Modul Kewirausahaan II [TM4B]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
KEWIRAUSAHAAN II
BERORIENTASI PADA TINDAKAN
.
Fakultas
Program Studi
FASILKOM
SISTEM
INFORMASI
Tatap Muka
04
Kode MK
Disusun Oleh
A51185EL
Matsani abdul rahman ,SE.MM.
Abstract
Kompetensi
Mata Kuliah ini membahas tentang
proses Wirausaha dalam mensiasati
pendirian suatu usaha berdasarkan
strategi-strategi ilmiah dan
intuisi.Pendekatan dunia entreprener l
untuk membantu suatu usaha.
Mahasiswa diharapkan memiliki
wawasan yang luas dan mampu
menjelaskan dan membuat suatu usaha
yang mandiri..
BERORIENTASI PADA TINDAKAN
Salah satu ciri seorang pengusaha adalah pikirannya yang lebih berorientasi pada tindakan
(action) daripada sekedar bermimpi, berkata-kata, berpikir-pikir, atau berwacana. Seorang pengusaha
selalu menghadapi risiko, ketidakpastian, dan keterbatasan dalam setiap masalah yang dihadapi. Kalau
dia hanya berkata-kata dan tak bertindak, segala kesempatan yang ada berubah menjadi bencana
(kerugian).
Selain itu, seorang pengusaha juga harus memliki orientasi PDCA—pla, do, check, and action. Ini
berarti dia tidak hanya sekedar merencanakan berbagai strategi dan taktik, tetapi juga
melaksanakannya. Secara spesifik, seorang pengusaha harus menghindari (NATO (no action talk only),
NADO (no action dream only), dan NACO (no action concept only).
NATO hanya akan menghasilkan gossip, NADO hanya menghasilkan visi tanpa tindakan, dan NACO hanya
menghasilkan teori dan falsafah. Umumnya, yang berpikiran NACO adalah akademis yang berpikir
menggunakan logika formal.
Seorang konseptor atau teoritikus, bekerja dengan data dan jarang sekali berada di lapangan.
Sebaliknya, seorang wirausaha meghabiskan 90% dari waktunya di lapangan bersama-sama dengan
karyawan, pemasok, dan pelanggan-pelanggannya.
Karena bekerja dengan data, maka supaya valid dan ilmiah, seorang konseptor harus terbiasa
menguji data-datanya, membangun model, dan melakukan validasi. Masalahnya, kalau seorang
konseptor tidak menguasai keadaan dan informasi di lapangan, dia bisa menjadi ragu akan
keputusannya sehingga cenderung mengulangi lagi siklus di atas, yaitu mengumpulkan data lagi.
Akibatnya, dia bisa berputar-putar dan berorientasi pada pikiran daripada tindakan.
Sebaliknya, seseorang yang berorientasi pada tindakan adalah orang yang memiliki tingkat efektivitas
yang tinggi. Dalam modul ini, kita akan mempelajari karakteristik seseorang yang berorientasi pada
tindakan. Dalam hal ini, akan digunakan konsep seseorang yang efektif yang dikemukakan oleh Stephen
Covey (2004).
8 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE
Menurut Covey, manusia yang efektif adalah manusia yang dilandasi oleh sikap-sikap adil
(fairness), mengedepankan persamaan (equity), memiliki integritas (integrity), jujur (honesty), martabat
dan keseimbangan, mau melayani, sabar, tekun, peduli, keteguhan hati, dan senantiasa berpikir positif.
Nilai-nilai seperti di atas sangat penting karena akan membuat Anda lebih percaya diri, lebih
ringan dalam bertindak. Orang-orang yang tidak memiliki integritas, kurang adil, dan tidak jujur
cenderung akan tidak stabil emosinya dan hidupnya tidak damai. Dia bisa memiliki usaha, tetapi sulit
menjadi besar.
Selain itu,Covey juga mengemukakan bahwa karakter seseorang itu dibentuk oleh kebiasaan
(habit). Oleh karena itu, kebiasaan yang harus dikembangkan oleh seorang wirausaha adalah kebiasaankebiasaan yang bersifat produktif. Secara spesifik, kedelapan kebiasaan tersebut adalah be proactive,
begin with the end in mind, put first things first, think win/win, seek first to understand—then to be
understood, synergize, sharpen the saw, they find their voice, and help others find theirs (Covey,2004)
HABIT 1 : PROAKTIF
Seseorang yang efektif mengambil inisiatif untuk bertindak, bukan menunggu atau berwacana.
Mereka yang menunggu adalah orang-orang yang tidak efektif, tidak berpengetahuan cukup, peragu,
dan sesungguhnya seorang yang pengecut. Mereka yang efektif adalah orang-orang yang proaktif.
Mereka tidak membatasi diri pada keterbatasan yang ada, tetapi menyadari bahwa mereka memiliki
kebebasan untuk menentukan karakter yang mereka miliki. Umumnya, mereka tahu persis bahwa
mereka tidak sepenuhnya mampu mengendalikan situasi yang berkembang, tetapi mampu menentukan
pilihan yang terbaik dengan mantap.
Bertindak positif adalah mengambil tindakan sebelum sebuah kejadian yang tidak dikehendaki
muncul. Dengan kata lain, orang-orang yang proaktif selalu mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi dan
cepat mengambil tindakan penyelamatan. Mengapa mereka bisa bertindak cepat? Jawabannya adalah
karena mereka sehari-hari berada di lapangan. Mereka melatih intuisi dengan menangkap segala signal
yang tampak di alam semesta dan kenal betul dengan karakter dari masing-masing signal tersebut.
Sebagai contoh: menjelang lebaran, para pedagang tekstil sudah melakukan stok barang lebih banyak
dari biasanya untuk mengantisipasi lonjakan permintaan. dengan lata lain, ada “pola” yang dipelajari
oleh seorang wirausaha. Misalnya pola permintaan pada hari-hari tertentu atau menjelang hari raya
sehinga sebelum bulan puasa tiba, dia sudah melakukan penyetokan barang dalam jumlah yang cukup.
Salah satu contoh yang tepat untuk menggambarkan perilaku proaktif dapat dibaca di buku Who Moved
My Cheese? (Johnson, 1998).
Buku ini mebahas empat tokoh utama, yaitu 2 ekor tikus (Sniff dan Scurry) serta 2 orang kurcaci
(Hem dan Haw). Baik tikus maupun kurcaci sama-sama berburu keju. Keju dalam buku ini berarti
simbolisasi dari apa yang dicari oleh manusia. Ia dapat diartikan sebagai rezeki, makanan, kesehatan,
uang, karier, pangkat, mobil, rumah, atau kebahagiaan.
Seperti tikus yang Anda kenal, mereka adalah bonatang yang dikenal cerdik dan rajin bekerja.
Mereka selalu bergerak mencari makan ke mana bau makanan tercium. Demikianlah, Sniff dan Scurry
selalu bergerak proaktif dalam mencari keju. Saat keju dari Stasiun C hilang, mereka memperhatikannya
dan langsung pergi mencari keju di stasiun lainnya tanpa berpikir bahwa keju itu hanya pergi untuk
sementara.
Sedangkan dua orang kurcaci, Hem dan Haw, terbelenggu oleh past memory-nya yang
mengatakan “keju” itu sudah ada disana setiap hari. Keju itu sudah menjadi “hak”-nya. Ketika keju itu
hilang, mereka jutru menyalahkan lingkungan. Mereka terlena dengan keadaan sebelumnya, bahwa keju
itu harus ada disana. Ketika keju itu hilang, mereka berteriak menyalahkan orang yang dicurigai telah
memindahkannya.
Mereka tidak segera mencari keju itu di tempat yang lain, tetapi tetap menunggu dan kembali
ke tempat yang sama setiap hari. Mereka berkutat dengan pemikiran-pemikiran sendiri dan berwacana
mengapa keju di Stasiun C itu bisa habis atau menghilang (Johnson, 1998). Secara jelas, perbedaan dari
mereka berdua adalah sebagai berikut:
Pelajaran yang dapat diambil dari simbolisasi di atas adalah: lebih baik proaktif, bertindak cepat
mengenali lapangan, dan memiliki pertimbangan yang “good” daripada melakukan sesuatu secara
lambat dengan pertimbangan yang “great”. Keputusan dalam melakukan sesuatu dapat diperbaiki
secara simultan apabila sudah dilaksanakan.
Apa yang Dilakukan Manusia Biasa (Saat Keju yang Biasa Ditemuinya Hilang?)
Manusia akan marah, tidak bisa menerima. Manusia akan menunggu dan menunggu. Mereka
terbelenggu oleh tradisi. Karena keju itu selalu dapat ditemui di sana secara Cuma-Cuma, mereka
merasa keju adalah haknya. Mereka punya hak menerima secara cuma-cuma. Rutinitas adalah
belenggu. Dan manusia menuntut agar keju itu “dikembalikan”. Karena tidak kembali, manusia mulai
panic, lalu marah-marah. Mereka menggedor-gedor tembok, berteriak-teriak mencari perhatian.
Itulah yang terjadi di banyak perusahaan dan dialami oleh para pekerja yang secara rutin menerima
“keju” (gaji) tanpa mengerti bagaimana kinerja perusahaannya. Mereka juga tidak mengerti bahwa
keadaan ekonomi yang dihadapi perusahaan tidak selalu baik. Sehingga “keju” itu bisa saja sewaktuwaktu menghilang kalau mereka tidak ikut memikirkannya dan membantu perusahaan beradaptasi.
Namun, begitu “keju” itu menghilang, mereka tidak segera bertindak membanting setir atau mencari
“keju” di tempat lain, melainkan menghimpun kekuatan agar “keju”-nya dikembalikan.
Mereka berdemo, berteriak-teriak, membakar ban karet, merusak pintu dan jendela, melakukan unjuk
rasa berhari-hari, bahkan ada yang bertahun-tahun. Melakukan rally dengan sepeda motor keliling kota
sampai ibukota mecari perhatian. Padahal, perusahaan sudah tidak punya kekuatan apa-apa lagi dan
mereka tidak bisa dibayar lagi. Rasa diperlakukan tidak adil membuat manusia tidak meliat “keju” di
tempat lain. Karyawan-karyawan yang berputar-putar disana, sama tindakannya dengan para manajer
yang member janji, tak ubahnya dengan dua kurcaci dalam buku Who Moved My Cheese?)
Apa yang Dilakukan Manusia “Tikus”?
Manusia “tikus” tidak terbelenggu oleh rutinitas. Setiap hari mereka bergerak menuju rezeki. Kalau
rezeki hari ini ada disini, mereka menghabiskan waktunya disini. Kalau tiba-tiba rezeki itu tidak ada
disini, mereka berpindah ke tempat lain yang lebih menjanjikan.
Manusia “tikus” tidak marah-marah kalau rezekinya hilang. Keadaan ekonomi tidak selalu baik. Oleh
karena itu, mereka harus selalu memiliki alternatif. Sebelum keju di Stasiun C menghilang, mereka sudah
mengenali keju-keju lain di stasiun lainnya. Meski jalan menuju Stasiun C jauh lebih enak dan nyaman,
mereka tidak malas melewati rute-rute yang tidak pasti dan berliku-liku.
Manusia “tikus” tidak mudah mengeluh, marah-marah, atau menuntut “hak”-nya dari orang lain.
Manusia “tikus” berbekal ketulusan dan keikhlasan, kerajinan, ketekunan, dan bekerja keras. Akibatnya,
mereka selalu menemukan jalan keluar. Mereka tidak merasa perlu menghimpun kekuatan dari orang
lain sebab dalam setiap krisis baginya, kita tidak bisa terlalu mengandalkan orang lain yang juga sedang
menderita. Semua perlakuan tidak adil harus diterima dengan ikhlas.
Manusia “tikus” memilih segera masuk ke dalam sekoci kecil, mencari bantuan ke tempat lain daripada
meributkan kapal besar yang hendak karam.
Di banyak perusahaan yang terganggu keadaan ekonominya, manusia “tikus” sudah pergi
meninggalkan perusahaan sebelum dia benar-benar karam meskipun tidak mendapatkan uang
pesangon sama sekali. sementara kolega-koleganya (tipe kurcaci) justru menunggu sampai pesangon
benar-benar dibayarkan. Namun, saat pesangon dibayarkan pada para kurcaci, manusia “tikus” sudah
menjadi wirausaha yang terhormat di tempat lain.
HABIT 2 : BERMULA DARI UJUNG PEMIKRAN (GOAL ORIENTED)
Manusia yang berorientasi pada tindakn tidak hanya mengejar pencapaian tuuan, akan tetapi
juga berburu tujuan yang benar. Bayangkan, roh kita sedang menatap jasad kita yang dimasukkan ke
liang kubur pada saat proses pemakaman kita. Bayangkan apa yang dikatakan pelayat dengan jujur
tentang kita. Apakah kita senang dengan apa yang kita dengar? Apakah itu yang ingin kita ingat tentang
kita?
Jika tidak, jelas kita harus mengubah semua tindakan kita saat ini. Kita harus mengendalikan
hidup kita. Ini dapat dilakukan dengan menuliskan kembali misi pribadi hidup kita yang menggambarkan
tujuan dan citra diri yang kita inginkan.
Menemukan misi pribadi jelas bukanlah hal yang mudah. Terkadang, kita harus menemukannya dari
kejadian-kejadian memilukan yang membentuk kebajikan dan mendapatkan filosofi hidup. Supaya
berorientasi pada tindakan, manusia harus mengenal dan paham betul situasi yang dihadapi. Anda harus
mengenal lingkungan pasar (pasar) dimana Anda berada, produk yang Anda tangani, pasar dan
konsumennya, harga, lokasi, siklus ekonomi, latar belakang suatu keadaan, dan seterusnya. Namun
kenyataannya, semua itu tidak mudah.
Pengindraan Fisik
Kesulitan manusia menafsirkan dunia ini tidak lepas dari fitrah kita yang memiliki panca indera
yang terbatas. Memiliki kesempurnaan panca indera saja belum cukup untuk menangkap realita
kehidupan dan menjadi wirausaha yang tangguh dan mampu berorientasi pada tindakan (action
oriented). Apalagi bila Anda memiliki salah satu indera yang kurang sempurna. Itu saja sudah
membedakan orang yang satu dengan yang lainnya.
Kami akan mengajak Anda menerawang perjalanan Anda mengenal jagat raya ini, mulai dari
bayi sampai tumbuh menjadi manusia dewasa. Renungi baik-baik bahwa kita makhluk yang belajar
dengan segala keunikan dan kesulitannya. Anda mungkin tidak ingat betul apa yang Anda lakukan saat
keluar dari rahim ibunda. Namun, Anda bisa melihat apa yang dilakukan makhluk-makhluk kecil yang
baru lahir. Kita ambil contoh saja hewan mamalia.
Kendati belum mengenal betul orangtuanya dan matanya masih terkunci rapat, seekor bayi kanguru bisa
dengan cepat memasuki kantong ibunya. Demikian pula dengan seekor anak kera yng masih buta,
mampu menemukan puting susu ibunya karena pada titik itulah terdapat elemen tubuh dengan
temperatur tinggi (paling hangat) pada induknya.
Demikian pula dengan bayi-bayi manusia menafsirkan kehidupannya melihat dunia yang terang
benderang dan perlahan-lahan belajar mengenal orangtuanya melalui mata dan telinga.
Jadi, pertama-tama makhluk mamalia menafsirkan dunia ini melalui stimulus temperatur. Setelah itu,
dia baru melihat cahaya dan merasakan sentuhan melalui kulit. Seorang bayi dapat merasakan kasih
sayang melalui sentuhan. Maka, manakala kita memegang jari-jari kakinya, kita pun merasakan
gerakannya yang menggemaskan.
Begitu matanya terbuka, dia belum bisa menangkap gambar secara sempurna. Mulanya, dia
hanya bisa melihat bentuk umum. Meski bisa menyebut “papa” atau “mama”, dia belum bisa
membedakan orang yang satu dengan yang lain.
Manusia perlu waktu untuk menumbuhkan penginderaannya, dan manusia perlu waktu untuk belajar
mendapatkan konsep hidup yang kita pahami seperti saat ini.
Selanjutnya, sebagai makhluk kecil, anak manusia mulai belajar menggerakkan tubuh,
menangkap bola (gerakan dan kecepatan), menduga-duga jarak, sampai menafsirkan pesan melalui
bahasa dan simbol-simbol. Semua itu membutuhkan waktu, latihan, dan proses. Mulai dari jatuh, salah
menafsirkan, dan seterusnya.
Perjalanan manusia tradisional memahami dunia fisik ini sungguh kompleks dan memerlukan
bantuan orang lain. Bayangkan, apa jadinya seseorang tidak memiliki kelengkapan indera, atau salah
satu inderanya tak berfungsi dengan baik. Mereka akan semakin sulit memahami isi dunia ini menurut
kesepakatan umum.
Belajar dari Orang Lain
Seorang anak kecil, yang belum berpengalaman, belum bisa membedakan jarak. Seorang Ibu
yang menjaga bayinya sering mengingatkan kakak-kakaknya agar tidak menimbulkan kegaduhan. Setiap
pintu terbuka secara kasar, bayi itu terkejut. Demikian pula saat bayi itu mulai sedikit lebih besar. Setiap
kali mendengar suatu ledakan sekecil apapun, dia terkejut dan menolehkan kepalanya mencari dimana
sumber suara berada. Dia belum tahu berapa jauh sumber ledakan itu, dan berapa besar magnitude
ledakan tersebut dari posisinya.
Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki kesempurnaan panca indera, maka kita pun
dengan cepat bisa membedakan apakah ledakan itu mercon, benda jatuh, tembakan senjata api, bom,
atau ledakan hebat lainnya. Kita juga dengan cepat dapat menerka jarak berapa meter kira-kira sumber
ledakan itu jauhnya dari tempat kita berdiri.
Demikianlah kita menggenapi hidup ini dengan kemampuan menangkap gejala-gejala alam
melalui indera-indera kita. kKita mengkombinasikannya melalui gerakan-gerakan, konsep, dan bahasa
tubuh. Kita belajar mengecap rasa, menangkap hewan, menafsirkan warna, mewarnai, menciptakan
keserasian, menafisrkan bahasa tubuh, orang lain, simbol-simbol, dan sebagainya. Kita mempelajari
gejala-gejala yang menyenangkan dan gejala-gejala alam yang membahayakan. Kita belajar merespons
amarah atau perintah orang melalui indera kita dan konsep-konsep yang kita pelajari.
Manusia Sakti
Semua yang saya dijelaskan di atas adalah level ke-1 yaitu Kesempurnaan Persepsi manusia yang
saya sebut anugerah. Kami sebut begitu karena memperoleh kesempurnaan indera adalah sebuah
anugerah. apalagi bisa mengendalikannya secara simultan. Namun, ini belum sempurna betul. Manusia
yang sempurna adalah manusia yang sakti, yang dengan cepat mampu menafsirkan isi semesta ala mini
dan meresponsnya. Kalau ada bahaya, dia akan memberi tahu pengikut-pengikutnya jauh sebelum
kejadian. Dia mampu menerawang jauh ke depan dan apa yang diterawang dan diucapkannya itu
ternyata benar-benar menjadi kenyataan. Dan mereka yang diberi tahu ikut selamat. Manusia sakti itu
adalah manusia yang mencapai level ke-4 pada bagan Kesempurnaan Persepsi. Itulah manusia yang
mencapai level kebajikan, level filosofi.
Pengalaman Hidup
Mari kita lanjutkan untuk memahami lebih jauh. Manusia dewasa menyempurnakan penafsiran
alam melalui Pengalaman Hidup (level ke-2) dan Ilmu Pengetahuan (level ke-3) agar terbebas dari
gejolak-gejolak subjektif atau perspektif yang sempit, termasuk mitos dan legenda-legenda yang diyakini
masyarakat benar adanya. Kita perlu menafsirkan orang lain, bangsa lain, teknologi, penyakit, bendabenda, peilaku, dan gejala-gejala, bukan melalui mistik atau selera, melainkan melalui kebenaran
pengetahuan.
Ilmu Pengetahuan
Manakah yang datang lebih dulu, pengalaman hidup atau keilmuan? Keduanya bisa berjalan
bersama-sama, bisa juga terpisah kalau Anda tidak sempat mengecap pendidikan di bangku sekolah.
Manusia modern, sejak umur lima tahun (bahkan sekarang sejak usia tiga tahun) sudah dikirim
orangtuanya ke bangku sekolah. Anda mulai belajar tentang hukum-hukum alam yang telah ditemukan
orang-orang hebat yang menghasilkan rumus-rumus terkenal.
Melawan Mitos
Anda menjadi lebih kritis dan tidak bisa dibohongi oleh sembarang orang yang Anda temui di
jalan yang selalu mengaitkan gejolak alam dengan roh-roh halus, setan, jin, keberuntungan, dan mitosmitos lainnya. Sebagai entrepreneur berilmu, Anda menjadi lebih kritis. Kini, Anda mengerti tak ada jalan
pintas mengejar kekayaan, tak bisa lewat seminar-seminar, atau memuja sang berhala di puncak-puncak
gunung yang dijaga juru kunci sakti. Atau yang membungkus kebenaran dengan hal-hal yang seakanakan sacral dan tak boleh dibantah.
Lepaskan Belenggu-Belenggu Negatif, Keluarlah dari Zona Kenyamanan
Namun, pada saat bersamaan, Anda juga belajar menafsirkan kehidupan dari teman, guru,
orangtua,sopir bus, para penumpang kendaraan umum, dan sebagainya yang Anda temui di jalan dan
sekolah. Inilah yang disebut dengan pengalaman hidup, sesuatu yang menempa kepribadian, tata nilai,
dan belief kita. Ia bisa menjadi filter dalam menangkap makna.
Kepribadian Menentukan Penglihatan
Anda melewati masa kecil, remaja sampai dewasa berbeda satu dengan lainnya. Anda yang
mengalami kepahitan di masa kecil mungkin mempunyai obsesi agar kepahitan itu tidak terulang lagi.
Namun, ada sebagian orang yang bertindak sebaliknya. “Justru karena saya mendapatkannya tidak
mudah, maka orang lain pun tidak boleh memperolehnya begitu saja dari saya. Kalau perlu mereka
harus lebih sakit lagi.”
Orang-orang seperti itu adalah orang yang harus dikasihani karena hidup mereka terbelenggu oleh
rantai-rantai besi dan bola-bola batu yang berat dengan badan yang memar. Demikianlah pengalaman
hidup menentukan tindakan Anda.
Kebajikan
Akhirnya, pengetahuan itu, kendati teruji benar adanya, harus ditempatkan pada kebajikankebajikan penerapan. Sebab sekalipun sahih, pemgetahuan itu bersifat hidup dan dapat dipatahkan oleh
pengetahuan-pengetahuan yang muncul belakangan. Kebajikan membuat kepemimpinan seseorang
lebih dari sekedar pemimpin biasa. Dia bak magnet yang memberikan, visi, hope, dan inspirasi.
Masalahnya, tak semua orang berpengetahuan punya kebajikan (wisdom). Mereka yang tak punya
kebajikan adalah manusia yang seakan-akan hidup dengan ilmu yang berada di ruang yang vacuum yang
percaya apa yang ditemukan adalah sesuatu yang absolute, mutlak. Hanya merekalah kebenaran itu.
Hidup dengan Kejelasan Tujuan
Untuk dapat menjadi seseorang yang berorientasi pada tujuan, lakukanlah dalam hidup Anda langkahlangkah sebagai berikut.
1) Tetapkan tujuan akhir (misalnya: hidup bahagia, sehat, terjamin secara ekonomi, dan sejahtera);
2) Tentukan langkah-langkah kecil untuk mencapai tujuan tersebut (misalnya: menyelesaikan studi,
bekerja selama 5 tahun, lalu membuka usaha);
3) Perhatikan setiapn kemajuan yang sudah dicapai (misalnya: melakukan evaluasi, lalu berevolusi,
pindah usaha, merekrut manajer, dan memperbaiki proses produksi);
4) Ketika dapat mencapai goal, rayakanlah bersama karyawan dan keluarga; dan
5) Pikirkan tujuan-tujuan baru yang lebih menantang (eHow, 2009)
Sebagai contoh, tujuan Anda sebagai wirausaha adalah hidup sukses dan bahagia di daerah Anda
berusaha (misalnya di pasar X). Lalu, tetapkan hal-hal kecil yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan,
misalnya Anda memulai dengan bekerja pada orang lain selama sekian tahun dan memulai usaha sablon
kaos karena sebelumnya Anda bekerja di usaha yang sama. Jadi, Anda sudah mengenal betul jenis dan
lika-liku usaha ini. Lalu Anda mengambil langkah-langkah konkret, seperti: 1) Membeli alat sablon
berkualitas baik; 2) Membuka usaha lebih pagi dari pedagang lainnya; 3) Tidak mngambil keuntungan
yang terlalu tinggi pada tahap awal, tetapi lebih mengedepankan volume penjualan; dan sebagainya.
HABIT 3 : MENDAHULUKAN HAL YANG UTAMA
Kebiasaan ini berkaitan dengan sikap yang mengedepankan prioritas. Sering kali manusia
menghabiskan waktu untuk bereaksi (reaktif) pada situasi darurat, bukan menginvestasikan waktu untuk
mengembangkan kemapuan dan mencegah situasi darurat itu. Manusia spetimini kurang memahami
perbedaan makna antara urgent (mendesak) dengan important (penting). Urgent adalah situasi yang
mendesak, sedangkan penting membutuhkan perhatian yang besar.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan waktu yang lebih banyak untuk bekerja dengan perencanaan,
mengembangkan hubungan, memanfaatkan peluang-peluang yang muncul dan me-recharge
pengetahuan. Orang sering lupa bahwa perencanaan merupakan bagian penting dari, kewirausahaan,
dari sebuah tindakan.
Intinya adalah seseorang harus fokus pada hal-hal yang urgent dengan membuat prioritas, dan
menyadari bahwa tidak semua hal dikategorikan urgent. Demikian pula kita tidak bisa mengatasi semua
masalah. Selesaikanlah masalah-masalah tertentu saja yang bisa diselesaikan, dan lainnya akan
mengikuti. Sekali lagi, kita hanya bisa menyelesaikan sebagian masalah saja, karenanya kita wajib
memilihnya.
HABIT 4 : BERPIKIR DAN BERTINDAK WIN-WIN
Bisnis atau berwirausaha pada dasarnya adalah upaya untuk memenangkan kehidupan. Dalam
kehidpan sehari-hari, Anda akan berhadapan dengan persaingan dan Anda memerlukan kerja sama dari
para pendukung Anda. Siapakah mereka?
Mereka adalah keluarga Anda, karyawan, manajer, investor, bank,konsultan, para pemasok dan
penyalur produk-produk/jasa-jasa Anda, para pembeli franchise Anda, dan tentu saja konsumen,
nasabah, klien, atau pelanggan-pelanggan Anda.
Manusia efektif akan selalu bersikap win-win. Mereka berusaha agar semua pihak mencapai
kondisi akhir yang baik. Mereka menyadari bahwa menang sendiri dapat bersifat destruktif karena hal
itu hanya menghasilkan pihak yang kalah dan akhirnya akan memunculkan perasaan bermusuhan dan
perasaan buruk lainnya, seperti merasa dirugikan, dikalahkan, diperlakukan kurang/tidak adil, dan rasa
pemusuhan. Pola berpikir win-win akan membantu kita menciptakan kerja sama.
HABIT 5 : CARI TAHU DULU UNTUK MEMAHAMI, BARU DIPAHAMI
Agar dapat mengembangkan hubungan yang win-win, seseorang harus dapat mengetahui apa
yang diinginkan oleh pihak lain (rekan usaha) dan apa makna “menang” bagi mereka. Dalam hal ini, kita
harus dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan orang lain sebelum mengutarakan
tujuan pribadi mereka.
Dengan demikian, seorang wirausaha harus memiliki keterbukaan (open mind) untuk
mendengarkan, dan tidak menolak, berargumentasi, atau melawan atas apa yang mereka dengar dari
pihak lain. Yang perlu dikembangkan adalah kebiasaan mendengarkan dengan seksama dan
memikirkannya. Dengan kata lain, ada usaha untuk menempatkan diri kita pada posisi orang lain.
Sebagai contoh, seorang wirausaha dalam bidang catering, suatu ketika mendapatkan masalah tidak
dapat memasok makanan pada waktu yang disepakati. Di pihak lain, klien sudah sangat
membutuhkannya. Sebagai pengusaha catering, Anda perlu mendengarkan lebih dahulu keinginan klien
Anda. Setelah itu carilah jalan untuk segera menyelesaikannya. Misalnya, Anda mencari rekan
usaha lain yang bisa membantu memasok makanan itu kendati Anda harus menombok. Anda merugi
sesaat, tetapi Anda tetap menjadi mitra usaha yang baik untuk jangka panjang, dibicarakan positif, dan
tidak kehilangan pelanggan rutin.
Dengan memberikan prioritas pertama pada klien yang terdesak tersebut, masalah dapat
diselesaikan. Klien Anda merasa dimengerti dan dihargai sehingga mereka akan membalas dengan
hubungan yang lebih baik lagi.
HABIT 6 : SINERGI
alam berwirausaha, Anda harus mencari sinergi, yaitu suatu total yang lebih besar dari
penjumlahan elemen-elemen tunggalnya. Misalnya, ada 2 pihak A dan B, dan masing-masing bekerja
sendiri-sendiri, masing-masing hanya akan menghasilkan 2 buah, dan kalau dijumlahkan A+B=4.
Dengan sinergi antara A dan B, maka 2+2>4. Inilah yang disebut sinergi. Lawan dari sinergi
disebut disergy, yang berarti A+B<4.
Sinergi yang efektif sangat bergantung pada komunikasi. Sering kali seseorang tidak mau dan
tidak mampu mendengarkan lawan-lawannya (to listen) dan merespons. Mereka hanya mampu sekedar
mendengar (to hear) dan bereaksi secara reflex. Reaksi yang ditunjukkan adalah reaksi defensive,
mutung, atau pasif. Juga, bertindak melawan atau menghindari dan tidak bersikap kooperatif.
Kooperatif dan komunikasi adalah dua kaki dari hubungan yang bersinergi.
Kebanyakan penula memulai usahanya dengan terlalu memikirkan risiko. Itulah sebabnya banyak
pemula yang tidak berani berusaha sendirian, melainkan mencari mitra usaha. Namun, saat memilih
mitra, perlu dipikirkan sinergi apa yang akan tercipta dari hubungan kemitraan tersebut.
Banyak orang ingin mempunyai usaha, tetapi mereka lebih senang menjadi mitra yang pasif.
Mereka tidak maummengerti betapa bisnis memerlukan kesabaran, ketekunan, dan kerja keras di
samping juga menghadapi risiko rugi. Yang mereka bayangkan adalah hanyalah keuntungan belakan.
Risiko tak dapat mereka bayangkan karena mereka tak pernah berada di lapangan. Kalau demikian, yang
terjadi bukanlah sinergi, melainkan disergy.
Oleh karena itu, selalu carilah rekan usaha yang saling melengkapi, yang berorientasi pada sinergi agar
Anda dapat berorientasi pada tindakan.
HABIT 7: MENAJAMKAN KETAHANAN, FLEKSIBILITAS, DAN KEKUATAN
Habit
ini berkaitan dengan upaya dilakukan oleh seseorang untuk melatih ketahanan,
fleksibilitas, dan kekuatannya. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberi makanan pada jiwa melalui
kegiatan-kegiatan spiritual, hidup yang seimbang, melakukan meditasi atau bisa juga dengan membaca
buku-buku self help yang membangkitkan semangat atau mendengarkan musk dengan kata-kata yang
menggairahkan.
Keseimbangan mental dapat mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti kebiasaan menonton
televise berlebihan atau bermalas-malasan. Dengan kata lain, hal ini berkaitan dengan latihan
mengembangkan hati, koneksi emosi, dan keterikatan kita pada orang lain.
Selain itu, jangan pernah takut salah selama kesalahan-kesalahn tersebut masih kesalahan kecil. Ingatlah
ketika manusia mencipakan pensil, manusia juga membuat penghapus. It’s okay to make a mistake.
Kesalahan itu adalah kesalahan-kesalahan cerdas yang mengantarkan Anda pada pembelajaran. Karena
bila tidak pernah melakukan kesalahan, maka Anda tidak pernah akan belajar dan tidak pernah
melakukan action. Seseorang yang tidak pernah melakukan kesalahan tidak pernah melakukan apa pun
sehingga tidak bisa menajamkan ketahanan, fleksibilitas, dan kekuatannya.
Bo Peabody, seorang wirausaha dalam bidang internet, yang membangun tripod.com, menerapkan
latihan blind faith dalam menjalankan usahanya. Blind faith
yang dimaksud adalah memberikan
pengabdian tak terhingga, baik waktu dan energi untuk membentuk usahanya. Dapat dikatakan dia
adalah seorang Believer
Walau mendapatkan serangkaian penolakan, Bo tetap percaya bahwa usahanya kelak akan
berhasil dan diterima. Dia belajar menerima kata-kata penolakan dan menghadapinya dengan kepala
dingin sehingga penolakan berubah menjadi penerimaan. Dengan tetap konsisten memberikan
penawaran yang menarik bagi calon investor atau sponsor, dia tekun meyakinkan bahwa investasi
mereka dapat membuahkan hasil (Peabody, 2002).
HABIT 8 : MENEMUKAN KEUNIKAN PRIBADI DAN MEMBANTU ORANG LAIN MENEMUKANNYA
Kebiasaan kedelapan berhubungan dengan perubahan dari perilaku efektif menjadi luar biasa.
Untuk itulah, seseorang harus memulai dengan menemukan atau mengenali keunikan dirinya.
Menemukan keunikan berarti mengenal potensi yang dimiliki, yang tersebar pada empat elemen utama,
yaitu pikiran (mind), tubuh, hati, dan jiwa. Jika pikiran terus dikembangkan dan visi yang hebat dapat
dirumuskan, maka hal tersebut dapat memampukan seseorang untuk mengembangkan potensi terbesar
seseorang, lembaga, atau perusahaan. Itulah lentera jiwa.
Bo Peabody memanfaatkan orang-orang sociopath, yaitu orang-orang yang mengakui
keunikannya dan berbeda dari rata-rata orang biasa. Menurutnya, orang-orang biasa tidak
menginginkan pekerjaan yang belum jelas. Mereka hanya ingin pekerjaan biasa. Bo Peabody mendekati
mereka dan menyadarkan bahwa mereka mempunyai kapabilitas yang diinginkan olehnya dan
membutuhkan mereka sebagai karyawan (Peabody,2002).
DAFTAR PUSTAKA
Renal Kasali dkk, Modul Kewirausahaan, PT Mizan Publika, Bandung
Suryana. KEWIRAUSAHAAN Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses.Edisi 3,
Salemba Empat, Jakarta 2009.
Longenecker, Justin G et al. KEWIRAUSAHAAN Manajemen Usaha Kecil. Salemba Empat,
Jakarta 2001.
Download