleh para santri, yaitu : a) Program buku paket, yaitu program awal sebagai dasar pembekalan untuk mengenal dan memahami serta mempraktekkan membaca al-Qur’an. Dalam metode ini buku paketnya tidak dijual bebas, bagi yang ingin menggunakan atau ingin menjadi guru pada metode ini harus mengikuti penataran calon guru metode AnNahdhiyah. b) Program sorogan al-Qur’an, yaitu program lanjutan sebagai aplikasi praktis untuk mengantarkan santri mampu membaca AlQur’an sampai khatam. Dalam program sorogan ini santri akan diajarkan bagaimana cara-cara membaca al-Qur’an yang sesuai dengan sistem bacaan dalam membaca al-Qur’an. Dimana santri langsung praktek membaca al-Qur’an besar. Disini santri akan diperkenalkan beberapa sistem bacaan, yaitu tartil dan tahqiq.34 32 Ibid., hlm. 2. Ibid., hlm. 3 34 Ibid., hlm. 3. 33 39 Secara istilah tartil ini dapat diartikan sebagai membaca AlQur’an seraya menghentikan bacaan di suatu tempat dan memahaminya secara tidak tergesa-gesa. Allah berfirman: Artinya: "Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan". (QS. Al-Muzzammil : 4)35 Sedangkan tahqiq tidak jauh berbeda dengan tartil, hanya saja tahqiq ini lebih banyak tenangnya. Tahqiq ini biasanya dipergunakan dalam suasana belajar.36 d. Metode Jibril Metode ini dilatarbelakangi pada perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan al-Qur’an yang telah diwahyukan melalui Malaikat Jibril.37 Allah SWT berfirman : Artinya: "Dan jika dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baikbaik dan perhatikanlah dengan tenang supaya kalian mendapat rahmat". (QS. Al-A’raf : 204)38 Menurut KH. M. Bashroi Alwi, "Teknik dasar metode Jibril bermula dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji". Mendengarkan saja 35 Muhammad Ahmad Abdullah, op. cit., hlm. 308 Ibid., hal. 309 37 Qash-tha al-Hikmah, loc. cit., hlm. 3 38 Abdul Ad-Daim Al-Kahiil, Cara Baru Menghafal Al-Qur’an, terjemahan Ibnu Bathal, (Klaten: Inas Media, 2009), hlm. 93 36 40 tidak cukup, namun harus mendengarkan dan inshat (mengikuti ucapan dan suaranya). 39 Sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas.40 Metode Jibril dalam prakteknya terdapat dua tahap yaitu tahqiq dan tartil. Tahqiq ini biasanya dipergunakan dalam suasana belajar, karena lebih mengedepankan tenangnya.41 Sedangkan tartil adalah membaca Al-Qur’an seraya menghentikan bacaan di suatu tempat dan memahaminya secara tidak tergesa-gesa, sambil memisah huruf yang satu dengan huruf sesudahnya, karena hal itu akan membantu merenungi dan memahami maknanya. Bacaan tartil merupakan tingkat bacaan yang pertama dan terbaik diantara bacaan-bacaan yang lain.42 Begitu pulalah yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya. Beliau mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka secara lisan, kemudian diperintahkan kepada mereka supaya mempraktikkan apa yang sudah didapat untuk beliau dengar kembali. Cara itulah yang mereka lakukan dari generasi ke generasi yang lain. 43 e. Metode Qiro’ati Metode ini ialah membaca Al-Qur’an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah 39 Ibid., hlm. 92 Qash-tha al-Hikmah, op. cit., hlm. 4. 41 Muhammad Ahmad Abdullah, loc. cit., hlm. 309 42 Ibid., hal. 308 43 Abdurrahman Abdul Khaliq, Bagaimana Menghafal Al-Qur’an, terjemahan Abdul Rosyid Shiddiq, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 22. 40 41 ilmu tajwid.44 Sesungguhnya mendengarkan bacaan Al-Qur’an adalah metode terbaik untuk menguasai ilmu tajwid.45 Sistem pendidikan dan pengajaran metode qiro’ati ini melalui sistem pendidikan berpusat pada murid dan kenaikan kelas atau jilid tidak ditentukan oleh bulan atau tahun dan tidak secara klasikal, tapi secara individual (perseorangan). Santri atau anak didik dapat naik kelas atau jilid berikutnya dengan syarat : a) Sudah menguasai materi/paket pelajaran yang diberikan di kelas. b) Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah (TPA). 46 Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode qiro’ati adalah : a) Siswa walaupun belum mengenal tajwid tetapi sudah bisa membaca Al-Qur’an secara tajwid. b) Dalam metode ini terdapat prinsip untuk guru dan murid. c) Pada metode ini setelah khatam meneruskan lagi bacaan ghorib. d) Jika santri sudah lulus 6 jilid beserta ghoribnya, maka di test bacaannya kemudian setelah itu santri mendapatkan syahadah jika lulus tes. Kekurangan metode ini adalah bagi yang tidak lancar, lulusnya juga akan lama karena metode ini lulusnya tidak ditentukan oleh bulan/tahun.47 44 Qash-tha al-Hikmah, op. cit., hlm. 4. Abdul Ad-Daim Al-Kahiil, op. cit., hlm. 92 46 Qash-tha al-Hikmah, op. cit., hlm 4. 45 42 Dalam mengajar Al-Qur’an dikenal beberapa macam strategi, yaitu : a) Privat atau individual Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu.48 Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. pembelajaran Bantuan guru berupa berkenaan perencanaan dengan komponen kegiatan belajar, pengorganisasian kegiatan belajar, penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa, dan fasilitas yang mempermudah belajar.49 Adapun tujuan pengajaran individual ini adalah : (1) Pemberian kesempatan dan keleluasan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri. (2) Pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal karena pada dasarnya pada pembelajaran individul ini siswa merupakan pusat layanan pengajaran.50 Jadi pada proses pembelajaran Al-Qur’an dengan strategi privat atau individual ini adalah dengan cara "siswa secara bergiliran membaca ataupun menghafal di hadapan guru satu 47 Ibid., hlm. 4 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, cet. 1 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 161. 49 Ibid., hlm. 163. 50 Ibid., hlm. 162. 48 43 persatu".51 Dalam hal ini guru menyimak bacaan atau hafalan siswa, dan kemudian diberi pembenaran jika ada kekeliruan dalam pengucapannya. b) Klasikal Pembelajaran klasikal adalah kegiatan mengajar guru yang memberikan bantuan dan bimbingan belajar secara umum.52 Dalam pembelajaran ini kemampuan guru yang utama dan sifatnya lebih efisien.53 Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya berkisar 10-45 orang. Dengan jumlah ini guru masih dapat mengajar siswa secara berhasil. Dalam pembelajaran ini guru dapat mengajar seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar.54 Jadi dalam proses pembelajaran Al-Qur’an dengan strategi klasikal ini sebagian waktu digunakan guru/ustadz untuk menerangkan pokok pelajaran Al-Qur’an secara klasikal.55 Kemudian dilakukan tahap evaluasi dengan membentuk kelompok kecil dalam membaca atau menghafal, dan guru menyimak. f. Metode Hafalan Metode merupakan cara yang telah diatur dan teruji baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud, dalam ilmu pengetahuan dan 51 Qash-tha al-Hikmah, loc. cit., hlm. 4. Dimyati dan Mudjiono, op. cit., hlm. 161. 53 Ibid., hlm. 169. 54 Ibid., hlm. 170. 55 Qash-tha al-Hikmah, loc. cit., hlm. 4 52 44 sebagainya, cara belajar dan sebagainya. 56 Selain itu metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.57 Sedangkan menghafal dalam bahasa Arab adalah ظا ا َعا ِا َع,ظا ا َعَع َع yang berarti menjaga, mengamankan, dan memelihara. Selanjutnya orang yang hafal dalam bahasa Arab disebut ظ ا َعِا ِااyang berarti penjaga, pengawal, pemelihara, dan juga ظا َع ْر ًاَعْر َع ْرنا َع ْر ِاَعْي ْرِا ا ا َعِا ُهyang berarti penghafal (di luar kepala).58 Selain itu menghafal Al-Qur’an bisa diungkapkan dengan kalimat ى ىاyang diartikan hafal dengan hafalan di luar kepala.59 Adapun menghafal menurut kamus bahasa Indonesia, bahwa menghafal berasal dari kata dasar hafal yang artinya telah masuk ingatan, dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku).60 Hafal juga merupakan sesuatu yang telah masuk dalam ingatan (tentang pelajaran). Sehingga diucapkan dengan ingatan tidak usah melihat catatan atau buku.61 Dan menghafal adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat, 62 dan mempelajari (melatih) supaya hafal.63 56 Sutan Rajasa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya:Mitra Cendekia, 2003), hlm. 177. 57 Annisatul Mufarokah, Strategi Belajar Mengajar, cet. 1 (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 80. 58 Subkhi Sholeh, Kamus Al-Asri: Kamus Kontemporer (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999), hlm. 724. 59 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir (Surabaya:Pustaka Progresif, 2002), hlm. 297. 60 Sutan Rajasa, loc. cit., hlm. 177. 61 Bustami, A. Gani dan Chatibul Umam, Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Qur’an (Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1994), hlm. 145. 62 Sutan Rajasa, loc. cit., hal. 177 63 Bustami, A. Gani dan Chatibul Umam, loc. cit., hlm. 145. 45 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa arti dari metode hafalan adalah cara yang tepat dan cepat dalam melakukan kegiatan belajar mengajar pada bidang mata pelajaran, khususnya mata pelajaran Al-Qur’an, dengan mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain dalam pembelajaran tersebut. 2. Evaluasi Pembelajaran al-Qur’an Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa dalam memahami alQur’an maka diperlukan evaluasi. Evaluasi yaitu suatu penilaian yang diberikan kepada siswa setelah menguasai materi tertentu. a. Evaluasi Jilid 1) Evaluasi harian (privat) a) Evaluasi dilaksanakan oleh ustad privat. b) Bidang penilaian meliputi: fashohah (FH), makhorijul huruf (MH), titian murattal (TM) dan ahkamul huruf (AH). c) Fungsinya untuk melihat kemajuan santri pada setiap halaman/jilid yang diajarkan. d) Materi yang diprivatkan yaitu pembelajaran yang baru disampaikan. e) Penilaian dengan standar prestasi A-B-C sebagaimana tercantum dalam Blanko Kartu Prestasi. Prestasi A : Untuk yang benar semua Prestasi B : Untuk yang terdapat kesalahan pada salah satu dar FH, MH, TM, dan AH 46 Prestasi C : Untuk santri yang lebih dari dua kesalahan.64 2) Evaluasi Akhir Jilid a) Santri telah khatam dalam setiap jilidnya terlebih dahulu diadakan pendalaman materi dengan mengulang membaca dari halaman pertama sampai selesai. b) Evaluasi dilaksanakan untuk menentukan lulus dan tidaknya santri pada setiap satu jilid untuk naik ke jilid berikutnya. c) Pelaksanaaan evaluasi oleh ustadz dan ustadzah yang mengajar pada TPQ tersebut. d) Materi evaluasi (soal) dibuat sebanyak 20 soal, dan setiap soal mempunyai bobot nilai 5. e) Santri diuji satu per satu. f) Kesalahan dihitung bila sudah diingatkan/mengulang tiga kali. g) Bidang penilaian meliputi: FH, MH, TM, dan AH. (1) Kesalahan dari segi makhroj dalam satu huruf dihitung satu (2) Standar penilaian sebagai berikut: Tabel 2.1 Standar Penilaian 64 Salah Nilai Prestasi Keterangan 0 100 A Lulus 1 95 A Lulus 2 90 A Lulus 3 85 B Lulus Team Mabin TPQ an-Nahdliyah Cabang Ponpes Syarif Hidayatullah, Ikhtisar Seri A & B Taman Pendidikan an-Nahdliyah (Pekalongan: Ponpes Syarif Hidayatullah, tt), hlm. 3. 47 4 80 B Lulus 5 75 B Lulus 6 70 C Lulus 7 65 C Lulus 8 60 C Lulus 9 < 60 D Tidak Lulus65 3) Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) 6 Jilid a) Santri diuji satu persatu b) Bidang penilaian, meliputi: (1) Makhorijul huruf dan ahkamul huruf (2) Ahkamul madd wal-Qasr (3) Fasohah (meliputi: titian murattal, mura’atul huruf wal harakat, dan adab. c) Tata cara penilaian dengan memberikan angka pengureangan pada setiap kesalahan, kecuali pada MH untuk ini dihitung setiap huruf yang salah. d) Materi/soal Ebta terdiri dari: (1) Surat al-Fatihah (2) Surat-surat pendek (3) Surah al-Baqarah dari ayat 1 -20 Pembagian soal berdasarkan pilihan dengan cara mengambil latihan soal yang dibuat oleh team evaluasi e) Standar penilaian 65 Ibid., hlm. 4 48 Tabel 2.2 Standar Penilaian Nilai Prestasi Keterangan 86-100 A Lulus 70-85 B Lulus 60-69 C Lulus 0-59 D Tidak Lulus66 b. Evaluasi Program Sorogan al-Qur’an (PSQ) 1) Evaluasi harian a) Evaluasi dilaksanakan oleh ustad privat. b) Bidang penilaian meliputi: fakta huruf (FH), makhorijul huruf (MH), titian murattal (TM) dan ahkamul huruf (AH). c) Penilaian dengan standar prestasi A-B-C sebagaimana tercantum dalam Blanko Kartu Prestasi. Prestasi A : Untuk yang benar semua Prestasi B : Untuk yang terdapat kesalahan pada salah satu dar FH, MH, TM, dan AH Prestasi C : Untuk santri yang lebih dari dua kesalahan.67 2) Evaluasi bulanan a) Bidang penilaian meliputi: Makhorijul Huruf, Ahkamul Huruf dan Fashohah. b) Materi evaluasi bulanan yaitu sejumlah surat/juz yang telah diajarkan dengan cara diambil sampel beberapa ayat secara 66 67 Ibid., hlm. 5 Ibid., hlm. 7 49 terpisah. Untuk memudahkan pembagian materi evaluasi bulanan diatur sebagai berikut: Juz 1-5 kurang lebih 8 ayat Juz 6-10 kurang lebih 10 ayat Juz 11-15 kurang lebih 12 ayat Juz 16-20 kurang lebih 14 ayat Juz 21-30 kurang lebih 15 ayat 68 3) Pra-Munaqosah Pra-munaqosah yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai syarat mengikuti munaqsah. Materi pra-munaqosah yaitu: a) Hafalah surat pendek b) Hafalan ayat kursi dan akhir surat al-Baqarah c) Praktek Shalat shubuh dan bacaannya d) Hafalan do’a-do’a yang diajarkan 4) Munaqasah Munaqosah adalah evaluasi tahap akhir dalam pembelajaran al-Qur’an. Munaqosah bertujuan untuk menentukan lulus tidaknya santri dalam pembelajaran al-Qur’an. Materi dalam munaqosah meliputi: a) Membaca surat/ayat yang telah ditentukan oleh team sesuai dengan pengambilan lot b) Membaca materi gharaib yang disajikan team 68 Ibid., hlm. 8 50 c) Hafalan salah satu surah penting: Yasin, wqiah, al-mulk d) Mengerjakan soal ujian tertulis e) Teknik penilaian Tabel 2.3 Teknik Penilaian Materi Tajwid a. Ahkamul Huruf b. Ahkamul Madd wal-Qasr Makhroj a. Makhorijul Huruf b. Sifatul Huruf Fashohah a. al-waqfu wa ibtida’ dan adab mura’atul huruf wal harakat b. tartilul qiraah Nilai 30 30 40 c. gara’ibul qur’an d. adabul qiraah Tertulis Menyesuaikan69 3. Problem-problem dalam Pembelajaran al-Qur’an Dalam pembelajaran al-Qur’an juga terdapat problem-problem yang menjadikan siswa kurang menguasai al-Qur’an, diantaranya yaitu: a. Problem membaca Belajar membaca al-Qur’an artinya belajar mengucapkan lambang-lambang bunyi tertulis. Walaupun kegiatan ini nampaknya sederhana, tetapi bagi siswa pemula mungkin merupakan kegiatan yang cukup kompleks karena harus melibatkan berbagai hal yaitu 69 Ibid., hlm. 10. 51 pendengaran, penglihatan, pengucapan disamping akal pikiran. Kedua hal terakhir ini bekerja secara mekanik dan simultan untuk melahirkan perilaku membaca. Ditambah lagi materi yang dibaca adalah rangkaian kata-kata arab yang berbeda sistem bunyi dan penulisannya dengan yang mereka kenal dengan bahasa ibu dan bahasa Indonesia. b. Problem menulis Belajar menulis huruf latin dengan huruf arab jelas berbeda, suku kata dan fonetiknya berbeda pula. Kesulitan yang sering dialami adalah jika menulis latin yang diawali dari kiri sedang menulis arab dimulai dari kanan, menggabungkan huruf yang satu dengan yang lainnya dalam kalimat, serta dalam memberi harakat, adapun detailnya yaitu sebagai berikut: 1) Menulis lebih sulit daripada membaca dan menghafal. 2) Menulis membutuhkan konsentrasi antara tangan, ingatan dan penglihatan.70 c. Problem menghafal Dalam menghafal al-Qur’an setidaknya kita harus memiliki minat, lingkungan yang baik dan kondusif, pembagian waktu dan metode penghafal al-Qur’an. Problem yang dihadapi oleh para penghafal al-Qur’an secara garis besar dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Menghafal itu susah. 70 Fidiyatul Aeni, “Problematika Pembelajaran al-Qur’an Hadits Siswa SMP Islam Walisongo Kedungwuni Kabupaten Pekalongan”, Skripsi (Pekalongan: Perpustakaan Stain Pekalongan, 2014), hlm. 21. 52 2) Lupa dengan ayat yang sudah pernah dihafalkan. 3) Banyaknya ayat-ayat yang serupa. 4) Gangguan-gangguan kejiwaan. 5) Gangguan-gangguan lingkungan. 6) Banyaknya kesibukan, dan lain-lain.71 d. Problem Menerjemahkan Dalam bahasa al-Qur’an sering dijumpai problematika tentang perbendaharaan kata, karena dalam al-Qur’an banyak arti sehingga sulit untuk menentukan kata yang tepat yang sesuai dengan konteks kalimatnya, menyusun subjek, predikat dan objeknya. Hal tersebut dikarenakan dalam al-Qur’an susunannya berbeda dengan bahasa indonesia. Disamping itu Penerjemahan harus menguasai bahasa arab dengan benar yaitu harus menguasai tentang grammarnya. e. Problem Memahami Dalam al-Qur’an untuk memahami dan memperoleh pengertian yang jelas tentang arti dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an perlu memperkerjakan akal. Hal ini dikarenakan membaca al-Qur’an hendaknya menggunakan pikiran, lalu berusaha berbuat menurut petunjuknya sehingga mencapai tujuan. Petunjuk Illahi bagaimana cara berfikir yang baik sehingga dapat memahami dan menafsirkan alQur’an dengan baik.72 71 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, cet. 3 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hlm. 41. 72 Fidiyatul Aeni, op. cit., hlm. 22.