MANUSKRIP PENGELOLAAN NYERI PADA Ny. M DENGAN SELULITIS DI RUANG FLAMBOYAN 2 RSUD SALATIGA Oleh: FEBRIYAN TEGUH ADI WIBOWO 0131709 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 LAPORAN KASUS PENGELOLAAN NYERI AKUT PADA Ny. M DENGAN SELULITIS DI RUANG FLAMBOYAN II RSUD SALATIGA Febriyan Teguh Adi Wibowo*, Joyo Minardo**, Maksum*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran [email protected] ABSTRAK Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala dan tingkatnya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialami. Tekhnik relaksasi dan distraksi merupakan tekhnik manajemen nyeri yang banyak digunakan untuk meredakan nyeri pada pasien selulitis. Tujuan penulisan ini untuk memberikan gambaran pengelolaan nyeri pada Ny. M dengan Selulitis di ruang Flamboyan II RSUD Kota Salatiga secara optimal. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam memenuhi kebutuhan penanganan nyeri. Pengelolaan nyeri dilakukan selama 2 hari pada Ny. M. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang. Hasil pengelolaan didapatkan nyeri masih terasa tetapi sudah berkurang dari saat pertama kali nyeri dirasakan. Saran bagi perawat di rumah sakit untuk menerapkan tekhnik non farmakologi dalam perawatan pasien dengan nyeri sehingga dapat membantu mengontrol nyeri pada pasien dengan Selulitis. Kata kunci Kepustakaan : nyeri, tekhnik relaksasi dan distraksi : 19 (2000-2016) PENDAHULUAN Sistem integumen merupakan bagian dari tubuh manusia,khususnya organ yang menutupi permukaan atau bagian luar tubuh manusia yang sering di sebut kulit. Kulit merupakan organ paling besar pada tubuh manusia dan terletak paling luar sehingga mudah mengalami trauma atau terkontaminasi mikroorganisme (Lutfia,2008). Kulit adalah organ yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesehatan seseorang. Kecantikan seseorang secara fisik dapat dilihat dari kesehatan kulitnya. Kulit yang sehat mencerminkan kebersihan, status gizi, status emosi /psikologis, juga kepribadian seseorang. Oleh karena itu, kesehatan kulit perlu mendapat perhatian besar (Lutfia,2008). Hygiene kulit yang baik akan meningkatkan pertahanan tubuh hospes yang normal. Hygiene yang buruk akan meningkatkan risiko infeksi. Kulit yang kotor akan didiami oleh mikroba dan menjadi lingkungan bagi pembentukan koloni mikroba. Jadi, kulit yang tidak dirawat dengan baik lebih cenderung terinvasi oleh mikroba (kowalak, welsh,Mayer,2014). Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam atau pada jaringan tubuh yang akan menghasilkan tanda dan gejala selain respons imun. Reproduksi mikroorganise seperti ini akan mencederai tubuh dengan menimbulkan kerusakan sel akibat toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau multiplikasi intrasel. Berat infeksi bervariasi menurut patogenisitas serta jumlah mikroorganisme yang menginvasi tubuh dan kekuatan tubuh. Orang yang berusia sangat muda (anak-anak) dan sangat tua (lanjut usia) merupakan kelompok yang mudah terserang infeksi (Kowalak, Welsh, Mayer, 2014). Berbagai macam infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stafilokok dan streptokok antara lain : impetigo, staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) atau sindrom kulit terkelupas sebab stafilokok, ektima, folikulitis, furunkel, karbunkel, sikosis vulgaris, paronikia, erisepalas, limfangitis, dan selulitis (Marwali, 2015). Selulitis adalah radang kulit dan subkutis yang cenderung meluas ke arah samping dan dalam. Penyebab dari selulitis adalah Streptococcus β-hemolitikus dan Stafilokokus yang sering terjadi pada anakanak dan orang tua. Daerah tropis dan beriklim panas biasanya merupakan faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan kondisi lingkungan yang banyak debu dan kotoran serta kebersihan yang kurang lebih mudah terjadi (Siregar, 2016). Adapun tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan selulitis yaitu biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, seperti ulkus statis, luka tusuk, sesudah satu atau dua hari timbul eritem lokal dan rasa sakit. Selain itu gejala sistemik seperti malaise, demam, dan menggigil. Eritem pada tempat infeksi cepat bertambah merah dan menjalar. Rasa sakit setempat terasa sekali (Marwali, 2015). Daerah kulit yang terkena merupakan infiltrat edematus yang teraba panas, merah dan luas. Pinggir lesi tidak menimbul atau berbatas tegas. Terdapat limfadenopati setempat yang disertai limfangitis yang menjalar ke arah proksimal. Vesikula permukaan dapat terjadi dan mudah pecah. Abses lokal dapat terbentuk dengan nekrosis kulit diatasnya. Selulitis yang terdapat di kulit kepala ditandai oleh beberapa nodula kecil dan abses. Proses ini biasanya kronik dengan kecenderungan membentuk terowongan kulit. Biasanya penyakit ini terjadi pada dewasa muda dan sering disertai jerawat atau hidradenitis supurativa. Selulitis perianal yang terdapat pada anak merupakan proses yang sakit karena terjadi edem di anus, yang konsistensinya lunak. Penyebabnya biasanya streptokok grup A (Marwali, 2015). Dilaporkan insidensi selulitis diperkirakan 24,6 kasus per 1.000 pasien pertahun. Selulitis lebih sering ditemukan pada kelompok usia pertengahan dan usia tua (Novarina-Sawitri, 2015). Berdasarkan data di RSUD Salatiga jumlah pasien yang mengalami infeksi kulit dan jaringan subkutan pada tahun 2015 sebanyak 64 pasien, yang diidap oleh pasien perempuan 31 dan pasien laki-laki 33, dan tingkat usia yang banyak terkena infeksi kulit dan jaringan subkutan yaitu usia 45-64 tahun. Sehingga dapat disimpulkan kejadian penyakit infeksi kulit dan jaringan subkutan lebih banyak menyerang pada laki-laki dengan angka kejadian mencapai 33 kasus. Masalah yang muncul akibat selulitis yaitu, sepsis (selulitis yang tidak diobati, dan trombofeblitis (inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah), dan abses lokal (Williams & Wilkins, 2015). Apabila ditangani dengan cara yang tepat, prognosis infeksi ini biasanya cukup baik. Pasien dengan faktor kesehatan lain yang turut mempengaruhi, seperti diabetes, imunodefisiensi, kerusakan sirkulasi, dan neuropati, mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena selulitis yang berkembang atau meluas (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014). Berdasarkan penjelasan dan studi pendahuluan diatas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “Pengelolaan nyeri pada Ny. M dengan Selulitis”. Metode Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya (Potter & Perry, 2010). Menurut padilla (2012), saat pengkajian yang perlu dikaji adalah identitas klien (nama, umur, alamat, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit). Keluhan utama atau keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan pengkajian. Riwayat kesehatan dahulu atau apakah pasien pernah mengalami sakit yang sama atau penyakit lain yang diderita. Kemudian pemeriksaan fisik head to toe. Keluhan utama yang dialami pasien adalah adanya luka pada tangan kiri dekat dengan siku. Keluhan utama tersebut merupakan akibat dari infeksi bakteri Staphylococcus aureus dan atau Streptococcus (Dwi Murtiastutik dkk, 2012). Sedangkan pasien tidak mengalami penyakit seperti saat ini dan penyakit lain sbelumnya. Pada pemeriksaan fisik head to toe khususnya kulit dan ekstremitas yang dilakukan, didapatkan data kulit pasien berwarna kuning bersih, terdapat lesi berbentuk bulatan dengan diameter kurang lebih 2 cm pada tangan kiri, tidak terdapat edema tetapi ada bercak kemerahan pada sekitar kulit tangan yang luka, kulit kering. Hasil Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis menyusun intervensi yang dilakukan untuk mengatasi nyeri yang dialami Ny. M yaitu Atur posisi klien senyaman mungkin. Intervensi kedua yaitu mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam untuk mengatasi bila nyeri muncul. Intervensi ketiga yaitu kolaborasikan pemberian analgetik. Intervensi keempat yaitu kaji ulang nyeri. Pembahasan Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 April 2016 pukul 08.15 di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga dengan metode langsung (autonamnesa) dan tidak langsung (allownamnesa) data diperoleh dari klien dan keluarga yang mendampingi klien selama dirawat. Dari hasil pengkajian didapatkan data yaitu: nama Ny. M, umur 65 tahun, alamat Bringin, agama Islam, pekerjaan wiraswata, dengan diagnosa medis Selulitis. Keluhan utama saat dikaji pasien mengatakan adanya luka pada tangan kiri. Dari hasil pengkajian diatas yang didapat, langkah kedua dari proses keperawatan, yaitu mengklasifikasikan masalah kesehatan dalam ruang lingkup keperawatan, penulis mengangkat masalah keperawatan “Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan” sebagai diagnosa utama. Penulis akan membahas lebih dalam tentang masalah keperawatan yang dialami oleh Ny. M dengan Selulitis. Kontinuitas jaringan adalah bagian yang terkena sayatan tidak bisa kembali seperti semula. Ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam substansi intraseluler dilepaskan keruang ekstraseluler maka akan mengiritasi neuroreseptor. Saraf ini akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau neurotransmisi seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri (Judha, 2012). Menurut Potter & Perry (2010), mengatakan bahwa infeksi adalah masuk dan berkembangnya suatu organisme (agen infeksius) dalam tubuh pejamu. Penulis mengangkat diagnosa ini sebagai prioritas utama karena masalah tersebut membuat klien tidak nyaman dan bila masalah tersebut tidak segera diatasi maka akan menyebabkan penderitaan dan mengganggu psikologi individu. Menurut Maslow dalam Potter dan Perry (2006), nyeri merupakan kebutuhan urutan kedua pada keselamatan dan keamanan dimana mempertahankan keselamatan fisik, melibatkan keadaan, mengurangi ancaman tubuh seperti infeksi dan jatuh dari tempat tidur. Karena bagaimanapun orang akan terancam kesejahteraan fisik dan emosinya. Apabila masalah tidak segera diatasi maka berdampak pada kondisi kesehatan kenyaman klien. Oleh karena itu melakukan rencana tindakan keperawatan. Dari hasil pengkajian penulis merumuskan intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri yang di alami Ny. M dengan intervensi yang pertama kaji ulang nyeri pasien yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan skala nyeri, kualitas nyeri itu sendiri, melihat beratnya nyeri dengan PQRST. Intervensi yang kedua yaitu mengatur posisi senyaman mungkin yang bertujuan menghilangkan tegangan pada daerah luka dengan meninggikan daerah luka. Intervensi yang yang ketiga yaitu monitor tanda-tanda vital yang bertujuan untuk melihat atau memonitor rentang normal keadaan tanda-tanda vital pasien terutama pada pola nafas pasien, karena pasien terlihat terengah– engah saat menahan nyeri yang dirasakan. Intervensi yang keempat yaitu ajarkan tehnik penanganan nyeri yaitu teknik relaksasi yang bertujuan untuk menurunkan nyeri dan meningkatkan relaksasi, dengan membantu pasien dalam merespon nyeri sehingga mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan kenyamanan serta meningkatkan koping simpatis. Intervensi yang kelima yaitu Kolaborasikan pemberian injeksi ketorolak dengan tujuan pemberian analgetik yang sifatnya segera untuk mengurangi rasa nyeri. Kesimpulan Hasil pengelolaan nyeri yang didapatkan selama 2x24 jam masalah keperawatan belum teratasi. Adapun faktor yang menghambat sehingga tujuan belum tercapai yaitu terbatasnya waktu dalam melakukan intervensi keperawatan yang ada. Saran Diharapkan pasien dan keluarga mampu mencari informasi tentang penangangan Selulitis serta akibat dari Selulitis, sehingga dapat merawat keluarga dengan Selulitis dirumah dan mencegah terjadinya komplikasi. Daftar Pustaka Arist. (2010). Asuhan Keperawatan pasien dengan Selulitis. http :// www. academia.edu /6117119/89203682. Diakses pada 20 Mei 2016 pukul 19.00 WIB. Carpenito, L. J. dan Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. Doenges, E. Marilyn, Mary Frances Moorhouse. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ( Terj. Ni Luh Made Sumarwati dan I Made Kariase). Edisi 3. Jakarta: EGC. Harahap, Marwali. (2015). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Judha Muhamad. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. Kowalak, Welsh, Mayer. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Cetakan ke 3. Jakarta: EGC. Lutfia. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: EGC. Medicastore. (2010). Penyakit Kulit Selulitis. www.medicastore.com/penyakit/1 92/ Selulitis. Diakses pada 27 April 2016 pukul 14.00 WIB. NANDA Internasional. (2006). Diagosa Keperawatan Definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC. Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Potter, P.A ., & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: EGC. Potter, P.A ., & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: EGC. Rosfanty. (2009). Laporan Pendahuluan Selulitis. www.scribd.com/doc/117323797. Diakses pada 19 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. Siregar, R. S. (2016). Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC. Sjamsuhidayat. (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. Smeltser, S.C. & Bare. B. G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: Salemba Medika. Wardana Raditya. (2014). Pengertian Ketorolac. www.alodokter.com. Diakses pada 23 Mei 2016 pukul 13.00 WIB. William & Wilkins. (2015). Buku Saku Patologi Menjadi Sangat Mudah. Edisi 2. Alih bahasa Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC.