pengalaman psikologis remaja gay

advertisement
Abdul Aziz Azari, S.Kep,. Ners
PENGALAMAN PSIKOLOGIS
REMAJA GAY
Penerbit Nulisbuku Digital Books
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Lingkupan Hak Cipta:
Pasal 2
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemenang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatas menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Ketentuan Pidana:
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) atau pasal 29 ayat(1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singakat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2
Pengalaman Psikologis Remaja Gay
Oleh: Abdul Aziz Azari, S.Kep,. Ners
Diterbitkan Oleh
NULISBUKU Digital Books
Surel: [email protected]
Facebook: https://www.facebook.com/nulisbukudotcom
Twitter: https://twitter.com/nulisbuku
Android Digital Books: Nulisbuku.com
www.nulisbuku.com
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang
mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
3
4
Yang satu ini untuk keponakan keduaku,
Agung,
Yang nakalnya minta ampun….
5
DAFTAR ISI
Tentang Gay
Konsep-Konsep
Interview With Gay
Gay, Kenapa dan Mengapa?
Kesimpulan
Daftar Pustaka
6
7
18
66
109
175
177
BAB I
TENTANG GAY
Perkembangan masa remaja seorang individu banyak
memberi kesan kepada corak kehidupan individu
tersebut di masa yang akan datang. Perkembangan dari
segi emosi, mental, jasmani dan budaya remaja banyak
di pengaruhi oleh faktor lingkungan di sekeliling
mereka. Jika seorang remaja memilih faktor negatif
dalam corak kehidupan mereka, maka remaja tersebut
akan kesulitan meneruskan kemandiriannya dalam
masyarakat. Dan begitu juga sebaliknya jika remaja
tersebut memilih corak kehidupan yang positif sebagai
pemacu kehidupannya.
Steinberg (2002) menyatakan masa remaja sebagai masa
peralihan dari ketidakmatangan pada masa kanak-kanak
menuju kematangan pada masa dewasa. Ia juga
menyatakan masa remaja merupakan periode transisi
yang meliputi segi-segi biologis, fisiologis, sosial dan
ekonomis yang didahului oleh perubahan fisik (bentuk
tubuh dan proporsi tubuh) maupun fungsi fisiologis
(kematangan organ-organ seksual).
Pada setiap tahapan perkembangan, manusia dituntut
untuk mencapai suatu kemampuan tertentu atau yang
7
disebut dengan tugas perkembangan. Tugas
perkembangan berisi kemampuan-kemampuan yang
harus dikuasai, agar seseorang dapat mengatasi
permasalahan yang akan timbul dalam fase
perkembangan tersebut. Penguasaan terhadap tugas
perkembangan akan menentukan keberhasilan
seseorang dalam setiap fase kehidupannya ( Hurlock,
1999).
Pada tahap awal tugas perkembangan, para remaja lebih
dekat dengan teman sebaya daripada dengan orang tua
mereka sehingga orang tua tidak sepenuhnya
mengontrol apa yang dilakukan oleh anak mereka di
luar rumah sedangkan pada tahap ini, seorang remaja
menginginkan kebebasan tanpa adanya paraturan dan
norma yang mengikat mereka.
Para remaja senantiasa disambut oleh peraturanperaturan agama, sosial dan budaya. Seandainya mereka
gagal menjalani tugas perkembangan awal yang harus
mereka lalui, maka mereka akan menghadapi masalah
dan tekanan. Pepatah Inggris ada yang menyatakan
bahwa masa remaja seperti kehidupan kupu-kupu di
waktu malam yang sentiasa mencari tempat yang ada
cahaya. Jadi, para remaja akan sentiasa keluar dari
rumah untuk mendapatkan hiburan dan kesenangan
terutama di tempat-tempat yang menjadi perhatian
8
orang banyak tanpa menghiraukan waktu siang ataupun
malam hari.
Pada tahap kedua, para remaja mulai mencari identitas
diri mereka. Pencarian identitas diri ini akan
berpengaruh pada tahapan ketiga. Jika seorang remaja
tidak dapat memenuhi tugas perkembangannya pada
tahap kedua, maka pengungkapan identitas diri pada
tahap ketiga akan mengalami gangguan. Salah satunya
adalah penyimpangan seksual.
Salah satu penyimpangan seksual yang saat ini banyak
ditemukan di masyarakat luas adalah remaja dengan
homoseksual (gay). Gay bukanlah hal yang tabu dalam
kehidupan masyarakat karena menjadi seorang gay
adalah pilihan hidup mereka dimana mereka mengalami
kesulitan dan gangguan dalam tugas perkembangan
mereka dalam mencari identitas diri.
Saat seseorang dihadapkan pada dua pilihan, maka
orang tersebut harus memilih salah satu dari dua pilihan
yang ada. Menjadi seorang gay memang merupakan
sebuah pilihan yang amat berat, tapi bukan berarti
memutuskan menjadi seorang gay adalah pilihan yang
tepat. Keberadaan kaum gay memang tidak bisa
dipungkiri lagi, bahkan banyak diantara mereka yang
berani secara terang-terangan mengatakan bahwa
9
dirinya adalah seorang gay. Bagi orang awam, hal itu
tentunya menjadi sebuah fenomena yang langka
meskipun sesungguhnya gay sudah ada sejak puluhan
tahun yang lalu.
Kemunculan istilah homoseksual pertama kali
ditemukan pada tahun 1869 dalam sebuah pamflet
Jerman karya novelis kelahiran Austria, Karl-Maria
Kertbeny, yang diterbitkan secara anonim. Pamflet
tersebut berisi perdebatan melawan hukum anti-sodomi
Prusia. Pada tahun 1879, Gustav Jager menggunakan
istilah tersebut dalam bukunya, Discovery of The Soul
(1880). Pada tahun 1886, Richard von Krafft-Ebing
juga menggunakan istilah homoseksual dan
heteroseksual dalam bukunya Psychopathia Sexualis. Buku
Krafft-Ebing begitu populer di kalangan baik orang
awam dan kedokteran hingga istilah heteroseksual dan
homoseksual menjadi istilah yang paling luas diterima
untuk orientasi seksual (Wikipedia, 2012).
Tingkah laku homoseksual (gay) merupakan suatu
usaha untuk memenuhi kebutuhan normal dalam
mendapatkan kasih sayang, penerimaan dan identitas
melalui keintiman seksual dengan orang yang berjenis
kelamin sama. Walaupun faktor-faktor yang
menentukan
perkembangan
orientasi
seksual
merupakan hal yang kompleks dan terselubung, salah
10
satu akar utama dari homoseksualitas adalah hancurnya
ikatan hubungan pada masa kecil seseorang. Hubungan
yang
terputus ini
mengganggu kemampuan
perkembangan dirinya untuk dengan sehat dapat
berhubungan dengan orang lain sepanjang hidupnya.
Kehidupan seorang gay selalu dipandang rendah oleh
masyarakat, bahkan sering kali dikucilkan. Masyarakat
men-judge bahwa perilaku tersebut adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan norma yang ada. Selain itu, ajaran
agama menganjurkan agar setiap laki-laki memilih
seorang perempuan sebagai pendamping hidup,
bukannya seorang laki-laki. Selain itu, dalam norma
yang ada di masyarakat, bagi siapa saja yang melakukan
perbuatan homoseksual sudah dianggap melakukan
zina yang dosanya amat besar. Tuntutan tersebut tentu
saja dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi
pribadi seorang gay.
“Jika aku memilih seorang cewek sebagai pacarku, tentunya
dosaku akan bertambah karena aku pasti tidak akan
menyayanginya dengan sepenuh hati. Dan aku tidak mau
menjadi seorang gay. Aku sebenarnya juga ingin menjadi lakilaki normal yang bisa pacaran dengan seorang cewek, tapi aku
tidak bisa. Aku tidak tertarik pada cewek. Mungkin bagi
masyarakat itu adalah sebuah kesalahan. Tapi mau bagaimana
11
lagi?” Kata partisipan A saat ditanya mengenai tuntutan
masyarakat sebagai laki-laki normal.
Partisipan A juga mengatakan bahwa sebenarnya
dirinya sangat tertekan menjadi seorang gay. Menjadi
seorang gay bukanlah sebuah pilihan baginya, tapi
merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari.
Partisipan mengatakan bahwa tekanan batin untuk
menjadi seorang gay sangatlah menyiksa dirinya.
Partisipan juga menambahkan bahwa menjadi seorang
gay memberikan pengalaman yang akan selalu
partisipan ingat sepanjang hidupnya. Rasa malu, takut,
kecewa dan sebagainya selalu menghantui partisipan.
Belum lagi kenyataan bahwa seorang gay mendapatkan
posisi yang rendah di mata masyarakat, terutama
masyarakat awam. Masyarakat modern perlahan-lahan
sepertinya mulai menerima keberadaan gay meskipun
tak sedikit dari mereka yang menunjukkan
ketidaksukaan mereka pada kaum gay. Baik masyarakat
awan maupun masyarakat modern secara umum,
mereka masih memegang teguh norma yang ada.
Kehidupan seorang gay memang tidak bisa lepas dari
norma yang berlaku di masyarakat. Masyarakat
memberikan stigma yang berbeda-beda sehingga
kebanyakan gay menyembunyikan identitasnya agar
tidak dipandang rendah oleh masyarakat, karena
12
sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia
adalah suatu bangsa yang mempunyai banyak norma
baik itu agama maupun budaya. Dari kedua hal
tersebut, baik agama maupun budaya, tidak ada yang
memperbolehkan adanya suatu hubungan intim antara
dua orang laki-laki (perilaku homoseksual). Jika ada
seseorang yang melakukan perilaku tersebut, tentunya
sudah dianggap menyalahi norma dan peraturan, malah
kemungkinan akan diberikan suatu sanksi dan
hukuman. Hal itu tentunya memberikan dampak
psikologis bagi seorang gay, sehingga tak heran jika
kebanyakan gay kesulitan bersosialisasi dengan
masyarakat luas.
“Tetanggaku menganggap aku pendiam. Mungkin sebenarnya
aku bukan pendiam tapi aku jarang bergaul dengan mereka
sehingga mereka menganggap aku pendiam. Seperti ada beban
dalam diriku jika aku bersama mereka. Jika mereka tau
bahwa aku seorang gay, mereka pasti akan menganggap aku
adalah orang yang menjijikkan!” Kata partisipan A saat
ditanya mengenai hubungannya dengan masyarakat.
Stigma masyarakat saja sudah memberikan dampak
psikologis yang begitu nyata, belum lagi dampak
psikologis jika orang tua mereka tau tentang keadaan
anak mereka. Hal itu tentunya juga merupakan sebuah
pukulan yang mematikan. Tidak ada seorang anakpun
13
di dunia ini yang mau melihat orang tuanya menangis
hanya karena anak mereka seorang gay. Seorang gay
tentunya akan mengatakan bahwa dirinya adalah lakilaki normal, hanya agar orang tua mereka bahagia.
Saat partisipan ditanya mengenai orang tuanya tentang
keadaan dirinya, partisipan menjawab, “Aku tak mau
memikirkannya. Pertanyaan berikutnya.” Dari pertanyaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa penyimpangan
seksual sulit diterima oleh masyarakat maupun oleh
keluarga. Hal itu tentu saja akan membuat keadaan
seseorang semakin terpuruk. Jika hal itu dibiarkan
begitu saja, pengalaman-pengalaman tersebut dapat
menjadi bumerang bagi diri pribadi mereka sehingga
akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan
perilaku yang lainnya.
“Aku pikir, akulah orang yang paling tidak berguna di dunia
ini. Satu-satunya cara agar aku bisa senang hanyalah dengan
bergaul bersama orang-orang yang sejenis denganku dan orang
lain pikir hal itu adalah suatu kesalahan. Tapi mau bagaimana
lagi.”
Sebuah Penelitian dipimpin oleh Långström dari
Institut Karolinska di Stockhlom tahun 2010, mereka
mempelajari survey dengan sampel seluruh populasi
kembar dewasa berusia 20 – 47 tahun di Swedia. Baik
14
itu kembar identik maupun non identik (fraternal).
Dengan mempelajari orang kembar, kita bisa melihat
langsung perbedaan diantara keduanya. Seorang kembar
identik memiliki gen dan lingkungan yang sama dengan
saudara kembarnya. Sementara itu, kembar fraternal,
hanya memiliki separuh gen saudara kembarnya
maupun lingkungannya. Dengan demikian, kesamaan
yang besar dalam sifat kembar identik dengan sifat
kembar fraternal akan menunjukkan kalau hanya faktor
genetik semata yang mempengaruhi sifat tersebut.
Studi ini mengamati 3.826 saudara kembar gender sama
(7652 individu). Mereka ditanya mengenai jumlah total
pasangan romantis dari jenis kelamin yang sama dan
berbeda yang pernah mereka miliki. Penemuan ini
menunjukkan kalau 35% perbedaan antara pria dalam
perilaku ketertarikan pada jenis kelamin yang sama,
disebabkan oleh genetik. Menurut Rahman, Genetik
berpengaruh sekitar 35% atas perbedaan antara pria
dalam perilaku homoseksual dan faktor lingkungan
yang tergantung individunya (artinya bukan pengaruh
sosial, keluarga atau pemeliharaan masa kecil)
berpengaruh sebesar 64%. Dengan kata lain, bukan
hanya karena gen seorang bisa menjadi homoseksual,
tapi juga karena lingkungan ini. (Langstrom, N.,
Rahman, Q., Carlstrom, E., & Lichtenstein, P. (2009).
Genetic and environmental effects on same-sex sexual
15
behaviour: A population study of twins in Sweden.
Archives of Sexual Behavior.).
Pengalaman
setiap
remaja
dengan
kondisi
penyimpangan seksual (gay) tentunya tidak sama antara
satu individu dengan yang lainnya. Pengalaman
partisipan A tentunya tidak sama dengan pengalaman
partisipan yang lain dikarenakan oleh banyaknya faktor
pendukung, stresor, lingkungan dan mekanisme koping
yang berbeda pada setiap individu.
Setiap remaja pasti pernah mengalami kejadian-kejadian
berupa pengalaman. Baik-buruknya suatu pengalaman
ditentukan oleh keadaan pribadi seseorang serta
bagaimana mekanisme koping dan adaptasi mereka saat
menghadapi suatu masalah. Seseorang yang mempunyai
pengalaman yang buruk tentunya akan memberikan
dampak yang negatif terhadap psikologi orang tersebut.
Salah satunya pada remaja dengan kondisi
penyimpangan seksual (gay). Seorang remaja dengan
kondisi seperti itu selalu dipandang rendah oleh
masyarakat karena dianggap telah menyalahi norma
yang berlaku di dalam masyarakat, baik norma agama
maupun budaya. Berbagai stigma dan persepsi muncul
dalam masyarakat mengenai perilaku seksual yang
menyimpang tersebut sehingga tidak sedikit remaja
dengan penyimpangan seksual (gay) kesulitan
16
bersosialosasi dengan lingkungan dan cenderung
menutup diri karena keadaannya. Jika hal itu dibiarkan
begitu saja tentu akan dapat menimbulkan berbagai
masalah psikis yang lainnya, dimana hal tersebut dapat
menganggu pertumbuhan dan perkembangan remaja
dengan kondisi penyimpangan seksual (gay).
17
TENTANG PENULIS:
Abdul Aziz Azari, S.Kep,. Ners
(Ary) adalah lulusan seorang
mahasiswa keperawatan di sebuah
Universitas
Muhammadiyah
Jember. Lahir di Situbondo 28
Oktober tahun 1990. Aktif dalam
kegiatan jurnalis dan dunia teater
selama 6 tahun. Berikut adalah
buku-buku
yang
pernah
diterbitkannya; A Book of Gay,
Gangguan Sistem Saraf dan A Book of Wicth and
Witchcraft,
Sedangkan
novel
yang
pernah
diterbitkannya adalah The Legacy, Promise, Have You
Seen Him?, Buku Sihir dan Cinta Mutasi. Selain itu ia
juga pernah menerbitkan kumpulan cerpen yang dia
buat untuk sahabat-sahabat tercintanya, yang
berdasarkan kisah nyata para sahabatnya, berjudul
Setitik Rasa. Selain itu juga ada kumpulan prosa tentang
Perempuan dengan judul Perempuan. Novel-novel Ary
yang lainnya bisa dilihat di www.nulisbuku.com
Berikut media yang bisa digunakan untuk menghubungi
Ary:
Facebook: Ary Taphakorn
Twitter: @ogan_ary
Email: [email protected]
18
Download