LAPORAN HASIL PENELITIAN PERSEPSI PEMBINA KECAMATAN TERHADAP KAPASITAS PERANGKAT DESA DALAM PENERAPAN UU DESA DAN KONSEKUENSI BAGI LEMBAGA DIKLAT APARATUR DISUSUN OLEH Ambar Rahadi, S.E. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2016 PERSEPSI PSI P PEMBINA KECAMATAN TERHADAP ADAP KAPASITAS PERA PERANGKAT DESA DALAM PENERAPA RAPAN UU DESA DAN KONSEKUENSI BAGI LEMBAGA GA DIKLAT APARATUR OLEH: NAMA : AMBAR RAHADI, S.E. NIP: : 19610425 198203 1 006 PANGKAT AT / G GOLONGAN : PEMBINA / IV/a JABATAN: : WIDYAISWARA MADYA BADAN ADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMERINTAH H DAERAH DA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKAR KARTA YOG YOGYAKARTA, 15 AGUSTUS 2016 PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Gunungsempu, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta Telepon (0274) 417704 Facsimile (0274) 411801 Website : http://jogjaprov.go.id Email : [email protected] Kode pos 55183 NOTA DINAS Kepada Yth : Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY Dari : Kepala Bidang Pengembangan dan Kemitraan Tanggal : 30 September 2016 Nomor : 070/3085 Sifat : Penting Lampiran : 1 bendel Hal : Hasil Penelitian Widyaiswara An. Ambar Rahadi, SE Sesuai dengan DPA Nomor : 24/DPA/2016 tanggal 31 Desember 2015 berkenaan dengan kegiatan Penelitian Kediklatan, dengan hormat kami sampaikan bahwa peneliti sebagaimana tersebut di bawah ini : Nama : AMBAR RAHADI, SE NIP : 19610425 198203 1 006 Pangkat : Pembina, IV/a Jabatan : Widyaiswara Madya Judul Penelitian : Persepsi Perangkat Pembina Desa Kecamatan Dalam Terhadap Penerapan UU Kapasitas Desa dan Konsekuensi Bagi Lembaga Diklat Aparatur telah memenuhi proses-proses pelaksanaan kegiatan penelitian yaitu : 1. Focus Group Discussion (FGD) Proposal Penelitian 2. Focus Group Discussion (FGD) Ekspose Hasil Penelitian 3. Telah melakukan revisi pada sebagian besar laporan penelitian sesuai dengan masukan narasumber pembahas dan peserta Focus Group Discussion (FGD). Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. ii ABSTRAK Dalam sistem tatanan negara kesatuan Republik Indonesia, desa, kelurahan, kampung atau sebutan lainnya merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketahanan bangsa sesungguhnya dimulai dari tumbuh kembangnya desa. Dari desa atau kelurahan, bangunan sosial dan budaya masyarakat dibangun, dirajut menjadi himpunan masyarakat yang lebih besar dan lebih kuat. Lahirnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang membawa angin segar untuk memperkuat peran desa dalam mengatur dan mungurus rumah tangganya, memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memberdayakan desa. Upaya pemberdayaan kepala desa dan perangkat desa telah dilakukan secara masif kepada seluruh desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang jumlahnya 392 desa dalam rangka menimplementasikan UU Desa tersebut. Dalam persepsi pejabat kecamatan sebagai pembina yang langsung berhadapan dengan desa selaku responden, memberikan penilaian hasil pemberdayaan tersebut sudah banyak kemajuan, walaupun belum optimal. Capaian hasil tersebut dapat dimaklumi, mengingat aturan dan kebijakan baru, di samping banyaknya SDM perangkat desa yang menjelang purna tugas dan kekosongan perangkat desa. Dalam kondisi bagaimanapun juga pembelajaran harus tetap berlangsung, sampai aparatur perangkat desa benar-benar bisa mandiri dan tumbuh kreativitasnya untuk mengelola masyarakat dan potensi yang dimiliki desanya. Kata Kunci: Undang-undang Desa, kapasitas perangkat desa, pengembangan SDM. iii KATA PENGANTAR Pertama-tama kami memanjatkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T. karena atas berkat dan rahmat-Nya akhirnya karya tulis ilmiah yang berjudul “Persepsi Pembina Kecamatan terhadap Kapasitas Perangkat Desa dalam Penerapan UU Desa dan Konsekuensi bagi Lembaga Diklat Aparatur” sebagai salah satu program kediklatan di Badan Pendidikan dan Pelatihan, Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat tersusun dengan baik dan sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan. Karya tulis ilmiah ini disusun oleh Widyaiswara sebagai bagian dari pengembangan profesi jabatan fungsional tertentu Widyaiswara dalam rangka lebih mendalami substansi bahan ajar dalam proses kediklatan serta untuk mengembangkan spesialisasi yang dimiliki oleh Widyaiswara agar lebih profesional. Karya tulis ilmiah ini memuat hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widyaiswara sebagai bagian dari upaya menumbuhkan tradisi penelitian ilmiah yang berbasis keilmuan di kalangan Widyaiswara. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan publik yang berkaitan dengan program peningkatan kapasitas aparatur desa, terutama yang menjadi kewenangan dan tugas lembaga diklat aparatur. Ucapan terima kasih kami berikan kepada. 1. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan jajaran pejabat di bawahnya, yang telah mendukung penuh atas pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan ini. 2. Narasumber, atas masukan, transfer ilmu, dan berbagi pengalaman dalam penyelenggaraan sistem tata pemerintahan yang baik di Pemda DIY. 3. Penulis Karya Tulis Ilmiah, yang telah menyusun karya tulis ini sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 4. Berbagai pihak yang belum kami sebutkan di sini, atas segala bantuannya baik moral maupun materiil. iv Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran sangat kami perlukan untuk menambah kesempurnaan hasil penelitian ini. Yogyakarta, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Istimewa Yogyakarta MOEDJI RAHARDJO, S.H.,M.Hum. NIP. 19600506 198903 1 009 v 2016 PRAKATA Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang terkait dengan implementasi UU Desa ini. Kami sadar bahwa kami dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini berkat masukan, arahan dan saran dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY yang telah memfasilitasi penelitian ini. 2. Bapak Drs. Mashuri Maschab, S.U., sebagai pembahas utama, yang telah banyak memberikan masukan penelitian dan penulisan ini. 3. Bapak/ibu peserta Focus Group Discussion yang terlibat dalam membahas proposal dan hasil penelitian ini. 4. Segenap keluarga dan sahabat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah memberikan masukan, saran dan dukungannya Semoga amal kebajikan yang telah dikontribusikan dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini, mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin Yaa Rabbal ‘alamin. Kami juga menyadari bahwa dalam laporan hasil penelitian ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu masukan dan saran sangat kami harapkan, untuk perbaikan laporan hasil penelitian ini. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Yogyakarta, 30 September 2016 Penulis vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i NOTA DINAS ................................................................................................ ii ABSTRAK...................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv PRAKATA ..................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5 E. Sistematika Penulisan ........................................................................... 5 BAB II. LANDASAN TEORITIS ..................................................................... 7 A. Pengertian ............................................................................................. 7 B. Kewenangan Desa ................................................................................ 8 C. Pembinaan dan Pengawasan Desa ...................................................... 17 D. Peran Kecamatan dalam Pembinaan dan Pengawasan Desa ............. 25 E. Pengembangan Kapasitas Desa ........................................................... 27 BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 35 A. Deskripsi Obyek Penelitian ................................................................... 35 B. Jenis Metode Penelitian ........................................................................ 35 C. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 36 D. Indikator Kompetensi ............................................................................. 36 E. Lokasi Penelitian ................................................................................... 38 BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 39 A. Gambaran Umum .................................................................................. 39 B. Hasil Penelitian....................................................................................... 41 BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 51 vii Halaman A. Kesimpulan ............................................................................................ 51 B. Saran ..................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 52 LAMPIRAN ................................................................................................... 53 viii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Data Peserta Pelatihan .............................................................. 42 Tabel 4.2. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Sleman Terhadap Kompetensi Perangkat Desa ..................................................... 44 Tabel 4.3. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Bantul Terhadap Kompetensi Perangkat Desa ..................................................... Tabel 4.4. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Kulon Progo Terhadap 44 45 Kompetensi Perangkat Desa ..................................................... Tabel 4.5. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Gunugkidul Terhadap Kompetensi Perangkat Desa...................................................... 45 Tabel 4.6. Rata-rata Kompetensi Perangkat Desa se-DIY ......................... 46 ix DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kuesioner ................................................................................. 54 Lampiran 2 Data Kuesioner ........................................................................ 55 Lampiran 3 Catatan Hasil Wawancara ....................................................... 63 Lampiran 4 Biodata Peneliti ........................................................................ 66 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita ketahui bersama bahwa tujuan bernegara Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 ada 4 (empat) yakni; (1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya untuk mewujudkan tujuan bernegara tersebut dibentuklah pemerintah dan sistem pemerintahan. Dengan mengacu pada tujuan bernegara tersebut, maka tugas pokok pemerintahan menurut Ryas Rasyid ada 4 (empat) yakni: 1. Pelayanan; bertujuan untuk mewujudkan keadilan. 2. Pemberdayaan; bertujuan untuk mewujudkan kemandirian. 3. Pembangunan; bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan. 4. Pengayoman; bertujuan untuk mewujudkan keamanan, ketetertiban, kedamaian, keselarasan, keharmonisan dalam kehidupan. Dalam sistem tatanan negara kesatuan Republik Indonesia, desa, kelurahan, kampung atau sebutan lainnya merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak 1 tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( UU 23/2014 pasal 1 ayat 43) Ini berarti bahwa desa atau sebutan lainnya tersebut juga merupakan satuan administrasi pemerintahan yang terkecil dan tingkatan paling bawah. Karena posisinya tersebut, desa sering tidak terlihat dan tidak terdengar. Padahal kalau mau jujur sesungguhnya kontribusi desa tidaklah kecil dalam rangka menjaga tegaknya negara kesatuan republik indonesia. Dari desa atau kelurahan kebutuhan dasar manusia berupa pangan, papan (bahan bangunan) dipasok, dan kebutuhan lainnnya. Desa merupakan sumber mata air kehidupan, tetapi ironisnya kehidupan di desa selama ini bermandikan air mata, karena dibiarkan berjalan mengurus rumah tangga sendiri. Ketahanan bangsa sesungguhnya dimulai dari tumbuh kembangnya desa. Dari desa atau kelurahan, bangunan sosial dan budaya masyarakat dibangun, dirajut menjadi himpunan masyarakat yang lebih besar dan lebih kuat. Contohnya; ketahanan keluarga, ketahanan pangan, pendidikan, budaya dan sebagainya. Masih segar dalam ingatan kita kasus Gafatar, bagaimana itu bisa terjadi. Semua itu terjadi karena lemahnya daya tahan keluarga dan daya tahan desa. Desaku tidak menarik lagi, tidak peduli, tidak ada ruang untuk berkumpul, berbagi, bercanda membangun masa depan yang indah. Akhirnya, sekalipun awalnya terdeteksi kiprah dari Gafatar, namun karena masyarakat bahkan pemerintah abai, kurang peduli, maka meledaklah kasus Gafatar yang merusak kerukunan berbangsa dan bernegara. Harus disadarai bahwa Desa yang memiliki ketahanan tinggi akan dapat meningkatkan partisipasi 2 masyarakat dengan menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya sehingga akan mendukung upaya Pemerintahan Daerah dalam melaksanakan pembangunan. Kini telah lahir regulasi yang mengatur tentang desa, mulai dari UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dari UU nomor 32 tahun 2004 tersebut lahir Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. Selanjutnya seiring berjalannya waktu UU nomor 32 tahun 2004 kemudian disempurnakan dengan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya terbit lagi UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, lahirnya UU tersebut membawa angin segar untuk memperkuat peran desa dalam mengatur dan mungurus rumah tangganya, memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memberdayakan desa. Namun demikian untuk terwujudnya harapan tersebut, masyarakat perlu bersabar, karena secara riil kesiapan aparatur perangkat desa belum siap sepenuhnya untuk mengimplentasikan dengan berbagai keterbatasan. Kekurangan memang masih ada, tetapi telah nampak adanya kemajuan selama dua tahun terakhir berkat pembinaan yang intensif baik dari pusat, propinsi, kabupaten maupun kecamatan. Kondisi perangkat desa yang terjadi saat ini adalah belum semua Perangkat Desa memahami UU Desa sehingga UU Desa belum dapat diImplementasikan sepenuhnya. Kemudian, Perangkat Desa belum sepenuhnya dapat menyusun; perdes, perkades, APBDes, RPJM Des, RKPDes mengelola Keuangan, LKPJ, LPPD dan menyelenggarakan 3 pelayanan prima. Selain itu, perilaku pelayanan dipandang belum efektif dan proaktif, serta kualitas SDM masih lemah dalam menyongsong MEA. Adapun kondisi yang seharusnya atau yang diharapkan adalah seluruh Perangkat Desa paham UU Desa sehingga UU Desa dapat diimplementasikan sepenuhnya. Diharapkan pula perangkat Desa dapat menyusun; Perdes, Perkades, APB-Des, RPJM- Des, RKP-Des Mengelola Keuangan Desa, LKPJ, LPPD dan menyelenggarakan pelayanan prima. Kemudian terjadi perubahan perilaku, menjadi lebih efektif dan efisien sehingga kualitas SDM semakin Kuat untuk menyongsong Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Dengan peraturan (regulasi) dan dukungan alokasi dana, serta pemberdayaan sumberdaya perangkat desa atau kelurahan, maka diharapkan desa dapat meningkatkan peran dan tanggung jawabnya sebagai ujung tombak dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dirumuskan dan akan diteliti dalam penelitian ini adalah : Apa peran dan tanggung jawab Lembaga Diklat Aparatur dalam menyiapkan sumberdaya manusia perangkat desa atau kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan dan pemberdayaan masyarakat pada tingkat paling bawah dalam sistem 4 penyelenggaraan administrasi republik indonesia, khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengidentifikasi apakah terdapat kewajiban, tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Propinsi, khususnya Lembaga Diklat Aparatur menurut ketentuan perundangan dalam menyiapkan sumberdaya desa atau kelurahan khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran/kontribusi kepada Pemerintah Daerah DIY khususnya Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY dalam menyusun program diklat untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya manusia desa (perangkat desa) 2. Dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak terkait sesuai dengan tujuannya. E. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan disusun untuk memberikan gambaran alur pikir penulisan sehingga memudahkan dalam memahami maksud 5 pada akhirnya nampak secara garis besar isi dan pemikiran dari tulisan ini. Dalam penelitian ini mencakup beberapa bab yaitu: - Bab I Pendahuluan Memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, Manfaat penelitian , sistematika pembahasan. - Bab II Landasan Teoritis Memuat kajian pustaka yang mengurai tentang landasan hukum dan beberapa teori yang dapat mendukung serta mempermudah pembahasan terhadap permasalahan yang timbul serta pemecahan masalah yang ada. - Bab III Metode Penelitian Memuat metode penelitian yang menerangkan mengenai deskripsi obyek penelitian, Jenis Metode Penelitian, lokasi dan situs penelitian - Bab IV Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum tentang Konsekuensi terhadap berlakunya Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, terhadap Lembaga Diklat Aparatur khususnya di lingkungan Pemda DIY. - Bab V Penutup Memuat beberapa kesimpulan dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti terkait hasil penelitian yang telah dilakukan. 6 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Sebelum masuk kedalam pembahasan perlu kami sampaikan beberapa pengertian yang terkait dengan judul penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Desa seringkali dipahami dalam dua makna; Pertama dalam konteks sosiologis, desa dipahami sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dimana para anggota masyarakatnya saling mengenal satu sama lain, dengan corak yang homogen. Kedua dalam tata pemerintahan, Desa merupakan unit pemerintahan terendah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasarkan hak asal usul desa atau sering disebut otonomi desa. (Kemendagri). 2. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 UU Desa dan UU No. 23 tahun 2014) 3. Dalam setiap entitas pemerintahan, keberadaan setiap lembaga pemerintahan menjadi prasyarat pokok dalam penyelenggaraan 7 urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Dengan kata lain kehadiran lembaga pemerintahan ditujukan untuk menyelenggarakan kewenangan , tugas pokok dan funngsi masingmasing lembaga pemerintahan. 4. Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. 5. Kewenangan berdasarkan hukum publik menjadi dasar tindakan suatu badan atau lembaga untuk melakukan tindakan. Sementara dalam perspektif administrasi negara kewenangan (authority) adalah hak seorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas sertaa tanggung jawabnya dapat dilaksannakan dengan baik (Sutarto; 1985). B. Kewenangan Desa Dalam menjalankan kewenangan dari badan hukum publik hendaknya seimbang antara hak dan kewajiban. Jika menjalankan kewenangan hanya dilihat dari sisi hak hukum publik, maka akan menghadirkan sosok institusi pemerintah sebagai penguasa. Dengan demikian pemberian kewenangan kepada badan hukum publik (instasi pemerintahan) itu tidak terputus antara hak dan kewajiban dalam arti pemberian hak kepada dan pembebanan kewajiban kepada badan hukum publik tersebut. Pelaksanaan kewenangan hak dan kewajiban 8 tersebut dalam arti mempersiapkan, mengambil keputusan dan mempertanggungjawabkan akibat hukum yang timbul dari pelaksanaan kewenangan tersebut. Menurut UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 372 disebutkan : (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Daerah kabupaten/kota dapat provinsi dan Pemerintah menugaskan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada Desa. (2) Pendanaan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Pusat dibebankan kepada APBN. (3) Pendanaan ditugaskan untuk kepada melaksanakan Desa oleh Urusan Pemerintahan Pemerintah Daerah yang Provinsi dibebankan kepada APBD provinsi. (4) Pendanaan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dibebankan kepada APBD kabupaten/kota. Sementara Kewenangan Desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 18 antara lain meliputi: kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Sementara Kewenangan Desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 19 antara lain meliputi: 9 1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; 2. Kewenangan lokal berskala Desa; 3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan 4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Dari rumusan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU nomor 06 tentang Desa tersebut diatas Kewenangan desa diperoleh dari; (a) hak asal usul desa, (b) pelimpahan/penyerahan kewenangan dan (c) penugasan atau perbantuan dari pimpinan organisasi yang berada diatasnya (Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional). Dalam dimensi organisasi pelimpahan wewenang bukan penyerahan hak dari atasan kepada bawahan, melainkan penyerahan hak dari pejabat kepada pejabat. Setiap pejabat yang diserahi tugas tanggung jawab, harus dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, oleh karena itu harus diberikan kewenangan secara selayaknya. (Sutarto; 1985) Kewenangan desa, tidak hanya diperoleh dari pelimpahan, karena desa memiliki kewenangan asli berdasarkan hak asal usul desa sesuai sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat yang telah ada sebelum Indonesia merdeka. 10 Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda, desa diakui sebagaai kesatuan masyarakat hukum yang dipimpin oleh Kepala Desa (sebagai Pejabat Hukum) yang dipilih oleh masyarakat desa, untuk mengatur dan mengurus rumah tangga desanya sendiri. (Taliziduhu Ndraha; 1996). Sementara menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo; (1964) kebijakan tentang desa diatur dalam Peraturan Pemerintah (Regeeringsreglement atau RR) tahun 1854 pasal 71 mengatur dua ketentuan Pokok, yakni : a. Bahwa desa, yang dalam peraturan ini disebut inlandsche gemeenten atas pengesahan kepala daerah (Residen) berhak untuk memilih Kepala Desanya dan pemerintahan desanya sendiri. b. Kepada desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan memperhatikan peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal atau Kepala Daerah (Residen). Sistem nilai, adat istiadat yang berlaku ditengah masyarakat merupakan bangunan sosial budaya sebagai tali pengikat sekaligus sebagai standar etika atau norma yang diakui dan ditaati bersama. “Adat istiadat merupakan semua kesusilaan dan kebiasaan Indonesia di semua lapangan hidup, jadi juga semua peraturan tentang tingkah macam apapun juga, menurut mana orang Indonesia bertingkah laku”. (Taliziduhu Ndraha; 1996). Sistem nilai adat istiadat yang mengatur sikap dan tingkah laku masyarakat setempat dan menjadi faktor pengikat inilah yang menjadi hak asal usul desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. 11 Bangsa Indonesia yang besar dan majemuk dengan sistem nilai adat istiadat yang berbeda, telah terbukti mampu menyelesaikan masalahmasalah perdata dalam kehidupan masyarakat desa. Karena adanya pergeseran budaya dan pada masa lalu peran desa tereduksi sedemikian rupa, maka saat ini yang nampak dipermukaan, seolah lembaga desa hanyalah unit pemerintahan terbawah yang menjalankan tugas-tugas admistratif dalam sistem pemerintahan nasional, ketimbang penyelenggaraan urusan rumah tangga desa berdasar sistem nilai dan adat istiadat masyarakat setempat. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan peran desa diperlukan langkah nyata dengan memperkuat kelembagaan desa, kompetensi sumberdaya manusia (perangkat desa), alokasi anggaran, supervisi dan pengawasan. Dengan langkah nyata tersebut diharapkan akan menegaskan kehadiran negara dalam upaya percepatan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat desa. Secara teori “urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota merupakan pemerintahan yang azas diserahkan desentralisasi secara berjenjang pengaturannya dalam dari proses Pemerintah kepada desa” penyelenggaraan Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan selanjutnya Pemerintah Kabupaten/Kota menyerahkan sebagian kewenangan tersebut kepada Pemerintah Desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa merupakan urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan 12 pemberdayaan masyarakat. Contoh konkrit adalah pasar desa, dalam bidang pendidikan tidak sedikit sekolah negeri yang semula merupakan inisiatif desa, disamping hingga saat ini kontribusi desa dalam penyediaan lahan untuk berdirinya fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya. Penyerahan kewenangan sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 30 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa, antara lain meliputi : 1. Bidang Pertanian dan ketahanan pangan 2. Bidang pertambangan, energi dan sumberdaya mineral 3. Bidang perkebunan dan kehutanan 4. Bidang perindustrian dan perdagangan 5. Bidang koperasi dan UKM 6. Bidang penanaman modal 7. Bidang tenaga kerja dan transmigrasi 8. Bidang kesehatan 9. Bidang pendidikan dan kebudayaan 10. Bidang sosial 11. Bidang penataan ruang 12. Bidang pemukiman/perumahan 13. Bidang pekerjaan umum 14. Bidang perhubungan 15. Bidang lingkungan hidup 16. Bidang politik dalam negeri dan administrasi publik 17. Bidang otonomi desa 18. Bidang perimbangan keuangan 13 Urusan 19. Bidang tugas pembantuan 20. Bidang pariwisata 21. Bidang pertanahan 22. Bidang kependudukan dan catatan sipil 23. Bidang kesatuan bangsa, perlindungan masyarakat & pemerintahan umum 24. Bidang perencanaan 25. Bidang penerangan / informasi dan komunikasi 26. Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 27. Bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera 28. Bidang pemuda dan olah raga 29. Bidang pemberdayaan masyarakat desa 30. Bidang statistik 31. Bidang arsip dan perpustakaan. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 58 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: 1. Kepastian hukum; 2. Tertib penyelenggara negara; 3. Kepentingan umum; 4. Keterbukaan; 5. Proporsionalitas; 6. Profesionalitas; 14 7. Akuntabilitas; 8. Efisiensi; 9. Efektivitas; dan 10. Keadilan. Sedikit agak berbeda dalam rumusan Azas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa menurut UU Desa pasal 24 sebagai berikut: 1. Kepastian hukum; 2. Tertib penyelenggaraan pemerintahan; 3. Tertib kepentingan umum; 4. Keterbukaan; 5. Proporsionalitas; 6. Profesionalitas; 7. Akuntabilitas; 8. Efektivitas dan efisiensi; 9. Kearifan lokal; 10. Keberagaman; dan 11. Partisipatif. Azas umum penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut juga berlaku dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Oleh karena itu pertimbangan penyerahan kewenangan, pembantuan atau penugasan urusan pemerintahan lainnya dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota ke Pemerintah pertimbangan yang matang. Desa harus melalui kajian dan Penyerahan kewenangan sebagaimana 15 tersebut harus diawali dengan kajian dan evaluasi dengan mempertimbangkan letak geografis, kemampuan personil, kemampuan keuangan, efisiensi dan efektivitas. Untuk kelancaran pelaksanaan pengkajian tersebut Bupati/Walikota dapat membentuk Tim. Urusan pengaturannya pemerintahan Kabupaten/Kota kepada atau Desa kelurahan yang diserahkan ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota. Sementara kesiapan pemerintah desa untuk melaksanakan urusan pemerintahan kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa atas persetujuan Pimpinan Badan Perwakilan Desa (BPD). Apabila selama 2 tahun sejak urusan pemerintahan diserahkan kabupaten/kota kepada Desa tidak dapat berjalan secara efektif, maka Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menarik kembali sebagian atau seluruh urusan pemerintahan yang telah diserahkan. Penyerahan kewenangan tersebut disertai dengan pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Selain pelimpahan kewenangan, Desa dapat menerima tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam “Tugas Pembantuan”, Desa dapat menerima atau menolak jika tidak disertai dengan pembiayaan, sarana, prasarana dan sumberdaya manusia. Pertimbangan Tugas Pembantuan dalam proses penyelengggaraan pemerintahan secara nasional adalah : 1. Efisiensi ; apabila pelaksanaan tugas pemerintahan tertentu dinilai lebih efisien dilaksanakan oleh pemerintah tingkat dibawahnya, 16 dilihat dari aspek penggunaan anggaran, penggunaan tenaga dan pemanfaatan sumberdaya lainnya. 2. Effektivitas; apabila pelaksanaan tugas pemerintahan tertentu dinilai lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah tingkat dibawahnya dilihat dari esensi masalah dan spesifikasi kebutuhan masyarakat dan pola pelaksanaan dalam mengatasi masalah. 3. Resposivitas dan Akuntabilitas; apabila pelaksanaan tugas pemerintahan dinilai lebih cepat dan lebih tepat. Contoh ; Pelaksanaan program bantuan beras miskin bagi keluarga pra sejahtera. Mulai dari pendataan warga pra sejahtera sampai pendistribusian beras untuk keluarga pra sejahtera. Berkaitan dengan itu maka pelaksanaan pelimpahan urusan pemerintahan kepada Desa harus sejalan dengan Azas Umum Penyelenggaraan Negara yakni; Azas Kepentingan Umum yaitu dimana terjadi suatu permasalahan, maka wajib hukumnya bagi Pemerintah desa untuk mengatasi permasalahan kehidupan masyarakat yang terjadi di wilayah desanya, sekalipun penanganan atas permasalahan tersebut bukan kewenangan Pemerintah Desa. C. Pembinaan dan Pengawasan Desa Desa sebagai subsistem terdepan dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional berdasarkan hak asal usul dan pelimpahan kewenangan memiliki peran yang sangat strategis dan vital. Namun disadari keterbatasan sumberdaya manusia perangkat desa dan 17 minimnya pembinaan dan fasilitasi dari pemerintah membuat pemerintah desa kurang greget atau kurang mampu merespon perubahan lingkungan dan tuntutan masyarakatnya. Hal ini masih ditambah dengan batasan masa jabatan Kepala Desa atau Lurah, yang harus mulai dari nol ketika terjadi pergantian pejabat Kepala Desa atau Lurah. Pejabat baru umumnya belum punya bekal yang cukup untuk mengemban tugas sebagai Kades atau Lurah. Sebagai gambaran betapa luasnya tugas, kewenangan dan kewajiban seorang Kepala Desa sebagai berikut : Pasal 26 ayat (1) UU Desa; tugas Kepala Desa adalah : 1. Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, 2. Melaksanakan Pembangunan Desa, 3. Pembinaan kemasyarakatan Desa, dan 4. Pemberdayaan masyarakat Desa. Sementara menurut ayat (2) kewenangan Kepala Desa meliputi : 1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; 2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; 3. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; 4. Menetapkan Peraturan Desa; 5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; 6. Membina kehidupan masyarakat Desa; 7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; 8. Membina&meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; 9. Mengembangkan sumber pendapatan Desa; 18 10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; 11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; 12. Memanfaatkan teknologi tepat guna; 13. Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; 14. Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban: 1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; 3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; 4. Menaati dan menegakkan peraturan perundangundangan; 5. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; 6. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; 19 7. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; 8. Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; 9. Mengelola Keuangan dan Aset Desa; 10. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; 11. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; 12. Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa; 13. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; 14. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; 15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan 16. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa. Selanjutnya Pasal 27 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib: 1. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota; 2. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota; 3. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; 20 4. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. Idealnya untuk menjalankan kewenangan, tugas dan kewajiban yang begitu luas tersebut seharusnya Kepala Desa didukung dengan sumberdaya perangkat desa memiliki pengetahuan dan bekal keterampilan tehnis yang memadai, sehingga Pemerintah Desa mampu untuk membangun sistem dan manajemen pelayanan publik. Dengan sistem dan manajemen pelayanan yang baik, kualitas pelayanan dan pemberdayaan masyarakat akan semakin meningkat efektifitasnya. Pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa merupakan tanggungjawab Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/kota, sebagaimana tertuang dalam pasal 112 s/d 115 UU 06/2014. Secara khusus tugas Pemerintah Daerah Propinsi meliputi; 1. Melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur Desa; 2. Melakukan pembinaan Kabupaten/Kota dalam rangka pemberian alokasi dana Desa; 3. Melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Kepala Desa dan perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan; 4. Melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Desa; 21 5. Melakukan pembinaan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; 6. Melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 7. Melakukan inventarisasi kewenangan Provinsi yang dilaksanakan oleh Desa; 8. Melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Desa; 9. Melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penataan wilayah Desa; 10. Membantu Pemerintah dalam rangka penentuan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Desa; dan 11. Membina dan mengawasi penetapan pengaturan BUM Desa Kabupaten/Kota dan lembaga kerja sama antar Desa. Secara khusus peran yang dapat dimainkan Lembaga Diklat Apratur dengan berlakunya UU Desa adalah tugas nomor 3, 4 dan 6 yaitu: 1. Melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Kepala Desa dan perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan; 2. Melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Desa; 22 3. Melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Dengan bekal pengetahuan dan kemampuan tehnis yang memadai diharapkan Desa dapat meningkatkan peran dan tanggungjawabnya dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Peran Lembaga Diklat Aparatur tersebut sebagai konsekuensi atas berlakunya UU Nomor 6/2014 tentang Desa, dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa seiring dengan meningkatnya derajat kehidupan masyarakat, maka tuntutan akan pelayanan yang berkualitas semakin meningkat. Oleh karena itu Pemerintah harus dapat memberikan pelayanan yang baik, khususnya Pelayanan Dasar yakni; pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Untuk mewujudkan pelayanan yang baik, maka pemerintah harus menetapkan Standar Pelayanan Minimal yakni; ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. 23 Ketentuan tersebut diatas mengikat setiap lembaga atau instansi pemerintah termasuk Desa atau kelurahan, untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sebagai stake holder. Oleh karena itu desa harus dibangun, diperkuat kompetensi, sarana dan prasarananya sehingga dapat berperan secara optimal. Jika merujuk UU tentang Pemerintahan Daerah maupun UU tentang Desa, keduanya mengamanatkan pemberdayaan peran dan tanggung jawab kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinnsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah pusat berkewajiban mengalokasian Dana Desa untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai Desa. Sementara menurut Pasal 230 UU 23/2014 ayat (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran dalam APBD kabupaten/kota untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan. Selanjutnya Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik. Manajemen pelayanan publik dimaksud meliputi: a. Pelaksanaan pelayanan; b. Pengelolaan pengaduan masyarakat; c. Pengelolaan informasi; d. Pengawasan internal; 24 e. Penyuluhan kepada masyarakat; f. Pelayanan konsultasi; dan g. Pelayanan publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Begitu luasnya peran yang dapat dimainkan desa atau kelurahan, maka suatu keniscayaan jika sumberdaya perangkat desa atau kelurahan tidak ditingkatkan kompetensinya melalui pembinaan yang berkesinambungan. D. Peran Kecamatan dalam Pembinaan dan Pengawasan Desa. Merujuk pada UU Desa Pasal 49 ayat 2 Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. Selanjutnya dalam Pasal 53 ayat 3 Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. Merujuk pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, maka dapat dijelaskan bahwa tugas Camat dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan pemerintahan desa, meliputi: a. Melakukan pembinaan dan pengawasan tertib pemerintahan desa dan/atau kelurahan; Dalam administrasi pemerintahan, seperti dalam administrasi rangka tertib proses pembuatan peraturan desa, peraturan kepala desa, maupun keputusan kepala 25 desa, sehingga produk hukum dimaksud tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan; c. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja kepala desa, meskipun secara de jure kepala desa bukan merupakan bawahan dari Camat karena kepala desa dipilih secara langsung oleh masyarakat. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau kelurahan. e. Melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan. f. Melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada Bupati/Walikota. Berdasar aturan tersebut diatas, terlihat betapa besarnya peran camat / kecamatan dalam pembinaan dan pengawasan desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa secara utuh, maka tidaklah keliru jika dalam penelitian ini, kami memotret kapasitas perangkat desa dalam mengimplementasikan UU Desa melalui pejabat kecamatan; seperti Camat, Sekretaris Camat atau Kasi Pemerintahan. Menurut hemat kami cara ini lebih obyektif dan cakupannya lebih luas, mengingat kecamatan; sedikitnya mengampu 2 kelurahan atau desa sebagai binaannya. 26 E. Pengembangan Kapasitas Desa Pengembangan kapasitas tentunya merupakan proses peningkatan terus menerus (berkelanjutan) dari individu, organisasi atau institusi, tidak hanya terjadi satu kali. menurut Soeprapto (2006:11) (Milen,2004,h.16). Sedangkan pengertian Pengembangan Kapasitas, yaitu: 1. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses. 2. Pengembangan kapasitas adalah proses pembelajaran multi- tingkatan meliputi individu, grup, organisasi, dan sistem. 3. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap. 4. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning dimana pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses-proses pembelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus menerus beradaptasi atas perubahan. Dengan demikian secara umum konsep capacity building dapat dimaknai sebagai proses membangun kapasitas individu, kelompok atau organisasi secara terus menerus. Capacity building dapat juga diartikan sebagai upaya memperkuat kapasitas individu, kelompok atau organisasi yang dicerminkan melalui pengembangan kemampuan, ketrampilan, potensi dan bakat serta penguasaan kompetensi-kompetensi sehingga individu, kelompok atau organisasi dapat bertahan dan mampu mengatasi tantangan perubahan yang terjadi secara cepat dan tak terduga. 27 Tujuan Pengembangan Kapasitas Perangkat Desa adalah 1. Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien. 2. Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai. 3. Agar pegawai lebih cepat berkembang. 4. Menstabilisasi pegawai. Pada masa lalu, jika para pejabat bawahan dikumpulkan dan ditanya bagaimana kondisi wilayah, mereka akan menjawab secara standar dan seragam: “aman dan terkendali”. Jawaban klise, bentuk kepatuhan semu. Hasil pembinaan masa lalu itu memang sangat efektif menciptakan kepatuhan, konservatisme, kemampuan semu, ketergantungan (budaya minta petunjuk dan pengarahan), tumpulnya prakarsa dan tanggungjawab lokal. Meskipun zaman sudah berubah, perilaku seperti diatas hingga saat ini masih terasa. Oleh karena itu sudah saatnya perilaku aparatur mulai dari pusat sampai tingkat desa untuk berubah, sejalan dengan tuntutan zaman. Sejatinya dengan terbitnya UU tentang Pemerintahan Daerah dan UU tentang Desa beserta peraturan pemerintah yang terkait, dimaksudkan untuk memberikan kewenangaan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri, mengembangkan potensi yang dimiliki untuk kemaslahatan dan kesejahteraan warganya. Kewenangan tersebut tidak mungkin dapat diwujudkan jika pemerintah diatasnya tidak ikhlas dan selalu mengatakan bahwa Desa ”TIDAK SIAP”, sementara Aparatur Perangkat Desa tidak disiapkan dan dikembangkan kapasitasnya untuk memikul peran dan tanggung jawab atas warganya. 28 Momentum reformasi dan terbitnya kedua UU tersebut diatas, tak pelak mendorong pemerintah untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada desa, termasuk dalam pengelolaan anggaran. Jika pada masa lalu desa sangat sedikit mendapatkan alokasi anggaran dari pusat, propinsi atau kabupaten, maka sejak reformasi bergulir sedikit demi sedikit desa mendapatkan alokasi anggaran untuk penyelenggaraan pemerintah, honorarium dan pembangunan sarana prasarana. Pada masa lalu desa hanya mengelola APBDes puluhan juta dan paling tinggi tidak sampai Rp. 500 juta, tapi kini desa mengelola dana minimal Rp. 1,2 M – Rp 4 M, tergantung jumlah dusun dan warga yang menjadi penduduknya. Oleh karena itu, apartur pemerintah desa dituntut untuk menyiapkan diri mengembangkan kapasitasnya, agar kewenangan yang besar dan dana yang telah dialokasikan oleh pemerintah tersebut dapat memberikan kemanfaatan dan kesejahteraan bagi warga khususnya dan bangsa pada umumnya. Dalam upaya peningkatan kapasitas dan peran desa tersebut ada satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu peran desa dalam menjalankan kewenangan asli sesuai dengan hak asal usul. Menjalankan kewenangan sesuai hak asal usul merupakan esensi dari peran desa yang sesungguhnya disamping menjalankan kewenangan yang merupakan pelimpahan, penugasan dan pembantuan. Apabila sebuah desa mampu menjalankan perannya secara utuh maka diyakini akan dapat meningkatkan ketahanan masyarakat yang pada gilirannya juga akan berdampak pada ketahanan daerah dan ketahanan bangsa Indonesia. 29 Pengembangan kapasitas aparatur perangkat desa diarahkan dalam kerangka kebijakan pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan reformasi birokrasi, merupakan pilihan yang tepat dan rasional. Langkah strategis untuk mewujudkan good governance dan reformasi birokrasi adalah melalui peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat sampai di tingkat desa. Dalam upaya peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah desa, dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas aparatur pemerintahan desa dalam pelayanan publik seperti pelayanan kebutuhan dasar masyarakat, keamanan dan kemampuan di dalam menghadapi bencana, kemampuan penyiapan rencana strategis pengembangan ekonomi desa, kemampuan pengelolaan keuangan desa, dan pengelolaan kelestarian lingkungan hidup. Pada tahap awal mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi, pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten bahkan aparatur kecamatan berperan sangat aktif dalam mendorong dan memfasilitasi aparatur pemerintah desa melalui pelatihan, sosialisasi, bimtek dan lain-lain. Pada tahap selanjutnya diharapkan muncul kemandirian dan kreativitasnya aparatur perangkat desa untuk mengembangkan diri melalui proses menggali, mengkaji berbagai persoalan yang dihadapi masyarakatnya. Kita mesti belajar dan sadar bahwa otonomi daerah bukan semata persoalan manajemen, melainkan persoalan interaksi politik dan keadilan. Prinsip pemerataan dan keadilan, dalam kerangka otonomi daerah 30 mencakup aspek ; pembagian kekuasaan dan kewenangan (sharing of power), distribusi pendapatan (distribution of income) dan pemberdayaan (empowerment). Ketika kita berbicara tentang pemberdayaan, yang dimaksudkan untuk membawa negara lebih dekat ke masyarakat desa, maka penguatan kapasitas (capacity building) desa merupakan persoalan krusial yang harus dikaji dan dikembangkan secara konkret. Kapasitas desa, terutama pemerintah desa, bukan sekadar kesanggupan dan kelancaran pemerintah desa menjalankan tugas pokok dan fungsinya atau mengikuti prosedur administrasi yang sudah baku. Kapasitas dalam konteks ini adalah penguasaan pengetahuan dan informasi maupun keterampilan menerapkan instrumen kebijakan dan program untuk menjalankan fungsi-fungsinya secara efektif dan efisien. Yang lebih penting lagi, kapasitas merupakan prakarsa untuk melakukan inovasi atau pembaharuan terhadap pengelolaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan agar desa berkembang lebih dinamis dan maju mencapai visi-misi yang digariskan. Tentu saja banyak daftar panjang kapasitas yang harus dimiliki oleh desa. Tetapi, paling tidak, secara teoretis ada beberapa bentuk kemampuan (kapasitas) yang perlu dikembangkan, yakni : - Pertama, kapasitas dalam membuat regulasi (mengatur). Tidak sedikit desa yang belum memiliki kemampuan memadai dalam membuat Peraturan Desa (Perdes) dan Peraturan Kepala Desa (Perkades) untuk pemerintah desa, mengatur kehidupan desa beserta isinya (wilayah, kekayaan, dan penduduk) berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. 31 Pengaturan bukan semata-mata bertujuan untuk mengambil sesuatu (melakukan pungutan), tetapi begitu banyak pengaturan yang berorientasi pada pembatasan kesewenang-wenangan, perlindungan, pelestarian, pembagian sumberdaya (jabatan desa, kekayaan desa, pelayanan publik), pengembangan potensi desa, penyelesaian sengketa, dan seterusnya. Berbagai macam peraturan desa pada prinsipnya dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keseimbangan, keadilan, keberlanjutan dan lain-lain. - Kedua, kapasitas ekstraksi. Kapasitas ekstraksi adalah kemampuan mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan aset-aset desa untuk menopang kebutuhan (kepentingan) pemerintah dan warga masyarakat desa. Paling tidak, ada enam aset yang dimiliki desa: a) Aset fisik (kantor desa, balai dusun, jalan desa, sarana irigasi, dll); b) Aset alam (tanah, sawah, hutan, perkebunan, ladang, kolam, dll); c) Aset manusia (penduduk, SDM); d) Aset sosial (kerukunan warga, lembaga-lembaga sosial, gotongroyong, lumbung desa, arisan, dll); e) Aset keuangan (tanah kas desa, bantuan dari kabupaten, KUD, BUMDes. f) Aset politik (lembaga-lembaga desa, kepemimpinan, forum warga, BPD, rencana strategis desa, peraturan desa, dll). 32 Termasuk dalam kapasitas ekstraksi adalah kemampuan pemimpin, terutama kepala desa, melakukan konsolidasi (merapatkan barisan) terhadap berbagai aktor, baik BPD, lembaga desa, tokoh masyarakat dan warga masyarakat. Kalau Lurah Desa dan BPD masih saja ribut, maka tidak bakal membawa pemerintahan dan pembangunan secara efektif, apalagi membawa visi-misi besar desa. Karena itu berbagai unsur desa itu harus membangun kesepahaman, keterbukaan, kemitraan, kebersamaan, saling mengisi untuk mengawal visi-misi desa jangka panjang. - Ketiga, kapasitas distributif. Kapasitas distributif adalah kemampuan pemerintah desa mengalokasikan sumberdaya desa secara seimbang dan merata sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Kemampuan ini akan tercermin dalam merancang APBDes, dimana umumnya alokasi keuangan desa digunakan untuk belanja rutin perangkat desa, sementara dana pembangunan masih sangat minim. Sudah minim, itu pun lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan fisik, sementara alokasi untuk ekonomi produktif sangat terbatas. - Keempat, kapasitas responsif. Kemampuan untuk menangkap aspirasi atau kebutuhan warga masyarakat untuk dijadikan sebagai basis dalam perencanaan kebijakan pembangunan desa. Selama ini agenda perencanaan pembangunan desa cenderung berangkat dari kepentingan elite desa. Karena itu Forum musrenbang dusun perlu lebih dioptimalkan 33 dan aparatur perangkat desa mengasah kepekaan untuk menangkap aspirasi masyarakat. - Kelima, kapasitas jaringan dan kerjasama. Kapasitas jaringan adalah kemampuan pemerintah dan warga masyarakat desa mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam rangka mendukung kapasitas ekstraktif. Kerjasama bisa dibangun antar desa, dengan perguruan tinggi maupun LSM. Asosiasi kepala desa, asosiasi kepala dusun atau forum BPD dapat dioptimalkan perannya untuk memperluas jejaring. Sasaran dalam pengembangan kapasitas desa adalah aparatur perangkat desa dan kelembagaan desa. Aparatur perangkat desa terdiri : Lurah, Sekretaris Desa, Kepala-kepala Bagian, Kepala-kepala dusun dan segenap SDM yang terdapat kemasyarakatan lainnya. 34 didalamnya, BPD dan lembaga BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan, khususnya regulasi yang terkait dengan manajemen pemerintahan desa seperti Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undangundang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan peraturan-peraturan serta literatur yang memuat tentang pemerintahan desa. A. Deskripsi Obyek Penelitian Deskripsi obyek penelitian adalah peran lembaga diklat aparatur dalam memenuhi tugas dan tanggungjawabnya, khususnya dalam penguatan kapasitas dan kompetensi aparatur khususnya aparatur perangkat desa di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Jenis Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan penilaian kualitatif. Metode survei dilakukan dengan cara mengambil data sekunder, yang bersumber dari literatur dan regulasi terkait. Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada pejabat kecamatan yang langsung terkait dengan pembinaan desa ; Camat, Sekretaris Camat dan Kasi Pemerintahan pada 8 kecamatan ; masing-masing kabupaten Bantul, kabupaten Sleman, kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Gunungkidul. Masing-masing kabupaten diwakili oleh 2 kecamatan. Sementara untuk pemerintah kota 35 Yogyakarta tidak diambil sample, dengan pertimbangan bahwa aparatur perangkat kelurahan semuanya diisi oleh Pegawai Negeri dan secara intensif dan terstruktur telah dibina dan menjadi tanggung jawab Pejabat Pembina Kepegawaian. Adapun nara sumber sekaligus sebagai responden terdiri dari camat, sekretaris camat dan kasi pemerintahan. C. Metode Pengumpulan Data 1. Populasi ; sasaran penelitian meliputi seluruh kecamatan di kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul sebagai pembina langsung, yang mengetahui secara persis sejauhmana perangkat desa menjalankan dan mengelola pemerintahan desa sesuai amanat UU Desa. 2. Sample; masing-masing kabupaten diambil 2 kecamatan sebagai sample secara acak. 3. Metode analisis; deskriptif kualitatif terhadap permasalahan berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. 4. Variable penelitian; Lembaga diklat aparatur dan kecamatan sebagai pembina/atasan langsung dari perangkat desa dalam mengimplementasikan UU Desa. D. Indikator Kompetensi Indikator kompetensi perangkat desa dalam penyelenggaraan pemerintah desa meliputi : a. Pemahaman Esensi substansi UU Desa, khususnya yang berkaitan dengan hak asal usul untuk mengurus rumah tangga sendiri. 36 b. Kompetensi dalam menyusun Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; berkaitan dengan substansi dan legal draftingnya. c. Kompetensi dalam menyusun Perencanaan Pembangunan Desa; berkaitan dengan pelaksanaan musrengbang dusun, menggali potensi ekonomi desa, ketepatan waktu dan kualitas perencanaan. d. Kompetensi dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; berkaitan dengan ketepatan waktu, pengukuran, asumsi, keterkaitan dengan perencanaan (RPJMDes dan RKPDes). e. Kompetensi dalam mengelola Keuangan Desa; berkaitan dengan ketertiban pelaporan, kebenaran administratif, ketaatan pada aturan. f. Kompetensi dalam menyusun Laporan Pertanggung-jawaban Desa; berkaitan dengan ketepatan waktu pelaporan dan kelengkapannya. g. Kompetensi dalam mewujudkan pelayanan prima; berkaitan dengan perilaku kerja melayani masyarakat, jadwal pelayanan. Selanjutnya untuk memudahkan pengukuran, penilaian responden dinyatakan dalam bentuk skor 10 sampai 100, dimana semakin tinggi skor mengindikasikan kompetensi yang semakin tinggi. Leveling skor pemahaman dan kompetensi diklasifikasikan sebagai berikut: 0 -- 44,99 = sangat rendah 45 -- 59,99 = rendah 60 – 69,99 = cukup 70 – 79,99 = baik 80 -- 89,99 = sangat baik 90 -- 100,00 = memuaskan 37 Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif dideskripsikan untuk membuat gambaran secara obyektif, sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar variabel yang diteliti dan berkaitan dengan manajemen pemerintahan desa, sehingga diperoleh kesimpulan yang memadai. E. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dimaksudkan adalah lokasi dimana penelitian ini dilakukan yakni pada 4 kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan fokus pada pokok permasalahan dirumuskan diatas. 38 yang telah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta secara administratif, terdiri atas 4 kabupaten dan 1 kota, terbagi menjadi 78 kecamatan, 46 kelurahan dan 392 desa, dengan penyebaran jumlah desa dan kelurahan masing- masing sebagai berikut; 1. Kota Yogyakarta, terdiri atas; 14 kecamatan, terbagi menjadi 45 kelurahan. 2. Kabupaten Sleman, terdiri atas; 17 kecamatan terbagi menjadi 86 Desa. 3. Kabupaten Bantul, terdiri atas; 17 kecamatan terbagi menjadi 75 Desa. 4. Kabupaten Kulon Progo, terdiri atas; 12 Kecamatan terbagi menjadi 87 Desa dan 1 kelurahan. 5. Kabupaten Gunungkidul, terdiri atas; 18 kecamatan terbagi menjadi 144 Desa. Selanjutnya sebagaimana telah kami jelaskan pada bab I dan Bab III bahwa penelitian ini sebagai respon atas terbitnya UU Desa. Oleh karena itu subyek yang kami teliti adalah yang terkait langsung dengan UU Desa, yaitu Desa yang berada di 4 kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam pelaksanaan penelitian ini kami mengambil sample 39 untuk kami wawancarai; masing-masing kabupaten diwakili oleh 2 kecamatan sebagai berikut: 1. Kabupaten Sleman; kecamatan Pakem dengan 5 desa dan kecamatan Moyudan dengan 4 desa. 2. Kabupaten Bantul; kecamatan Sedayu dengan 4 desa dan kecamatan Plered dengan 5 desa. 3. Kabupaten Kulon Progo; kecamatan Galur dengan 7 desa dan kecamatan Kalibawang dengan 4 desa. 4. Kabupaten Gunungkidul; kecamatan Karang Mojo dengan 8 desa dan kecamatan Girisubo dengan 9 desa. Dari 8 responden tersebut jika dibandingkan jumlah kecamatan di 4 kabupaten yang berjumlah 64 kecamatan maka setara dengan 12,5 %. Sementara jika diukur dari jumlah desa yang terwakili, 8 responden merupakan representasi dari 46 desa dari 392 desa dari 4 kabupaten atau setara dengan 11,7 %. Adapun narasumber yang kami wawancarai, saat ini menjabat sebagai Camat, Sekretaris Camat dan Kasi Pemerintahan. Pertimbangan kami memilih pejabat kecamatan sebagai narasumber adalah bahwa mereka sebagai pembina beberapa kelurahan/desa yang ada di wilayah kerjanya, sehingga cakupan lebih luas. Sebagai pembina sudah barang tentu, pemahaman narasumber jauh lebih baik dari pada perangkat desa. Dengan demikian penelitan dapat memberikan gambaran yang lebih obyektif. 40 B. Hasil Penelitian Langkah nyata telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi, kabupaten bahkan kecamatan untuk mengimplementasikan UU Desa, dengan sosialisasi, Pelatihan, bimbingan teknis dan pendampingan. Dari data yang kami peroleh dari kemendagri, perangkat desa yang telah mendapatkan pelatihan sebanyak 1.176 orang dari 392 Desa, masingmasing desa 3 orang. Di kabupaten Kulon Progo terdapat 1 kelurahan, yang aparaturnya merupakan PNS, sehingga tidak diikutkan dalam program pelatihan sebagaimana desa. Sementara petugas kecamatan yang telah dilatih sebanyak 156 orang dari 78 kecamatan. Dari data tersebut, menunjukkan seluruh desa telah tersentuh pelatihan yang diselenggarakan oleh Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri. Program pelatihan dititik beratkan pada upaya memperkuat penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 yang secara substansial tidak jauh berbeda dengan semangat UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Kurikulum atau muatan materi yang disampaikan dalam pelatihan dan bimtek diarahkan untuk memperkuat kompetensi bagi Perangkat Desa dalam menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan desa, meliputi ; a. Pemahaman Esensi substansi Hak asal usul desa. b. Penyusunan Perdes dan Perkades c. Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa d. Penyusunan APBDes. 41 e. Pengelolaan laan Keuangan K Desa. f. Penyusunan unan LKPJ L dan LPPD. g. Mewujudkan dkan P Pelayanan Prima. Data peserta peser pelatihan bagi Kades maupun perangkat kat de desa yang diselenggarakan kan oleh Ditjen Bina Pemdes Kemendari selengkapnya selen dapat dilihat dalam tabel 4.1. sebagai berikut: Tabel 4.1 Data Peserta Pelatihan Data Ditjen Binapemd pemdes Kemdagri Sementara entara itu Pemda DIY melalui Biro Tata Pemerintah erintahan, juga telah menyelenggar elenggarakan Bimbingan Teknis Manajemen Peme Pemerintahan Desa bagi seluruh perangkat desa yang berjumlah 392 desa desa. Mereka 42 yang telah diberikan bimbingan teknis adalah pejabat Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kasi/Kaur Pemerintahan, Kasi/Kaur Kesra, Kasi/Kaur Pembangunan dan Kasi/Kaur Keuangan. Seiring dengan kebijakan percepatan pembangunan desa dimana alokasi dana desa jumlahnya semakin meningkat, maka Biro Tapem secara khusus, juga menyelenggarakan Bimbingan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa ; berbasis aplikasi pada Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) yang dibangun oleh BPKP bekerjasama dengan Kemendagri bagi seluruh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa dan Petugas Pengelola Administrasi Keuangan Desa. Pendampingan implementasi SISKUEDES terhadap 1 Desa Pilot Proyek di masing-masing kabupaten, sehingga jumlah seluruhnya ada 4 desa sebagai Pilot Proyek. Program Pelatihan dan Bimtek baik dari Pusat maupun Propinsi telah diberikan dan menjangkau seluruh perangkat desa. Pasca Pelatihan dan Bimtek selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten untuk melakukan pendampingan lapangan dan Kecamatan menjadi ujung tombak pembinaan dan pengawasan. Hal ini menunjukkan betapa Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten bersungguh-sungguh dalam menyiapkan aparatur perangkat desa untuk mengimplementasikan UU Desa. Memasuki tahun ketiga berlakunya UU Desa, telah banyak kemajuan yang dicapai dalam upaya pemberdayaan desa walaupun belum maksimal. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya Silpa di Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul berkisar antara 25 s/d 30 %. 43 Sementara Sleman Silpanya relatif kecil yakni hanya berkisar 10 s/d 15 %. Dari hasil wawancara terstruktur kepada narasumber pejabat kecamatan yang menjadi responden, diperoleh informasi sebagai berikut : Tabel 4.2. Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Sleman Terhadap Kompetensi Perangkat Desa 1 Skor Kompetensi No Pemahaman atas esensi substansi UU Desa tentang hak asal usul Desa. 2 Penyusunan Perdes dan Perkades 3 Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa N.1 N.2 Rata-rata 60 65 62,5 70 80 75 60 70 65 4 Penyusunan APBDes. 70 75 72,5 5 Pengelolaan Keuangan Desa. 70 75 72,5 6 Penyusunan LPJ dan LKPD. 60 70 65 7 Mewujudkan Pelayanan Prima. 70 75 72,5 Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi Tabel 4.3. Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Bantul Terhadap Kompetensi Perangkat Desa 1 Skor Kompetensi No Pemahaman atas esensi substansi UU Desa tentang hak asal usul Desa. 2 Penyusunan Perdes dan Perkades 3 Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa 44 N.1 N.2 Rata-rata 60 65 62,5 60 75 67,5 50 60 55 No Skor Kompetensi N.1 N.2 Rata-rata 4 Penyusunan APBDes. 65 75 70 5 Pengelolaan Keuangan Desa. 60 60 60 6 Penyusunan LPJ dan LKPD. 60 60 60 7 Mewujudkan Pelayanan Prima. 55 75 65 Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi Tabel 4.4. Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Kulon Progo Terhadap Kompetensi Perangkat Desa 1 Skor Kompetensi No Pemahaman atas esensi substansi UU Desa tentang hak asal usul Desa. 2 Penyusunan Perdes dan Perkades 3 Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa N.1 N.2 Rata-rata 60 70 65 75 80 77,5 65 70 67,5 4 Penyusunan APBDes. 65 75 70 5 Pengelolaan Keuangan Desa. 70 70 70 6 Penyusunan LPJ dan LKPD. 60 70 65 7 Mewujudkan Pelayanan Prima. 50 70 60 Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi Tabel 4.5. Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Gunungkidul Terhadap Kompetensi Perangkat Desa No 1 Skor Kompetensi Pemahaman atas esensi substansi UU Desa tentang hak asal usul Desa. 45 N.1 N.2 60 70 Rata-rata 65 2 Penyusunan Perdes dan Perkades 3 Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa 70 70 70 60 70 65 4 Penyusunan APBDes. 70 70 70 5 Pengelolaan Keuangan Desa. 60 70 65 6 Penyusunan LPJ dan LKPD. 60 70 65 7 Mewujudkan Pelayanan Prima. 50 70 60 Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi Tabel 4.6. Rekapitulasi Rata-rata Kompetensi Perangkat Desa se DIY No. Pemahaman 1 Skor Kompetensi esensi Sleman Bantul K.Progo GK Rata-rata 62,5 62,5 65,0 65,0 63,75 75,0 67,5 77,5 70,0 72,50 65,0 55,0 67,5 65,0 63,13 72,5 70,0 70,0 70,0 70,63 72,5 60,0 70,0 65,0 66,88 65,0 60,0 65,0 65,0 63,75 72,5 65,0 60,0 60,0 64,38 atas substansi UU Desa tentang hak asal usul Desa. Penyusunan 2 Perdes dan Perkades Penyusunan 3 Perencanaan Pembangunan Desa 4 5 6 7 Penyusunan APBDes. Pengelolaan Keuangan Desa. Penyusunan LKPJ & LPPD. Mewujudkan 46 No. Kompetensi Skor Sleman Bantul K.Progo GK Rata-rata Jumlah Skor 485,0 440,0 475,0 460,0 465,02 Rata-Rata Skor 69,29 62,88 67,88 65,71 66,43 Pelayanan Prima. Dari data pada tabel tersebut diatas memberikan informasi bahwa kompetensi Perangkat Desa dalam persepsi Pembina Kecamatan adalah sebagai berikut : 1. Skor rata-rata berdasar indikator atas tujuh (7) kompetensi yang dikaji semua desa di DIY sebesar 66,43 dalam skala 100, dengan kategori Cukup. Skor tertinggi adalah kabupaten Sleman 69,29, disusul Kulon Progo, 67,88, Gunungkidul 65,71 dan terrendah Bantul 62,88. 2. Pemahaman terhadap esensi substansi UU Desa mengenai hak asal usul desa; untuk mengurus rumah tangga sendiri, juga belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Sebagian perangkat desa lebih kuat kecenderungannya untuk menuntut haknya dari pada memenuhi kewajibannya melayani masyarakatnya. Persepsi Responden atas pemahaman esensi substansi UU Desa dan implementasinya memberikan penilaian rata-rata 63,75; dengan kategori penilaian Cukup. 3. Menyusun Peraturan Desa (Perdes) dan Peraturan Kepala Desa (Perkades), responden memberikan jawaban yang bervariasi dan nilai rata-rata 72,5 ; dengan kategori Baik. Namun ada catatan dimana untuk desa di kabupaten Bantul dan Gunungkidul nilai rataratanya masih berada dibawah angka 70; artinya masuk dalam kategori Cukup. 47 4. Menyusun Perencanaan Pembangunan; nilai rata-rata 63,13; dengan kategori Cukup. 5. Menyusun APBDes; nilai rata-rata sebesar 70,63; dengan kategori Baik. 6. Pengelolaan Keuangan; nilai rata-rata sebesar ; 66,88, dengan kategori Cukup. Namun untuk kabupaten Sleman nilai 72,5 dan kabupaten Kulon Progo 70 masuk dalam kategori Baik. 7. Menyusun LPPD dan LKPJ; nilai rata-rata 63,75 dengan kategori Cukup. 8. Mewujudkan Pelayanan Prima; nilai rata-rata 64,38, dengan kategori Cukup. Sementara khusus untuk kabupaten Sleman nilainya 72,5 dengan kategori Baik. Informasi dari data pada tabel tersebut diatas mengindikasikan bahwa UU Desa belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh seluruh perangkat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelayanan masyarakat. Dengan kondisi seperti itu dapat dimaklumi, karena memang aturannya baru dan pengalaman baru. Hal ini juga dapat dipahami mengingat tidak sedikit perangkat yang sudah menjelang purna tugas, disamping banyaknya pejabat kepala desa yang kosong, misal untuk Bantul terdapat 23 desa dari 75 desa diantaranya masing kosong dan diampu oleh pejabat sementara. Kekosongan tersebut belum dapat diisi karena perda yang menjadi acuan dasar untuk pilkades sedang dibahas. Kekosongan kades dan peraturan daerah tersebut juga berdampak pada pengisian perangkat desa lainnya. 48 Dengan kondisi bagaimanapun pembelajaran harus tetap berlangsung sampai aparatur perangkat desa benar-benar bisa mandiri dan tumbuh kreativitasnya untuk mengelola masyarakat dan potensi yang dimiliki desanya. Hal ini sejalan dengan pendapat responden yang menginginkan pembinaan agar diteruskan sehingga bisa menjangkau seluruh aparatur perangkat desa, syukur jika mampu menjangkau SDM kelembagaan desa. Memasuki tahun ketiga berlakunya UU Desa, telah banyak kemajuan yang dicapai dalam upaya pemberdayaan desa melalui implementasi UU Desa walaupun hasilnya belum optimal. Hal ini dapat dimaklumi oleh karena merupakan kebijakan yang relatif baru, dengan keterbatasan yang ada, desa belum mampu menyerap dan mengimplementasikan UU Desa secara penuh. Beberapa desa terkadang masih terdapat keraguan-keraguan dalam melangkah dan mengambil kebijakan, sehingga perlu pembelajaran lapangan secara intensif. Pada umumnya responden menginginkan keterlibatan Badan Diklat dalam upaya pemberdayaan aparatur perangkat desa. Ketika kami sampaikan keterbatasan ruang gerak Badan Diklat sebagai lembaga diklat aparatur untuk masuk membantu mengembangkan kapasitas desa, mengingat aparatur perangkat desa adalah bukan PNS. Seorang responden bertanya, apakah pemerintahan desa itu bukan bagian dari unit pemerintahan. Semestinya jika pemerintah desa itu dianggap sebagai bagian dari unit pemerintahan maka tidak ada salahnya, turut serta terjun membina SDM apaaratur perangkat desa. 49 Ketika dikonfirmasi peran apa yang dapat dimainkan oleh Badan Diklat untuk meningkatkan kualitas aparatur perangkat desa agar tidak berbenturan dengan Instansi Tehnis. Responden menginginkan Badan Diklat dapat masuk dalam ranah yang sifatnya manajerial dan merubah mental, untuk mendorong percepatan perubahan perilaku dalam mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Pembelajaran revolusi mental diharapkan dapat merubah perilaku aparatur perangkat desa, yang pergerakannya untuk saat ini dirasakan masih relatif lamban. 50 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebgaai berikut: 1. Pengembangan kapasitas aparatur perangkat desa, sudah dilakukan oleh pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten. 2. Perangkat desa sudah dapat mengimplementasikan peraturan terkait dengan terbitnya UU Desa, walaupun masih terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dapat direalisasikan. 3. Pembinaan dan pembelajaran bagi perangkat desa harus dilanjutkan dalam rangka mengembangkan kapasitasnya dalam melayani warga masyarakat. 4. Pengembangan kapasitas tidak hanya dibatasi pada kompetensi tehnis saja, melainkan juga mencakup manajerial dan perubahaan perilaku melalui revolusi mental B. Saran Dari kesimpulan tersebut disarankan kepada Badan Diklat DIY untuk turut berpartisipasi dalam upaya mengembangkan kapasitas aparatur perangkat desa dalam aspek manajerial dan revolusi mental. 51 DAFTAR PUSTAKA Milen, Anelli, (2004) Pegangan Dasar Pengembangan Kapasitas. Diterjemahkan secara bebas. Yogyakarta : Pondok Pustaka Jogja. Sutarto Kartohadikoesoemo, Desa; Sumur, Bandung, 1964. Taliziduhu Ndraha, Dimensi-dimensi Pemeritahann Desa, Bumi Aksara Jakarta, 1996. Soeprapto Riyadi .2010. Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah Menuju Good Governance . World Bank. Jenivia Dwi Ratnasari, dkk Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Kemendagri RI ; Permendagri No. 72 tahun 2005 tentang Desa. Kemendagri; 2011 Modul Manajemen Pemerintaahan Desa bagi Kepala Desa 52 LAMPIRAN Kuesioner Penelitian Untuk Pejabat Kecamatan : “Konsekuensi UU Desa Terhadap Lembaga Diklat Aparatur” Unit Kerja Bapak/Ibu : .. Nama Jabatan .... : : Keterangan No. 1 Skore Sejauh mana sosialisasi UU Desa telah dilaksanakan di wilayah Bapak baik oleh Pemkab maupun kecamatan. 2 Menurut pengamatan Bapak/ibu apakah aparat perangkat desa sudah dapat memahami esensi Substansi UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa mengenai hak asal usulnya untuk mengurus rumah tangga sendiri. 3 Bagaimana kompetensi kepala desa / perangkat desa dalam ; a. Menyusun perdes / perkades b. Menyusun APBDes. c. Menyusun perencanaan pemangunan desa. d. Mengelola Keuangan Desa (administrasi Keuangan desa) e. Mewujudkan pelayanan prima dalam penyeleggaraan pertanggung-jawaban penyelenggaraan pemerintahan desa. f. Menyusun laporan pemerintaha desa. 4 Menurut bapak/ibu ditingkatkan lagi apakah aparat kapasitasnya perangkat dalam upaya desa, perlu mewujudkan pemerintahan desa yang lebih baik. YA / TIDAK 5 Jika YA, bentuk yang paling efektif seperti apa ? a. Pendidikan dan Pelatihan ketrampilan b. Bimbingan Teknis c. Pendampingan lapangan d. Revolusi Mental Permasalahan : Surveyor/Peneliti Ambar Rahadi. 54 Biodata Penulis Nama Penulis : Ambar Rahadi, SE, MM, Lahir di Sleman, 25 April 1961. Pendidikan formal sejak SD sampai SLTA tamat di Sleman, kemudian melanjutkan studi program Sarjana Muda jurusan Akuntansi pada AAN Palu tamat tahun 1986, kemudian melanjutkan program S-1 jurusan Akuntansi pada STIE Panca Bhakti Palu dan tamat tahun 1994, kemudian melanjutkan studi lagi pada Program Magister Manajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta dengan konsentrasi Manajemen Pemasaran, tamat 2016. Berkarir sebagai PNS sejak 1982 sebagai PNS Kanwil Departemen Koperasi Propinsi Sulawesi Tengah, sejak tahun 2000 pindah tugas di Yogyakarta, kemudian seiring otonomi daerah tahun 2002 dialih-tugaskan ke Pemda DIY. Menjabat sebagai widyaiswara / instruktur pelatihan sejak masih tugas di Departemen Koperasi tahun 1998 sampai sekarang. Berbagai program diklat telah diikuti untuk menunjang profesinya, diantaranya TOT Credits system management of cooperative (konvensional) yang diselenggarakan oleh JICA bekerjasama dengan Depkop, TOT Simpan Pinjam Bagi Hasil (Pola Syariah), TOT Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam oleh KSP/USP, yang diselenggarakan oleh Depkop, Diklat Asesor Kompetensi Jasa Keuangan yang diselenggarakan Depkop bekerjasama dengan BNSP, Diklat Standar Akuntansi Pemerintahan, TOT Pengelolaan Keuangan Daerah berbasis Akrual, Diklat Manajemen Pemerintahan Desa yang diselenggarakan oleh Kemdagri, Diklat/TOT/TOF yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara. Berpengalaman mengajar pada Diklat Prajabatan, Diklat Kepemimpinan Tingkat IV, Diklat Kepemimpinan Tingkat III, Diklat Tehnis Fungsional yang terkait dengan spesialisasinya. Disamping itu juga menjadi tenaga pengajar pada Diklat Manajemen Pemerintahan Desa, Diklat Akuntansi, Diklat Simpan Pinjam Konvensional maupun syariah yang diselenggarakan oleh Pemda DIY dan Pemkab/Pemkot lingkup DIY. 66