Dofa Mairika D1214030

advertisement
JURNAL
KOMUNIKASI INTERPERSONAL GAY DALAM MENEMUKAN
PASANGAN DARI HETEROSEKSUAL
(Studi Kasus Komunikasi Interpersonal Gay dalam Memproduksi Pesan Verbal
dan Nonverbal Untuk Menemukan Pasangan dari Heteroseksual di Kalangan Gay
di Kota Bogor)
Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret
Diajukan Oleh:
Dofa Mairika Perdana Putra
D1214030
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
KOMUNIKASI INTERPERSONAL GAY DALAM MENEMUKAN
PASANGAN DARI HETEROSEKSUAL
(Studi Kasus Komunikasi Interpersonal Gay dalam Memproduksi Pesan Verbal
dan Nonverbal Untuk Menemukan Pasangan dari Heteroseksual di Kalangan Gay
di Kota Bogor)
Dofa Mairika Perdana Putra
Prahastiwi Utari
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Several independent survey institute both national and international
showed that Indonesia has 3% population of LGBT. It means, from 250 million
Indonesian, 7.5 million are LGBT. So, when there are 100 people, 3 of them
probably LGBT. That fact brought Indonesia become fifth larger population of
LGBT.
This research aims to describe and analyze interpersonal communication
among gay and heterosexual man in Bogor producing both verbal and nonverbal
message in order to build relationship. This research is using qualitative method
which data is collected by in depth interview with 9 informants, observation, and
reference study. Data triangulation validity test is used to validate data.
There are three stages in relationship: building personal relationship,
preserving and the dynamics of relationship. Based on Bogor’s gay behavior in
producing message, there are (1) expressing themselves such as happy of playing
with girls, sharing personal feeling with heterosexual man frequently, and seeking
for attention. (2) behaving based on norms, such as preferring heterosexual man,
not using gay’s language, and managing the way of dressing. And (3) turning
situation marked by talking about sexuality, sending hug-emoticon, and showing
romantic behavior.
In relationship stage: (1) building personal relationship through self
introduce, eye contact, and sending emoticon to each other. (2) Preserving
relationship by saying “I love you”, dress up properly, saying “I miss you”, and
video call intensively. And (3) in relationship there must be problem and problem
solving. Problem identified with the less frequent of calling “babe” and sending
positive emoticon, physical abuse, and talking harshly. Problem solving identified
by saying apology, caring, calling intensively, and sending positive emoticon.
Keywords: Interpersonal communication, Gay, Relationship, Verbal and
Nonverbal message
1
Pendahuluan
Dalam sebuah jurnal internasional juga dijelaskan bahwa banyak gay dan
juga lesbi yang merasakan bahwa hidup mereka terisolasi dari masyarakat
(Seidman, Meeks, & Traschen, 1999) dalam (Soliz, Elizabeth and Meredith, Vol
2, No 1, Tahun 2010: hal 78). Namun, walaupun terisolasi, banyak gay yang tetap
pada pendiriannya untuk menjadi gay. Dalam komunikasi yang dilakukan oleh
kaum gay untuk mencari pasangan, hal ini sangat berhubungan erat dengan cara
mereka memproduksi pesan. Mereka perlu mengolah dan memiliki cara tersendiri
dalam penyampaiannya agar pesan yang ingin mereka sampaikan kepada calon
pasangannya dapat dimengerti oleh calon pasangan mereka. Jika dikaitkan dengan
teori komunikasi, cara mereka memproduksi dan mengkomunikasikan pesannya
menggunakan teori Barbara O’Keefe mengenai logika mendesain pesan. Barbara
mengatakan bahwa orang berpikir berbeda tentang komunikasi dan pesan, dan
mereka menggunakan logika yang berbeda dalam menentukan dan mengatakan
kepada orang lain dalam suatu situasi tertentu.
Hubungan cara mendesain pesan seorang homoseksual dalam mendapatkan
pasangannya yaitu biasanya mereka memerlukan kalimat-kalimat rayuan yang
bersifat mengajak dan mempengaruhi. Biasanya mereka akan lebih bersikap
manja di depan calon pasangannya, karena kebanyakan dalam mencari
pasangannya kaum gay ini memposisikan diri sebagai wanita untuk mencari
pasangan dari lelaki heteroseksual. Banyak keunikan-keunikan yang masih belum
diketahui oleh masyarakat umum bagaimana kaum gay dalam mencari pasangan,
bisa berupa kode-kode, gesture dan bahkan gaya berpenampilannya yang serba
ketat hingga menunjukkan bentuk tubuhnya. Seperti yang dikatakan oleh Barbara
bahwa mendesain pesan salah satunya yakni menggunakan logika ekspresif, yang
melihat komunikasi sebagai cara ekspresi diri untuk mengkomunikasikan
mengenai perasaan dan pikiran. Pesan yang dihasilkan harus bersifat reaktif
dengan sedikit perhatian kepada kebutuhan atau keinginan orang lain.
Peneliti memfokuskan penelitian di Bogor karena menurut survey yang
dilakukan pemerintah Bogor sepanjang Januari hingga November 2015 tercatat
data pria gay atau lelaki yang memiliki penyimpangan orientasi seksual mencapai
2
2.672 orang (http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2015/12/01/tahukah-anda-di-bogoritu-ada-2-672-pria-gay/ diakses 2 April 2016). Bahkan menurut Metropolitan, gay
di Jakarta banyak dipasok dari Bogor http://www.metropolitan.id/2016/11/gayjakarta-banyak-dipasok-dari-bogor/ (diakses 22 Februari 2017). Selain itu Bogor
sendiri memiliki kabar yang sangat buruk mengenai prostitusi khusus gay yang
dilakukan oleh anak di bawah umur yang disinyalir dilakukan di Puncak, Bogor
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/08/31/pelanggan-prostitusi-gay-dipuncak-bogor-diduga-para-wisatawan (diakses 22 Februari 2017).
Penelitian ini masuk dalam level komunikasi antarpribadi yang
menekankan pada relationship gay di Kota Bogor terhadap lelaki heteroseksual.
Dalam proses hubungan atau relationship tentunya akan ada beberapa tahap yang
harus dilalui yaitu mulai dari tahap pembentukan hubungan, pemeliharaan
hubungan dan dinamika hubungan. Hal ini sangat menarik untuk diteliti, karena
walaupun perilaku gay merupakan sesuatu yang sangat menyimpang, namun
mereka juga bisa menunjukkan bagaimana rasa kasih sayang berupa cinta yang
diberikan kepada pasangannya sesama jenis. Hal ini bisa dilihat dari cara produksi
pesannya.
Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dijabarkan di atas, terdapat empat rumusan masalah
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana gambaran umum gay di Kota Bogor secara umum?
2. Bagaimana cara produksi pesan yang disampaikan oleh lelaki gay
terhadap lelaki heteroseksual di Kota Bogor ketika akan membangun
hubungan?
3. Bagaimana cara produksi pesan yang disampaikan oleh lelaki gay
terhadap lelaki heteroseksual di Kota Bogor dalam memelihara
hubungan?
4. Bagaimana cara produksi pesan yang disampaikan oleh lelaki gay
terhadap lelaki heteroseksual di Kota Bogor ketika terjadi dinamika
hubungan?
3
Telaah Pustaka
1. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antarpribadi yang dilakukan sangatlah efektif karena akan
diketahui secara langsung tanggapan yang diberikan oleh lawan bicara terkait
dengan informasi yang kita berikan tentang diri kita dan masalah yang dihadapi.
Menurut De Vito (dalam Liliweri, 2003: 55) menyatakan bahwa komunikasi
antarpribadi berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain dalam hal sedikitnya
jumlah partisipan yang terlibat, orang-orang yang terlibat (interectants) secara
fisik sangat dekat satu sama lain, dan ada banyak channel yang dipergunakan dan
feedback-nya sangat cepat.
2. Hubungan (Relationship)
Berdasarkan kamus Longman bahwa pengertian hubungan (relationship)
adalah cara dua orang atau dua kelompok merasakan satu dengan yang lainnya.
Littlejohn dan Foss menyatakan bahwa banyak orang tertarik dengan topik
hubungan karena setiap hubungan memiliki dimensi yang berbeda-beda.
Adakalanya suatu hubungan dapat terjalin dengan mudah dan menyenangkan
namun tidak jarang orang memiliki hubungan yang sulit sehingga hubungan itu
tampak aneh dan tidak menarik. Hubungan merupakan topik yang menarik karena
selalu berubah dan berkembang. Perubahan yang terjadi terkadang sangat
dramatis. Hal yang menarik dalam hubungan adalah orang yang sering
bernegosiasi dengan dirinya mengenai topik apa saja yang dapat dibicarakan
dengan orang lain dan berapa banyak informasi yang dapat disampaikannya.
(Littlejohn & Foss, 2011: 230).
2.1 Teori Mengurangi Ketidakpastian
Teori mengurangi ketidakpastian ini membahas proses dasar bagaimana
kita memperoleh pengetahuan mengenai orang lain. Ketika kita bertemu dengan
orang yang belum kita kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul
dikepala kita, siapa dia? Mau apa? Bagaimaan sifatnya? dan seterusnya. Kita tidak
memiliki jawaban yang pasti dan kita mengalami ketidakpastian, dan kita
mencoba untuk mengurangi ketidakpastian ini. Menurut Berger (dalam Littlejohn
2011 : 180) orang mengalami periode yang sulit ketika menerima ketidakpastian
4
sehingga ia cenderung memperkirakan perilaku orang lain, dan karenanya ia akan
termotivasi untuk mencari informasi mengenai orang itu. Namun sebenarnya,
upaya untuk mengurangi ketidakpastian inilah yang menjadi salah satu dimensi
penting dalam membangun hubungan (relationship) dengan orang lain.
2.2 Communication Privacy Management Theory
Petronio setuju dengan gagasan Altman yang menyatakan bahwa
mengungkapkan informasi privat dapat menguatkan hubungan dengan orangorang yang signifikan di kehidupan seseorang (Griffin, 2011 : 168). Petronio
melihat manajemen privasi komunikasi (CPM) sebagai peta bagaimana seseorang
mengendalikan privasinya. Teori ini membahas tekanan antara keterbukaan dan
rahasia pribadi antara sesuatu yang bersifat publik dan rahasia dalam hubungan
(Littlejohn, 2011 : 249). Teori communication privacy management berakar
pada asumsi mengenai sifat dasar manusia dan bagaimana seorang individu
berpikir dan berkomunikasi. Pertama, CPM menganut aspek-aspek peraturan
dan sistem metateori. Dengan adanya metateoritis ini, teori ini membuat tiga
asumsi mengenai sifat dasar manusia, antara lain: (1) manusia adalah
pembuat keputusan, (2) manusia adalah pembuat peraturan
dan pengikut
peraturan, dan (3) pilihan serta peraturan itu didasarkan pada pertimbangan akan
orang lain dan juga konsep diri.
2.3 Teori Hubungan Dialektik dan Teori Dialogis
a. Teori Hubungan Dialektik
Menurut Baxter dan Montgomery (dalam Berger et. al., 2015 : 481)
menjelaskan bahwa teori yang dikemukakannya bersifat dialektis, artinya bahwa
suatu hubungan adalah tempat dimana berbagai pertentangan atau perbedaan
pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur. Baxter menjelaskan lagi bahwa
dialektik mengacu pada ketegangan di antara berbagai kekuatan yang saling
bertentangan yang berada di dalam suatu sistem.
Teori hubungan dialektik memberikan tiga ketegangan hubungan inti yaitu
ekspresi-privasi, kestabilan-perubahan dan penyatuan-perpisahan yang dapat
mewujud dalam hubungan (internal) atau antara hubungan dan orang-orang di luar
hubungan (eksternal) (Baxter dan Montgomery dalam Berger et. al., 2015 : 481).
5
Baxter (dalam Griffin, 2009: 156-160) mengemukakan tiga dialektik yang
mempengaruhi hubungan adalah otonomi-koneksi, keterbukaan-proteksi, dan
kebaruan-prediktabilitas.
b. Teori Dialogis
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
teori
dialogis
yang
dikemukakan oleh Bakhtin. Menurut Bakhtin (dalam Littlejohn 2011 : 239) dialog
adalah mengenai bagaimana kita berinteraksi dalam interaksi khusus. Dialog
merupakan ucapan ‘utterance” yaitu suatu unit pertukaran, lisan atau tulisan, di
antara dua orang. Suatu ucapan mengacu pada percakapan lisan dalam
konteksnya. Suatu ucapan memiliki “tema” yaitu isi percakapan, sikap
komunikator terhadap subjek menjadi lawan bicaranya, dan derajat tanggapan dari
lawan bicara. Komunikator kemudian mengungkapkan suatu ide dan melakukan
evaluasi terhadap ide itu, ia juga melakukan antisipasi terhadap tanggapan dari
lawan bicara.
Bakhtin (dalam Littlejohn, 2011 : 240) juga menyatakan bahwa dialog
adalah proses untuk saling memperkaya; dialog adalah proses dimana masingmasing pihak belajar mengenal dirinya sendiri dan diri orang lain. Dialog tidak
hanya kegiatan menemukan tapi juga menghidupkan potensi. Masing-masing
dialog bersikap terbuka terhadap suatu pandangan dari pihak lain, masing-masing
pihak diperkaya melalui dialog, dan masing-masing pihak menjadi pencipta masa
depan, dan masa depan tercipta melalui interaksi, masa depan yang selalu berubah
ketika interaksi berubah.
3. Grand Theory (Message Design Logic)
Teori-teori desain pesan membayangkan skenario yang lebih kompleks, di
mana komunikator benar-benar desain pesan yang sejalan dengan niat mereka
dalam situasi yang mereka hadapi. Teori perencanaan dikembangkan dalam
menanggapi gagasan bahwa komunikasi adalah tujuan dan diarahkan melalui
proses. Orang tidak terlibat dalam kegiatan komunikatif hanya demi
melakukannya; mereka berkomunikasi untuk memenuhi tujuan. Rencana pesan
memungkinkan komunikator untuk mencapai tujuan mereka lebih sering dan lebih
6
efisien; dengan demikian, kompetensi komunikasi adalah sangat tergantung pada
kualitas rencana pesan individu.
Dikembangkan Barbara O’Keefe manusia cenderung berpikir berbeda
mengenai komunikasi dan pesan, dan kita menerapkan logika yang berbeda dalam
menentukan apa yang dikatakan kepada seseorang dalam sebuah situasi. Proses
menciptakan pesan ini disebut message design logic (Littlejohn, 2009 : 188).
O’Keefe (dalam Littlejohn, 2009 : 188-189) menyebutkan tiga rancangan
pesan dari rentang yang paling sedikit person centered hingga sangat person
centered. Expressive Logic adalah komunikasi untuk mengekspresikan perasaan
dan pikiran, yang sifatnya membuka diri dan memancing reaksi, dengan sedikit
perhatian terhadap apa yang diperlukan atau diinginkan pihak lain. Conventional
Logic melihat komunikasi sebagai permainan dengan aturan yang harus diikuti
berupa norma dan mencakup peran dan tanggung-jawab dari pihak yang terlibat.
Tujuannya adalah untuk merancang pesan yang sopan dan pantas sehingga bisa
diterima baik oleh pihak lain. Rhetorical Logic adalah komunikasi dengan tujuan
mengubah situasi melalui negosiasi. Pesan dirancang dengan logika yang
fleksibel, bermakna dan person centered.
Perbedaan setiap orang dalam merancang pesan menghasilkan Message
Diversity, jika tujuan dari komunikasi sederhana dan dapat diungkapkan terusterang maka pesan yang dirancang akan cenderung sama dan sederhana.
Sebaliknya, jika tujuan banyak dan perlu mempertimbangkan kesopanan, maka
akan ada banyak rancangan pesan yang bisa dihasilkan.
4. Homoseksual
Ternyata kebanyakan lelaki gay mulai menganggap diri mereka sebagai gay
pada waktu remaja sampai awal duapuluhan tahun. Pendapat yang sering terjadi
adalah bahwa menjadi gay itu karena kehendak Tuhan. Rasa homoseksualitas
kadang-kadang dianggap sebagai “bawaan dari lahir,” Penjelasan lingkungan
jarang berdasarkan masalah keperempuan-perempuanan: hanya sedikit lelaki gay
yang berdandan sebagai perempuan, atau merasa bahwa mungkin mereka adalah
waria (Boellstorff, 2005 : 113).
7
Lelaki “normal” disukai karena berbagai alasan: mereka tidak pernah
feminin, dan juga diasumpsi mereka juga kuat merahasiakan hubungan
sejenisnya, karena mereka tidak suka nongkrong dan bergosip seperti yang
dilakukan lelaki gay. Kebanyakan lelaki gay yakin bahwa semua lelaki bisa
terangsang dan mencintai sesama jenis kalau berkesempatan, namun mereka
bersikeras bahwa para lelaki “normal” ini sendiri tidak mungkin menjadi gay
sendiri. Kebanyakan lelaki gay lebih menyukai lelaki maskulin dengan
menggunakan istilah seperti macho, maskulin, dan yang paling sering, kebapakan.
Lelaki gay yang keperempuanan tertarik kepada lelaki maskulin, jadi agak
memiliki keinginan yang heterogender (Boellstorff, 2005 : 115).
Metodologi
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu peneliti
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis ataupun lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif, menemukan teori,
menggambarkan realitas yang kompleks, dan memperoleh pemahaman makna
(Sugiyono, 2016 : 27).
Metode merupakan suatu hal yang lebih spesifik. Metode merupakan
teknik-teknik dalam mengumpulkan dan menganalisis data (Creswell, 2007 : 4).
Kaitannya dengan penelitian ini peneliti menggunakan studi kasus sebagai
metodenya dimana peneliti berusaha mengetahui bagaimana cara gay di Bogor
memproduksi pesan verbal maupun nonverbal dalam menemukan pasangan dari
lelaki heteroseksual. Studi kasus dapat disusun untuk mengilustrasikan kasus yang
unik, kasus yang memiliki kepentingan yang tidak biasa dalam dirinya dan perlu
dideskripsikan atau diperinci (Creswell, 2015 : 137).
Dalam peneilitian ini penelti menggunakan informan dengan kriteria telah
menjadi seseorang homoseksual minimal 1 tahun dan pernah mempunyai
pasangan dari lelaki heteroseksual. Peneliti mewawancarai 9 informan yang telah
memenuhi kriteria yang sudah ditentukan demi memperoleh data yang valid dan
mendalam. Penelitian ini menggunakan purposive sampling artinya teknik ini
8
mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang
dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan riset.
Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2016 : 334-340) mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Dalam Penelitian ini aktivitas dalam analisis data, terbagi atas empat tahapan
yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Peneliti menguji kredibilitas data dengan melakukan triangulasi dimana
peneliti mengecek data kepada informan yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data yang diperoleh melalui wawancara akan dicek dengan observasi
kemudian dengan studi kepustakaan. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas
dari data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan
diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan
data mana yang dianggap benar.
Sajian dan Analisis Data
Berdasarkan pada relationship yang terjalin antara gay di Kota Bogor
bersama pasangannya yang awalnya merupakan lelaki heteroseksual, maka
peneliti kemudian mengkaitan atau menghubungkan antara hasil temuan
penelitian dengan teori yang digunakan. Berikut hasil temuan penelitianya:
1. Menunjukkan ekspresi diri. Dalam hasil temuan penelitian bahwa ekpresi
diri ditunjukkan melalui cara para gay berperilaku saat masih kecil seperti
merasa senang bermain dengan anak perempuan. Ini merupakan ciri-ciri
awal untuk anak lelaki menjadi seorang gay. Dalam pembentukan
hubungan terdapat juga temuan yang berkaitan dengan curahan hati.
Selain itu, dalam pemeliharaan hubungan, terdapat hasil temuan penelitian
terkait dengan adanya perhatian yang diberikan kepada orang lain,
walaupun belum maksimal. Dari beberapa hasil temuan penelitian
tersebut, dalam teori message design logic oleh Barbara O’Keefe, masuk
pada bagian logika ekpresif (expressive logic), yaitu logika yang
memandang komunikasi sebagai suatu cara untuk mengekspresikan diri
9
dan untuk menyatakan perasaan dan pikiran. Pesan yang terdapat pada
logika ekspresif ini bersifat terbuka dan reaktif, dengan hanya memberikan
sedikit perhatian pada kebutuhan dan keinginan orang lain.
2. Berperilaku
berdasarkan
aturan.
Berkaitan
dengan
hasil
temuan
penelitiannya yaitu pada pilihan yang diberikan oleh pria gay dengan lebih
memilih laki-laki heteroseksual. Mengapa? Karena lelaki heteroseksual
umumnya diketahui oleh orang lain lebih menyukai perempuan, selain itu
dari segi kepantasan bahwa perilaku lelaki heteroseksual seperti berbicara
dan berpakaian layaknya seperti lelaki pada umumnya.dalam pembentukan
hubungan, temuannya yaitu pria gay tidak menggunakan bahasa gay dan
dalam pemeliharaan hubungan harus menjaga cara berpakaian yang tidak
berlebihan saat bertemu lelaki heteroseksual. Pada dinamika hubungan,
temuannya yaitu terkait dengan permohonan maaf. Ini menunjukkan
adanya perilaku yang sopan dan pantas dilakukan ketika berbuat salah
pada pasangan. Beberapa hasil temuan penelitian yang ada, sesuai dengan
penjelasan dari logika konvensional (conventional logic), yaitu logika
yang melihat komunikasi sebagai suatu permainan yang dimainkan dengan
mengikuti sejumlah aturan. Logikan jenis ini bertujuan untuk merancang
pesan yang sopan, pantas, dan berdasarkan aturan yang sepatutnya
diketahui setiap orang.
3. Proses mengubah situasi. Berdasarkan hasil temuan penelitiannya yaitu
pada pembentukan hubungan berkaitan dengan proses komunikasi verbal
yang membahas tentang seks dan mengirimkan emoticon berupa gambar
pelukan. Tujuannya yaitu agar lelaki heteroseksual dapat terpancing.
Dalam dinamika hubungan yaitu berkaitan dengan menunjukkan perilaku
romantis untuk mengubah situasi yang sebelumnya terjadi masalah. Hasil
temuan penelitian tersebut sesuai dengan penjelasan dari rhetorical
logic yaitu komunikasi dengan tujuan mengubah situasi melalui negosiasi.
Pesan dirancang dengan logika yang fleksibel, bermakna dan person
centered.
10
Selanjutnya, dalam penelitian ini, terdapat konsep hubungan yang
digunakan. Berdasarkan penjelasannya bahwa hubungan merupakan topik yang
menarik karena selalu berubah dan berkembang. Perubahan yang terjadi terkadang
sangat dramatis. Hal yang menarik dalam hubungan adalah orang yang sering
bernegosiasi dengan dirinya mengenai topik apa saja yang dapat dibicarakan
dengan orang lain dan berapa banyak informasi yang dapat disampaikannya.
(Littlejohn & Foss, 2011: 230). Dari pernyataan tersebut, apabila disimpulkan
bahwa hubungan terbagi atas tiga tahap yaitu pembentukan hubungan,
pemeliharaan hubungan dan dinamika hubungan. Berikut penjabarannya:
a. Membangun Hubungan
Hasil temuan penelitian dalam membangun hubungan adalah sebagai
berikut:
1. Komunikasi interpersonal tatap muka langsung
a) Secara verbal untuk mengurangi ketidakpastian yang dimiliki oleh gay Kota
Bogor, dalam pembentukan hubungannya seperti ditandai dengan adanya
perkenalan yaitu saling memberitahukan nama, alamat, hobi dan lain
sebagainya. Perkenalan yang dilakukan pada dasarnya merupakan suatu
proses dimana seorang gay akan mengamati dan memberikan penilaian
kepada lelaki yang baru dikenalnya.
b) Sedangkan dari bentuk nonverbal ditandai dengan adanya saling menatap.
Sedikitnya untuk mengetahui apakah lelaki lain itu memiliki kelainan
orientasi seksual, umumnya gay menatap dengan lebih dalam untuk
memperhatikan gerak-geriknya.
2. Komunikasi interpersonal bermedia.
a) Secara verbal ditandai dengan adanya penyampaian pesan melalui curahan
hati. Tujuan dilakukannya curhat yaitu ingin mengetahui bagaiman sikap
orang lain dalam menanggapi apa yang disampaikan, khususnya pada
hubungan yang terjadi antara pria gay dan laki-laki heteroseksual atau
straight. Membahas tentang seks. Pembicaraan tentang seks pada dasarnya
bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan saat
11
melakukan hubungan seks jika status berpacaran antara gay dan laki-laki
heteroseksual sudah ada.
b) Secara nonverbal ditandai dengan mengirimkan gambar emoticon. Dalam
sebuah obrolan lewat media sosial baik FB, Instagram, Line dan lain-lain,
tentunya terdapat simbol-simbol secara nonverbal berupa emoticon seperti
gambar pelukan, hati yang berarti cinta, ciuman, dan lain sebagainya.
Hasil temuan penelitian tersebut sesuai dengan penjelasan pada teori
mengurangi ketidakpastian yaitu membahas proses dasar bagaimana kita
memperoleh pengetahuan mengenai orang lain.. Kita tidak memiliki jawaban
yang pasti dan kita mengalami ketidakpastian, dan kita mencoba untuk
mengurangi ketidakpastian ini. Menurut Berger (dalam Littlejohn 2011 : 180)
orang mengalami periode yang sulit ketika menerima ketidakpastian sehingga ia
cenderung memperkirakan perilaku orang lain, dan karenanya ia akan termotivasi
untuk mencari informasi mengenai orang itu. Namun sebenarnya, upaya untuk
mengurangi ketidakpastian inilah yang menjadi salah satu dimensi penting dalam
membangun hubungan (relationship) dengan orang lain.
b. Memelihara Hubungan
Hasil temuan penelitian dalam memelihara hubungan adalah:
1. Komunikasi interpersonal tatap muka langsung
a) Secara verbal dalam pemeliharaan hubungan ditandai dengan adanya sering
mengucapkan “I Love You”. I love you merupakan kalimat yang sering atau
paling banyak digunakan oleh pasangan yang sedang berpacaran. Kalimat
tersebut diwujudkan sebagai rasa kasih sayang dan sering mengucapkan
kalimat gombal. Kalimat gombal merupakan kata-kata yang bermaknakan
memuji pasangan, sehingga pasangan menjadi merasa senang. Kedua hasil
temuan tersebut masuk dalam asumsi ke dua dalam teori CPM yaitu
manusia dalam pembuat peraturan dan pengikut peraturan.
b) Nonverbal ditandai dengan adanya cara berpakaian. Menjaga cara
berpakaian bertujuan agar lelaki gay tidak mudah dikenali oleh masyarakat
umum. Hasil temuan tersebut masuk dalam asumsi ke dua dalam teori CPM
yaitu manusia dalam pembuat peraturan dan pengikut peraturan. Kencan
12
merupakan aktivitas yang dilakukan seperti kencan dalam waktu tertentu
merupakan suatu aktivitas yang digunakan untuk lebih mendekatkan jarak
kedua individu dari segi fisik. Masuk dalam asumsi pertama dalam teori
CPM yaitu manusia adalah pembuat keputusan.
2. Komunikasi interpersonal bermedia.
a) Secara verbal ditandai dengan adanya penyampaian pesan dengan sering
mengucapkan kalimat “Miss You”. Miss You merupakan salah satu kalimat
yang paling baik saat diucapkan ketika kedua individu yang sedang
melakukan hubungan berpacaran memiliki jarak fisik yang cukup jauhdan
memanggil pacar dengan kata “sayang”. Kata sayang dalam hal ini
merupakan kata yang digunakan oleh seorang gay saat berkomunikasi
melalui media dengan pasangannya. Kedua hasil temuan penelitian tersebut
masuk dalam asumsi ke dua dalam teori CPM yaitu manusia dalam pembuat
peraturan dan pengikut peraturan.
b) Secara nonverbal ditandai dengan menggunakan video callyang merupakan
suatu
panggilan
telepon
yang
berbentuk
video.
Masing-masing
pengguananya bisa saling melihat secara fisik namun tidak bisa untuk
bersentuhan. Menggunakan video call, secara nonverbal umumnya mimik
wajah akan kelihatan. Hasil temuan tersebut masuk dalam asumsi ketiga
dalam teori CPM yaitu pilihan serta peraturan itu didasarkan pada
pertimbangan akan orang lain dan juga konsep diri.
Hasil temuan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Petronio.
Menurut Petronio (dalam Littlejohn, 2009 : 307) individu-individu yang terlibat
dalam hubungan terus mengatur batasan-batasan antara apa yang umum dan
pribadi, antara perasaan-perasaan tersebut yang ingin mereka bagi dengan orang
lain dan tidak ingin mereka bagi. Petronio setuju dengan gagasan Altman yang
menyatakan bahwa mengungkapkan informasi privat dapat menguatkan hubungan
dengan orang-orang yang signifikan di kehidupan seseorang (Griffin, 2011 : 168).
13
c. Dinamika Hubungan
Dalam penelitian ini, digunakan juga teori dialektik dan teori dialogis.
Karena di dalam suatu hubungan pasti akan menemukan berbagai macam masalah
yang kemudian masalah tersebut berupaya untuk diselesaikan agar hubungan yang
ada tetap berjalan dengan lebih baik.
- Dialektik
1. Komunikasi interpersonal tatap muka langsung
a) Secara verbal jarang memanggil dengan kata “Sayang”. Memanggil
dengan kata sayang tentunya adalah ungkapan dari isi hati bahwa kita
memang benar-benar menyayangi pasangan, walaupun kata sayang yang
diucapkan tidak boleh disampaikan disembarang tempat seperti di public
space, karena hubungan berpacaran gay bukan merupakan hubungan yang
lazim untuk dijalani, dan jarang menelpon. Kedua hasil temuan penelitian
itu
masuk
dalam
internal
dialectic
dengan
bagian
dengan
terkadang
melakukan
kontradiksi
ketidakpastian.
b) Nonverbal
ditandai
tindakan
fisik
(memukul/menampar). Tindakan fisik juga sering dialami oleh pasangan
gay saat menjalin hubungan berpacaran dengan seorang laki-laki. Tindakan
tersebut berupa pukulan atau tamparan yang tentunya bisa melukai fisik dan
batin seseorang. Hasil temuan penelitiannya masuk dalam internal dialectic
dengan bagian kontradiksi keterbukaan.
2. Komunikasi interpersonal bermedia.
a) Secara verbal ditandai dengan lambat membalas pesan (SMS). Dalam
komunikasi, feedback yang cepat sangat dibutuhkan karena bisa membuat
pelaku komunikasi merasa puas secara pikiran dan perasaan. Artinya
maksud dan tujuan yang ingin dicapai secara langsung bisa diketahui oleh
penerima pesan, dan pesan yang dibalas sangat singkat. Hal yang membuat
pasangan terkadang merasa diabaikan jika pesan yang dibalas sangat singkat
tanpa ada embel-embel pesan verbal yang lain. Kedua hasil temuan
14
penelitian tersebut terkait dengan internal dialectic dengan bagian
kontradiksi ketidakpastian.
b) Nonverbal. Jarang mengirimkan Emoticon Positif. Emoticon merupakan
berbagai gambar ekpresi wajah yang ada di handphone dan bisa digunakan
saat melakukan pengiriman pesan dengan orang lain. Emoticon bisa berupa
gambar senyum, marah, menangis, dan gambar berbentuk hati dan lain-lain.
Hasil temuan tersebut terkait dengan internal dialectic dengan bagian
kontradiksi ketidakpastian.
Berdasarkan hasil temuan penelitian tersebut sesuai dengan teori dialektik
Baxter dan Montgomery dalam (Berger et. al., 2015 : 481) yang menjelaskan
bahwa suatu hubungan adalah tempat dimana berbagai pertentangan atau
perbedaan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur. Baxter menjelaskan lagi
bahwa dialektik mengacu pada ketegangan di antara berbagai kekuatan yang
saling bertentangan yang berada di dalam suatu sistem. Menurut Baxter bahwa
dialektik terbagi atas internal yang mengacu pada masalah dalam diri sendiri dan
ekternal yang mengacu pada pertentangan dengan orang lain.
Dialogis
1. Komunikasi interpersonal tatap muka langsung
a) Verbal seperti menyampaikan permohonan maaf. Mengucapkan kata maaf
umumnya dilakukan oleh orang-orang yang melakukan kesalahan dengan
orang lain. Tujuannya agar hubungan yang dijalin tetap berjalan dengan
baik dan memberikan perhatian yang lebih. Salah satu solusi yang bisa
dilakukan untuk membuat hubungan berpacara dapat berjalan dengan baik
yaitu memberikan perhatian.
b) Nonverbal ditandai dengan menunjukkan perilaku romantis. Hubungan yang
romantis merupakan suatu hubungan yang sangat indah, yang bisa
ditunjukkan dari bagaimana sikap pasangan menyenangkan kekasihnya
seperti mengajak ke tempat-tempat yang romantis dan kemudian
menunjukkan ekpresi wajah yang sangat nyaman ketika dilihat oleh
pasangan dan merengek. Merengek merupakan salah satu bentuk ekpresi diri
karena telah menyesal dalam melakukan kesalahan kepada pasangan.
15
2. Komunikasi interpersonal bermedia.
a) Secara verbal ditandai dengan sering menelepon. dan tidak membalas pesan
dengan singkat. Salah satu cara untuk membuat pasangan merasa tidak
diabaikan yaitu tidak membalas pesan dengan singkat. Artinya membalas
pesan yang tidak hanya berkaitan dengan apa isinya namun bisa juga
berkaitan dengan pesan yang hanya sekedar basa-basi.
b) Nonverbal. Mengirimkan emoticon positif. Emoticon positif merupakan
gambar-gambar ekspresi wajah yang senang dan gembira atau gambar yang
berkaitan dengan rasa sayang yang memang sesuai buat kedua pasangan
yang menjalin hubungan berpacaran.
Hasil temuan penelitian tersebut sesuai dengan teori dialogis yang
disampaikan oleh Bakhtin (dalam Littlejohn 2011 : 239) bahwa dialog adalah
mengenai bagaimana kita berinteraksi dalam interaksi khusus. Dialog merupakan
ucapan ‘utterance” yaitu suatu unit pertukaran, lisan atau tulisan, di antara dua
orang. Suatu ucapan mengacu pada percakapan lisan dalam konteksnya. Suatu
ucapan memiliki “tema” yaitu isi percakapan, sikap komunikator terhadap subjek
menjadi lawan bicaranya, dan derajat tanggapan dari lawan bicara. Komunikator
kemudian mengungkapkan suatu ide dan melakukan evaluasi terhadap ide itu, ia
juga melakukan antisipasi terhadap tanggapan dari lawan bicara.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dianalisis secara
sistematis dan didukung dengan temuan data di lapangan mengenai komunikasi
persuasif kaum gay terhadap lelaki heteroseksual di Kota Bogor yang difokuskan
pada produksi pesan, maka kesimpulannya adalah:
1. Secara umum gay di kota Bogor menyadari dirinya adalah seorang gay
dalam dua masa yang berbeda. Ketika masa kanak-kanak mereka
cenderung bermain dengan anak perempuan. Selain itu gen, lingkungan,
dan kondisi keluarga yang “broken home” menjadi faktor yang
membentuk penyimpangan orientasi seksual mereka. Ketika menjelang
dewasa penyimpangan orientasi seksual tersebut diperkuat dengan adanya
16
pengaruh teman dan media online. Mereka memilih menjadi gay karena
merasa mendapatkan perhatian, kenyamanan dan juga trauma masa lalu
karena pernah disakiti oleh pasangan perempuannya. Mereka lebih
memilih lelaki heteroseksual karena menganggap lelaki heteroseksual
lebih jantan, maskulin dan pandai menjaga privasi. Karena tidak memiliki
komunitas untuk sharing maka pertemuan yang mereka lakukan
cenderung spontan.
2. Dalam membangun hubungan dengan lelaki heteroseksual, gay kota Bogor
memproduksi pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal secara langsung
disampaikan dengan maksud untuk berkenalan dan tanpa menggunakan
bahasa gay, karena kaum gay tidak ingin terkesan terlalu feminin saat
berkenalan. Selain itu, komunikasi verbal yang berisikan tentang curahan
hati dan pembahasan topik seks umumnya disampaikan melalui media
merupakan tahapan inti ketika membangun hubungan dengan maksud
untuk lebih dekat dengan calon pasangannya, karena curhat dan membahas
topik tentang seks sudah masuk informasi yang bersifat pribadi.
Sedangkan pesan nonverbal secara langsung diwujudkan dengan saling
menatap dan berpakaian rapi. Gay radar (gaydar) merupakan insting yang
dimiliki oleh kaum gay dalam mendeteksi calon pasangan mereka melalui
tatapan mata. Adapun pesan nonverbal disampaikan melalui media dengan
mengirimkan emoticon agar komunikasi melalui media lebih terkesan
hangat.
3. Dalam memelihara hubungan dengan lelaki heteroseksual, gay Kota Bogor
menyampaikan pesan verbal melalui pemberian perhatian, pengungkapan
rasa cinta dan rindu secara intens, panggilan sayang dan mengirimkan
pesan suara untuk pasangannya. Tujuannya agar pasangan merasakan apa
yang mereka tidak dapatkan dari pasangan wanita mereka. Sedangkan
pesan nonverbal dilakukan dengan mengadakan kencan, mengatur
penampilan agar tidak berlebihan dan melakukan panggilan video (video
call). Penampilan harus dijaga agar tidak berlebihan tujuannya agar
pasangan heteroseksual mereka tidak berprasangka buruk bahwa kaum gay
17
ingin tebar pesona (mencari pasangan lain) ketika kencan dan video call
dapat dijadikan media untuk pemberian bukti.
4. Dinamika dalam hubungan gay di Kota Bogor ditandai dengan adanya
penggunaan bahasa kasar, kurangnya perhatian, jarang memanggil dengan
panggilan sayang, berkurangnya intensitas kencan dan telepon, serta
merespon SMS dengan lambat dan singkat. Sedangkan secara nonverbal
dinamika ditunjukkan melalui ekspresi wajah marah, adanya kekerasan
fisik dan jarang mengirimkan emoticon positif saat berkomunikasi melalui
media. Berkaitan dengan dinamika hubungan, gay di Kota Bogor memiliki
cara untuk menyelesaikan dinamika tersebut. Secara verbal penyelesaian
masalah dilakukan dengan permohonan maaf, pemberian perhatian yang
lebih, intensitas menelepon yang meningkat serta tidak membalas pesan
dengan singkat. Penyelesaian masalah secara nonverbal ditunjukkan
melalui sikap romantis, merengek dan mengirimkan emoticon positif saat
melakukan komunikasi melalui media.
Saran
Saran dalam penelitian ini yaitu :
1. Untuk Kaum Gay :
Diharapkan agar para kaum gay yang ada di manapun, khususnya di Kota
Bogor mampu memjaga komunikasi dengan baik kepada siapapun dan
bisa lebih menyadari bahwa apa yang sebenarnya dilakukan terkait dengan
perilaku menyimpang bisa segera ditinggalkan.
2. Untuk Masyarakat :
Diharapkan bagi masyarakat agar bisa menghargai para kaum gay namun
yang terpenting adalah dapat mengubah mereka menjadi individu yang
lebih baik lagi dan dapat berperilaku layaknya seperti laki-laki pada
umumnya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat mampu
membatasi diri agar tidak terjerumus kepada perilaku menyimpang.
3. Untuk Peneliti Selanjutnya :
Penelitian ini hanya terbatas menganalisis cara memproduksi pesan dari
aspek komunikator. Akan lebih baik jika dapat diteliti dari aspek
18
komunikan yaitu lelaki heteroseksual yang menjadi gay untuk dapat
menilai keefektifan cara memproduksi pesan komunikator.
Daftar Pustaka
Berger, et. al. (2015). Handbook Ilmu Komunikasi. Bandung: Penerbit Nusa
Media.
Creswell, John W & Vicki L. Plano Clark. (2007). Designing and Conductiong
Mixed Methods Research. California: Sage Publication.
Griffin, Em. (2011). A First Look At Communication Theory. New York: McGraw-Hill companies, Inc.
Liliweri, A. (2003). Perspektif Teoritis, Komunikasi Antarpribadi: Suatu
Pendekatan Ke Arah Psikologi Sosial Komunikasi. Bandung: Citra Adhitya
Bakti.
Littlejohn, Stephen W., and Karen A. Foss. (2011). Theories Of Human
Communication, Tenth Edition. USA: Waveland Press, Inc.
Soliz, Jordan, et al. (2010). Perception of Communication with Gay and Lesbian
Family Members: Predictors of Relational Satisfaction and Implications
for Outgroup Attitudes. Published by Routledge. Vol 58, No 1.
Sugiyono (2016). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) Edisi ke 8.
Bandung: CV Alfabeta.
http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2015/10/01/ratusan-warga-bogor-biseksual/
(diakses 3 Maret 2016).
http://www.metropolitan.id/2016/11/gay-jakarta-banyak-dipasok-dari-bogor/
(diakses 22 Februari 2017).
http://www.socsci.uci.edu/~tboellst/bio/Gay-Archipelago-bahasa-Indonesia.pdf
(diunduh 3 Maret 2016).
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/08/31/pelanggan-prostitusi-gay-dipuncak-bogor-diduga-para-wisatawan (diakses 22 Februari 2017).
19
Download