PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 4E DIPADU DENGAN PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS X-4 SMA LABORATORIUM UNIVERSITAS NEGERI MALANG Novi Ayu Lestari Ningtiyas1 Susriyati Mahanal2 Sunarmi3 Abstrak Metode pembelajaran biologi yang diterapkan di SMA Laboratorium UM cenderung teacher centered yang jarang melibatkan siswa aktif di laboratorium. Hal ini mengakibatkan keterampilan proses sains siswa rendah dan 52,27% nilai ulangan tengah semester siswa di bawah KKM. Salah satu pembelajaran yang dianggap sesuai untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang melalui penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa kelas X-4 SMA Laboratorium UM. Hal ini didasarkan pada meningkatnya setiap aspek keterampilan proses sains. Meningkatnya hasil belajar kognitif siswa didasarkan pada persentase siswa yang tuntas belajar kognitif dari siklus I ke siklus II. Kata Kunci: Siklus belajar 4E, pembelajaran inkuiri, keterampilan proses sains, hasil belajar kognitif. Hakikatnya pembelajaran menurut KTSP bukan hanya sekedar mentransfer informasi dari guru kepada siswa dengan cara memberikan pengetahuan secara teoritis untuk disimpan dalam ingatan siswa, melainkan lebih pada proses mempengaruhi dan mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Inti dari kegiatan pembelajaran adalah menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam mempelajari materi, tidak terkecuali dalam pembelajaran biologi. Menciptakan suasana pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa sangat dibutuhkan kegiatan pembelajaran yang tepat, yaitu dengan menggunakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Riko hayan, salah satu murid di kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang, ada beberapa hal yang menyebabkan pelajaran biologi menjadi kurang menarik untuk dipelajari. Pelajaran biologi dianggap sebagai pelajaran hafalan yang memerlukan ingatan yang kuat dan banyak istilah-istilah yang sulit untuk diucapkan. Selain itu metode pembelajaran biologi yang diterapkan pada KD 1.1 yaitu mengidentifikasi ruang lingkup biologi dan KD 1.2 yaitu mendeskripsikan objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkat organisasi kehidupan (molekul, sel, jaringan, organ, individu, populasi, ekosistem, dan bioma) cenderung teacher centered, dimana pembelajaran dilakukan dengan cara siswa mendengarkan ceramah guru dan mengerjakan LKS. Selain itu Model pembelajaran yang melibatkan siswa aktif di laboratorium jarang dilakukan karena laboratorium biologi digunakan secara bergantian dengan mata pelajaran fisika. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan eksperimen yang memanfaatkan laboratorium hanya dilakukan pada KD 2.2 yaitu mendeskripsikan ciri-ciri Archaeobacteria dan Eubacteria dan peranannya bagi kehidupan. Kegiatan eksperimen yang dilakukan yaitu untuk mengamati pengaruh variasi starter terhadap tekstur, aroma, dan rasa yogurth. Keterampilan proses yang dinilai dalam kegiatan pembelajaran tersebut hanya meliputi keterampilan mengamati tekstur, aroma, dan rasa yogurth, keterampilan mengumpulkan data pengamatan, dan keterampilan menyimpulkan. Selain itu, 1. 2, 3 .Mahasiswa Biologi Offering B Universitas Negeri Malang . Dosen Biologi Universitas Negeri Malang 1 2 berdasarkan data dokumentasi hasil belajar kognitif pada ulangan tengah semester siswa kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang dapat diketahui bahwa 52,27% siswa masih menunjukkan hasil belajar yang rendah, yaitu di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 78. Soal ulangan tengah semester yang diujikan tersebut meliputi 25 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian. Berdasarkan hasil analisis kisi-kisi soal ulangan tengah semester dapat diketahui bahwa level kognitif yang diujikan hanya meliputi C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan). Proses pembelajaran yang hanya dilakukan dengan cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa akan mengakibatkan konsep yang diberikan tidak akan bertahan lama atau mudah hilang. Permasalahan pembelajaran seperti ini harus diatasi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan hasil yang optimal. Upaya meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran tersebut adalah dengan memperhatikan komponen-komponen dalam interaksi pembelajaran. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran yang berorientasi student centered. Menurut Afiatin (2011) pembelajaran yang berorientasi pada student centered diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku. Pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, pemahaman materi yang lebih mendalam, serta menjadi pemikir yang baik dan mampu memberikan banyak alternatif jawaban terhadap suatu permasalahan adalah siklus belajar 4E dan pembelajaran inkuiri. Menurut Colburn (2000 dalam Anitah, 2007) pembelajaran inkuiri tidak hanya mendikte konsep, namun mendorong pengalaman belajar siswa untuk memahami konsep-konsep. Pembelajaran inkuiri ini akan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam sehingga konsep yang didapat akan lebih lama diingat dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran inkuiri melatih siswa untuk menginvestigasi dan menjelaskan fenomena melalui proses ilmiah. Sedangkan Siklus belajar 4E merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan pembelajaran yang meliputi tahap eksplorasi, eksplanasi, ekspansi, dan evaluasi yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan berfikir aktif dan sistematis. Penggunaan siklus belajar 4E yang dipadu dengan pembelajaran inkuiri diharapkan dapat memperbaiki situasi belajar siswa yang semula hanya menelaah konsep dalam buku, dan melalui pembelajaran ini siswa diharapkan mampu melakukan aktivitas untuk menemukan konsep pembelajaran dan mengkonstruksi konsep tersebut secara mandiri. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Siklus Belajar 4E Dipadu dengan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang”. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang melalui penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif-kualitatif dan jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus terdiri atas tahapan sebagai berikut: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Siklus I terdiri dari 2 pertemuan, di mana pada pertemuan 1 materi yang diajarkan adalah KD 3.1 mendeskripsikan konsep keanekaragaman gen, jenis, ekosistem melalui kegiatan pengamatan. Pertemuan 2 siklus I mengajarkan KD 3.2 mengkomunikasikan keanekaragaman hayati Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam. Siklus II terdiri dari 2 pertemuan yang membahasan KD 3.3 mendeskripsikan ciri-ciri divisio dalam dunia tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi. 3 Subjek penelitian adalah siswa kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang yang terdiri dari 44 siswa, dengan jumlah siswa laki-laki adalah 10 dan siswa perempuan 34 siswa. Sumber data penelitian ini adalah hasil observasi keterlaksanaan tindakan guru dan kegiatan siswa selama proses pembelajaran, hasil observasi keterampilan proses sains siswa, dan hasil tes kognitif siswa kelas X-4 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Instrumen penelitian, data, dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Instrumen penelitian, Data, dan Sumber Data No 1 Data Keterlaksanaan pembelajaran siklus belajar 4E dipadu pembelajaran inkuiri 2 Keterampilan proses sains 3 Hasil belajar kognitif siswa Sumber data Hasil observasi keterlaksanaan tindakan guru dan kegiatan siswa Hasil observasi keterampilan proses siswa Hasil tes kognitif siswa Instrumen Lembar observasi keterlaksanaan tindakan guru dan kegiatan siswa Lembar observasi keterampilan proses sains Tes di setiap akhir siklus Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut: 1) menganalisis kompetensi dan indikator serta materi yang akan diajarkan, 2) menyusun perangkat pembelajaran termasuk skenario pembelajaran siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri, 3) menyusun lembar kerja siswa, 4) menyusun lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran (lembar observasi keterlaksanaan tindakan guru dan lembar observasi keterlaksanaan kegiatan siswa) serta lembar observasi keterampilan proses sains dan lembar catatan lapangan, dan 5) menyusun lembar penilaian hasil belajar dalam ranah kognitif dengan soal tes kognitif akhir siklus. Pelaksanaan pembelajaran setiap siklus terdiri dari 4 sintaks perpaduan yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Sintaks Perpaduan Siklus Belajar 4E dan Pembelajaran Inkuiri Tahap pembelajaran I II Siklus belajar 4E Tahap Eksplorasi Tahap Eksplanasi III IV Tahap Ekspansi Tahap Evaluasi Inkuiri Memilih masalah penelitian Memperkenalkan proses (tahap pembelajaran) kepada siswa Mengumpulkan data Mengembangkan teori dan menjelaskan hubungan kausal Merumuskan kaidah dan menjelaskan teori Menganalisis proses - Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan diberikan. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk menilai keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa. Sedangkan kegiatan refleksi dilakukan sebagai acuan peneliti untuk memperbaiki pkelemahan pada siklus I dan merencanakan pembelajaran pada siklus II. Data yang diperoleh dalam penelitian berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Proses analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang terdiri dari berbagai sumber yaitu lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, dan catatan lapangan. Data penelitian akan dianalisis secara kualitatif yang meliputi tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. 4 Data kuantitatif terdiri dari data keterlaksanaan pembelajaran, data keterampilan proses sains siswa, dan data hasil belajar kognitif siswa. Data keterlaksanaan pembelajaran diketahui dengan menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran yang menggunakan rumus sebagai berikut: Kualitas keterampilan proses sains diketahui dengan menghitung persentase keterampilan proses sains yang menggunakan rumus sebagai berikut: Kualitas keterlaksanaan pembelajaran dan pencapaian keterampilan proses sains siswa dikonversikan ke dalam tingkat keberhasilan yang disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Tingkat keberhasilan Aspek Pembelajaran Rentang persentase 85% - 100% 75% -< 85% 50% -< 75% 0 -< 50% Tingkat keberhasilan Berhasil sekali Berhasil Cukup berhasil Tidak berhasil (Diadaptasi dari Pedoman Pendidikan UM, 2003) Analisis untuk mengetahui peningkatan hasil belajar bisa ditentukan dengan ketuntasan belajar siswa secara individual dan klasikal. Kriteria peningkatan penguasaan materi minimal hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) secara perorangan (individual) yang dianggap telah tuntas belajar apabila hasil belajar mencapai nilai ketuntasan minimal yang telah ditentukan, yaitu 78, dan 2) secara klasikal yang dianggap telah tuntas belajar apabila daya serap mencapai 85% dari jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan minimal yang ditentukan. Indikator keberhasilan tindakan dapat diketahui dengan membandingkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif pada siklus I dan siklus II. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Indikator Keberhasilan Tindakan Siklus I dan Siklus II Eelemen yang diteliti Keterampilan proses Hasil belajar kognitif Siklus I KP1 HB1 Siklus II KP2 HB2 Perbandingan KP2>KP1 HB2>HB1 Keterangan: KP1 : keterampilan proses diklus I KP2 : keterampilan proses diklus II HB1 : hasil belajar kognitif siklus I HB2 : hasil belajar kognitif siklus II HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini berupa data persentase keterlaksanaan pembelajaran, data pencapaian keterampilan proses sains, dan data hasil belajar kognitif siklus I dan siklus II. Observasi keterlaksanaan pembelajaran setiap siklus dilakukan pada setiap tahapan pembelajaran. Tahap pertama yang merupakan tahap perpaduan amtara tahap eksplorasi dan inkuiri memilih masalah penelitian dilakukan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyajikan fenomena menarik. Menyajikan permasalahan, dan dilanjutkan dengan penyusunan hipotesis oleh siswa. Persentase keterlaksanaan tahap pada siklus I adalah 88,89% sedangkan pada siklus II adalah 100%. Tahap kedua merupakan tahap perpaduan ekplanasi dengan inkuiri memperkenalkan proses, mengumpulkan data, 5 mengembangkan teori dan menjelaskan hubungan kausal, dan merumuskan kaidan dan menjelaskan teori. Persentase keterlaksanaan tahap pada siklus I adalah 95,84% sedangkan pada siklus II adalah 100%. Tahap ketiga merupakan tahap perpaduan ekspansi dengan inkuiri menganalisis proses dilakukan dengan kegiatan penguatan konsep oleh guru, penarikan kesimpulan, dan refleksi. Persentase keterlaksanaan tahap pada siklus I adalah 88,89% sedangkan pada siklus II adalah 100%. Tahap keempat merupakan tahap evaluasi dengan persentase pelaksanaan siklus I dan siklus II sebesar 100%. Tabel peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Peningkatan Keterlaksaan Pembelajaran Keterlaksanaan pembelajaran Keterlaksanaan pembelajaran oleh guru Keterlaksanaan kegiatan belajar siswa Keterlaksanaan pembelajaran Siklus I Siklus II Peningkatan Keterangan 98,42% 100% 1,61% Meningkat 90,48% 98,42% 8,78% Meningkat 94,45% 99,21% 5,19% Meningkat Berdasarkan hasil observasi keterampilan proses sains siswa pada siklus I dan siklus II, maka dapat diketahui peningkatan skor rata-rata setiap aspek keterampilan proses sains. Data peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Aspek Keteranpilan Proses Sains Menyusun hipotesis Mengamati Mengumpulkan dan mengolah data Mengklasifikasikan Mengkomunikasikan Menyimpulkan Merancang eksperimen Rata-rata Siklus I 57,33% 84,50% 75,50% 64,33% 66,33% 47,67% 59,67% 65,05% Siklus II 81,17% 89,50% 89,17% 94,00% 83,50% 76,50% 88,33% 86,02% Peningkatan 41,59% 5,90% 18,11% 64,12% 25,89% 60,48% 48,03% 32,24% Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Berdasarkan ketuntasan belajar siswa secara individual dan klasikal maka dapat diketahui terjadi peningkatan hasil belajar kognitif. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa Hasil Belajar Kognitif % ketuntasan belajar klasikal Rata-rata hasil belajar kognitif Siklus I 54,55% 77,33 Siklus II 86,36% 80,93 Peningkatan 58,31% 4,66% Keterangan Meningkat Meningkat PEMBAHASAN Keterlaksanaan Siklus Belajar 4E Dipadu dengan Pembelajaran Inkuiri Siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri yang diterapkan di kelas X4 SMA Laboratorium UM meliputi 4 tahap. Tahap pertama ini merupakan tahap perpaduan antara tahap eksplorasi dengan tahap inkuiri memilih masalah penelitian. Aspek yang diamati pada tahap pertama adalah: a) guru menyampaikan tujuan pembelajaran, b) guru mengeksplorasi pengetahuan awal siswa, dan c) guru memilih masalah penelitian yang dilanjutkan dengan penyusunan hipotesis oleh siswa.peningkatan 6 Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran tahap pertama tidak terlepas dari hasil refleksi siklus I dan tindakan siklus II. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II tahap pertama ini adalah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas, sehingga siswa mengetahui tujuan yang dilakukan dalam setiap tahapan pembelajaran. Selain itu guru selalu menjelaskan kepada siswa bagaimana menyusun hipotesis yang baik, sehingga pada siklus II siswa sudah mampu menyusun hipotesis dengan baik dan benar. Tahap kedua merupakan tahap perpaduan tahap eksplanasi dengan inkuiri memperkenalkan proses, mengumpulkan data, mengembangkan teori dan menjelaskan hubungan kausal, dan merumuskan kaidan dan menjelaskan teori. Aspek yang diamati pada tahap kedua ini adalah a) guru menjelaskan prosedur kerja, b) siswa mengumpulkan data pengamatan dengan bimbingan guru, c) siswa merumuskan teori dengan mengklasifikasikan bahan amatan dan menjelaskan alasan pengklasifikasian, serta d) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan bimbingan guru.Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran tahap kedua tidak terlepas dari hasil refleksi siklus I dan tindakan siklus II. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II tahap kedua ini adalah pengurangan jumlah anggota kelompok sehingga memungkinkan semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan pembelajaran, pengaturan tempat duduk yang baik dan tidak memungkinkan diskusi antar siswa beda kelompok di luar topik pembelajaran, penentuan ciri morfologi oleh guru sehingga kegiatan pengamatan terarahkan dengan baik, dan guru menunjuk siswa yang kurang aktif sehingga semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Tahap ketiga merupakan tahap perpaduan antara tahap ekspansi dengan tahap inkuiri menganalisis proses sains. Aspek yang diamati pada tahap pertama adalah: a) guru memberikan penguatan konsep, b) siswa menyusun kesimpulan, dan c) siswa merefleksi kegiatan pembelajaran dengan bimbingan guru. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran tahap ketiga tidak terlepas dari hasil refleksi siklus I dan tindakan siklus II. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II tahap ketiga ini adalah guru menegur siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru pada saat kegiatan penguatan konsep dengan cara memberikan pertanyaan, menjelasakan kepada siswa tentang kesimpulan yang baik dan benar. Menurut Susanto (2002) kegiatan pokok yang dilakukan dalam tahap evaluasi adalah mengulang kembali informasi yang telah diperoleh siswa melalui tes baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan persentase keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan kegiatan belajar siswa dapat dikatakan bahwa pelaksanaan siklus belajar 4E dipadu pembelajaran inkuiri pada tahap keempat telah terlaksana dengan baik sekali. Berdasarakan analisis keempat tahap Siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri, tingkat keterlaksanaan pembelajaran siklus I adalah 94,45% dan tingkat keterlaksanaan pembelajaran siklus II adalah 99,21%. Peningkatan keterlaksanaan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dikarenakan beberapa perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II terhadap kekurangan yang terjadi pada siklus I. Keterampilan Proses Sains Aspek keterampilan proses sains yang diamati pada penelitian ini terdiri dari 7 aspek, yaitu: 1) menyusun hipotesis, 2) mengamati, 3) mengumpulkan dan mengolah data, 4) mengklasifikasikan, 5) mengkomunikasikan, 6) menyimpulkan, dan 7) merancang eksperimen. Keterampilan menyusun hipotesis diartikan sebagai keterampilan untuk menyatakan “dugaan yang dianggap benar” mengenai suatu faktor yang terdapat dalam situasi, maka akan ada akibat tertentu yang diduga akan timbul (Dimyati, 2002). Berdasarkan analisis data hasil observasi keterampilan proses sains, persentase pencapaian keterampilan menyusun hipotesis pada penelitian ini mengalami peningkatan pada siklus II (81,17%) dibandingkan siklus I (57,33%). Peningkatan keterampilan menyusun hipotesis ini dikarenakan siswa sudah dilatih cara menyusun hipotesis berdasarkan permasalahan yang diajukan sehingga pada waktu penyusunan hipotesis pada 7 siklus II siswa telah mampu menyusun hipotesis dengan baik dan benar. Pada saat pelaksaan siklus hipotesis yang disusun siswa bukan merupakan jawaban dari permasalahan yang diajukan. Indikator keterampilan menegati yang digunakan dalam penelitan ini adalah kemampuan mengamati ciri morfologi bahan amatan dengan menggunakan indra penglihatan, indera penciuman, indera peraba, maupun pengecap secara lengkap sesuai petunjuk, serta data yang dikumpulkan relevan. Penerapan siklus belajar 4E dipadu pembelajaran inkuiri yang berlangsung selama 2 siklus dapat meningkatkan keterampilan proses sains, salah satunya adalah keterampilan mengamati. Hal ini dapat diketahui dari peningkatan persentase pencapaian keterampilan mengamati dari 84,505 pada siklus I menjadi 89,50% pada siklus II. Peningkatan keterampilan mengamati ini disebabkan karena siswa sudah dilatih cara mengamati yang baik dengan melibatkan indra penglihatan, indra peraba, maupun indra pengecap dan siswa telah mengerti langkahlangkah pengamatan yang benar. Siswa dikatakan memiliki keterampilan mengumpulkan dan mengolah data apabila siswa mampu mengumpulkan data pengamatan secara lengkap melalui kegiatan mencandra dan menuliskan dalam bentuk tabel pengamatan serta mengolah data tersebut sebagai dasar pengelompokan. Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan lembar observasi keterampilan proses sains menunjukkan peningkatan pencapaian keterampilan mengumpulkan dan mengolah data dari siklus I sebesar 75,50% menjadi 89,17% pada siklus II. Peningkatan keterampilan mengumpulkan dan mengolah data ini disebabkan karena pada siklus II data yang dikumpulkan siswa telah ditentukan dengan jelas oleh guru dan siswa telah terampil menggunakan persamaan dan perbedaan ciri morfologi sebagai bahan analisis data untuk mengelompokkan bahan amatan. Pada pelaksanaan siklus I tidak semua data yang diperoleh oleh siswa dari melalui kegiatan pengamatan tetapi cenderung diperoleh dari kegiatan menyalin hasil pengamatan data temannya. Menurut Dimyati (2002) keterampilan mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khusunya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Pada penelitian ini keterampilan mengklasifikasikan diamati pada tahap kedua yang memadukan tahap eksplanasi dengan inkuiri mengembangkan teori dan menjelaskan hubungan kausal. Indikator keterampilan mengklasifikasikan adalah mampu menggolongkan setiap bahan amatan berdasarkan perbedaan dan persamaan ciri. Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan lembar observasi keterampilan proses sains menunjukkan peningkatan pencapaian keterampilan mengklasifikasikan dari siklus I sebesar 64,33% menjadi 94,00% pada siklus II. Peningkatan keterampilan mengamati ini disebabkan karena siswa sudah terbiasa dalam mengklasifikasikan bahan amatan berdasarkan pada perbedaan dan persamaan ciri morfologi. Selain itu pada siklus II terlihat juga kerja sama antar anggota kelompok sudah meningkat dan sudah tidak ada lagi siswa yang mendominasi dalam kelompok. Hal ini mengakibatkan kegiatan diskusi kelompok untuk mengklasifikasikan bahan amatan berjalan dengan baik. Menurut Dimyati (2002) keterampilan mengkomunikasikan diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Siswa dinilai memiliki kemampuan komunikasi yang baik apabila mampu menuliskan data pengamatan dalam tabel pengamatan, mendiskusikan hasil pengamatan dalam diskusi kelompok, serta menyampaikan secara lisan hasil pengamatannya dalam diskusi kelas. Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan lembar observasi keterampilan proses sains menunjukkan peningkatan pencapaian keterampilan mengkomunikasikan dari siklus I sebesar 66,33% menjadi 83,50% pada siklus II. Peningkatan keterampilan mengamati ini disebabkan karena pada siklus II siswa telah terbiasa dengan kegiatan menuliskan data pada tabel pengamatan. Selain itu pada siklus II siswa dilatih untuk aktif berpendapat, baik ketika diskusi kelompok maupun pada saat presentasi meskipun banyak siswa yang ditunjuk oleh guru. 8 Indikator keterampilan menyimpulkan pada penelitian ini adalah siswa mampu menyimpulkan yang baik apabila siswa mampu membuat kesimpulan terhadap permasalahan berdasarkan hasil pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan lembar observasi keterampilan proses sains menunjukkan peningkatan pencapaian keterampilan menyimpulkan dari siklus I sebesar 47,67% menjadi 76,50% pada siklus II. Peningkatan keterampilan mengamati ini disebabkan karena pada siklus II siswa lebih terampil dan memahami bagaimana mengambil kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan disarkan pada hasil percobaan. Pada penerapan siklus I kesimpulan siswa mengarah pada seluruh hasil pembelajaran, bukan bagaimana menjawab kembali permasalahan untuk mengetahui hipotesis yang disusun benar atau salah. Merancang eksperimen merupakan keterampilan proses sains terintegrasi. Menurut Wartono (2003) indikator merancang eksperimen yang baik adalah siswa mampu menggunakan alat, bahan, sumber yang digunakan untuk menentukan variabel, mampu menentukan apa yang akan diamati, dan menentukan cara serta langkah kerja. Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan lembar observasi keterampilan proses sains menunjukkan peningkatan pencapaian keterampilan merancang eksperimen dari siklus I sebesar 59,67% menjadi 88,33% pada siklus II. Peningkatan keterampilan mengamati ini disebabkan karena siswa telah mampu menyusun prosedur kerja secara rinci dan memungkinkan untuk dilakukan. Rancangan kegiatan pembelajaran yang disusun oleh siswa pada pelaksanaan siklus I tidak menunjukkan urutan langkah kerja yang sistematis dan rinci. Melihat data perbandingan dari ketujuh aspek keterampilan proses sains siswa di atas, maka dapat diketahui bahwa keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan sebesar 32% dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan hal tersebut maka dalam hal ini penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X-4 SMA Laboratorium UM. Melalui siklus belajar 4E yang dipadu dengan pembelajarn inkuiri siswa belajar Biologi dengan mengkonstruk sendiri pengetahuan melalui interaksi seacara langsung dengan objek yang didapat, terlibat mulai dari perumusan masalah, penyusunan hipotesis, dan melakukan kegiatan pengamatan hingga permasalahan dapat dipecahkan sendiri oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Subiantoro (2009) kegiatan pengamatan secara langsung sangat dimungkinkan adanya penerapan beragam keterampilan proses sains sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses pengetahuan (produk ilmiah) dalam diri siswa. Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif diukur melalui tes yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Soal tes akhir siklus terdiri dari soal uraian dengan jenjang kognitif yang berbeda. Jenjang kognitif yang digunakan pada penelitian ini mulai dari C1 sampai dengan C6 berdasarkan taksonomi Bloom yang sudah direvisi. Berdasarkan hasil tes yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh bahwa hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II. Rata-rata hasil belajar kognitif siswa pada siklus I setelah dilakukan tes akhir siklus adalah 77,33. Berdasarkan analisis data hasil belajar kognitif siswa diperoleh persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 78 (KKM) adalah 54,55%. Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan berupa penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa belum berhasil. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang diukur melalui tes akhir siklus adalah 80,93 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 86,36%. Hal ini menunjukkan pelaksanaan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dikatan berhasil. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa, salah satunya adalah melalui penerapa siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri ini, siswa ditekankan untuk 9 melakukan suatu penyelidikan untuk menemukan konsep secara langsung. Hal ini mengakibatkan konsep yang didapatkan tidak mudah luntur dari fikiran. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustaman (2005) yang menyatakan bahwa belajar yang didukung dengan pengalaman secara langsung dapat meningkatkan daya ingat siswa dan memungkinkan siswa mengembangkan konsep sehingga hasil belajarnya meningkat. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab V dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X-4 SMA Laboratorium UM. Hal dapat diketahui dari data peningkatan setiap aspek keterampilan proses sains siswa setiap siklusnya. 2. Penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X-4 SMA Laboratorium UM. Hal dapat diketahui dari data peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif dan persentase ketuntasan belajar klasikal siswa pada siklus I dan siklus II. SARAN Penerapan siklus belajar 4E dipadu dengan pembelajaran inkuiri dapat dijadikan alternatif pembelajaran guru biologi untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa pada materi yang karakteristiknya sesuai. Selain itu, penelitian ini hanya terbatas pada KD 3.1, 3.2, dan 3.3 kelas X SMA, maka perlu dilakukan penerapan siklus belajar 4E dipadu pembelajaran inkuiri pada KD lainnya. Selain itu penelitian ini hanya mengambil data tentang keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa. Aspek lain seperti hasil belajar afektif, hasil belajar psikomotor, motivasi belajar, dan keterampilan berfikir tinggi juga dapat dinilai. Hasil tersebut tersebut dapat dijadikan refleksi dan tindak lanjut pada penelitian selanjutnya. DAFTAR RUJUKAN Afiatin, T. 2011. Pembelajaran Berbasis Student-Centered Learning (Online), (http://uripsantoso.files.wordpress.com/2011/06/pembelajaran_berbasis_scl1.pdf ), diakses12 Desember 2012. Anitah, S, Ardiani.2007. Strategi Pembelajaran Kimia. Jakarta: Universitas Terbuka. Dimyati & Mulyono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rinaka Cipta. Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press. Subiantoro, A. W. 2009. Pentingnya Praktikum dalam Pembelajaran IPA. (Online). http://vahonov.files.Wordpress.com/2009/07/pentingnya-praktikum-dalampembelajaran-IPA.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2013. Susanto, P. 2002. Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme. Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM. Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: JICA Yamin, M. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press.