laporan hasil penelitian persepsi pembina

advertisement
LAPORAN HASIL PENELITIAN
PERSEPSI PEMBINA KECAMATAN TERHADAP
KAPASITAS PERANGKAT DESA DALAM
PENERAPAN UU DESA DAN KONSEKUENSI BAGI
LEMBAGA DIKLAT APARATUR
DISUSUN OLEH
Ambar Rahadi, S.E.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2016
PERSEPSI
PSI P
PEMBINA KECAMATAN TERHADAP
ADAP
KAPASITAS PERA
PERANGKAT DESA DALAM PENERAPA
RAPAN UU
DESA DAN KONSEKUENSI BAGI LEMBAGA
GA
DIKLAT APARATUR
OLEH:
NAMA
: AMBAR RAHADI, S.E.
NIP:
: 19610425 198203 1 006
PANGKAT
AT / G
GOLONGAN : PEMBINA / IV/a
JABATAN:
: WIDYAISWARA MADYA
BADAN
ADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PEMERINTAH
H DAERAH
DA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKAR
KARTA
YOG
YOGYAKARTA,
15 AGUSTUS 2016
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Gunungsempu, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta Telepon (0274) 417704
Facsimile (0274) 411801
Website : http://jogjaprov.go.id Email : [email protected] Kode pos 55183
NOTA DINAS
Kepada Yth
:
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY
Dari
:
Kepala Bidang Pengembangan dan Kemitraan
Tanggal
:
30 September 2016
Nomor
:
070/3085
Sifat
:
Penting
Lampiran
:
1 bendel
Hal
:
Hasil Penelitian Widyaiswara An. Ambar Rahadi, SE
Sesuai dengan DPA Nomor : 24/DPA/2016 tanggal 31 Desember 2015
berkenaan dengan kegiatan Penelitian Kediklatan, dengan hormat kami
sampaikan bahwa peneliti sebagaimana tersebut di bawah ini :
Nama
:
AMBAR RAHADI, SE
NIP
:
19610425 198203 1 006
Pangkat
:
Pembina, IV/a
Jabatan
:
Widyaiswara Madya
Judul Penelitian
:
Persepsi
Perangkat
Pembina
Desa
Kecamatan
Dalam
Terhadap
Penerapan
UU
Kapasitas
Desa
dan
Konsekuensi Bagi Lembaga Diklat Aparatur
telah memenuhi proses-proses pelaksanaan kegiatan penelitian yaitu :
1.
Focus Group Discussion (FGD) Proposal Penelitian
2.
Focus Group Discussion (FGD) Ekspose Hasil Penelitian
3.
Telah melakukan revisi pada sebagian besar laporan penelitian sesuai
dengan masukan narasumber pembahas dan peserta Focus Group
Discussion (FGD).
Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
ii
ABSTRAK
Dalam sistem tatanan negara kesatuan Republik Indonesia, desa, kelurahan,
kampung atau sebutan lainnya merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan
Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketahanan
bangsa sesungguhnya dimulai dari tumbuh kembangnya desa. Dari desa atau
kelurahan, bangunan sosial dan budaya masyarakat dibangun, dirajut menjadi
himpunan masyarakat yang lebih besar dan lebih kuat. Lahirnya UU nomor 6
tahun 2014 tentang membawa angin segar untuk memperkuat peran desa dalam
mengatur dan mungurus rumah tangganya, memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan memberdayakan desa.
Upaya pemberdayaan kepala desa dan perangkat desa telah dilakukan secara
masif kepada seluruh desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang jumlahnya 392
desa dalam rangka menimplementasikan UU Desa tersebut. Dalam persepsi
pejabat kecamatan sebagai pembina yang langsung berhadapan dengan desa
selaku responden, memberikan penilaian hasil pemberdayaan tersebut sudah
banyak kemajuan, walaupun belum optimal. Capaian hasil tersebut dapat
dimaklumi, mengingat aturan dan kebijakan baru, di samping banyaknya SDM
perangkat desa yang menjelang purna tugas dan kekosongan perangkat desa.
Dalam kondisi bagaimanapun juga pembelajaran harus tetap berlangsung,
sampai aparatur perangkat desa benar-benar bisa mandiri dan tumbuh
kreativitasnya untuk mengelola masyarakat dan potensi yang dimiliki desanya.
Kata Kunci: Undang-undang Desa, kapasitas perangkat desa, pengembangan
SDM.
iii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami memanjatkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T.
karena atas berkat dan rahmat-Nya akhirnya karya tulis ilmiah yang berjudul
“Persepsi Pembina Kecamatan terhadap Kapasitas Perangkat Desa dalam
Penerapan UU Desa dan Konsekuensi bagi Lembaga Diklat Aparatur” sebagai
salah satu program kediklatan di Badan Pendidikan dan Pelatihan, Pemerintah
Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat tersusun dengan baik dan sesuai
dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan.
Karya tulis ilmiah ini disusun oleh Widyaiswara sebagai bagian dari
pengembangan profesi jabatan fungsional tertentu Widyaiswara dalam rangka
lebih mendalami substansi bahan ajar dalam proses kediklatan serta untuk
mengembangkan spesialisasi yang dimiliki oleh Widyaiswara agar lebih
profesional. Karya tulis ilmiah ini memuat hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Widyaiswara sebagai bagian dari upaya menumbuhkan tradisi penelitian
ilmiah yang berbasis keilmuan di kalangan Widyaiswara. Selain itu diharapkan
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan publik yang berkaitan dengan program peningkatan
kapasitas aparatur desa, terutama yang menjadi kewenangan dan tugas
lembaga diklat aparatur.
Ucapan terima kasih kami berikan kepada.
1. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan jajaran pejabat di bawahnya,
yang telah mendukung penuh atas pelaksanaan kegiatan pendidikan dan
pelatihan ini.
2. Narasumber, atas masukan, transfer ilmu, dan berbagi pengalaman dalam
penyelenggaraan sistem tata pemerintahan yang baik di Pemda DIY.
3. Penulis Karya Tulis Ilmiah, yang telah menyusun karya tulis ini sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
4. Berbagai pihak yang belum kami sebutkan di sini, atas segala bantuannya
baik moral maupun materiil.
iv
Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran sangat kami perlukan
untuk menambah kesempurnaan hasil penelitian ini.
Yogyakarta,
Kepala
Badan Pendidikan dan Pelatihan
Daerah Istimewa Yogyakarta
MOEDJI RAHARDJO, S.H.,M.Hum.
NIP. 19600506 198903 1 009
v
2016
PRAKATA
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan
nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan hasil
penelitian yang terkait dengan implementasi UU Desa ini. Kami sadar bahwa
kami dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini berkat masukan, arahan
dan saran dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu melalui kesempatan ini, perkenankanlah kami menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1.
Bapak Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY yang telah memfasilitasi
penelitian ini.
2.
Bapak Drs. Mashuri Maschab, S.U., sebagai pembahas utama, yang telah
banyak memberikan masukan penelitian dan penulisan ini.
3.
Bapak/ibu peserta Focus Group Discussion yang terlibat dalam membahas
proposal dan hasil penelitian ini.
4.
Segenap keluarga dan sahabat yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu, yang telah memberikan masukan, saran dan dukungannya
Semoga amal kebajikan yang telah dikontribusikan dalam penyelesaian
laporan hasil penelitian ini, mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah
SWT. Amiin Yaa Rabbal ‘alamin. Kami juga menyadari bahwa dalam laporan
hasil penelitian ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu masukan dan saran
sangat kami harapkan, untuk perbaikan laporan hasil penelitian ini.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yogyakarta, 30 September 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
NOTA DINAS ................................................................................................
ii
ABSTRAK......................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
PRAKATA .....................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
x
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................
5
E. Sistematika Penulisan ...........................................................................
5
BAB II. LANDASAN TEORITIS .....................................................................
7
A. Pengertian .............................................................................................
7
B. Kewenangan Desa ................................................................................
8
C. Pembinaan dan Pengawasan Desa ......................................................
17
D. Peran Kecamatan dalam Pembinaan dan Pengawasan Desa .............
25
E. Pengembangan Kapasitas Desa ...........................................................
27
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................
35
A. Deskripsi Obyek Penelitian ...................................................................
35
B. Jenis Metode Penelitian ........................................................................
35
C. Metode Pengumpulan Data ...................................................................
36
D. Indikator Kompetensi .............................................................................
36
E. Lokasi Penelitian ...................................................................................
38
BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................
39
A. Gambaran Umum ..................................................................................
39
B. Hasil Penelitian.......................................................................................
41
BAB V. PENUTUP ........................................................................................
51
vii
Halaman
A. Kesimpulan ............................................................................................
51
B. Saran .....................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
52
LAMPIRAN ...................................................................................................
53
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Data Peserta Pelatihan ..............................................................
42
Tabel 4.2. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Sleman Terhadap
Kompetensi Perangkat Desa .....................................................
44
Tabel 4.3. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Bantul Terhadap
Kompetensi Perangkat Desa .....................................................
Tabel 4.4. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Kulon Progo Terhadap
44
45
Kompetensi Perangkat Desa .....................................................
Tabel 4.5. Persepsi Pejabat Kecamatan Kab. Gunugkidul Terhadap
Kompetensi Perangkat Desa......................................................
45
Tabel 4.6. Rata-rata Kompetensi Perangkat Desa se-DIY .........................
46
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner .................................................................................
54
Lampiran 2 Data Kuesioner ........................................................................
55
Lampiran 3 Catatan Hasil Wawancara .......................................................
63
Lampiran 4 Biodata Peneliti ........................................................................
66
x
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kita ketahui bersama bahwa tujuan bernegara Republik Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 ada 4 (empat)
yakni; (1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan (4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya untuk
mewujudkan tujuan bernegara tersebut dibentuklah pemerintah dan
sistem pemerintahan.
Dengan mengacu pada tujuan bernegara tersebut, maka tugas
pokok pemerintahan menurut Ryas Rasyid ada 4 (empat) yakni:
1. Pelayanan; bertujuan untuk mewujudkan keadilan.
2. Pemberdayaan; bertujuan untuk mewujudkan kemandirian.
3. Pembangunan; bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan.
4. Pengayoman; bertujuan untuk mewujudkan keamanan, ketetertiban,
kedamaian, keselarasan, keharmonisan dalam kehidupan.
Dalam sistem tatanan negara kesatuan Republik Indonesia, desa,
kelurahan,
kampung
atau
sebutan
lainnya
merupakan
kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
1
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia ( UU 23/2014 pasal 1 ayat 43)
Ini berarti bahwa desa atau sebutan lainnya tersebut juga
merupakan satuan administrasi pemerintahan yang terkecil dan tingkatan
paling bawah. Karena posisinya tersebut, desa sering tidak terlihat dan
tidak terdengar. Padahal kalau mau jujur sesungguhnya kontribusi desa
tidaklah kecil dalam rangka menjaga tegaknya negara kesatuan republik
indonesia. Dari desa atau kelurahan kebutuhan dasar manusia berupa
pangan, papan (bahan bangunan) dipasok, dan kebutuhan lainnnya.
Desa merupakan sumber mata air kehidupan, tetapi ironisnya kehidupan
di desa selama ini bermandikan air mata, karena dibiarkan berjalan
mengurus rumah tangga sendiri.
Ketahanan
bangsa
sesungguhnya
dimulai
dari
tumbuh
kembangnya desa. Dari desa atau kelurahan, bangunan sosial dan
budaya masyarakat dibangun, dirajut menjadi himpunan masyarakat yang
lebih besar dan lebih kuat. Contohnya; ketahanan keluarga, ketahanan
pangan, pendidikan, budaya dan sebagainya. Masih segar dalam ingatan
kita kasus Gafatar, bagaimana itu bisa terjadi. Semua itu terjadi karena
lemahnya daya tahan keluarga dan daya tahan desa. Desaku tidak
menarik lagi, tidak peduli, tidak ada ruang untuk berkumpul, berbagi,
bercanda membangun masa depan yang indah.
Akhirnya, sekalipun
awalnya terdeteksi kiprah dari Gafatar, namun karena masyarakat bahkan
pemerintah abai, kurang peduli, maka meledaklah kasus Gafatar yang
merusak kerukunan berbangsa dan bernegara. Harus disadarai bahwa
Desa yang memiliki ketahanan tinggi akan dapat meningkatkan partisipasi
2
masyarakat
dengan
menyalurkan
aspirasi,
pemikiran,
dan
kepentingannya sehingga akan mendukung upaya Pemerintahan Daerah
dalam melaksanakan pembangunan.
Kini telah lahir regulasi yang mengatur tentang desa, mulai dari
UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dari UU nomor
32 tahun 2004 tersebut lahir Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005
tentang Desa. Selanjutnya seiring berjalannya waktu UU nomor 32 tahun
2004 kemudian disempurnakan dengan UU nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Selanjutnya terbit lagi UU nomor 6 tahun 2014
tentang Desa, lahirnya UU tersebut membawa angin segar untuk
memperkuat peran desa dalam mengatur dan mungurus rumah
tangganya,
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
dan
memberdayakan desa.
Namun demikian untuk terwujudnya harapan tersebut, masyarakat
perlu bersabar, karena secara riil kesiapan aparatur perangkat desa
belum siap sepenuhnya untuk mengimplentasikan dengan berbagai
keterbatasan. Kekurangan memang masih ada, tetapi telah nampak
adanya kemajuan selama dua tahun terakhir berkat pembinaan yang
intensif baik dari pusat, propinsi, kabupaten maupun kecamatan.
Kondisi perangkat desa yang terjadi saat ini adalah belum semua
Perangkat Desa memahami UU Desa sehingga UU Desa belum dapat
diImplementasikan sepenuhnya. Kemudian, Perangkat Desa belum
sepenuhnya dapat menyusun; perdes, perkades, APBDes, RPJM Des,
RKPDes mengelola Keuangan, LKPJ, LPPD dan menyelenggarakan
3
pelayanan prima. Selain itu, perilaku pelayanan dipandang belum efektif
dan proaktif, serta kualitas SDM masih lemah dalam menyongsong MEA.
Adapun kondisi yang seharusnya atau yang diharapkan adalah
seluruh Perangkat Desa paham UU Desa sehingga UU Desa dapat
diimplementasikan sepenuhnya. Diharapkan pula perangkat Desa dapat
menyusun; Perdes, Perkades, APB-Des,
RPJM- Des, RKP-Des
Mengelola Keuangan Desa, LKPJ, LPPD dan menyelenggarakan
pelayanan prima. Kemudian terjadi perubahan perilaku, menjadi lebih
efektif dan efisien sehingga kualitas SDM semakin Kuat untuk
menyongsong Masyarakat Ekonomi Asia (MEA).
Dengan peraturan (regulasi) dan dukungan alokasi dana, serta
pemberdayaan sumberdaya perangkat desa atau kelurahan, maka
diharapkan desa dapat meningkatkan peran dan tanggung jawabnya
sebagai ujung tombak dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dirumuskan
dan akan diteliti dalam penelitian ini adalah : Apa peran dan tanggung
jawab Lembaga Diklat Aparatur dalam menyiapkan sumberdaya manusia
perangkat desa atau kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat pada tingkat paling bawah dalam sistem
4
penyelenggaraan
administrasi
republik
indonesia,
khususnya
di
lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta?
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengidentifikasi apakah
terdapat kewajiban, tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah
Propinsi, khususnya Lembaga Diklat Aparatur menurut ketentuan
perundangan dalam menyiapkan sumberdaya desa atau kelurahan
khususnya
di
lingkungan
Pemerintah
Daerah
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.
Dapat
memberikan
sumbangan
pemikiran/kontribusi
kepada
Pemerintah Daerah DIY khususnya Badan Pendidikan dan Pelatihan
DIY dalam menyusun program diklat untuk mengembangkan
kapasitas sumberdaya manusia desa (perangkat desa)
2.
Dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak terkait sesuai dengan
tujuannya.
E.
Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan disusun untuk memberikan gambaran
alur pikir penulisan sehingga memudahkan dalam memahami maksud
5
pada akhirnya nampak secara garis besar isi dan pemikiran dari tulisan
ini. Dalam penelitian ini mencakup beberapa bab yaitu:
-
Bab I Pendahuluan
Memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
Manfaat penelitian , sistematika pembahasan.
-
Bab II Landasan Teoritis
Memuat kajian pustaka yang mengurai tentang landasan hukum dan
beberapa teori yang dapat mendukung serta mempermudah
pembahasan terhadap permasalahan yang timbul serta pemecahan
masalah yang ada.
-
Bab III Metode Penelitian
Memuat metode penelitian yang menerangkan mengenai deskripsi
obyek penelitian, Jenis Metode Penelitian, lokasi dan situs penelitian
-
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang meliputi
gambaran
umum tentang Konsekuensi terhadap berlakunya
Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, terhadap
Lembaga Diklat Aparatur khususnya di lingkungan Pemda DIY.
-
Bab V Penutup
Memuat beberapa kesimpulan dan saran-saran yang diberikan oleh
peneliti terkait hasil penelitian yang telah dilakukan.
6
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.
Pengertian
Sebelum masuk kedalam pembahasan perlu kami sampaikan
beberapa pengertian yang terkait dengan judul penelitian tersebut
sebagai berikut :
1.
Desa seringkali dipahami dalam dua makna; Pertama dalam konteks
sosiologis, desa dipahami sebagai satu kesatuan masyarakat yang
memiliki
batas-batas
wilayah
tertentu,
dimana
para
anggota
masyarakatnya saling mengenal satu sama lain, dengan corak yang
homogen. Kedua dalam tata pemerintahan, Desa merupakan unit
pemerintahan
terendah
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan berdasarkan hak asal usul desa atau sering disebut
otonomi desa. (Kemendagri).
2.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 UU Desa dan UU No.
23 tahun 2014)
3.
Dalam setiap entitas pemerintahan, keberadaan setiap lembaga
pemerintahan menjadi prasyarat pokok dalam penyelenggaraan
7
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Dengan kata
lain
kehadiran
lembaga
pemerintahan
ditujukan
untuk
menyelenggarakan kewenangan , tugas pokok dan funngsi masingmasing lembaga pemerintahan.
4.
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan
Desa,
dan
pemberdayaan
masyarakat
Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat
Desa.
5.
Kewenangan berdasarkan hukum publik menjadi dasar tindakan
suatu badan atau lembaga untuk melakukan tindakan. Sementara
dalam perspektif administrasi negara kewenangan (authority) adalah
hak seorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar
tugas sertaa tanggung jawabnya dapat dilaksannakan dengan baik
(Sutarto; 1985).
B.
Kewenangan Desa
Dalam menjalankan kewenangan dari badan hukum publik
hendaknya seimbang antara hak dan kewajiban.
Jika menjalankan
kewenangan hanya dilihat dari sisi hak hukum publik, maka akan
menghadirkan sosok institusi pemerintah sebagai penguasa.
Dengan
demikian pemberian kewenangan kepada badan hukum publik (instasi
pemerintahan) itu tidak terputus antara hak dan kewajiban dalam arti
pemberian hak kepada dan pembebanan kewajiban kepada badan
hukum publik tersebut. Pelaksanaan kewenangan hak dan kewajiban
8
tersebut
dalam
arti
mempersiapkan,
mengambil
keputusan
dan
mempertanggungjawabkan akibat hukum yang timbul dari pelaksanaan
kewenangan tersebut.
Menurut UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 372 disebutkan :
(1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Daerah
kabupaten/kota
dapat
provinsi dan Pemerintah
menugaskan
sebagian
Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada Desa.
(2) Pendanaan
untuk
melaksanakan
Urusan
Pemerintahan
yang
ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Pusat dibebankan kepada
APBN.
(3) Pendanaan
ditugaskan
untuk
kepada
melaksanakan
Desa
oleh
Urusan
Pemerintahan
Pemerintah
Daerah
yang
Provinsi
dibebankan kepada APBD provinsi.
(4) Pendanaan
untuk
melaksanakan
Urusan
Pemerintahan
yang
ditugaskan kepada Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dibebankan kepada APBD kabupaten/kota.
Sementara Kewenangan Desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa Pasal 18 antara lain meliputi: kewenangan di bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Sementara Kewenangan Desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa Pasal 19 antara lain meliputi:
9
1.
Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2.
Kewenangan lokal berskala Desa;
3.
Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
4.
Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Dari rumusan UU nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintah
Daerah dan UU nomor 06 tentang Desa tersebut diatas Kewenangan
desa diperoleh dari; (a) hak asal usul desa, (b) pelimpahan/penyerahan
kewenangan dan (c) penugasan atau perbantuan dari pimpinan
organisasi yang berada diatasnya (Kabupaten/Kota, Propinsi dan
Nasional).
Dalam
dimensi
organisasi
pelimpahan
wewenang
bukan
penyerahan hak dari atasan kepada bawahan, melainkan penyerahan
hak dari pejabat kepada pejabat. Setiap pejabat yang diserahi tugas
tanggung jawab, harus dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, oleh karena itu harus diberikan kewenangan
secara selayaknya. (Sutarto; 1985)
Kewenangan desa, tidak hanya diperoleh dari pelimpahan, karena
desa memiliki kewenangan asli berdasarkan hak asal usul desa sesuai
sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat yang telah ada sebelum
Indonesia merdeka.
10
Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda, desa diakui sebagaai
kesatuan masyarakat hukum yang dipimpin oleh Kepala Desa (sebagai
Pejabat Hukum) yang dipilih oleh masyarakat desa, untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga desanya sendiri.
(Taliziduhu Ndraha; 1996).
Sementara menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo; (1964) kebijakan
tentang desa diatur dalam Peraturan Pemerintah (Regeeringsreglement
atau RR) tahun 1854 pasal 71 mengatur dua ketentuan Pokok, yakni :
a.
Bahwa desa, yang dalam peraturan ini disebut inlandsche gemeenten
atas pengesahan kepala daerah (Residen) berhak untuk memilih
Kepala Desanya dan pemerintahan desanya sendiri.
b.
Kepada desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus
rumah
tangganya
sendiri
dengan
memperhatikan
peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal atau Kepala
Daerah (Residen).
Sistem nilai, adat istiadat
yang berlaku ditengah masyarakat
merupakan bangunan sosial budaya sebagai tali pengikat sekaligus
sebagai standar etika atau norma yang diakui dan ditaati bersama. “Adat
istiadat merupakan semua kesusilaan dan kebiasaan Indonesia di semua
lapangan hidup, jadi juga semua peraturan tentang tingkah macam
apapun juga, menurut mana orang Indonesia bertingkah laku”. (Taliziduhu
Ndraha; 1996).
Sistem nilai adat istiadat yang mengatur sikap dan tingkah laku
masyarakat setempat dan menjadi faktor pengikat inilah yang menjadi
hak asal usul desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.
11
Bangsa Indonesia yang besar dan majemuk dengan sistem nilai adat
istiadat yang berbeda, telah terbukti mampu menyelesaikan masalahmasalah perdata dalam kehidupan masyarakat desa. Karena adanya
pergeseran budaya dan pada masa lalu peran desa tereduksi sedemikian
rupa, maka saat ini yang nampak dipermukaan, seolah lembaga desa
hanyalah unit pemerintahan terbawah yang menjalankan tugas-tugas
admistratif
dalam
sistem
pemerintahan
nasional,
ketimbang
penyelenggaraan urusan rumah tangga desa berdasar sistem nilai dan
adat istiadat masyarakat setempat.
Oleh karena itu untuk mengoptimalkan peran desa diperlukan
langkah nyata dengan memperkuat kelembagaan desa, kompetensi
sumberdaya manusia (perangkat desa), alokasi anggaran, supervisi dan
pengawasan.
Dengan
langkah
nyata
tersebut
diharapkan
akan
menegaskan kehadiran negara dalam upaya percepatan pembangunan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas
partisipasi masyarakat desa.
Secara teori “urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota
merupakan
pemerintahan
yang
azas
diserahkan
desentralisasi
secara
berjenjang
pengaturannya
dalam
dari
proses
Pemerintah
kepada
desa”
penyelenggaraan
Pusat
kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota dan selanjutnya Pemerintah Kabupaten/Kota
menyerahkan sebagian kewenangan tersebut kepada Pemerintah Desa.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa merupakan urusan
pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan
12
pemberdayaan masyarakat. Contoh konkrit adalah pasar desa, dalam
bidang pendidikan tidak sedikit sekolah negeri yang semula merupakan
inisiatif desa, disamping hingga saat ini kontribusi desa dalam penyediaan
lahan untuk berdirinya fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya.
Penyerahan kewenangan sebagaimana diatur dalam Permendagri
nomor 30 tahun 2006
tentang
Tata Cara Penyerahan
Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa, antara lain meliputi :
1.
Bidang Pertanian dan ketahanan pangan
2.
Bidang pertambangan, energi dan sumberdaya mineral
3.
Bidang perkebunan dan kehutanan
4.
Bidang perindustrian dan perdagangan
5.
Bidang koperasi dan UKM
6.
Bidang penanaman modal
7.
Bidang tenaga kerja dan transmigrasi
8.
Bidang kesehatan
9.
Bidang pendidikan dan kebudayaan
10. Bidang sosial
11. Bidang penataan ruang
12. Bidang pemukiman/perumahan
13. Bidang pekerjaan umum
14. Bidang perhubungan
15. Bidang lingkungan hidup
16. Bidang politik dalam negeri dan administrasi publik
17. Bidang otonomi desa
18. Bidang perimbangan keuangan
13
Urusan
19. Bidang tugas pembantuan
20. Bidang pariwisata
21. Bidang pertanahan
22. Bidang kependudukan dan catatan sipil
23. Bidang kesatuan bangsa, perlindungan masyarakat & pemerintahan
umum
24. Bidang perencanaan
25. Bidang penerangan / informasi dan komunikasi
26. Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
27. Bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera
28. Bidang pemuda dan olah raga
29. Bidang pemberdayaan masyarakat desa
30. Bidang statistik
31. Bidang arsip dan perpustakaan.
Sebagaimana tersebut dalam Pasal 58 UU Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan
Daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara
yang terdiri atas:
1.
Kepastian hukum;
2.
Tertib penyelenggara negara;
3.
Kepentingan umum;
4.
Keterbukaan;
5.
Proporsionalitas;
6.
Profesionalitas;
14
7.
Akuntabilitas;
8.
Efisiensi;
9.
Efektivitas; dan
10. Keadilan.
Sedikit agak berbeda dalam rumusan Azas Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa menurut UU Desa pasal 24 sebagai berikut:
1.
Kepastian hukum;
2.
Tertib penyelenggaraan pemerintahan;
3.
Tertib kepentingan umum;
4.
Keterbukaan;
5.
Proporsionalitas;
6.
Profesionalitas;
7.
Akuntabilitas;
8.
Efektivitas dan efisiensi;
9.
Kearifan lokal;
10. Keberagaman; dan
11. Partisipatif.
Azas umum penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut juga
berlaku dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Oleh karena itu
pertimbangan penyerahan kewenangan, pembantuan atau penugasan
urusan
pemerintahan lainnya dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota
ke
Pemerintah
pertimbangan yang matang.
Desa
harus
melalui
kajian
dan
Penyerahan kewenangan sebagaimana
15
tersebut
harus
diawali
dengan
kajian
dan
evaluasi
dengan
mempertimbangkan letak geografis, kemampuan personil, kemampuan
keuangan, efisiensi dan efektivitas. Untuk kelancaran pelaksanaan
pengkajian tersebut Bupati/Walikota dapat membentuk Tim.
Urusan
pengaturannya
pemerintahan
Kabupaten/Kota
kepada
atau
Desa
kelurahan
yang
diserahkan
ditetapkan
dengan
Peraturan Daerah kabupaten/kota. Sementara kesiapan pemerintah desa
untuk melaksanakan urusan pemerintahan kabupaten/kota
ditetapkan
dengan keputusan Kepala Desa atas persetujuan Pimpinan Badan
Perwakilan Desa (BPD).
Apabila selama 2 tahun sejak urusan pemerintahan diserahkan
kabupaten/kota kepada Desa tidak dapat berjalan secara efektif, maka
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menarik kembali sebagian atau
seluruh urusan pemerintahan yang telah diserahkan. Penyerahan
kewenangan
tersebut
disertai
dengan
pengalokasian
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Selain pelimpahan kewenangan, Desa dapat menerima tugas
pembantuan dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam
“Tugas Pembantuan”, Desa dapat menerima atau menolak jika tidak
disertai dengan pembiayaan, sarana, prasarana dan sumberdaya
manusia.
Pertimbangan
Tugas
Pembantuan
dalam
proses
penyelengggaraan pemerintahan secara nasional adalah :
1.
Efisiensi ; apabila pelaksanaan tugas pemerintahan tertentu dinilai
lebih efisien
dilaksanakan oleh pemerintah tingkat dibawahnya,
16
dilihat dari aspek penggunaan anggaran, penggunaan tenaga dan
pemanfaatan sumberdaya lainnya.
2.
Effektivitas; apabila pelaksanaan tugas pemerintahan tertentu dinilai
lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah tingkat dibawahnya dilihat
dari esensi masalah dan spesifikasi kebutuhan masyarakat dan pola
pelaksanaan dalam mengatasi masalah.
3.
Resposivitas
dan
Akuntabilitas;
apabila
pelaksanaan
tugas
pemerintahan dinilai lebih cepat dan lebih tepat.
Contoh ; Pelaksanaan program bantuan beras miskin bagi
keluarga pra sejahtera. Mulai dari pendataan warga pra sejahtera sampai
pendistribusian beras untuk keluarga pra sejahtera.
Berkaitan dengan itu maka pelaksanaan pelimpahan urusan
pemerintahan kepada Desa harus sejalan dengan Azas Umum
Penyelenggaraan Negara yakni; Azas Kepentingan Umum yaitu dimana
terjadi suatu permasalahan, maka wajib hukumnya bagi Pemerintah desa
untuk mengatasi permasalahan kehidupan masyarakat yang terjadi di
wilayah desanya, sekalipun penanganan atas permasalahan tersebut
bukan kewenangan Pemerintah Desa.
C.
Pembinaan dan Pengawasan Desa
Desa sebagai subsistem terdepan dari sistem penyelenggaraan
pemerintahan nasional berdasarkan hak asal usul dan pelimpahan
kewenangan memiliki peran yang sangat
strategis dan vital.
Namun
disadari keterbatasan sumberdaya manusia perangkat desa dan
17
minimnya pembinaan dan fasilitasi dari pemerintah membuat pemerintah
desa kurang greget atau kurang mampu merespon perubahan lingkungan
dan tuntutan masyarakatnya. Hal ini masih ditambah dengan batasan
masa jabatan Kepala Desa atau Lurah, yang harus mulai dari nol ketika
terjadi pergantian pejabat Kepala Desa atau Lurah.
Pejabat baru
umumnya belum punya bekal yang cukup untuk mengemban tugas
sebagai Kades atau Lurah. Sebagai gambaran betapa luasnya tugas,
kewenangan dan kewajiban seorang Kepala Desa sebagai berikut :
Pasal 26 ayat (1) UU Desa; tugas Kepala Desa adalah :
1.
Menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
2.
Melaksanakan Pembangunan Desa,
3.
Pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
4.
Pemberdayaan masyarakat Desa.
Sementara menurut ayat (2) kewenangan Kepala Desa meliputi :
1.
Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
2.
Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
3.
Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
4.
Menetapkan Peraturan Desa;
5.
Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
6.
Membina kehidupan masyarakat Desa;
7.
Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
8.
Membina&meningkatkan
perekonomian
Desa
serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
9.
Mengembangkan sumber pendapatan Desa;
18
10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
12. Memanfaatkan teknologi tepat guna;
13. Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
14. Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Desa berkewajiban:
1.
Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
2.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
3.
Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
4.
Menaati dan menegakkan peraturan perundangundangan;
5.
Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
6.
Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel,
transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari
kolusi, korupsi, dan nepotisme;
19
7.
Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku
kepentingan di Desa;
8.
Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
9.
Mengelola Keuangan dan Aset Desa;
10. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Desa;
11. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
12. Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
13. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
14. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup; dan
16. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Selanjutnya Pasal 27 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan
tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26, Kepala Desa wajib:
1.
Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap
akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
2.
Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada
akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
3.
Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan
secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir
tahun anggaran;
20
4.
Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir
tahun anggaran.
Idealnya untuk menjalankan kewenangan, tugas dan kewajiban
yang begitu luas tersebut seharusnya Kepala Desa didukung dengan
sumberdaya
perangkat
desa
memiliki
pengetahuan
dan
bekal
keterampilan tehnis yang memadai, sehingga Pemerintah Desa mampu
untuk membangun sistem dan manajemen pelayanan publik. Dengan
sistem dan manajemen pelayanan yang baik, kualitas pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat akan semakin meningkat efektifitasnya.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa merupakan
tanggungjawab
Pemerintah
Pusat,
Propinsi
dan
Kabupaten/kota,
sebagaimana tertuang dalam pasal 112 s/d 115 UU 06/2014. Secara
khusus tugas Pemerintah Daerah Propinsi meliputi;
1.
Melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka
penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur
Desa;
2.
Melakukan pembinaan Kabupaten/Kota dalam rangka pemberian
alokasi dana Desa;
3.
Melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Kepala Desa dan
perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga
kemasyarakatan;
4.
Melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Desa;
21
5.
Melakukan pembinaan upaya percepatan Pembangunan Desa
melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan
teknis;
6.
Melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
7.
Melakukan inventarisasi kewenangan Provinsi yang dilaksanakan
oleh Desa;
8.
Melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dalam
pembiayaan Desa;
9.
Melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka
penataan wilayah Desa;
10. Membantu
Pemerintah
dalam
rangka
penentuan
kesatuan
masyarakat hukum adat sebagai Desa; dan
11. Membina dan mengawasi penetapan pengaturan BUM Desa
Kabupaten/Kota dan lembaga kerja sama antar Desa.
Secara khusus peran yang dapat dimainkan Lembaga Diklat
Apratur dengan berlakunya UU Desa adalah tugas nomor 3, 4 dan 6
yaitu:
1.
Melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Kepala Desa dan
perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga
kemasyarakatan;
2.
Melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Desa;
22
3.
Melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
Dengan bekal pengetahuan dan kemampuan tehnis yang
memadai
diharapkan
Desa
dapat
meningkatkan
peran
dan
tanggungjawabnya dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai
upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui
penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Peran Lembaga Diklat Aparatur tersebut sebagai konsekuensi
atas berlakunya UU Nomor 6/2014 tentang Desa, dalam rangka
peningkatan
kualitas
pelayanan,
pemberdayaan
dan
partisipasi
masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa seiring dengan
meningkatnya derajat kehidupan masyarakat, maka tuntutan akan
pelayanan yang berkualitas semakin meningkat.
Oleh karena itu
Pemerintah harus dapat memberikan pelayanan yang baik, khususnya
Pelayanan Dasar yakni; pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan
dasar warga negara. Untuk mewujudkan pelayanan yang baik, maka
pemerintah harus menetapkan Standar Pelayanan Minimal yakni;
ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan
Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal.
23
Ketentuan tersebut diatas mengikat setiap lembaga atau instansi
pemerintah termasuk Desa atau kelurahan, untuk dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat sebagai stake holder. Oleh
karena itu desa harus dibangun, diperkuat kompetensi, sarana dan
prasarananya sehingga dapat berperan secara optimal. Jika merujuk UU
tentang Pemerintahan Daerah maupun UU tentang Desa, keduanya
mengamanatkan pemberdayaan peran dan tanggung jawab kepada
Pemerintah
Pusat,
Pemerintah
Propinnsi
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Pemerintah pusat berkewajiban mengalokasian Dana Desa untuk
mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan ketentuan
undang-undang mengenai Desa.
Sementara menurut Pasal 230 UU 23/2014 ayat (1) Pemerintah
Daerah
kabupaten/kota
mengalokasikan
anggaran
dalam
APBD
kabupaten/kota untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal
kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.
Selanjutnya Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen
pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik.
Manajemen pelayanan publik dimaksud meliputi:
a.
Pelaksanaan pelayanan;
b.
Pengelolaan pengaduan masyarakat;
c.
Pengelolaan informasi;
d.
Pengawasan internal;
24
e.
Penyuluhan kepada masyarakat;
f.
Pelayanan konsultasi; dan
g.
Pelayanan publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
Begitu luasnya peran yang dapat dimainkan desa atau kelurahan,
maka suatu keniscayaan jika sumberdaya perangkat desa atau kelurahan
tidak
ditingkatkan
kompetensinya
melalui
pembinaan
yang
berkesinambungan.
D.
Peran Kecamatan dalam Pembinaan dan Pengawasan Desa.
Merujuk pada UU Desa Pasal 49 ayat 2 Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Desa setelah
dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota.
Selanjutnya dalam Pasal 53 ayat 3 Pemberhentian perangkat
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008
tentang Kecamatan, maka dapat dijelaskan bahwa tugas Camat dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan pemerintahan desa, meliputi:
a.
Melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
tertib
pemerintahan desa dan/atau kelurahan; Dalam
administrasi
pemerintahan,
seperti
dalam
administrasi
rangka tertib
proses
pembuatan
peraturan desa, peraturan kepala desa, maupun keputusan kepala
25
desa, sehingga produk hukum dimaksud tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Memberikan
bimbingan,
supervisi,
fasilitasi,
dan
konsultasi
pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan;
c.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja kepala
desa, meskipun secara de jure kepala desa bukan merupakan
bawahan dari Camat karena kepala desa dipilih secara langsung oleh
masyarakat.
d.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa
dan/atau kelurahan.
e.
Melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan di tingkat kecamatan.
f.
Melaporkan
pelaksanaan
pembinaan
dan
pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat
kecamatan kepada Bupati/Walikota.
Berdasar aturan tersebut diatas, terlihat betapa besarnya peran
camat / kecamatan dalam pembinaan dan pengawasan desa dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan desa secara utuh, maka tidaklah
keliru jika dalam penelitian ini, kami memotret kapasitas perangkat desa
dalam mengimplementasikan UU Desa melalui pejabat kecamatan;
seperti Camat, Sekretaris Camat atau Kasi Pemerintahan. Menurut hemat
kami cara ini lebih obyektif dan cakupannya lebih luas, mengingat
kecamatan; sedikitnya mengampu 2 kelurahan atau desa sebagai
binaannya.
26
E.
Pengembangan Kapasitas Desa
Pengembangan
kapasitas
tentunya
merupakan
proses
peningkatan terus menerus (berkelanjutan) dari individu, organisasi atau
institusi, tidak hanya terjadi satu kali.
menurut Soeprapto (2006:11)
(Milen,2004,h.16).
Sedangkan
pengertian Pengembangan Kapasitas,
yaitu:
1.
Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah
proses.
2.
Pengembangan
kapasitas
adalah
proses
pembelajaran multi-
tingkatan meliputi individu, grup, organisasi, dan sistem.
3.
Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap.
4.
Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning
dimana pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses-proses
pembelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang
menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus
menerus beradaptasi atas perubahan.
Dengan demikian secara umum konsep capacity building dapat
dimaknai sebagai proses membangun kapasitas individu, kelompok atau
organisasi secara terus menerus. Capacity building dapat juga diartikan
sebagai upaya memperkuat kapasitas individu, kelompok atau organisasi
yang dicerminkan melalui pengembangan kemampuan, ketrampilan,
potensi dan bakat serta penguasaan kompetensi-kompetensi sehingga
individu, kelompok atau organisasi dapat bertahan dan mampu mengatasi
tantangan perubahan yang terjadi secara cepat dan tak terduga.
27
Tujuan Pengembangan Kapasitas Perangkat Desa adalah
1.
Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien.
2.
Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai.
3.
Agar pegawai lebih cepat berkembang.
4.
Menstabilisasi pegawai.
Pada masa lalu, jika para pejabat bawahan dikumpulkan dan
ditanya bagaimana kondisi wilayah, mereka akan menjawab secara
standar dan seragam: “aman dan terkendali”.
Jawaban klise, bentuk
kepatuhan semu. Hasil pembinaan masa lalu itu memang sangat efektif
menciptakan
kepatuhan,
konservatisme,
kemampuan
semu,
ketergantungan (budaya minta petunjuk dan pengarahan), tumpulnya
prakarsa dan tanggungjawab lokal.
Meskipun zaman sudah berubah,
perilaku seperti diatas hingga saat ini masih terasa. Oleh karena itu sudah
saatnya perilaku aparatur mulai dari pusat sampai tingkat desa untuk
berubah, sejalan dengan tuntutan zaman.
Sejatinya dengan terbitnya UU tentang Pemerintahan Daerah dan
UU
tentang
Desa
beserta
peraturan
pemerintah
yang
terkait,
dimaksudkan untuk memberikan kewenangaan kepada desa untuk
mengurus rumah tangganya sendiri, mengembangkan potensi yang
dimiliki untuk kemaslahatan dan kesejahteraan warganya. Kewenangan
tersebut tidak mungkin dapat diwujudkan jika pemerintah diatasnya tidak
ikhlas dan selalu mengatakan bahwa Desa ”TIDAK SIAP”, sementara
Aparatur
Perangkat
Desa
tidak
disiapkan
dan
dikembangkan
kapasitasnya untuk memikul peran dan tanggung jawab atas warganya.
28
Momentum reformasi dan terbitnya kedua UU tersebut diatas, tak
pelak mendorong pemerintah untuk memberikan kewenangan yang lebih
besar kepada desa, termasuk dalam pengelolaan anggaran. Jika pada
masa lalu desa sangat sedikit mendapatkan alokasi anggaran dari pusat,
propinsi atau kabupaten, maka sejak reformasi bergulir sedikit demi
sedikit desa mendapatkan alokasi anggaran untuk penyelenggaraan
pemerintah, honorarium dan pembangunan sarana prasarana. Pada
masa lalu desa hanya mengelola APBDes puluhan juta dan paling tinggi
tidak sampai Rp. 500 juta, tapi kini desa mengelola dana minimal Rp. 1,2
M – Rp 4 M, tergantung jumlah dusun dan warga yang menjadi
penduduknya. Oleh karena itu, apartur pemerintah desa dituntut untuk
menyiapkan diri mengembangkan kapasitasnya, agar kewenangan yang
besar dan dana yang telah dialokasikan oleh pemerintah tersebut dapat
memberikan kemanfaatan dan kesejahteraan bagi warga khususnya dan
bangsa pada umumnya.
Dalam upaya peningkatan kapasitas dan peran desa tersebut ada
satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu peran desa dalam menjalankan
kewenangan asli sesuai dengan hak asal usul. Menjalankan kewenangan
sesuai hak asal usul merupakan esensi dari peran desa yang
sesungguhnya disamping menjalankan kewenangan yang merupakan
pelimpahan, penugasan dan pembantuan. Apabila sebuah desa mampu
menjalankan
perannya
secara
utuh
maka
diyakini
akan
dapat
meningkatkan ketahanan masyarakat yang pada gilirannya juga akan
berdampak pada ketahanan daerah dan ketahanan bangsa Indonesia.
29
Pengembangan kapasitas aparatur perangkat desa diarahkan
dalam kerangka kebijakan pemerintah
untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) dan reformasi birokrasi,
merupakan pilihan yang tepat dan rasional. Langkah strategis untuk
mewujudkan good governance dan reformasi birokrasi adalah melalui
peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat
sampai di tingkat desa.
Dalam upaya peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah
desa,
dimaksudkan
untuk
mengembangkan
kapasitas
aparatur
pemerintahan desa dalam pelayanan publik seperti pelayanan kebutuhan
dasar masyarakat, keamanan dan kemampuan di dalam menghadapi
bencana, kemampuan penyiapan rencana strategis pengembangan
ekonomi
desa,
kemampuan
pengelolaan
keuangan
desa,
dan
pengelolaan kelestarian lingkungan hidup.
Pada tahap awal mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
dan reformasi birokrasi, pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten
bahkan aparatur kecamatan berperan sangat aktif dalam mendorong dan
memfasilitasi aparatur pemerintah desa melalui pelatihan, sosialisasi,
bimtek dan lain-lain. Pada tahap selanjutnya diharapkan muncul
kemandirian
dan
kreativitasnya
aparatur
perangkat
desa
untuk
mengembangkan diri melalui proses menggali, mengkaji berbagai
persoalan yang dihadapi masyarakatnya.
Kita mesti belajar dan sadar bahwa otonomi daerah bukan semata
persoalan manajemen, melainkan persoalan interaksi politik dan keadilan.
Prinsip pemerataan dan keadilan, dalam kerangka otonomi daerah
30
mencakup aspek ; pembagian kekuasaan dan kewenangan (sharing of
power), distribusi pendapatan (distribution of income) dan pemberdayaan
(empowerment).
Ketika kita berbicara tentang pemberdayaan, yang
dimaksudkan untuk membawa negara lebih dekat ke masyarakat desa,
maka penguatan kapasitas (capacity building) desa merupakan persoalan
krusial yang harus dikaji dan dikembangkan secara konkret.
Kapasitas desa, terutama pemerintah desa, bukan sekadar
kesanggupan dan kelancaran pemerintah desa menjalankan tugas pokok
dan fungsinya atau mengikuti prosedur administrasi yang sudah baku.
Kapasitas dalam konteks ini adalah penguasaan pengetahuan dan
informasi maupun keterampilan menerapkan instrumen kebijakan dan
program untuk menjalankan fungsi-fungsinya secara efektif dan efisien.
Yang lebih penting lagi, kapasitas merupakan prakarsa untuk melakukan
inovasi
atau
pembaharuan
terhadap
pengelolaan
pembangunan,
pemerintahan dan kemasyarakatan agar desa berkembang lebih dinamis
dan maju mencapai visi-misi yang digariskan.
Tentu saja banyak daftar panjang kapasitas yang harus dimiliki
oleh desa. Tetapi, paling tidak, secara teoretis ada beberapa bentuk
kemampuan (kapasitas) yang perlu dikembangkan, yakni :
-
Pertama, kapasitas dalam membuat regulasi (mengatur).
Tidak sedikit desa yang belum memiliki kemampuan memadai dalam
membuat Peraturan Desa (Perdes) dan Peraturan Kepala Desa
(Perkades) untuk pemerintah desa, mengatur kehidupan desa
beserta isinya (wilayah, kekayaan, dan penduduk) berdasarkan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
31
Pengaturan bukan
semata-mata bertujuan untuk mengambil sesuatu (melakukan
pungutan), tetapi begitu banyak pengaturan yang berorientasi pada
pembatasan
kesewenang-wenangan,
perlindungan,
pelestarian,
pembagian sumberdaya (jabatan desa, kekayaan desa, pelayanan
publik), pengembangan potensi desa, penyelesaian sengketa, dan
seterusnya. Berbagai macam peraturan desa pada prinsipnya
dimaksudkan
untuk
menciptakan
ketertiban,
keamanan,
keseimbangan, keadilan, keberlanjutan dan lain-lain.
-
Kedua, kapasitas ekstraksi.
Kapasitas
ekstraksi
adalah
kemampuan
mengumpulkan,
mengerahkan dan mengoptimalkan aset-aset desa untuk menopang
kebutuhan (kepentingan) pemerintah dan warga masyarakat desa.
Paling tidak, ada enam aset yang dimiliki desa:
a)
Aset fisik (kantor desa, balai dusun, jalan desa, sarana irigasi,
dll);
b)
Aset alam (tanah, sawah, hutan, perkebunan, ladang, kolam, dll);
c)
Aset manusia (penduduk, SDM);
d)
Aset sosial (kerukunan warga, lembaga-lembaga sosial, gotongroyong, lumbung desa, arisan, dll);
e)
Aset keuangan (tanah kas desa, bantuan dari kabupaten, KUD,
BUMDes.
f)
Aset politik (lembaga-lembaga desa, kepemimpinan, forum
warga, BPD, rencana strategis desa, peraturan desa, dll).
32
Termasuk dalam kapasitas ekstraksi adalah kemampuan pemimpin,
terutama kepala desa, melakukan konsolidasi (merapatkan barisan)
terhadap berbagai aktor, baik BPD, lembaga desa, tokoh masyarakat
dan warga masyarakat. Kalau Lurah Desa dan BPD masih saja ribut,
maka tidak bakal membawa pemerintahan dan pembangunan secara
efektif, apalagi membawa visi-misi besar desa. Karena itu berbagai
unsur desa itu harus membangun kesepahaman, keterbukaan,
kemitraan, kebersamaan, saling mengisi untuk mengawal visi-misi
desa jangka panjang.
-
Ketiga, kapasitas distributif.
Kapasitas
distributif
adalah
kemampuan
pemerintah
desa
mengalokasikan sumberdaya desa secara seimbang dan merata
sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Kemampuan ini
akan tercermin dalam merancang APBDes, dimana umumnya alokasi
keuangan desa digunakan untuk belanja rutin perangkat desa,
sementara dana pembangunan masih sangat minim. Sudah minim,
itu pun lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan fisik,
sementara alokasi untuk ekonomi produktif sangat terbatas.
-
Keempat, kapasitas responsif.
Kemampuan untuk menangkap aspirasi atau kebutuhan warga
masyarakat untuk dijadikan sebagai basis dalam perencanaan
kebijakan pembangunan desa. Selama ini
agenda perencanaan
pembangunan desa cenderung berangkat dari kepentingan elite
desa. Karena itu Forum musrenbang dusun perlu lebih dioptimalkan
33
dan aparatur perangkat desa mengasah kepekaan untuk menangkap
aspirasi masyarakat.
-
Kelima, kapasitas jaringan dan kerjasama.
Kapasitas jaringan adalah kemampuan pemerintah dan warga
masyarakat desa mengembangkan jaringan kerjasama dengan
pihak-pihak luar dalam rangka mendukung kapasitas ekstraktif.
Kerjasama bisa dibangun antar desa, dengan perguruan tinggi
maupun LSM. Asosiasi kepala desa, asosiasi kepala dusun atau
forum BPD dapat dioptimalkan perannya untuk memperluas jejaring.
Sasaran dalam pengembangan kapasitas desa adalah aparatur
perangkat desa dan kelembagaan desa. Aparatur perangkat desa terdiri :
Lurah, Sekretaris Desa, Kepala-kepala Bagian, Kepala-kepala dusun dan
segenap
SDM
yang
terdapat
kemasyarakatan lainnya.
34
didalamnya,
BPD
dan
lembaga
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan,
khususnya regulasi yang terkait dengan manajemen pemerintahan desa seperti
Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undangundang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan peraturan-peraturan serta literatur
yang memuat tentang pemerintahan desa.
A.
Deskripsi Obyek Penelitian
Deskripsi obyek penelitian adalah peran lembaga diklat aparatur
dalam memenuhi tugas dan tanggungjawabnya, khususnya dalam
penguatan kapasitas dan kompetensi aparatur khususnya aparatur
perangkat desa di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta.
B.
Jenis Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan dengan penilaian kualitatif. Metode survei dilakukan
dengan cara mengambil data sekunder, yang bersumber dari literatur dan
regulasi terkait. Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur
kepada pejabat kecamatan yang langsung terkait dengan pembinaan
desa ; Camat, Sekretaris Camat dan Kasi Pemerintahan pada 8
kecamatan ; masing-masing kabupaten Bantul, kabupaten Sleman,
kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Gunungkidul. Masing-masing
kabupaten diwakili oleh 2 kecamatan. Sementara untuk pemerintah kota
35
Yogyakarta tidak diambil sample, dengan pertimbangan bahwa aparatur
perangkat kelurahan semuanya diisi oleh Pegawai Negeri dan secara
intensif dan terstruktur telah dibina dan menjadi tanggung jawab Pejabat
Pembina
Kepegawaian.
Adapun
nara
sumber
sekaligus
sebagai
responden terdiri dari camat, sekretaris camat dan kasi pemerintahan.
C.
Metode Pengumpulan Data
1.
Populasi ; sasaran penelitian meliputi seluruh kecamatan di
kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul sebagai
pembina langsung, yang mengetahui secara persis sejauhmana
perangkat desa menjalankan dan mengelola pemerintahan desa
sesuai amanat UU Desa.
2.
Sample; masing-masing kabupaten diambil 2 kecamatan sebagai
sample secara acak.
3.
Metode analisis; deskriptif kualitatif terhadap permasalahan berupa
fakta-fakta saat ini dari suatu populasi.
4.
Variable penelitian; Lembaga diklat aparatur dan kecamatan sebagai
pembina/atasan
langsung
dari
perangkat
desa
dalam
mengimplementasikan UU Desa.
D.
Indikator Kompetensi
Indikator kompetensi perangkat desa dalam penyelenggaraan
pemerintah desa meliputi :
a.
Pemahaman Esensi substansi UU Desa, khususnya yang berkaitan
dengan hak asal usul untuk mengurus rumah tangga sendiri.
36
b.
Kompetensi dalam menyusun Peraturan Desa dan Peraturan Kepala
Desa; berkaitan dengan substansi dan legal draftingnya.
c.
Kompetensi dalam menyusun Perencanaan Pembangunan Desa;
berkaitan dengan pelaksanaan musrengbang dusun, menggali
potensi ekonomi desa, ketepatan waktu dan kualitas perencanaan.
d.
Kompetensi dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa; berkaitan dengan ketepatan waktu, pengukuran, asumsi,
keterkaitan dengan perencanaan (RPJMDes dan RKPDes).
e.
Kompetensi dalam mengelola Keuangan Desa; berkaitan dengan
ketertiban pelaporan, kebenaran administratif, ketaatan pada aturan.
f.
Kompetensi dalam menyusun Laporan Pertanggung-jawaban Desa;
berkaitan dengan ketepatan waktu pelaporan dan kelengkapannya.
g.
Kompetensi dalam mewujudkan pelayanan prima; berkaitan dengan
perilaku kerja melayani masyarakat, jadwal pelayanan.
Selanjutnya untuk memudahkan pengukuran, penilaian responden
dinyatakan dalam bentuk skor 10 sampai 100, dimana semakin tinggi skor
mengindikasikan kompetensi yang semakin tinggi.
Leveling skor
pemahaman dan kompetensi diklasifikasikan sebagai berikut:
0
-- 44,99
= sangat rendah
45 -- 59,99
= rendah
60 – 69,99
= cukup
70 – 79,99
= baik
80 -- 89,99
= sangat baik
90 -- 100,00
= memuaskan
37
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif dideskripsikan untuk
membuat gambaran secara obyektif, sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar variabel yang
diteliti dan berkaitan dengan manajemen pemerintahan desa, sehingga
diperoleh kesimpulan yang memadai.
E.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dimaksudkan adalah lokasi dimana
penelitian ini dilakukan yakni pada 4 kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan fokus pada pokok permasalahan
dirumuskan diatas.
38
yang telah
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum
Daerah Istimewa Yogyakarta secara administratif, terdiri atas 4
kabupaten dan 1 kota, terbagi menjadi 78 kecamatan, 46 kelurahan dan
392 desa, dengan
penyebaran jumlah desa dan kelurahan
masing-
masing sebagai berikut;
1.
Kota Yogyakarta, terdiri atas; 14 kecamatan, terbagi menjadi 45
kelurahan.
2.
Kabupaten Sleman, terdiri atas; 17 kecamatan terbagi menjadi 86
Desa.
3.
Kabupaten Bantul, terdiri atas; 17 kecamatan terbagi menjadi 75
Desa.
4.
Kabupaten Kulon Progo, terdiri atas; 12 Kecamatan terbagi menjadi
87 Desa dan 1 kelurahan.
5.
Kabupaten Gunungkidul, terdiri atas; 18 kecamatan terbagi menjadi
144 Desa.
Selanjutnya sebagaimana telah kami jelaskan pada bab I dan Bab
III bahwa penelitian ini sebagai respon atas terbitnya UU Desa. Oleh
karena itu subyek yang kami teliti adalah yang terkait langsung dengan
UU Desa, yaitu Desa yang berada di 4 kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dalam pelaksanaan penelitian ini kami mengambil sample
39
untuk kami wawancarai; masing-masing kabupaten diwakili oleh 2
kecamatan sebagai berikut:
1.
Kabupaten Sleman; kecamatan Pakem dengan 5 desa dan
kecamatan Moyudan dengan 4 desa.
2.
Kabupaten Bantul; kecamatan Sedayu dengan 4 desa dan
kecamatan Plered dengan 5 desa.
3.
Kabupaten Kulon Progo; kecamatan Galur dengan 7 desa dan
kecamatan Kalibawang dengan 4 desa.
4.
Kabupaten Gunungkidul; kecamatan Karang Mojo dengan 8 desa
dan kecamatan Girisubo dengan 9 desa.
Dari 8 responden tersebut jika dibandingkan jumlah kecamatan di
4 kabupaten yang berjumlah 64 kecamatan maka setara dengan 12,5 %.
Sementara jika diukur dari jumlah desa yang terwakili, 8
responden
merupakan representasi dari 46 desa dari 392 desa dari 4 kabupaten
atau setara dengan 11,7 %.
Adapun narasumber yang kami wawancarai, saat ini menjabat
sebagai Camat, Sekretaris Camat dan Kasi Pemerintahan. Pertimbangan
kami memilih pejabat kecamatan sebagai narasumber adalah bahwa
mereka sebagai pembina beberapa kelurahan/desa yang ada di wilayah
kerjanya, sehingga cakupan lebih luas. Sebagai pembina sudah barang
tentu, pemahaman narasumber jauh lebih baik dari pada perangkat desa.
Dengan demikian penelitan dapat memberikan gambaran yang lebih
obyektif.
40
B.
Hasil Penelitian
Langkah nyata telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi,
kabupaten bahkan kecamatan untuk mengimplementasikan UU Desa,
dengan sosialisasi, Pelatihan, bimbingan teknis dan pendampingan. Dari
data yang kami peroleh dari kemendagri, perangkat desa yang telah
mendapatkan pelatihan sebanyak 1.176 orang dari 392 Desa, masingmasing desa 3 orang. Di kabupaten Kulon Progo terdapat 1 kelurahan,
yang aparaturnya merupakan PNS, sehingga tidak diikutkan dalam
program pelatihan sebagaimana desa.
Sementara petugas kecamatan yang telah dilatih sebanyak 156
orang dari 78 kecamatan. Dari data tersebut, menunjukkan seluruh desa
telah tersentuh pelatihan yang diselenggarakan oleh Ditjen Pembinaan
Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.
Program pelatihan dititik beratkan pada upaya memperkuat
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan mengacu pada Peraturan
Pemerintah nomor 72 tahun 2005 yang secara substansial tidak jauh
berbeda dengan semangat UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Kurikulum atau muatan materi yang disampaikan dalam pelatihan dan
bimtek diarahkan untuk memperkuat kompetensi bagi Perangkat Desa
dalam menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan desa,
meliputi ;
a.
Pemahaman Esensi substansi Hak asal usul desa.
b.
Penyusunan Perdes dan Perkades
c.
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa
d.
Penyusunan APBDes.
41
e.
Pengelolaan
laan Keuangan
K
Desa.
f.
Penyusunan
unan LKPJ
L
dan LPPD.
g.
Mewujudkan
dkan P
Pelayanan Prima.
Data peserta
peser pelatihan bagi Kades maupun perangkat
kat de
desa yang
diselenggarakan
kan oleh Ditjen Bina Pemdes Kemendari selengkapnya
selen
dapat dilihat dalam tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1
Data Peserta Pelatihan
Data Ditjen Binapemd
pemdes Kemdagri
Sementara
entara itu Pemda DIY melalui Biro Tata Pemerintah
erintahan, juga
telah menyelenggar
elenggarakan Bimbingan Teknis Manajemen Peme
Pemerintahan
Desa bagi seluruh perangkat desa yang berjumlah 392 desa
desa. Mereka
42
yang telah diberikan bimbingan teknis adalah pejabat
Kepala Desa,
Sekretaris Desa, Kasi/Kaur Pemerintahan, Kasi/Kaur Kesra, Kasi/Kaur
Pembangunan dan Kasi/Kaur Keuangan.
Seiring dengan kebijakan percepatan pembangunan desa dimana
alokasi dana desa jumlahnya semakin meningkat, maka Biro Tapem
secara khusus, juga menyelenggarakan Bimbingan Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa ; berbasis aplikasi pada Sistem Keuangan Desa
(SISKEUDES)
yang
dibangun
oleh
BPKP
bekerjasama
dengan
Kemendagri bagi seluruh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara
Desa
dan
Petugas
Pengelola
Administrasi
Keuangan
Desa.
Pendampingan implementasi SISKUEDES terhadap 1 Desa Pilot Proyek
di masing-masing kabupaten, sehingga jumlah seluruhnya ada 4 desa
sebagai Pilot Proyek.
Program Pelatihan dan Bimtek baik dari Pusat maupun Propinsi
telah diberikan dan menjangkau seluruh perangkat desa. Pasca Pelatihan
dan Bimtek selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten untuk
melakukan pendampingan lapangan dan
Kecamatan menjadi ujung
tombak pembinaan dan pengawasan. Hal ini menunjukkan betapa
Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten bersungguh-sungguh dalam
menyiapkan aparatur perangkat desa untuk mengimplementasikan UU
Desa.
Memasuki tahun ketiga berlakunya UU Desa,
telah banyak
kemajuan yang dicapai dalam upaya pemberdayaan desa walaupun
belum maksimal. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya Silpa di
Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul berkisar antara 25 s/d 30 %.
43
Sementara Sleman Silpanya relatif kecil yakni hanya berkisar 10 s/d 15
%.
Dari hasil wawancara terstruktur kepada narasumber pejabat
kecamatan yang menjadi responden, diperoleh informasi sebagai berikut :
Tabel 4.2.
Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Sleman
Terhadap Kompetensi Perangkat Desa
1
Skor
Kompetensi
No
Pemahaman atas esensi substansi UU
Desa tentang hak asal usul Desa.
2
Penyusunan Perdes dan Perkades
3
Penyusunan
Perencanaan
Pembangunan Desa
N.1
N.2
Rata-rata
60
65
62,5
70
80
75
60
70
65
4
Penyusunan APBDes.
70
75
72,5
5
Pengelolaan Keuangan Desa.
70
75
72,5
6
Penyusunan LPJ dan LKPD.
60
70
65
7
Mewujudkan Pelayanan Prima.
70
75
72,5
Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi
Tabel 4.3.
Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Bantul
Terhadap Kompetensi Perangkat Desa
1
Skor
Kompetensi
No
Pemahaman atas esensi substansi UU
Desa tentang hak asal usul Desa.
2
Penyusunan Perdes dan Perkades
3
Penyusunan
Perencanaan
Pembangunan Desa
44
N.1
N.2
Rata-rata
60
65
62,5
60
75
67,5
50
60
55
No
Skor
Kompetensi
N.1
N.2
Rata-rata
4
Penyusunan APBDes.
65
75
70
5
Pengelolaan Keuangan Desa.
60
60
60
6
Penyusunan LPJ dan LKPD.
60
60
60
7
Mewujudkan Pelayanan Prima.
55
75
65
Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi
Tabel 4.4.
Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Kulon Progo
Terhadap Kompetensi Perangkat Desa
1
Skor
Kompetensi
No
Pemahaman atas esensi substansi UU
Desa tentang hak asal usul Desa.
2
Penyusunan Perdes dan Perkades
3
Penyusunan
Perencanaan
Pembangunan Desa
N.1
N.2
Rata-rata
60
70
65
75
80
77,5
65
70
67,5
4
Penyusunan APBDes.
65
75
70
5
Pengelolaan Keuangan Desa.
70
70
70
6
Penyusunan LPJ dan LKPD.
60
70
65
7
Mewujudkan Pelayanan Prima.
50
70
60
Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi
Tabel 4.5.
Persepsi Pejabat Kecamatan Kabupaten Gunungkidul
Terhadap Kompetensi Perangkat Desa
No
1
Skor
Kompetensi
Pemahaman atas esensi substansi UU
Desa tentang hak asal usul Desa.
45
N.1
N.2
60
70
Rata-rata
65
2
Penyusunan Perdes dan Perkades
3
Penyusunan
Perencanaan
Pembangunan Desa
70
70
70
60
70
65
4
Penyusunan APBDes.
70
70
70
5
Pengelolaan Keuangan Desa.
60
70
65
6
Penyusunan LPJ dan LKPD.
60
70
65
7
Mewujudkan Pelayanan Prima.
50
70
60
Keterangan : N.1 = Nilai Terendah dan N.2 = Nilai Tertinggi
Tabel 4.6.
Rekapitulasi
Rata-rata Kompetensi Perangkat Desa se DIY
No.
Pemahaman
1
Skor
Kompetensi
esensi
Sleman
Bantul
K.Progo
GK
Rata-rata
62,5
62,5
65,0
65,0
63,75
75,0
67,5
77,5
70,0
72,50
65,0
55,0
67,5
65,0
63,13
72,5
70,0
70,0
70,0
70,63
72,5
60,0
70,0
65,0
66,88
65,0
60,0
65,0
65,0
63,75
72,5
65,0
60,0
60,0
64,38
atas
substansi
UU Desa tentang
hak asal usul Desa.
Penyusunan
2
Perdes
dan
Perkades
Penyusunan
3
Perencanaan
Pembangunan
Desa
4
5
6
7
Penyusunan
APBDes.
Pengelolaan
Keuangan Desa.
Penyusunan LKPJ
& LPPD.
Mewujudkan
46
No.
Kompetensi
Skor
Sleman
Bantul
K.Progo
GK
Rata-rata
Jumlah Skor
485,0
440,0
475,0
460,0
465,02
Rata-Rata Skor
69,29
62,88
67,88
65,71
66,43
Pelayanan Prima.
Dari data pada tabel tersebut diatas memberikan informasi bahwa
kompetensi Perangkat Desa dalam persepsi Pembina Kecamatan adalah
sebagai berikut :
1.
Skor rata-rata berdasar indikator atas tujuh (7) kompetensi yang dikaji
semua desa di DIY sebesar 66,43 dalam skala 100, dengan kategori
Cukup. Skor tertinggi adalah kabupaten Sleman 69,29, disusul Kulon
Progo, 67,88, Gunungkidul 65,71 dan terrendah Bantul 62,88.
2.
Pemahaman terhadap esensi substansi UU Desa mengenai hak asal
usul desa; untuk mengurus rumah tangga sendiri, juga belum bisa
dilaksanakan sepenuhnya. Sebagian perangkat desa lebih kuat
kecenderungannya untuk menuntut haknya dari pada memenuhi
kewajibannya melayani masyarakatnya. Persepsi Responden atas
pemahaman esensi substansi UU Desa dan implementasinya
memberikan penilaian rata-rata 63,75; dengan kategori penilaian
Cukup.
3.
Menyusun Peraturan Desa (Perdes) dan Peraturan Kepala Desa
(Perkades), responden memberikan jawaban yang bervariasi dan
nilai rata-rata 72,5 ; dengan kategori Baik. Namun ada catatan
dimana untuk desa di kabupaten Bantul dan Gunungkidul nilai rataratanya masih berada dibawah angka 70; artinya masuk dalam
kategori Cukup.
47
4.
Menyusun Perencanaan Pembangunan; nilai rata-rata 63,13; dengan
kategori Cukup.
5.
Menyusun APBDes; nilai rata-rata sebesar 70,63; dengan kategori
Baik.
6.
Pengelolaan Keuangan; nilai rata-rata sebesar ; 66,88, dengan
kategori Cukup. Namun untuk kabupaten Sleman nilai
72,5 dan
kabupaten Kulon Progo 70 masuk dalam kategori Baik.
7.
Menyusun LPPD dan LKPJ; nilai rata-rata 63,75 dengan kategori
Cukup.
8.
Mewujudkan Pelayanan Prima; nilai rata-rata 64,38, dengan kategori
Cukup. Sementara khusus untuk kabupaten Sleman nilainya 72,5
dengan kategori Baik.
Informasi dari data pada tabel tersebut diatas mengindikasikan
bahwa UU Desa belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh seluruh
perangkat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan
pelayanan masyarakat. Dengan kondisi seperti itu dapat dimaklumi,
karena memang aturannya baru dan pengalaman baru. Hal ini juga dapat
dipahami mengingat tidak sedikit perangkat yang sudah menjelang purna
tugas, disamping banyaknya pejabat kepala desa yang kosong, misal
untuk Bantul terdapat 23 desa dari 75 desa diantaranya masing kosong
dan diampu oleh pejabat sementara. Kekosongan tersebut belum dapat
diisi karena perda yang menjadi acuan dasar untuk pilkades sedang
dibahas.
Kekosongan kades
dan peraturan daerah tersebut juga
berdampak pada pengisian perangkat desa lainnya.
48
Dengan
kondisi
bagaimanapun
pembelajaran
harus
tetap
berlangsung sampai aparatur perangkat desa benar-benar bisa mandiri
dan tumbuh kreativitasnya untuk mengelola masyarakat dan potensi yang
dimiliki
desanya. Hal ini sejalan dengan pendapat responden yang
menginginkan pembinaan agar diteruskan sehingga bisa menjangkau
seluruh aparatur perangkat desa, syukur jika mampu menjangkau SDM
kelembagaan desa.
Memasuki tahun ketiga berlakunya UU Desa,
telah banyak
kemajuan yang dicapai dalam upaya pemberdayaan desa melalui
implementasi UU Desa walaupun hasilnya belum optimal.
Hal ini
dapat dimaklumi oleh karena merupakan kebijakan yang relatif baru,
dengan keterbatasan yang ada, desa belum mampu menyerap dan
mengimplementasikan UU Desa secara penuh.
Beberapa desa
terkadang masih terdapat keraguan-keraguan dalam melangkah dan
mengambil kebijakan, sehingga perlu pembelajaran lapangan secara
intensif.
Pada umumnya responden menginginkan keterlibatan Badan
Diklat dalam upaya pemberdayaan aparatur perangkat desa. Ketika kami
sampaikan keterbatasan ruang gerak Badan Diklat sebagai lembaga
diklat aparatur untuk masuk membantu mengembangkan kapasitas desa,
mengingat aparatur perangkat desa adalah bukan PNS. Seorang
responden bertanya, apakah pemerintahan desa itu bukan bagian dari
unit pemerintahan. Semestinya jika pemerintah desa itu dianggap sebagai
bagian dari unit pemerintahan maka tidak ada salahnya, turut serta terjun
membina SDM apaaratur perangkat desa.
49
Ketika dikonfirmasi peran apa yang dapat dimainkan oleh Badan
Diklat untuk meningkatkan kualitas aparatur perangkat desa agar tidak
berbenturan dengan Instansi Tehnis. Responden menginginkan Badan
Diklat dapat masuk dalam ranah yang sifatnya manajerial dan merubah
mental, untuk mendorong
percepatan perubahan
perilaku
dalam
mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Pembelajaran revolusi
mental diharapkan dapat merubah perilaku aparatur perangkat desa,
yang pergerakannya untuk saat ini dirasakan masih relatif lamban.
50
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebgaai
berikut:
1.
Pengembangan kapasitas aparatur perangkat desa, sudah dilakukan
oleh pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten.
2.
Perangkat desa sudah dapat mengimplementasikan peraturan terkait
dengan terbitnya UU Desa, walaupun masih terdapat kesenjangan
antara harapan dan kenyataan yang dapat direalisasikan.
3.
Pembinaan dan pembelajaran bagi perangkat desa harus dilanjutkan
dalam rangka mengembangkan kapasitasnya dalam melayani warga
masyarakat.
4.
Pengembangan kapasitas tidak hanya dibatasi pada kompetensi
tehnis saja, melainkan juga mencakup manajerial dan perubahaan
perilaku melalui revolusi mental
B.
Saran
Dari kesimpulan tersebut disarankan kepada Badan Diklat DIY
untuk turut berpartisipasi dalam upaya mengembangkan kapasitas
aparatur perangkat desa dalam aspek manajerial dan revolusi mental.
51
DAFTAR PUSTAKA
Milen, Anelli, (2004) Pegangan Dasar Pengembangan Kapasitas. Diterjemahkan
secara bebas. Yogyakarta : Pondok Pustaka Jogja.
Sutarto Kartohadikoesoemo, Desa; Sumur, Bandung, 1964.
Taliziduhu Ndraha, Dimensi-dimensi Pemeritahann Desa, Bumi Aksara Jakarta,
1996.
Soeprapto Riyadi .2010. Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah
Menuju Good Governance . World Bank.
Jenivia Dwi Ratnasari, dkk Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Kemendagri RI ; Permendagri No. 72 tahun 2005 tentang Desa.
Kemendagri; 2011 Modul Manajemen Pemerintaahan Desa bagi Kepala Desa
52
LAMPIRAN
Kuesioner Penelitian Untuk Pejabat Kecamatan :
“Konsekuensi UU Desa Terhadap Lembaga Diklat Aparatur”
Unit Kerja Bapak/Ibu :
..
Nama
Jabatan
....
:
:
Keterangan
No.
1
Skore
Sejauh mana sosialisasi UU Desa telah dilaksanakan di wilayah
Bapak baik oleh Pemkab maupun kecamatan.
2
Menurut pengamatan Bapak/ibu apakah aparat perangkat desa
sudah dapat memahami esensi Substansi UU No. 6 tahun 2014
tentang Desa mengenai hak asal usulnya untuk mengurus rumah
tangga sendiri.
3
Bagaimana kompetensi kepala desa / perangkat desa dalam ;
a. Menyusun perdes / perkades
b. Menyusun APBDes.
c. Menyusun perencanaan pemangunan desa.
d. Mengelola Keuangan Desa (administrasi Keuangan desa)
e. Mewujudkan
pelayanan
prima
dalam
penyeleggaraan
pertanggung-jawaban
penyelenggaraan
pemerintahan desa.
f. Menyusun
laporan
pemerintaha desa.
4
Menurut
bapak/ibu
ditingkatkan
lagi
apakah
aparat
kapasitasnya
perangkat
dalam
upaya
desa,
perlu
mewujudkan
pemerintahan desa yang lebih baik. YA / TIDAK
5
Jika YA, bentuk yang paling efektif seperti apa ?
a. Pendidikan dan Pelatihan ketrampilan
b. Bimbingan Teknis
c. Pendampingan lapangan
d. Revolusi Mental
Permasalahan :
Surveyor/Peneliti
Ambar Rahadi.
54
Biodata Penulis
Nama Penulis : Ambar Rahadi, SE, MM,
Lahir di Sleman, 25 April 1961.
Pendidikan formal sejak SD sampai SLTA tamat di Sleman, kemudian
melanjutkan studi program Sarjana Muda jurusan Akuntansi pada AAN Palu
tamat tahun 1986, kemudian melanjutkan program S-1 jurusan Akuntansi pada
STIE Panca Bhakti Palu dan tamat tahun 1994, kemudian melanjutkan studi lagi
pada Program Magister Manajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta dengan
konsentrasi Manajemen Pemasaran, tamat 2016. Berkarir sebagai PNS sejak
1982 sebagai PNS Kanwil Departemen Koperasi Propinsi Sulawesi Tengah,
sejak tahun 2000 pindah tugas di Yogyakarta, kemudian seiring otonomi daerah
tahun 2002 dialih-tugaskan ke Pemda DIY. Menjabat sebagai widyaiswara /
instruktur pelatihan sejak masih tugas di Departemen Koperasi tahun 1998
sampai sekarang. Berbagai program diklat telah diikuti untuk menunjang
profesinya, diantaranya TOT Credits system management of cooperative
(konvensional) yang diselenggarakan oleh JICA bekerjasama dengan Depkop,
TOT Simpan Pinjam Bagi Hasil (Pola Syariah), TOT Penilaian Kesehatan Usaha
Simpan Pinjam oleh KSP/USP, yang diselenggarakan oleh Depkop, Diklat
Asesor Kompetensi Jasa Keuangan yang diselenggarakan Depkop bekerjasama
dengan BNSP, Diklat Standar Akuntansi Pemerintahan, TOT Pengelolaan
Keuangan Daerah berbasis Akrual, Diklat Manajemen Pemerintahan Desa yang
diselenggarakan oleh Kemdagri, Diklat/TOT/TOF yang diselenggarakan oleh
Lembaga Administrasi Negara.
Berpengalaman mengajar pada Diklat
Prajabatan, Diklat Kepemimpinan Tingkat IV, Diklat Kepemimpinan Tingkat III,
Diklat Tehnis Fungsional yang terkait dengan spesialisasinya. Disamping itu juga
menjadi tenaga pengajar pada Diklat Manajemen Pemerintahan Desa, Diklat
Akuntansi, Diklat Simpan Pinjam Konvensional maupun syariah yang
diselenggarakan oleh Pemda DIY dan Pemkab/Pemkot lingkup DIY.
66
Download