Politik Bagi Rakyat Politik Bermoral Ilahi Oleh: Abdul Munir Mulkhan1 Sebentar lagi pemilu sebagai pesta demokrasi akan berlangsung untuk kesekian kalinya di negeri ini. Penatapan calon anggota legeslatif (caleg) tingkat pusat dan daerah hingga Dewan Perwaklan Daerah (DPD) sudah dan tengah berlangsung. Di sini mulai tercium dengan keras bagaimana permainan politik-uang dilakukan oleh banyak pigak agar lolos dalam seleksi sebagai caleg atau berbagai praktik tidak sehat dallam pencalonan DPD. Masyarakat publik pun semakin kehilangan kepercayaan terhadap wakil-wakil mereka yang cenderung lebih mementingkan dirinya sendiri melalui berbagai tindakan tidak terpuji. Suara masyarakat yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias golput pun semakin santer. Dan orang pun semakin ragu bahwa praktik politik dan kekuasaan bisa dicerahi moral sehingga menjadi lebih sehat dan bersih. Muncul pertanyaan mengenai kemampuan aktivis politik dari kaum santri melakukan praktik politik yang bukan hanya demokratis, melainkan sekaligus juga bersih, sehat dan bermoral. Kaum santri selama ini dikenal lebih taat memenuhi ajaran agama dan gigih memperjuangkan berlakunya syariah baik secara formal dalam berbagai bentuk perundang-undangan atau pun secara fungsional melalui sosialisasi nilai-nilai moral ke dalam setiap praktik kekuasaan dan kehidupan sosial. Namun kesalehan normatif itu memerlukan sejumlah bukti empirik, sehingga meyakinkan publik akan penting dan manfaatnya tujuan ideal politik santri bagi kepentingan orang banyak, melalui praktik politik yang sehat dan bersih tersebut. Kini saatnya aktivis politik santri itu untuk tampil full-human (hablu min alnaas) sebagai realisasi keyakinan teologisnya dalam mendekati Tuhan (hablu min allah) ketika sistem politik semakin terbuka walaupun seringkali juga membuka maraknya “politik-uang”. Kegiatan politik bagi kaum santri bukanlah sekedar kerja duniawi melainkan sekaligus sebagai ibadah memenuhi perintah-Nya guna memperoleh ridla dari-Nya. Keyakinan itu tentu sudah sangat dipahami para aktivis politik dari kaum santri, namun yang amat perlu disadari ialah bagaimana merealisasikan keyakinan itu menjadi sebuah aksi kemanusiaan yang bersih dari cacat moral dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat yang memilih tidak terbatas hanya bagi komunitas partainya, tidak terbatas komunitas santri, melainkan bagi sebanyak mungkin warga republik ini. Praktik politik bermoral ilahi tersebut sekaligus merupakan koreksi terhadap gejala politik sebagai praktik kekuasaan yang kotor secara moral dan culas secara sosial. Praktik politik demikian itu merupakan bentuk pendidikan politik, sehingga dinamika politik nasional menjadi semakin demokratis sekaligus bersih dari segala cacat moral dan cacat sosial. Seleksi moral ini akan merupakan metodologi atau cara paling kultural agar perjuangan politik berakar teologi memperoleh dukungan politik rakyat kebanyakan sebagai mayoritas pemilih. Dari sini kita bisa membayangkan sebuah kehidupan politik nasional yang menjadi fondasi kemakmuran rakyat dan bangsa yang semakin saleh sebagaimana dicita-citakan Islam. Karena itu menjadi penting bagi kaum santri untuk bersedia menunda pemenuhan kepentingan sesaat dan kepentingan dirinya sendiri, atau menjadikan pemenuhan kepentingan itu sebagai bagian integral kepentingan ilahiah. Aktivis politik santri harus bisa menjadikan dirinya sebagai wajah Islam dalam dunia politik seperti model uswatun hasanah Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan kebagusan Islam (mahaasinul Islam). Aksi dan agenda politik kaum santri harus bisa dibedakan dari kebersihan moralnya dan kepeduliannya kepada kepentingan 1 ). Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Wk Sekretaris PP Muhammadiyah. rakyat banyak, bukan sekedar bagi kepentingan politik golongannya sendiri, lebihlebih bukan hanya untuk mencari keuntungan ekonomi sang aktivis. Seluruhnya terpulang kepada para aktivis politik santri untuk bersedia melakukan praktik politik yang bukan sekedar meraih kekuasaan dan bukan sekedar menjadikan kekuasan hanya untuk memenuhi selera materiel. Bisa jadi praktik politik santri tidak lebih hanya bentuk hubbuddunya wa karoohiatul maut; mencintai kehidupan dunia secara berlebihan, tetapi takut mati jika hanya takut tidak memperoleh keuntungan ekonomi semata. Jika demikian jangan salahkan rakyat jika tidak memilih partainya kaum santri dan tidak memilih caleg atau bahkan capres dari kaum santri, serta wajar jika kemenangan lebih berpihak kaum sekuler dan nasionalis. Perlu disadari bahwa Tuhan akan memihak kaum santri manakala mereka memihak pada kepentingan rakyat banyak (innallaaha fi ‘aunil abdi ma kaanal ‘abdu fi ‘auni ahiihi) Sumber: Suara Muhammadiyah Edisi 1 2004