BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan membentuk sebuah struktur ataupun sistem masyarakat, selanjutnya struktur maupun sistem dalam masyarakat tersebut akan melahirkan standar nilai maupun norma yang akan menjadi pedoman hidup bagi warga masyarakatnya. Interaksi individu dalam masyarakat pada kenyataannya tidak akan pernah berjalan lancar tanpa adanya pertentangan. Pertentangan ini terjadi karena adanya perbedaan kebutuhan setiap orang. Bila ternyata kebutuhan individu tersebut bertentangan atau bahkan mengancam kebutuhan individu lainnya, dapat dipastikan akan muncul konflik antar individu untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan masing-masing. Untuk menghindari pertentangan tersebut, dibutuhkan suatu tatanan masyarakat yang mengatur interaksi antar individu yang dinamakan norma sosial. Norma sosial lahir dari konvensi sosial yang menawarkan harapan kepada anggota masyarakat mengenai perilaku yang dapat diterima serta memberikan ruang bagi adanya interaksi dan hubungan di antara manusia. Dengan kata lain, norma sosial membantu orang berperilaku baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. 1 Namun demikian, perkembangan zaman yang semakin modern dan pengaruh budaya barat menyebabkan pergaulan manusia semakin tiada batas membuat banyak pelanggaran norma sosial dan penyimpangan perilaku. Salah satu bentuk penyimpangan norma asusila yang tumbuh dalam masyarakat adalah homoseksualitas. Homoseksualitas di Indonesia, masih merupakan hal yang tabu dan sangat sulit diterima oleh masyarakat. Budaya timur yang melekat di masyarakat membuat hal ini menjadi sebuah masalah yang besar. Berbeda dengan di negara barat, khususnya negara Belanda, masyarakatnya telah menerima keberadaan kaum homoseksual dan menghalalkan pernikahan sesama jenis. Sejarah homoseksualitas berawal dari mamalia. Kegagalan pejantan dalam menarik perhatian betina dimana pejantan harus memiliki daerah kekuasaan atau wilayah yang sebelumnya diperebutkan melalui pertarungan dengan pejantan lain. Pejantan yang menang tentunya akan senang karena ia bisa mendapatkan banyak perhatian betina dan melampiaskan nafsunya, sementara pejantan yang kalah harus mencari daerah lain untuk dikuasai tetapi melalui sebuah pertarungan lagi dengan pejantan lain. Di sisi lain, nafsu yang sudah memuncak tidak bisa ditahan lagi oleh sang jantan, maka ketika itu sang jantan yang kalah akan mencari pejantan yang juga sama-sama kalah dalam pertarungan dan melampiaskannya. Di sinilah terjadi praktek homoseksual yang terjadi pada mamalia. Pada zaman prasejarah, juga telah terjadi praktik homoseksual. Peneliti mengungkapkan bahwa setiap suku bangsa memiliki konsepnya sendiri-sendiri perihal peran kaum perempuan dalam masyarakatnya. Cara suku tersebut memandang wanita demikian menentukan ideologi dan karakteristik struktur homoseksualnya. Sebagai contoh suku Marind di Merauke dan Kiman di Papua. Begitu terlepas dari masa kanak-kanak maka anak lelaki diambil dari ibunya dan dari rumah para perempuan untuk selanjutnya tidur bersama bapaknya dirumah laki-laki. Sejak muncul tanda-tanda pubertas pertama, pamannya dari pihak ibu diberi tugas untuk mempenetrasi anus si anak lelaki itu, yang dengan demikian memberi/melengkapinya dengan sperma yang akan menjadikannya sebagai lakilaki kuat. Anak-anak lelaki baru meninggalkan fase ini setelah kira-kira tiga tahun kemudian. Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual yang berjenis kelamin sama secara situasional dan berkelanjutan. Menurut Ensiklopedia Indonesia, Homoseksual adalah istilah untuk menunjukkan gejala-gejala adanya dorongan seksual dan tingkah laku terhadap orang lain berjenis kelamin sama. Homoseksual terdiri dari gay yaitu laki-laki yang secara seksual tertarik terhadap laki-laki dan lesbi adalah perempuan yang secara seksual tertarik terhadap perempuan. Perdebatan terhadap kaum homoseksual baik gay maupun lesbi membuahkan sikap negatif dari lingkungan sosial. Akan tetapi sikap negatif oleh masyarakat lebih kuat terhadap kaum gay daripada kaum lesbian (Knox, 1984). Hal ini disebabkan karena keberadaan kaum gay lebih teramati dan terlihat dalam kehidupan sehari-hari sehingga masyarakat semakin bersikap negatif dengan harapan mereka hilang dari kehidupan sosial (Bonan, 2003 & Pace, 2002). Perkembangan jumlah homoseksual di Indonesia tiap tahunnya bertambah. Data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria di Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian masih aktif melakukannya. (Kompas Media Cyber, 2003). Hasil survey YPKN (Yayasan Pendidikan Kartini Nusantara) menunjukkan, ada 4000 hingga 5000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar lainnya. Dr. Dede Oetom, aktivis gay dan telah hidup selama 18 tahun dengan pasangan homonya, memperkirakan secara nasional jumlahnya mencapai 1% dari total penduduk Indonesia. (Gatra,2003). Di kota Makassar jumlah gay yang tercatat sebanyak 500 orang, sementara itu waria terdata 15.000 orang (Upeks, 2010). Jumlah yang tidak sedikit, bahkan diperkirakan jumlah gay di kota Makassar lebih dari yang terdata karena beberapa dari mereka masih malu untuk menyatakan diri gay dan beberapa lagi mengalami kebingungan terhadap sexual orientation-nya (mereka menginginkan menjadi normal tetapi jiwa mereka tidak demikian). Fenomena kaum gay di kota ini sudah lama ada. Penolakan-penolakan yang sering terjadi dalam masyarakat, penghinaan dan pengucilan yang mereka dapat membuat mereka lebih berhati-hati dalam bergaul dan berkomunikasi. Akan tetapi, itu adalah gambaran kondisi beberapa tahun silam. Saat ini, kaum gay di Makassar sudah mulai menampakkan dirinya, terbukti adanya fans page facebook untuk mereka yang ingin bertukar pengalaman dan mencari pasangan. Foto yang dipajang pun menampakkan mimik dan gaya yang cukup sensual untuk kaum gay (agar dapat menarik perhatian), biasanya bertelanjang dada dengan mata menatap tajam tanpa senyum dan ada pula yang memajang foto yang sangat vulgar. Beberapa café dan resto serta mallmall besar di Makassar menjadi tempat berkumpulnya para gay di kota ini. Dalam berinteraksi dan bersosialita, kaum gay ini memiliki bahasa yang berbeda dengan orang-orang heteroseksual lainnya. Gay menggunakan bahasa “khusus” yang ditujukan kepada gay lainnya dalam mengidentifikasi dan berinteraksi satu sama lain. Perkembangan bahasa dan pengistilahan gay yang terus berkembang pun tidak sepenuhnya diketahui oleh gay lainnya secara umum. Komunikasi nonverbal juga hadir diantara kaum ini. Cara berpenampilan, berpakaian, dan berperilaku sarat akan penyimbolan diri mereka sebagai gay. Berangkat dari kecenderungan perilaku seksual kaum gay dan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ PERILAKU KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASANGAN GAY DI KOTA MAKASSAR ” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang membuat seorang gay cenderung melakukan komunikasi dengan sesamanya? 2. Bagaimana perilaku komunikasi antarpribadi pasangan gay di kota Makassar ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penyebab seorang gay cenderung berkomunikasi dengan sesamanya. 2. Untuk mengetahui perilaku komunikasi antarpribadi pasangan gay di kota Makassar. D. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Komunikasi (sub-psikologi komunikasi) pada khusunya. b. Secara Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi akademisi lainnya untuk lebih lanjut melakukan penelitian terhadap perilaku komunikasi antarpribadi pasangan gay dalam skala yang lebih luas. E. Kerangka Konseptual Definisi perilaku dikemukakan oleh James Drever (1986) dalam kamus psikologi, memiliki pengertian yang sama dengan tingkah laku : "Behavior atau tingkah laku adalah reaksi total dari suatu organisme kepada suatu yang dihadapi". Pada dasarnya perilaku komunikasi merupakan interaksi dua arah, dimana seseorang terlibat di dalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan informasi kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima harus mengformulasikan, menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas, lengkap dan benar. Dengan demikian perilaku komunikasi tidak lain dari bagaimana cara melakukan komunikasi dan sejauh mana hasil yang mungkin diperoleh dengan cara tersebut. Perilaku komunikasi dikategorikan sebagai perilaku yang terjadi dalam berkomunikasi verbal maupun nonverbal, yaitu bagaimana pelaku (sumber dan penerima) mengelola dan mentransferkan suatu pesan. Di sini sumber seharusnya mengformulasikan dan menyampaikan pesan secara jelas, lengkap dan benar. Sementara pihak yang menerima (penerima) diharapkan menanggapi pesan seperti apa yang dimaksud oleh sumber. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling efektif, karena mempunyai keistimewaan yaitu efek dan umpan balik, aksi maupun reaksi verbal dan nonverbal langsung terlihat antara komunikator dan komunikan. Jarak fisik partisipan yang dekat dan dilakukan dengan saling pengertian dapat mengembangkan komunikasi interpersonal yang memuaskan kedua belah pihak. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan tetapi kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Komunikasi antar pribadi umumya berlangsung secara tatap muka. Begitu pula antara gay dengan pasangannya diperlukan komunikasi secara tatap muka yang mengerluarkan pesan verbal dan nonverbal sehingga terjadi kontak pribadi yang akan memberikan sikap saling terbuka diantara keduanya. Komunikasi verbal merupakan medium yang paling cepat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Komunikasi verbal ini merupakan komunikasi yang dikeluarkan secara lisan. Proses komunikasi verbal memungkinkan untuk terjadinya umpan-balik antara komunikator dengan komunikan sangat besar. Sehingga pesan yang diterima oleh komunikator lebih jelas dan langsung dimengerti. Sedangkan, komunikasi nonverbal merupakan bentuk komunikasi yang diyakini sebagai komunikasi yang paling murni/jujur karena sifatnya spontan dan susah untuk dimanipulasi. Komunikasi nonverbal berupa bahasa tubuh, gerak isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara Untuk memperjelas konsep penelitian, berikut ini gambaran skema dari model yang akan diteliti : Gambar 1.1 Bagan Kerangka Penelitian PASANGAN GAY KOMUNIKATOR (TOP/BOT) KOMUNIKASI ANTARPRIBADI KOMUNIKAN (BOT/TOP) PERILAKU KOMUNIKASI Komunikasi Verbal Komunikasi Nonverbal F. Definisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang salah terhadap konsep-konsep yang digunakan dalam skripsi ini, dipandang perlu untuk memberikan batasan pengertian terhadap konsep-konsep tersebut : 1. Komunikasi Antarpribadi, adalah pertukaran informasi yang terjadi antara seorang gay dengan pasangannya. 2. Kaum Homoseksual yang dimaksud adalah gay yaitu laki-laki yang secara seksual tertarik terhadap sesama jenisnya. 3. Komunikator adalah gay yang memberikan/menyampaikan informasi. 4. Komunikan adalah gay yang diberikan/menerima informasi. 5. TOP adalah gay yang bertindak sebagai laki-laki 6. BOT adalah gay yang bertindak sebagai perempuan 7. Perilaku Komunikasi yakni model respon verbal dan non verbal yang dinyatakan gay kepada pasangan gaynya dalam bentuk sikap, perhatian, gerak-gerik, perlindungan, ungkapan kasih sayang dan pengorbanan. 8. Komunikasi verbal adalah komunikasi secara lisan yang dilakukan oleh pasangan gay dan gay pada umumnya. 9. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi dengan menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata yang dilakukan oleh pasangan gay dan gay pada umunya. G. Metode Penelitian 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini direncanakan berlangsung selama dua bulan yakni bulan Mei sampai bulan Juni 2011. Dimana observasi telah dilakukan oleh peneliti sejak bulan Januari 2011. Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Kota Makassar. 2. Tipe Penelitian Adapun tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan data primer yag bersumber dari data penelitian lapangan dan data sekunder melalui kepustakaan. 3. Teknik Pengumpulan Data Tekni pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Primer - Observasi, yaitu dengan pengamatan langsung di lokasi penelitian terhadap objek, untuk mengumpulkan informasi atau data sebanyak mungkin yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. - Wawancara mendalam yakni wawancara yang dilakukan penulis dengan menggunakan pedoman wawancara. b. Data Sekunder Studi pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji beberapa literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang dibahas baik dalam bentuk searching internet maupun kepustakaan. 4. Teknik Penentuan Informan Sumber informasi atau informan dalam penelitian ini adalah 3 orang gay yang menetap di Kota Makassar. Dalam menentukan responden atau informan, penulis menggunakan Sampling Purposive yaitu memilih informan yang memiliki karakteristik tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya dalam penelitian ini, yaitu : gay yang memiliki pasangan, usia hubungan minimal dua minggu, berusia 18 tahun ke atas, berpendidikan minimal SMU sampai kepada sarjana atau dianggap sederajat dan menetap di kota Makassar karena dianggap mampu memberikan jawaban yang objektif. 5. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan selama penelitian, hal ini dimaksudkan agar fokus penelitian tetap diberi perhatian khusus melalui wawancara mendalam. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia baik primer maupun sekunder. Kemudian setelah dipelajari dan ditelaah, dibuat rangkuman inti dari proses wawancara tersebut.