MODUL PERKULIAHAN Pendidikan Agama Islam Islam Dan Wawasan Lingkungan Fakultas Program Studi Teknik Mesin Teknik Elektro Tatap Muka 12 Kode MK Disusun Oleh MK12000 Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Abstract Kompetensi Tuhan menyuruh manusia memperhatikan siklus hidrologi supaya bisa mengerti dan mampu mengelola tata air sesuai dengan sunnatullah sehingga mendatangkan manfaat sebanyakbanyaknya bagi manusia dan unsure alam semesta lainnya. Sementara itu kita juga diingatkan bahwa tanah adalah bahan asal kejadian manusia QS al-haj ayat 5, dan tanah adalah media alam yang menampung berbagai zat dan bahan kebutuhan manusia. Oleh karena itu harus dilestarikan, tidak boleh diobrak-abrik berlebihan, sebagaimana diindikasikan oleh petunjuk tuhan dalam QS, Ar-Ruum 9. Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu: 1. Merespon lingkungannya dan memperbaikinya. 2. Muatan Ekologi sudah saatnya bergaung di sekolah-sekolah kita. harapan sikap cinta lingkungan nanti menjadi rentak hidup setiap penghuni bumi, dan generasi kita tetap diingat, bukan karena kerakusannya pada alam, tetapi karena telah menabur benih mempersiapkan manusia masa depan yang bijak. Islam Dan Wawasan Lingkungan (Sebuah Wacana Tentang Lingkungan Lestari Dalam Perspektif Islam) Pendahuluan Masalah lingkungan adalah persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat dari gejala alam. Dengan pengertian demikian, maka masalah lingkungan adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri dan sudah ada sejak alam ini pertama kali diciptakan. Judul artikel ini mengutip Daoed Joesoef dalam artikel “Spesies yang Terancam” (Kompas, 26/09/2007). Daoed mengatakan, salah satu penyebab bencana ekologis adalah karena ketiadaan etika masa depan. Kita yang lahir sekitar tujuh puluh hingga dua puluh tahun lalu adalah generasi beruntung. Kita pernah merasakan segarnya udara setiap membuka jendela di pagi hari. Udara itu kita hirup dengan helaan panjang, tanpa ragu, menjangkau dasar paru-paru. Nyanyian merdu berbagai jenis burung bagaikan simfoni penggetar kalbu, berdenyut seirama bioritme tubuh. Bila hendak mencari buah rambutan China, misalnya, cukup berjalan kaki sekitar setengah jam, sampailah kita ke hutan lebat. Tetapi, anak-anak yang lahir sepuluh tahun belakangan menemukan dunia yang sama sekali berbeda dengan yang kita temukan dulu. Bagi mereka, kicauan burung lebih mudah ditemukan di kebun binatang, atau di sangkar-sangkar yang tergantung di sebagian rumah tetatangga. Memang bisa saja mereka mendengar langusng di hutan alam, tapi sungguh jauh. Apalagi udara segar, anak-anak kini, di mana saja, lebih akrab dengan udara berbau minyak pelumas. Lalu, bumi seperti apa yang dijumpai generasi yang lahir duapuluh tahun ke depan? Kemungkinan jawabannya yaitu bumi yang panas. Kenaikan suhu bumi (global warming) telah menjadi perhatian dunia sejak satu dekade belakangan. Penipisan lapisan ozon akibat pemakaian gas-gas beracun dan kebakaran hutan secara masif dituding sebagai penyebab global warming. Salah satu akibatnya ialah mencairnya es di kutub yang berakibat naiknya permukaan laut, yang pada gilirannya menyebabkan abrasi kawasan pantai. El-Nino, Badai Katrina dan Badai Rita yang menggulung Amerika baru-baru ini diduga sebagai akibat lain global warming. Yang paling mudah dideteksi ialah kita mulai merasakan udara semakin panas. ‘15 2 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kenaikan suhu bumi dibicarakan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janerio, 1992. Saat itu terjadi aksi saling tuding di antara negara-negara peserta. Negara-negara berkembang mengeluhkan emisi karbon dioksida pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor di negara-negara maju. Sebaliknya, negara-negara maju menuduh negara berkembang tidak menjaga kelestarian hutannya sebagai paru-paru dunia. Tudingan negara maju sebenarnya sangat beralasan. Menurut Grant Rosoman, juru kampanye hutan Greenpeace, secara keseluruhan hanya delapan hutan alam di dunia terjaga dengan baik. Hutan yang mengalami kerusakan paling cepat saat ini berada di kawasan Asia dan Pasifik. Tingkat kepunahan spesies tumbuhan dan hewan saat ini kira-kira seribu kali lebih cepat dibandingkan zaman sebelum bumi dihuni manusia. Laju kehancuran diperkirakan akan mencapai sepuluh ribu kali lebih cepat tahun 2050. Hutan surgawi (paradise forest) Asia-Pasifik membentang dari Asia Tenggara melintasi kepulauan Indonesia hingga Papua Niugini (PNG) dan kepulauan Solomon kini justru mengalami kerusakan tercepat di dunia, sekitar tujuh puluh dua persen terjadi di Indonesia (Kompas, 29 Maret 2006). Jika kita persempit sudut pandang ke Propinsi Riau, menurut data Jikalahari, tahun 1994 Riau memiliki luas kawasan hutan sekitar 6 juta hektar. Tetapi tahun 2005 tersisa hanya sekitar 3 juta hektar, dan 1,7 juta hektar telah berada di bawah kekuasaan industri untuk dieksploitasi. Sampai di sini, kisah ini mulai melukiskan sebuah tragedi, padahal kita belum bicara mengenai tingkat polusi air, tanah dan udara yang tidak kurang mengerikannya. Kembali ke pertanyaan awal, bumi seperti apa yang akan kita tinggalkan untuk anak-cucu kelak? Jawabannya tergantung dari apa yang kita lakukan kini untuk menyelamatkan bumi. Upaya penyelamatan lingkungan telah banyak dilakukan terutama oleh kalangan LSM. Sudah terlalu banyak tinta tertuang sejak seperempat abad ini, mengatakan alam di sini terancam, di tempat lain musnah, dan betapa kehidupan adalah segalanya. Walaupun telah bertungkus-lumus, namun langkah mereka nampak terseok-seok dibandingkan tingkat kerusakan yang terus meluas secara sporadis. Di Perancis, gerakan-gerakan didorong kesadaran lingkungan dimulai tahun 60-an. Di Indonesia dan dunia ketiga lainnya hal ini baru saja terjadi. Kesadaran itu mendorong dilakukannya suatu tindakan mempersoalkan kembali evolusi mental masyarakat dalam menghadapi lingkungan hidup alamiah. Masalah ini dianggap penting sehingga pemerintah merasa perlu membentuk suatu kementerian khusus mengurus aspek ini. Penanaman pepohonan, proyek kebersihan, penghargaan lingkungan, lomba kebersihan perkotaan, semuanya memperlihatkan kepedulian membentuk warga yang peduli lingkungan hidupnya. ‘15 3 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sikap peduli lingkungan sudah dibuktikan oleh generasi sebelum kita. Ribuan tahun manusia bermukim di bumi ini, tetapi campur tangannya amat terbatas, hanya menimbulkan akibat tak berarti. Dulu, alam dan manusia hidup secara harmonis, tapi kini homo industrialus ini telah mengambil posisi berhadapan langsung secara diametral dengan alam, menjadi musuh tak tertaklukkan. Kepentingan ekonomi mendorong pengusaha perkayuan menebang hutan secara membabi-buta, juga meringankan tangan pemerintah mengeluarkan izin-izin bagi eksploitasi hutan-hutan alam. Dan, setiap upaya hukum bagi para perusak lingkungan ini selalu saja berputar-putar di tempat yang sama. Padahal bumi sudah sakit. Sebagaimana manusia membutuhkan dokter karena suatu penyakit, bumi juga membutuhkan “dokter” untuk alasan yang sama. Idealnya, dokter yang baik ialah dokter yang membantu pasien mencegah penyakit. Tapi kini lupakan itu. Dokter yang diperlukan lingkungan kita adalah spesialis penyakit kronis stadium tertinggi. Selama ini sering kali tindakan perlindungan lingkungan dilakukan atas dasar kepentingan. Misalnya, jika pencemaran sungai tidak mempengaruhi kehidupan maupun situasi ekonomi penduduk sekitar, biasanya tidak ada alasan kuat mengerahkan orang membersihakan sungai itu. Sebaliknya, bila pencemaran itu merugikan secara estetik maupun ekonomi, misalnya, yang berkepentingan akan mengerahkan diri secara spontan. Dalam banyak kasus, pengerahan diri didorong kepentingan pribadi. Ada juga yang berinisiatif, tetapi jumlahnya tidak banyak. Sikap mementingkan diri sebenarnya normal dilakukan suatu generasi yang tidak pernah dipupuk kepekaannya terhadap lingkungan hidup di sepanjang masa mudanya, “karena empat puluh tahun lalu kita tidak mengenal kata polusi,” kata Philippe Vaquette dalam bukunya Le Guide De L’Educateur Nature. Singkatnya, sangat sulit berharap dari generasi kini untuk menyelamatkan bumi, karena mereka dibesarkan dalam konteks berbeda. Satu-satunya tumpuan harapan ialah anak-anak yang kini bermain di taman kanak-kanak, atau bayi-bayi yang belajar merangkak, bahkan janin-janin di dalam perut ibunya. Dengan terpaksa (dan tega), ke pundak-pundak kecil dan masih lemah inilah akan kita timpakan beban berat itu. Mereka mesti dibujuk untuk tidak berharap mewarisi bumi yang hijau dari generasi kita. Mudah-mudahan bila tiba saatnya, mereka kuat. Tetapi mereka harus memutus mata rantai dari masa lalu, kemudian mulai membangun masa depannya sendiri. Walaupun terlambat, waktu memulainya adalah kini, semakin ditunda, kita akan melakukan lebih banyak intervensi dibandingkan dengan tindakan perlindungan terhadap alam. Diyakini bahwa masa depan “pengobatan” lingkungan hidup ialah pendidikan. Pendidikan ekologi yang ditanamkan ke sistem berfikir generasi mendatang akan ‘15 4 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id membentuk kesadaran moral memberi suatu dimensi dan peranan penting sebagai “dokter bumi”. Pendidikan lingkungan bukanlah persoalan sederhana sehingga cukup puas bila melatih anak-anak membuang sampah pada tempatnya. Pendidikan lingkungan ialah penetrasi mental tentang paradigma baru secara holistik berbuah kesadaran lingkungan. Kesadaran ini hadir dalam pola pikir dan wujud dalam setiap gerak inderawi. “Anak-anak mesti mulai diajak ke semak-semak, sebab alam tak mendatangi kita. Karena kita bukan pusat dunia, kitalah yang semestinya berjalan menujunya,” demikian ungkap Philippe Vaquette. Akhirnya, tanpa bermaksud memperberat kurikulum pendidikan, muatan Ekologi sudah saatnya bergaung di sekolah-sekolah kita. Termaktub harapan, sikap cinta lingkungan nanti menjadi rentak hidup setiap penghuni bumi, dan generasi kita tetap diingat, bukan karena kerakusannya pada alam, tetapi karena telah menabur benih mempersiapkan manusia masa depan yang bijak. Agama & Kerusakan Lingkungan Kembali mengutip Daoed, di bumi Indonesia terdapat banyak spesies yang terancam punah, bahkan ada yang sudah punah. Jika perusakan lingkungan tidak segera dihentikan, maka mungkin ada satu spesies lagi yang punah, yaitu spesies manusia. Namun jika kita katakan bahwa kerusakan lingkungan yang nampak dipermukaan bumi akibat ulah perbuatan manusia sebagaimana firman Allah SWT. dalam (QS. Ar-Ruum [30]: 41) Berbagai kerusakan lingkungan telah terjadi di bumi kita. Dapat kita sebut diantaranya menipisnya lapisan ozon, pemanasan global (global warming), pencemaran air, pencemaran udara, hujan asam, asap karena kebakaran hutan, pengikisan pantai, menipisnya keanekaragaman hayati (biodiversity) dan sebagainya. Berbagai kerusakan itu tidak hanya menyebabkan bumi yang kita huni ini tidak terasa nyaman tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomis seperti kerusakan tambak, menurunnya produk pertanian, tercemarnya sumur penduduk, menipisnya sumber-sumber daya alam. Pada titik yang ekstrim kerusakan lingkungan itu akan menyebabkan terancamnya keberlanjutan aktivitas manusia yang pada gilirannya menyebabkan terancamnya eksistensi manusia itu sendiri. Berbagai kerusakan itu muncul akibat aktivitas manusia seperti pembangunan industry, perumahan, jalan, pelabuhan dan berbagai pembangunan fisik lainnya. Dapat dikatakan bahwa kegiatan itu pada suatu sisi menguntungkan sebagian orang (pemrakarsa kegiatan atau beberapa orang lainnya) tetapi pada sisi yang lain merugikan banyak orang terutama mereka yang terkena dampak. ‘15 5 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Lingkungan atau alam tempat kita berpijak, tempat kita mengais kehidupan di dunia sangat urgen bagi pendidikan dan pembentukan karakter anak. Mengapa hal ini terjadi? Karena pendidikan dan pembentukan karakter anak dimulai dari keluarga, sedangkan ruh dan ethos keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan kondusifitas lingkungan atau alam. Semakin baik nilai keilmuan dan lingkungan yang kondusif atau alam semakin positif pula karakter anak, dan sebaliknya, semakin kurang nilai keilmuan dan kondusifitas lingkungan atau alam, semakin negatif karakter anak yang diperoleh. Jadi, faktor keluarga dan lingkungan saling bersinergi dan saling memberikan pengaruh. Sebagai contoh, dalam dunia pendidikan misalnya, bermain di alam dapat mengembangkan potensi anak dan menumbuhkan kecerdasan naturalis (intelegensi yang dibutuhkan manusia agar memiliki rasa kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan), di mana anak lebih mudah belajar karena melihat dan mengalami secara langsung. Lebih melekat dan belajar secara efektif. Mampu memancing keingintahuan anak dan melakukan eksplorasi untuk mencari informasi melalui buku, serta membangun minat anak untuk mempelajari lebih mendalam dan menjadi ahli di bidangnya. Berbeda halnya dengan menjadikan sebuah materi hanya sebatas materi pelajaran yang langsung jadi, yang harus dihafalkan oleh anak didik. Akibatnya, anak didik seringkali menjadikan pelajaran-pelajaran tersebut sebagai momok yang membebani pemikiran mereka. Namun, yang sangat disayangkan, kerusakan fungsi alam dan melemahnya daya lingkungan akhir-akhir ini semakin parah. Sebenarnya, di negara kita ini memiliki kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan hidup yang luar biasa. Namun perilaku masyarakat yang salah dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan membuat masyarakat sengsara dan tidak sejahtera. Perilaku masyarakat yang salah telah menyebabkan luas hutan makin menyusut, kawasan tangkapan air makin berkurang, cadangan air tanah makin langka, sementara itu di musim hujan air sungai meluap menimbulkan banjir, tanah longsor dan banyak kerugian lainnya yang diderita masyarakat. Tentunya, sedikit banyak, hal ini berpengaruh terhadap pendidikan dan pembentukan karakter anak. Masalah Lingkungan Sebagai Titik Tolak Bumi merupakan kesatuan lingkungan hidup yang amat luas. Permukaannya diperkirakan seluas 510 juta hektar, tapi dengan permukaan tanah hanya 153 juta km persegi atau 15.300 juta Ha. Oleh karena itu suatu desa tempat tinggal kita hanya merupakan luasan lingkungan hidup yang amat kecil jika dibandingkan dengan bumi ‘15 6 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebagai suatu tatanan lingkungan hidup yang besar. Namun begitu, suatu perbuatan negative ataupun positif oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap lingkungan hidupnya dalam batasan luasan yang kecil sekalipun, akan membawa pengaruh kepada tatanan lingkungan hidup orang lain yang dekat maupun jauh. Cepat atau lambat secara akumulatif akan berpengaruh pula kepada bumi sebagai suatu kesatuan lingkungan hidup umat manusia serta makhluk Allah SWT. selain manusia. Rasulullah saw pada suatu ketika pernah bersabda “Janganlah kencing di bawah pohon”. Isi hadits ini sekilas seperti berlawanan dengan kaidah ilmu kesuburan tanah yakni kencing yang banyak mengandung unsure nitrogen mestinya malah menambah unsure hara tanah dan pada gilirannya akan menyuburkan pohon. Salahkah Nabi? Tentu saja jawabannya tidak! Justru sebatang pohon adalah bagian dari lingkungan hidup, tanpa air seni seseorang, pohon akan tetap rindang dan fungsi rindangnya akan menguntungkan pohon maupun burung yang hinggap dan juga orang-orang yang suatu ketika ingin berteduh dan berbaring di bawahnya untuk memanfaatkan kerindangannya. Totalitas fungsi dan kualitas lingkungan hidup itulah yang diajarkan nabi supaya terpelihara dan setiap waktu dapat dipetikan dari setiap unsure lingkungan manusia. Suatu ketika Nabi Muhammad saw bersabda bahwa ukuran bersihnya air akan tampak dari tiga dimensi, yaitu bersih, bau, rupa dan rasa. Kurang ilmiahkah pernyataan nabi itu? Menakjubkan sekali, ternyata pernyataan itu amat tinggi bobot ilmiahnya. Air pasti berbau kurang sedap ketika air itu mengandung bahan organic yang mengalami pembusukan dan proses pembusukan itu terukur secara ilmiah dengan kadar bio-chemical oxygen demand (BOD) tinggi. Air pun kiranya tidak akan jernih dan akan berwarna tanah kecoklatan karena erosai tanah atau terlalu hijau karena penuh ganggang, sehingga tidak tembus sinar matahari dan tidak mampu menyerap dan memantulkan warna biru langit. Air demikian jelas telah tercemar oleh berbagai bahan yang tercecer atau tererosi atau tersuspensi. Ciri ini bisa terukur tingkat keparahannya dari ukuran kadar TTS yang tinggi mengidentifikasikan perlunya penjernihan jika air akan digunakan untuk minuman yang sehat. Demikian pula rasa yang sepat dan asam, pasti kurang menguntungkan bagi kahidupan ikan atau udang. Air seperti itu kadar oksigennya rendah dan ukuran PH-nya rendah, sekitar angka 3,5 untuk kasus keasaman dan sekitar 8-9 untuk kesadahan. Ummat juga mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw menyenangi warna hijau, karena menurutnya warna itu menyegarkan mata dan dapat memperkuat pandangan. Ternyata pandangan nabi demikian adalah pandangan manusia modern disemua penjuru dunia, yang sekarang ini sangat khawatir akan kehilangan hutan dan semak belukar karena cenderung terkuras menjadi padang sahara yang panas. Bahkan kehawatiran bukan hanya ‘15 7 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sekedar itu, melainlkan sejalan dengan apa yang diterangkan dalam surah Yasin ayat 80 yang menggambarkan bahwa setiap kekayuan yang hijau sesungguhnya adalah sumber energy atau bahan bakar yang menghasilkan tenaga dan karenanya jangan sampai sarana kehidupan rusak percuma (ayat terjemah). Kitapun sudah semakin mengerti bahwa hanya makhluk hidup yang hijau yang mampu menyerap sinar matahari tak pernah habis. Dan untuk diubahnya energy sinar menjadi bentuk energy lain berupa pangan-papan, sandang. Jika nabi mengajarkan kepada umat manusia untuk menyenangi warna hijau, sesungguhnya pesan nabi itu mengisyaratkan perlunya kelestarian lingkungan hidup yang hijau bagi manusia di permukaan bumi. Al-Quran juga berbicara tentang air, udara dan tanah yang dikenal sebagai media lingkungan. Al-Quran berulang kali mengingatkan betapa pentingnya peran air sebagai penunjang kehidupan di muka bumi. Antara lain dalam surat Az-zumar ayat 21. Tuhan menyuruh manusia memperhatikan siklus hidrologi supaya bisa mengerti dan mampu mengelola tata air sesuai dengan sunnatullah sehingga mendatangkan manfaat sebanyak-banyaknya bagi manusia dan unsure alam semesta lainnya. Sementara itu kita juga diingatkan bahwa tanah adalah bahan asal kejadian manusia QS al-haj ayat 5, dan tanah adalah media alam yang menampung berbagai zat dan bahan kebutuhan manusia. Oleh karena itu harus dilestarikan, tidak boleh diobrak-abrik berlebihan, sebagaimana diindikasikan oleh petunjuk tuhan dalam QS, Ar-Ruum 9. Dalam hal udara, al-Qur’an melukiskannya berulang-ulang sebagai pembawa kabar gembira, tapi juga udara sebagai angin bisa mengandung azab yang pedih, tergantung bagaimana sikap manusia dalam memenuhi petunjuk Allah. QS. Al-Ahqaf ayat 24. Bila mana udara merupakan pembawa kabar gembira akan turun hujan yang yang jernih QS. AlFurqan 48, tapi yang jelas udara adalah kebutuhan vital manusia, karena tanpa udara yang bersih dalam 3 menit atau lebih akan membuat makhluk hidup mati. Oleh sebab itu hanya orang yang lemah iman atau bahkan tak beriman yang mengabaikan petunjuk dan ketentuan Tuhan dan karena kesesatannya itu maka dia tidak dapat menjangkau kebaikan dunia dan kenikmatan akhirat. Bagaimana solusinya? Di antara solusinya adalah memperbaiki kualitas keluarga, karena keluarga dipandang berperan besar untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap alam, lingkungan dan satwa liar terhadap anak. Ketika keluarga sebagai agent of value mampu menanamkan nilai tersebut maka anak juga dapat bersikap lebih menghargai terhadap alam dan satwa liar. ‘15 8 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kualitas keluarga bisa ditingkatkan dengan mengikrarkan bahwa rujukan utama dalam membina rumah tangga adalah Islam, maka di antara perwujudannya adalah meyakini bahwa Islam adalah bak mata air yang jernih, sumber belajar akidah, akhlak, adab bermuamalah, dan sumber petunjuk dalam segala hal sebagaimana yang telah Allah tegaskan dalam firman-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Al An’am: 162-163) Menjadikan Islam sebagai rujukan utama dalam membina keluarga, berarti juga merealisasikan seluruh ajaran-ajaran Islam, di antaranya Islam sangat menganjurkan kaumnya untuk melestarikan alam atau lingkungan. Di antara bukti-bukti bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga alam sekitar dan lingkungan alam yang kondusif adalah firman Allah, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (A’raf: 56) Asy Syaukani – rohimahulloh – menjelaskan makna ayat tersebut, “Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi ini (baca lingkungan) dengan bentuk kerusakan apapun, besar ataupun kecil. Di antara contoh kerusakan adalah membunuh, merusak atau menghancurkan rumah-rumah tempat tinggal, menebangi pohon, merusak saluran air, dan di antara bentuk kerusakan di bumi adalah terjatuhnya seseorang dalam kekufuran dan kemaksiatan” (Fathul Qadir, 1/47) Bahkan, saat kaum muslimin menaklukkan suatu negeri, mereka di larang untuk menghancurkan rumah-rumah penduduk atau merusak pepohonan yang ada kecuali untuk maslahat tertentu. Al Auza’i berkata, “Abu Bakar melarang pasukan kaum muslimin untuk menghancurkan rumah-rumah penduduk suatu negeri atau menebang pepohonan yang ada.” (Tuhfadzul Ahwadzi 5/133). Bukti yang lain adalah para ulama menyebutkan dalam buku-buku fikih, terlebih khusus di dalam bab berburu, disebutkan bahwa menjadikan burung hanya sebagai sasaran untuk berlatih ketepatan membidik, hal itu dilarang. (Subulus Salam). Beberapa hal di atas, cukup menjadi bukti bahwa Islam sangatlah menganjurkan kaumnya untuk melestarikan alam atau lingkungan. Merusak lingkungan atau alam berarti telah melanggar perintah Allah, sedangkan pelanggaran pasti berakibat buruk kepada pelakunya, baik langsung maupun tidak langsung. ‘15 9 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bagaimana melestarikan lingkungan? Untuk melestarikan lingkungan ada lima prinsip yang harus dilakukan dan ditanamkan kepada anak-anak kita, yaitu: Pertama: Reduce (mengurangi), yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan sampah, hindari penggunaan sumpit bambu, penggunaan kotak makanan Styrofoam dan barang sekali pakai lainnya. Kedua: Reuse (memanfaatkan kembali), yaitu menggunakan kembali barang-barang yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya. Ketiga: recycle (daur ulang), yaitu mengolah kembali sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Keempat: rethink (menimbang ulang), yaitu menimbang kembali barang-barang yang akan dibeli apakah memang merupakan kebutuhan atau keinginan? Kelima: repair (memperbaiki), yaitu memperbaiki barang-barang yang rusak agar bisa digunakan lagi. _____ o0o _____ ‘15 10 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 1. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Lingkungan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995) 2. Muhammad Surjani dkk, Lingkungan: Sumberdaya Aalam dan Kependudukan dalam Pembangunan, (Jakarta: UI-Press, 1987) 3. Nurcholish Madjid, Fatsoen, (Jakarta: Republika 2002) 4. M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, Al-Quran dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006) 5. Sayyed Hossein Nasr, The Heart Of Islam: Pesan-Pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, (Bandung: Mizan, 2003) ‘15 11 MK. Pendidikan Agama Islam Ahmad Rifai, S.Ag, MA. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id