MANUSKRIP PENGELOLAAN KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT PADA Ny. M DENGAN SELULITIS DI RUANG FLAMBOYAN 2 RSUD SALATIGA Oleh: LIS RIYANTI 0131730 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT PADA Ny. M DENGAN SELULITIS DI RUANG FLAMBOYAN 2 RSUD SALATIGA Lis Riyanti*, Joyo Minardo**, Maksum*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran [email protected] ABSTRAK Kerusakan integritas kulit adalah keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko megalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis. Perawatan luka adalah manajemen pencegahan infeksi yang dilakukan untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme parasit yang menghambat proses pembentukan jaringan baru pada luka. Perawatan luka konvensional harus sering mengganti kain kasa pembalut luka, sedangkan perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga kelembapan luka. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan kerusakan integritas kulit pada luka terbuka dengan selulitis di RSUD Salatiga. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan luka pasien dalam memenuhi kebutuhan penanganan kerusakan integritas kulit. Pengelolaan dilakukan selama 2 hari pada Ny. M. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang. Hasil pengelolaan kerusakan integritas kulit yang dilakukan menunjukan perbaikan luka sekunder yang dibuktikan dengan adanya granulasi, terjadinya penyusutan tepi luka, dan tidak adanya drainase purulen atau nanah pada luka. Saran bagi perawat di rumah sakit untuk menerapkan prinsip sterillitas alat, pasien dan lingkungan untuk pencegahan infeksi pada luka pasien. Kata kunci Kepustakaan : Kerusakan integritas kulit, perawatan luka : 15 (2007-2016) m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis (Marwali, 2015). Dalam keadaan normal kulit memiliki jenis bakteri, kulit juga merupakan media perantara masuknya kuman dan bakteri, tetapi kulit yang utuh merupakan penghalang yang efektif, yang mencegah masuk dan berkembangnya bakteri di dalam tubuh (Padila, 2012). Bakteri, bersama-sama dengan jamur dan virus, dapat menyebabkan banyak penyakit kulit. Infeksi bakteri yang paling sering adalah pioderma. Manifestasi klinis infeksi bakteri pada kulit sangat bervariasi, sesuai dengan bakteri penyebabnya, bagian tubuh yang dikenai, dan keadaan imunologik penderita (Marwali, 2015). Berbagai macam infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stafilokok dan streptokok antara lain : impetigo, PENDAHULUAN Kulit tersusun atas tiga lapisan: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Epidermis merupakan lapisan yang terletak paling luar. Lapisan ini tipis dan berisi reseptor sensori untuk rasa nyeri, suhu, sentuhan, serta getaran. Lapisan epidermis tidak memiliki pembuluh darah dan nutrisinya bergantung pada dermis. Lapisan dermis mengandung jaringan ikat, kelenjar sebasea, dan sebagian folikel rambut. Jaringan subkutan terletak dibawah dermis. Jaringan ini mengandung lemak dan kelenjar keringat serta sebagian folikel rambut lain. Lapisan subkutan dapat menyimpan kalori untuk pemakaian dikemudian hari dalam tubuh (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014). Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukuranya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) atau sindrom kulit terkelupas sebab stafilokok, ektima, folikulitis, furunkel, karbunkel, sikosis vulgaris, paronikia, erisepalas, limfangitis, dan selulitis (Marwali, 2015). Selulitis adalah radang kulit dan subkutis yang cenderung meluas ke arah samping dan dalam. Penyebab dari selulitis adalah Streptococcus β-hemolitikus dan Stafilokokus yang sering terjadi pada anakanak dan orang tua. Daerah tropis dan beriklim panas biasanya merupakan faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan kondisi lingkungan yang banyak debu dan kotoran serta kebersihan yang kurang lebih mudah terjadi (Siregar, 2016). Adapun tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan selulitis yaitu biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, seperti ulkus statis, luka tusuk, sesudah satu atau dua hari timbul eritem lokal dan rasa sakit. Selain itu gejala sistemik seperti malaise, demam, dan menggigil. Eritem pada tempat infeksi cepat bertambah merah dan menjalar. Rasa sakit setempat terasa sekali (Marwali, 2015). Daerah kulit yang terkena merupakan infiltrat edematus yang teraba panas, merah dan luas. Pinggir lesi tidak menimbul atau berbatas tegas. Terdapat limfadenopati setempat yang disertai limfangitis yang menjalar ke arah proksimal. Vesikula permukaan dapat terjadi dan mudah pecah. Abses lokal dapat terbentuk dengan nekrosis kulit diatasnya. Selulitis yang terdapat di kulit kepala ditandai oleh beberapa nodula kecil dan abses. Proses ini biasanya kronik dengan kecenderungan membentuk terowongan kulit. Biasanya penyakit ini terjadi pada dewasa muda dan sering disertai jerawat atau hidradenitis supurativa. Selulitis perianal yang terdapat pada anak merupakan proses yang sakit karena terjadi edem di anus, yang konsistensinya lunak. Penyebabnya biasanya streptokok grup A (Marwali, 2015). Dilaporkan insidensi selulitis diperkirakan 24,6 kasus per 1.000 pasien pertahun. Selulitis lebih sering ditemukan pada kelompok usia pertengahan dan usia tua (Novarina-Sawitri, 2015). Berdasarkan data di RSUD Salatiga jumlah pasien yang mengalami infeksi kulit dan jaringan subkutan pada tahun 2015 sebanyak 64 pasien, yang diidap oleh pasien perempuan 31 dan pasien laki-laki 33, dan tingkat usia yang banyak terkena infeksi kulit dan jaringan subkutan yaitu usia 45-64 tahun. Sehingga dapat disimpulkan kejadian penyakit infeksi kulit dan jaringan subkutan lebih banyak menyerang pada laki-laki dengan angka kejadian mencapai 33 kasus. Masalah yang muncul akibat selulitis yaitu, sepsis (selulitis yang tidak diobati, dan trombofeblitis (inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah), dan abses lokal (Williams & Wilkins, 2015). Apabila ditangani dengan cara yang tepat, prognosis infeksi ini biasanya cukup baik. Pasien dengan faktor kesehatan lain yang turut mempengaruhi, seperti diabetes, imunodefisiensi, kerusakan sirkulasi, dan neuropati, mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena selulitis yang berkembang atau meluas (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014). Berdasarkan pada data angka kejadian infeksi penyakit kulit dan jaringan subkutan yang ada serta masalah yang dapat muncul akibat dari selulitis maka penulis tertarik melakukan pengelolaan kasus dengan judul “Pengelolaan Gangguan Integritas Kulit pada Ny.M dengan Selulitis di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga”. Metode Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya (Potter & Perry, 2010). Menurut padilla (2012), saat pengkajian yang perlu dikaji adalah identitas klien (nama, umur, alamat, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit). Keluhan utama atau keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan pengkajian. Riwayat kesehatan dahulu atau apakah pasien pernah mengalami sakit yang sama atau 2 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo penyakit lain yang diderita. Kemudian pemeriksaan fisik head to toe. Keluhan utama yang dialami pasien adalah adanya luka pada kaki kanan didekat mata kaki. Keluhan utama tersebut merupakan akibat dari infeksi bakteri Staphylococcus aureus dan atau Streptococcus (Dwi Murtiastutik dkk, 2012). Sedangkan pasien tidak mengalami penyakit seperti saat ini dan penyakit lain sbelumnya. Pada pemeriksaan fisik head to toe khususnya kulit dan ekstremitas yang dilakukan, didapatkan data kulit pasien berwarna kuning bersih, terdapat lesi berbentuk bulatan dengan diameter kurang lebih 2 cm pada kaki kanan didekat mata kaki, tidak terdapat edema tetapi ada bercak kemerahan pada sekitar kulit kaki yang luka, kulit kering. keperawatan, penulis mengangkat masalah keperawatan “Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Infeksi Bakteri” sebagai diagnosa utama. Penulis akan membahas lebih dalam tentang masalah keperawatan yang dialami oleh Ny. M dengan Selulitis. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko megalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito-Moyet, 2007). Menurut Potter & Perry (2010), mengatakan bahwa infeksi adalah masuk dan berkembangnya suatu organisme (agen infeksius) dalam tubuh pejamu. Berdasarkan data yang didapat, hal tersebut sesuai dengan batasan karakteristik mayor yaitu gangguan jaringan epidermis dan dermis sedangkan batasan karakteristik minor yaitu adanya lesi pada diagnosa kerusakan integritas kulit (Carpenito-Moyet, 2007). Alasan penulis memprioritaskan diagnosa kerusakan integritas kulit sebagai diagnosa pertama dikarenakan menurut teori keperawatan Myra Levine dalam Potter & Perry (2010) menggambarkan klien sebagai mahluk hidup terintegrasi yang saling berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkunganya. Sehat dipandang dari sudut konservasi energi dalam lingkup area yang mana masalah keperawatan pasien yaitu konservasi struktur integritas. Menurut penulis masalah kerusakan integritas kulit ini merupakan apabila tidak segera ditangani akan bertambah parah dan merusak jaringan lain. Hal ini didukung oleh Novarina-Sawitri (2015), selulitis dapat berakhir dengan komplikasi serius sehingga membutuhkan penanganan yang tepat. Penatalaksanaan selulitis yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi berupa; limfangitis, infeksi selulitis berulang, abses subkutan, gangren dan kematian. Oleh karena itu setelah memprioritaskan diagnosa penulis menyusun rencana tindakan keperawatan untuk menangani masalah tersebut. Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan kepada Ny. M untuk menangani masalah kerusakan integritas kulit yaitu melakukan perawatan luka dengan Hasil Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis menyusun intervensi yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan integritas kulit yang dialami Ny. M yaitu lakukan perawatan luka dengan ganti balutan. Intervensi kedua yaitu ajarkan prosedur perawatan luka kepada pasien atau anggota keluarga. Intervensi ketiga yaitu kolaborasi pemberian antibiotik. Intervensi yang keempat yaitu konsultasi kepada ahli gizi dalam pemberian diit. Intervensi kelima yaitu monitor dan evaluasi luka. Pembahasan Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 April 2016 pukul 08.15 di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga dengan metode langsung (autonamnesa) dan tidak langsung (allownamnesa) data diperoleh dari klien dan keluarga yang mendampingi klien selama dirawat. Dari hasil pengkajian didapatkan data yaitu: nama Ny. M, umur 45 tahun, alamat Bringin, agama Islam, pekerjaan wiraswata, dengan diagnosa medis Selulitis. Keluhan utama saat dikaji pasien mengatakan adanya luka pada kaki kanan di dekat mata kaki. Dari hasil pengkajian diatas yang didapat, langkah kedua dari proses keperawatan, yaitu mengklasifikasikan masalah kesehatan dalam ruang lingkup 3 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo mengganti balutan. Prinsip balutan yang digunakan adalah prinsip steril, jenis balutan yang digunakan adalah balutan wet to dry, dengan menggunakan larutan Nacl 0,9%. Tindakan ini merupakan teknik konvensional. Yang ditujukan untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini didukung Potter & Perry (2010), Saat kulit rusak, balutan membantu mengurangi paparan terhadap mikroorganisme. Tindakan yang kedua yaitu ajarkan prosedur perawatan luka kepada pasien atau anggota keluarga. Tindakan ini dilakukan supaya pasien atau keluarga dapat melakukan perawatan di rumah (Wilkinson, 2016). Tindakan yang ketiga yaitu konsultasi kepada ahli gizi dalam pemberian diit. Diit pasien adalah tinggi kalori tinggi protein. Dalam Potter & Perry (2010), kalori memberikan materi yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas sel pada penyembuhan luka. Protein yang dibutuhkan biasanya meningkat. Asupan berbagai makanan yang seimbang sangat penting untuk mendukung penyembuhan luka. Diet seimbang harus meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan meningkatkan asupan protein membantu membangun kembali jaringan epidermal. Tindakan keempat yaitu kolaborasi pemberian antibiotik. Jenis antibiotik yang diberikan adalah ceftriaxone 2x1 gram. Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik / bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba penyebab infeksi pada manusia. Penggunaan antibiotik tentu diharapkan mempunyai dampak positif, akan tetapi penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional antara lain muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik, munculnya penyakit akibat superinfeksi bakteri resisten, terjadinya toksisitas atau efek samping obat (Novi, 2009). Tindakan kelima yaitu monitor dan evaluasi luka. Dalam mengevaluasi dan memonitoring luka, perlu diperhatikan tentang dimensi luka seperti ukuran, kedalaman luka, panjang luka, dan lebar luka. Jika memungkinkan dilakukan evaluasi dengan photography untuk dapat membandingkan perkembangan luka sesudah dan sebelum dilakukan perawatan. Selain itu, dapat juga menggunakan wound assessment charts (Hizkia, 2015). Kesimpulan Hasil pengelolaan kerusakan integritas kulit yang didapatkan selama 2x24 jam masalah keperawatan teratasi dengan data subjektif pasien mengatakan sudah lebih baik dan sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, data objektif pasien sudah terlihat lebih baik dari kemarin, balutan pada luka pasien sudah diganti, dan terapi obat sudah dimasukkan. Kesimpulan yang didapatkan masalah teratasi. Saran Diharapkan pasien dan keluarga mampu mencari informasi tentang penangangan Selulitis serta akibat dari Selulitis, sehingga dapat merawat keluarga dengan Selulitis dirumah dan mencegah terjadinya komplikasi. Daftar Pustaka Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Terjemahan Yasmin Asih, Jakarta: EGC. Harahap, (Marwali). 2015. Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta: Hipokrates. Hizkia, (2015). Pengaruh Perawatan Luka Dengan Menggunakan Metode Modern Dressing Terhadap Kepuasan Pasien Yang Menderita Luka Diabetes. Diakses pada 23 Mei 2016 pukul 19.00 WIB. https://www.google.com/search?q=k onsep+luka&ie=utf-8&oe=utf8&client=firefoxb#q=repository.usu.ac .id..+pengaruh+perawatn+luka+pdf%2 0hizkia Kowalak, Welsh, Mayer. 2014. Buku Ajar Patofisiologi, edisi 3, Jakarta: EGC. 4 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Novarina & Sawitri. (2015). Profil Pasien Erisipelas Dan Selulitis. Diakses pada 19 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. https://www.google.com/search?q=jo urnal.unair.ac.id.++novarina+sawitri&i e=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-bab#q=journal.unair.ac.id.++novarina+s awitri+profile+erisipelasdan+selulitis Padilla, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing – Fundamental Keperawatan, Edisi 7, Buku 1, Terjemahan Adrina Ferderika Nggie, Jakarta: Salemba Medika. Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing – Fundamental Keperawatan, Edisi 7, Buku 2, Terjemahan Adrina Ferderika Nggie, Jakarta: Salemba Medika. Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing – Fundamental Keperawatan, Edisi 7, Buku 3, Terjemahan Diah Nur Fitriani, dkk, Jakarta: Salemba Medika. Siregar, R. S. (2016). Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3, Jakarta: EGC. Wilianti, Novi Pratika. (2008). Rasionalitas Penggunanaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Di Bangsal penyakit Dalam RSUP Kariadi. Diakses pada 11 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. https://www.google.com/search?#q= https:%2F%2Fcore.ac.uk%2Fdownload %2Fpdf%2F11708615.pdf+rasionalitas +penggunaan+antibiotik+wilianti Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-I, Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC (Edisi 10). Alih bahasa: Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC. William & Wilkins. (2015). Buku Saku Patofisiologi Menjadi Sangat Mudah. Edisi 2. Alih bahasa Huriawati Hartanto, Jakarta: EGC. 5 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo