ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CYTOMEGALOVIRUS (CMV) Oleh : Dea Nanda Arshani M., S. Kep. Perawat Pelaksana Lantai 2A Rumah Sakit Ibu dan Anak Limijati 1.1 LATAR BELAKANG Amerika Serikat : seroprevalensi CMV mencapai 50% sehingga wanita hamil dengan usia produktif memiliki resiko terjadinya infeksi primer CMV. Angka seroprevalensi tersebut mencapai 40-80% di negara maju dan 90-100% di negara berkembang. Asia-Afrika prevalensi 30-97%, di Amerika dan Eropa prevalensi infeksi laten pada populasi umum 40-70%, sedangkan di Indonesia 87-90% (RSCM 2011-2014). CMV sering menyebabkan infeksi intra-uterin dengan insidensi mencapai 0,032,0% dari semua bayi lahir hidup atau 7 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 12,7% bayi yang terinfeksi memperlihatkan gejala saat lahir dan sebanyak 13,5% bayi yang tidak memperlihatkan gejala berkembang menjadi sekuele termasuk di dalamnya gangguan pendengaran sensorineural saat anak-anak. 5 Infeksi CMV pada umumnya didapat dalam tahun pertama kehidupan pada negara dengan pendapatan ekonomi rendah, sedangkan di negara maju, infeksi ini muncul pada akhir masa anak-anak CMV penyebab infeksi kongenital terbesar ke-2 setelah rubella dan menimbulkan anomali berat pada 3000-6000 bayi setiap tahunnya. Tingginya infeksi kongenital menyebabkan CMV menjadi masalah kesehatan yang penting karena akan menjadi beban dalam keluarga dan masyarakat. Deteksi dini dengan laboratorium dan pengobatan CMV sangat mahal sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan 1.2 PEMBAHASAN • 1.2.1 Definisi Sitomegalovirus adalah salah satu virus patogen terpenting pada resipien transplan organ. Infeksi CMV dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik. Definisi infeksi CMV adalah bukti adanya replikasi CMV, tanpa gejala, sedangkan penyakit CMV adalah infeksi CMV disertai gejala (misalnya sindrom virus berupa demam, malaise, leuko/trombositopenia, penyakit invasif jaringan). Infeksi CMV dapat berupa infeksi primer, reaktivasi dan superinfeksi. CMV termasuk kelompok famili herpesviridae yang tersebar di seluruh dunia namun replikasinya berkembang dengan lambat. Disebut cytomegalovirus karena replikasinya 2 kali lebih besar dari sel normalnya. • 1.2.2 Etiologi dan Cara Penularan CMV adalah hervesvirus terbesar dengan diameter 200nm. CMV menginfeksi dengan cara terikat pada reseptor permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel masuk ke dalam vakuole di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas dan nucleocapsid cepat menuju nukleus sel inang. Cytomegalovirus yang ditransmisikan melalui kontak dengan individu yang membawa infeksi CMV. Penyebab utama transmisi ibu hamil atau wanita usia produktif adalah dari anak kecil usia pra sekolah yang bermain dekat dengan wanita tersebut, tetapi dapat juga berasal dari pasangan atau kontak seksual. Transmisi dapat berasal dari semua cairan tubuh seperti urine, cairan semen, ludah, air mata, cairan serebrospinal, ASI, trnsfusi darah, atau transplantasi organ. Transmisi CMV juga dapat terjadi secara fetomaternal selama hamil, saat persalinan, dan paparan pasca natal. 1.2.3 Patofisiologi Secara alamiah infeksi CMV pada manusia sangat kompleks, infeksi bisa primer atau rekuren. Infeksi primer berarti infeksi untuk pertama kali dengan CMV, sedangkan infeksi rekuren dapat merupakan reaktivasi dari infeksi laten atau reinfeksi oleh strain CMV yang baru. Pada infeksi primer angka likelihood infeksi fetal dan risiko kerusakan lebih tinggi dibanding infeksi rekuren. Lebih lagi infeksi CMV dapat bersifat laten dan nonproduktif, produktif namun asimtomatik, produktif dan simtomatik. • 1.2.5. Manifestasi Klinik Kebanyakan infeksi CMV asimtomatik, tetapi CMV dapat menyebabkan penyakit yang serius, bahkan mengancam jiwa dan cacat permanen pada fetus dan bayi baru lahir, serta pejamu imunokompromais. CMV kongenital simtomatik ini akan menderita sekuele jangka panjang yang menetap yaitu : serebral palsi, perkembangan psikomotor terlambat, retardasi mental, expressive language delay and learning disability, epilepsi, atrofi optik, dan non-hereditary sensori-neural hearing loss (SNHL). Manifestasi klasik dari CMV kongenital seringkali disebut trias klasik, terdiri atas kuning berupa ikterus neonatorum atau hiperbilirubinemia langsung (62%), ptekie (58%), dan hepatosplenomegali (50%). Pada anak yang lebih besar ditemukan demam berkepanjangan, mialgia, splenomegali, hepatitis dengan peningkatan enzim hati, purpura, hilang pendengaran, korioretinitis, kebutaan, pneumonia, takipnea, dispnea, dan kerusakan otak. Tanda dan gejala lain disebut sindrom CMV meliputi : ditemukannya CMV dalam darah, demam pada lebih dari 2 episode yang terpisah minimal 24 jam dalam periode 1 minggu, malaise, leukopenia, limfoitosis atipik, trombositopenia. CMV infasif pada organ ditemukan gastroenteritis, pneumonia, meningoensefalitis, hepatitis, nefritis, retinitis, miokarditis, pankreatitis, dan mielitis. • 1.2.6 Pemeriksaan Diagnostik Serology Antigenaemia : mendeteksi viral pp65 antigen di nukleus peripheral darah neutrophils. PCR Cytology/ Histology : ditemukan owl eye’s. Culture Immunohistochemistry • 1.2.7 Penatalaksanaan Medis • 1.2.8 Komplikasi Kehilangan pendengaran yang bervariasi. IQ rendah. Gangguan penglihatan. Mikrosefali. Gangguan sensorineural. • 1.2.9 Prognosis Prognosis tergantung pada seberapa parah infeksi CMV atau penyakit yang mendasari penderita, Pemberian obat antivirus pada penderita immunocompromised akan meningkatkan prognosis (Spiritia, 2015)/ • 1.2.4 WOC CMV 1.3 ASUHAN KEPERAWATAN 1.3.1 Data Fokus Pengkajian • Anamnesa mencakup identitas klien dan identitas penanggung jawab. • Riwayat kesehatan mencakup keluhan utama prolonged fever, kelemahan, gangguan pernapasan. • Riwayat penyakit sekarang. • Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis pengobatan yang dilakukan oleh pasien, tanyakan penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu ibu, pernah dirawat/ dioperasi sebelumnya, riwayat tranfusi atau transplantasi organ. • Riwayat penyakit keluarga. • Riwayat tumbuh kembang, kelahiran, imunisasi pasien. • Faktor psikososial. Pola kebiasaan sehari-hari. Pola eliminasi ditemukan adanya perubahan eliminasi urine dan fekal diare. Pola aktivitas, latihan dan bermain. Pola istirahat tidur. Pemeriksaan diagnostik : pada pemeriksaan laboratorium ditemukannya CMV dalam darah, leukopenia, limfoitosis atipik, trombositopenia. Pada pemeriksaan sitologi ditemukan Owl eye’s. • Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum, TTV, dan pemeriksaan fisik secara head to toe. *yang khas pada pemeriksaan head to toe ditemukan : a. Sindrom CMV meliputi : demam pada lebih dari 2 episode yang terpisah minimal 24 jam dalam periode 1 minggu, malaise. CMV infasif pada organ ditemukan gastroenteritis, pneumonia, meningoensefalitis, hepatitis, nefritis, retinitis, miokarditis, pankreatitis, dan mielitis. • • • • • DATA FOKUS PENGKAJIAN b. Trias klasik pada CMV kongenital, terdiri atas kuning berupa ikterus neonatorum atau hiperbilirubinemia langsung, ptekie, dan hepatosplenomegali. c. Pada anak yang lebih besar ditemukan demam berkepanjangan, mialgia, splenomegali, hepatitis dengan peningkatan enzim hati, purpura, hilang pendengaran, korioretinitis, kebutaan, pneumonia, takipnea, dispnea, gangguan tumbuh kembang, dan kerusakan otak. 1.3.2 Diagnosa Keperawatan 1) Hipertermia b.d. proses penyakit. 2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan mukus akibat proses infeksi. 3) Kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. infeksi. 4) Diare b.d. infeksi opportunistik. 5) Kecemasan b.d. kurangnya pengetahuan. 1.3.3. Intervensi Keperawatan NO. 1. Diagnosa Keperawatan Hipertermia b.d. proses penyakit. Definisi : Berisiko terhadap kegagalan untuk memelihara suhu tubuh dalam batas normal. Batasan Karakteristik : Subjektif : Peningkatan suhu tubuh Objektif : -Peningkatan suhu tubuh, nadi, pernapasan -Dehidrasi -Kulit teraba hangat -Perubahan warna kulit menjadi kemerahan Faktor yang berhubungan : -Perubahan laju metabolisme -Dehidrasi -Proses penyakit NOC Termoregulasi : tidak mengalami gangguan. Kriteria Hasil : -Tidak memperlihatkan berkeringat, menggigil. -Mempertahankan TTV dalam batas normal. -Melaporkan suhu tubuh nyaman. -Melaporkan tanda dan gejala awal dari hipertermia. NIC Regulasi suhu Mandiri : -Kaji tanda awal hipertermia, seperti tidak berkeringat, kelemahan, mual dan muntah, sakit kepla, delirium. -Pantau dan laporkan tanda atau gejala hipertermia. -Monitor suhu sesering mungkin atau minimal tiap 2 jam. -Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila. -Lakukan tapid sponge. -Monitoring TTV. -Pertahankan intake cairan oral adekuat. -Pertahankan suhu tubuh yang stabil -Lepaskan pakaian yang berlebihan. Kolaborasi : -Berikan cairan IV. Berikan antipiretik. -Berikan pengobatan lain untuk mengatasi demam. 1.3.3. Intervensi Keperawatan NO. 2. Diagnosa Keperawatan NOC Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. Status pernapasan : peningkatan mukus akibat proses infeksi. kepatenan jalan napas. Status pernapasan : Definisi : Ketidakmampuan untuk ventilasi. membersihkan sekret atau obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan napas yang Kriteria Hasil : bersih. -Batuk efektif -Mengeluarkan sekret Batasan karakteristik : secara efektif Subjektif : -Mempunyai jalan napas Dispnea yang paten Objektif : -Pada auskultasi tidak -Suara napas tambahan ditemukan suara napas -Perubahan irama dan frekuensi pernapasan tambahan -Batuk tidak ada atau tidak efektif -Mempunyai irama dan -Sianosis frekuensi pernapasan -Seputum berlebihan dalam rentang normal Faktor yang berhubungan : lingungan, obstruksi jalan napas, fisiologis. NIC Manajemen jalan napas Mandiri : -Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan. -Monitor respirasi dan status O2. -Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. -Monitor sianosis perifer. -Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. -Lakukan fisioterapi dada jika perlu. -Berikan inhalasi. Kolaborasi : -Berikan bronkhodilator. 1.3.4 Implementasi Keperawatan • Merupakan tahap pelaksanaan setelah tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2011). • Terdiri dari implementasi keperawatan kolaboratif. keperawatan mandiri dan 1.3.5 Evaluasi Keperawatan • Merupakan penilaian akhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan dan merupakan indikator keberhasilan dalam proses keperawatan. • Terdiri dari evaluasi proses (formatif) dalam bentuk SOAP, SOAPIE, atau SOAPIER dan evaluasi hasil (sumatif). NURSING POINT • Perlu hubungan yang erat dan kontak yang berulang-ulang untuk dapat terinfeksi CMV. Dengan melihat sifat-sifat virus maka pada kondisi normal dan status imunitas yang baik maka seseorang tidak mudah terinfeksi CMV. • Perlu meningkatkan status imunitas pada individu yang rentan serta pada individu yang terjadi penurunan imunitas agar dapat terhindar dari CMV. • Lingkungan higienis akan mendukung tercapainya imunitas tubuh yang baik.