130 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan

advertisement
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka
kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
Pembentukan orientasi seksual gay di Manado tidak dapat dilepaskan
dalam relasi dialektis di tengah keluarga sebagai referensi utama individu untuk
memahami peran dan posisi seksualnya di tengah masyarakat. Maka,
ketidakjelasan atau ambiguitas dalam sosialisasi peran dan posisi seksualnya
selama masa kanak-kanak dalam lingkungan keluarga diidentifikasikan sebagai
pendorong pembentukan orientasi seksual gay. Berlaku juga disaat proses
identifikasi sebagai mekanisme penting dalam pembentukan kedirian/kepribadian,
dimana kehilangan figur ideal sebagai objek identifikasi dapat mendorong
pembentukan orientasi seksual gay.
Pembentukan orientasi seksual gay juga dapat terjadi dalam pergaulan
kelompok sebaya. Disebabkan terjalinnya ikatan emosional dari pengalaman
melakukan eksperimen hubungan seksual dengan teman sebaya berjenis kelamin
sama (laki-laki), intensitas pergaulan atau kelompok bermain dengan perempuan
yang dapat mempengaruhi identifikasi diri dan pola pikir, serta tidak mendapatkan
perlakuan selayaknya posisi seksualnya sebagai laki-laki dari kelompok sebaya.
Pembentukan orientasi seksual gay juga distimulan oleh pelecehan seksual
atau menjadi korban sodomi. Disebabkan kegairahan seksual yang didapatkan dari
130
pelecehan seksual atau sodomi ketika masa kanak-kanak atau remaja oleh sesama
laki-laki yang ternyata berpengaruh dalam membentuk orientasi seksualnya. Maka
pelecehan seksual dan sodomi yang pernah dialami dapat menstimulan
ketertarikan (minat) seksual sesama jenis yang berujung pada pembentukan
orientasi seksual gay.
Perkembangan
teknologi
dan
informasi
mendorong
transformasi
pembentukan orientasi seksual gay yang tidak hanya terjadi dalam lingkungan
sosial faktual namun virtual melalui jejaring sosial (cyberspace). Disebabkan
jejaring sosial membentuk pola-pola interaksi alternatif superfisial dimana
kehidupan seksual gay disingkap lebih jelas tanpa ada batas-batas normatif
heteroseks. Pembentukan orientasi seksual gay pun didorong oleh intensitas
melakukan komunikasi atau obrolan (chatting) dengan sesama gay mengenai
hubungan seksual homoseks melalui jejaring sosial.
Pembentukan orientasi seksual gay diatas, dibedakan menjadi faktor
pendorong secara internal dan eksternal. Secara internal didapatkan dalam
lingkungan keluarga dan kelompok sebaya. Sedangkan secara eksternal
didapatkan melalui pelecehan seksual atau sodomi dan jejaring sosial. Dapat
dipahami bahwa pembentukan orientasi seksual gay tidak hanya terjadi dalam
lingkup sosial tunggal namun beragam, tidak hanya konkrit namun virtual.
Adanya faktor internal dan eksternal juga menunjukkan bahwa pembentukan
orientasi seksual gay bukan sebagai entitas kepribadian biologis yang statis.
Namun, pembentukan orientasi seksual gay melalui rangkaian proses yang
konstruktif dimana terjalin ditengah praktik sosial yang dinamis.
131
Kendatinya, terbentuknya orientasi seksual sebagai gay yang homoseks
membentuk distingsi identitas seksual mereka dengan masyarakat Manado yang
heteroseks. Distingsi tersebut menciptakan pengkategorian dan stereotipe negatif
terhadap identitas seksual gay sebagai bentuk penyimpangan sosial. Identitas
seksual gay pun kurang mendapatkan penerimaan baik dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat. Maka kaum gay melakukan praktik negosiasi sebagai upaya
mereduksi pengkategorian negatif terhadap identitas seksual gay dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dalam lingkungan keluarga memiliki anak yang memiliki identitas seksual
gay atau homoseksual dipandang sebagai aib. Hal itupun dapat mencoreng nama
baik orang tua atau keluarga. Nilai-nilai normatif juga cenderung ditanamkan
orang tua untuk mendorong anak berorientasi seksual heteroseks, sehingga
menjadi gay menimbulkan efek guilty feeling. Maka, negosiasi dilakukan oleh
kaum gay dengan melakukan peran sebagai anak terlepas dari posisi mereka
sebagai gay. Praktik negosiasi dilakukan oleh kaum gay dengan menghadirkan
dirinya sebagai anak yang berbakti. Ditekankan pada kemampuan untuk
menorehkan prestasi baik dalam bidang akademik dan non-akademis sebagai cara
untuk membanggakan orang tua (keluarga).
Dalam lingkungan masyarakat, konstruksi sosial heteroseks dan nilai
keagamaan sebagai dasar yang menuntun perilaku seksual masyarakat tidak sesuai
dengan orientasi seksual homoseks. Sehingga identitas seksual gay berbenturan
dengan kontruksi sosial yang telah mengendap dalam nilai-nilai sosial normatif,
berdampak pada stigma terhadap identitas seksual gay sebagai penyimpangan
132
sosial. Praktik negosiasi identitas seksual pun dilakukan dengan terampil
membawa diri di tengah masyarakat. Menunjukkan sisi diri sebagai subjek yang
positif terus-menerus dinegosiasikan kaum gay, seperti berprestasi, berkontribusi
positif dan memiliki kemampuan dalam menunjang kemajuan masyarakat dimana
mereka berada.
Negosiasi identitas seksual gay bila dibandingkan dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat memang memiliki kadar kesulitan yang berbeda. Namun
perbedaan dalam praktik negosiasi membuat pembentukan identitas seksual gay
menjadi begitu cair dan fleksibel tergantung kadar penerimaan baik dalam
keluarga dan masyarakat. Praktik negosiasi pun diharuskan karena identitas
seksual gay dibentuk sebagai penyimpangan sosial yang harus ditolak. Namun,
apabila identitas seksual gay yang dimiliki tidak menghambat mereka untuk dapat
berkontribusi positif untuk pemberdayaan dan kemajuan kualitas keluarga
maupun masyarakat, tentunya hal itu dapat meleburkan kekakuan dalam
pengkategorian
identitas
seksual
gay
yang
cenderung
mengagungkan
heteronormativitas.
5.2. Refleksi Kritis
Pada dasarnya penelitian ini dilakukan bukan untuk membuktikan
kebenaran atas justifikasi binerisme seksual diantara kaum homoseksual dan
heteroseksual di Manado. Sekalipun juga tidak bermaksud mempertanyakan
normalitas identias seksual gay di Manado yang masih saja diancam dengan
stigmatisasi atau rantai kategorisasi bersama dengan pelaku homoseksual lainnya.
133
Penelitian yang dilakukan dalam ruang lingkup sosiologis ini berusaha dihadirkan
untuk dapat menjadi referensi dalam memahami dinamika pembentukan identitas
seksual gay di Manado.
Asumsi-asumsi publik mengenai kehidupan kaum gay atau lebih spesifik
pembentukan identitas seksual di Manado sangat beranekaragam. Sebagian
masyarakat meyakini bahwa pembentukan orientasi seksual ataupun identitas
seksual gay disebabkan kelainan hormonal, gangguan psikis ataupun sebagai
unsur imitatif dari kebudayaan barat.
Karena itu, penelitian ini dilakukan dengan mendekati dan melibatkan
kaum gay di Manado agar dapat menghasilkan sebuah acuan ilmiah yang
memadai dalam memahami dinamika pembentukan identitas seksual gay.
Kerelaan kaum gay Manado memberikan pengalaman hidup, buah pemikiran
sampai rahasia yang sengaja ditutup-tutupi untuk diolah penulis menghasilkan
temuan-temuan penelitian yang mengelitik, sulit dipercaya ataupun memiriskan.
Melalui penelitian inipun, pembentukan identitas seksual ditampilkan
dalam entitas yang dinamis. Identitas seksual gay dibentuk dari orientasi seksual
terhadap sesama jenis yang merupakan produksi dari rangkaian proses konstruktif
dalam lingkungan sosial yang faktual-virtual. Menekankan juga pada praktik
negosiasi yang dilakukan untuk meleburkan kategori identitas seksual gay sebagai
penyimpangan seksual sebagai usaha membentuk identitas seksual gay dalam
bingkai yang positif sebagai bagian sistem sosial masyarakat Manado.
Tidak dapat dipungkiri kaum gay di Manado masih diperhadapkan dengan
kendala yang timbul dalam keluarga dan masyarakat umumnya. Namun, kendala
134
tersebut jangan dijadikan hambatan bagi kaum gay untuk dapat terlibat dalam
pergaulan sosial. Melainkan kaum gay di Manado harus mampu mengelola
kapabilitas dirinya baik sebagai personal dan makhluk sosial sebagai bagian
masyarakat Manado. Karena kapabilitas diri yang baik dapat mereduksi pemikiran
yang buruk, diskriminasi ataupun stigma terhadap kaum gay.
Penelitian ini juga memberikan kesadaran bahwa stigma, diskriminasi
ataupun prasangka bagi kaum gay dan homoseksual bukanlah solusi. Sebaliknya,
penjangkauan, perlindungan, pemberdayaan merupakan solusi bagi kaum gay
untuk menguatkan sistem sosial masyarakat Manado secara keseluruhan.
135
Download