Interaksi Simbolik

advertisement
TEORI PERILAKU PENUNJANG INTERAKSI SIMBOLIK
DAN ANALISIS JURNAL
PAPER
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan
dan Evaluasi Promosi Kesehatan kelas B
Oleh:
Kelompok 1 Sub 2
Puput Baryatik
122110101020
Dwi Betari Karlina
122110101065
Atika Nurul Hidayah
122110101135
Jodi Wirlan
122110101177
Adila Rokhmaniar Irlyna
122110101189
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2015
TEORI PERILAKU PENUNJANG
A. Definisi Interaksi
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamsi yang
menyangkut hubungan antara orang dengan perorangan, anatara kelompok dengan
kelompok manusia, maupun antara perorangan dan kelompok manusia. Apabila
dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu. Mereka saling menegur,
berjabat tangan, berbincang-bincang bahkan berselisih. Apabila seseorang yang
bertemu namun tidak saling berbicara atau tidak saling melakukan ekspresi
dengan bahasa tubuh, interaksi sosial telah terjadi. Masing-masing sadar akan
adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan
maupun saraf orang-orang yang bersangkutan. Contohnya bau keringat, bunyi
langkah, minyak wangi dan sebagainya yang akan menimbulkan kesan didalam
pikiran seseorang yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan
dilakukannya.
B. Macam-Macam Teori Perilaku Penunjang
1) Teori SLT (Social Learning Theory)
a) Pencetus Teori
Penelitian yang dilakukan oleh Albert Bandura bersama Richad
Walters pada tahun 1918-1967 menghasilkan suatu teori yang
menekankan pada peran sentral pembelajaran observasional, teori Social
Learning (Naisaban, 2004).
Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Northem
Alberta,
Canada.
Sarjana
psikologi
didapatkan
dari
menempuh
pendidikan pada University of British Colombia pada tahun 1949.
Selanjutnya ia menempuh pendidikan doktoral di University of Lowa.
Karir bandura antara lain sebagai tenaga pengajar, sebagai President of
American
Psycologist
Association
tahun1949,
serta
menerima
penghargaan tertinggi atas konstribusinya pada tahun 1980. (Mandala,
Tanpa Tahun)
Tokoh lain pencetus Teori Social Learning adalah N.E. Miller dan
J.Dollard. John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal
29 Agustus 1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin
pada tahun 1922 dan berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.-nya
(1931) dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago. Dari tahun 1926
sampai dengan 1929 ia menjadi salah seorang pembantu rektor
Universitas Chicago.
b) Penjelasan Teori
Untuk melangsungkan kehidupannya, manusia perlu belajar.
Dalam hal ini ada dua macam belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya
menari, olahraga, mengendarai mobil, dan sebagainya dan belajar psikis.
Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (sosial learning)
yakni, seseorang mempelajari peranannya dan peran-peran orang lain
dalam kontak sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan
tingkah lakunya dengan peran sosial yang telah dipelajarinya. Cara yang
sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-respons adalah
tingkah laku tiruan (imitation)(Notoatmodjo, 2007).
Social Learning Theory yang ditampilkan oleh Albert Bandura ini
mengkaji proses belajar melalui media massa sebagai tandingan terhadap
proses belajar secara tradisional.
Teori belajar secara tradisional menyatakan bahwa belajar terjadi
dengan cara menunjukkan tanggapan (respons) dan mengalami efek-efek
yang
timbul.
Penentu
utama
dalam
belajar
adalah
peneguhan
(reinforcement), diamana tanggapan akan diulang (dipelajari) jika
organisme mendapat ganjaran (reward). Tanggapan tidak akan diulang
kalau organisme mendapat hukuman (punishment) atau bila tanggapan
tidak memimpinnya ke tujuan yang dikehendaki. Jadi, perilaku diatur
secara eksternal oleh kondisi stimulus yang ditimbulkan oleh kondisikondisi peneguhan. Contoh teori tradisional:
Penguatan Positif
Perilaku lama
Konsekuensi
Perilaku Selanjutnya
Seorang anak rajin Dia mendapat pujian dari Anak tersebut makin
gosok gigi
Ibunya
dan
temannya
teman
- giat gosok gigi
karena
kebersihannya
Penguatan Negatif
Perilaku Lama
Mahasiswa
gosok gigi
Konsekuensi
Perilaku Selanjutnya
malas Mahasiswa tersebut dijauhi Mahasiswa
teman-temannya
mejadi
dan rajin gosok gigi
sering sakit gigi
Punishment
Perilaku Lama
Konsekuensi
Mahasiswa bergurau Dosen
di kelas
Perilaku Selanjutnya
menyuruh Mahasiswa tidak lagi
mahasiswa keluar kelas
bergurau di kelas
Namun, dalam teori belajar secara tradisional yang dikemukakan
oleh Skinner dan Hull ini berasumsi tidak menerima proses kognitif
manusia. Agaknya masalah utama untuk mendapatkan perilaku dari
manusia supaya dapat dikuatkan . Menurut kedudukan tradisional,
penguatan “menguatkan” perilaku, membantu perilaku lebih terjadi
seterusnya. Hal utama dari pendekatan tradisional ini, untuk terjadinya
belajar, manusia harus melakukan performa/tampilan utama dan
kemudian diberi hadiah.
Slavin (dalam Abimanyu,Tanpa Tahun), mengemukakan bahwa
teori Social Learning merupakan cabang dari teori belajar tingkah laku,
dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori Belajar Sosial ini umumnya
menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori belajar tingkah laku,
namun teori ini lebih memusatkan pada pengaruh signal (cues) pada
tingkah laku dan pada proses mental internal, menekankan pengaruh
pikiran pada tindakan dan pengaruh tindakan terhadap pikiran.
Teori ini menyatakan bahwa lingkungan memang membentuk
perilaku, namun perilaku juga mempengaruhi perilaku. Konsep ini
disebut determinisme resirokal, yaitu dunia perilaku seseorang saling
mempengaruhi. Selain itu, teori ini juga menyatakan bahwa kepribadian
merupakan hasil dari interaksi antara tiga hal, yaitu lingkungan, perilaku,
dan proses psikologis seseorang (Boeree, 2006).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul
sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu
itu sendiri (Purnomo, 2011).
Teori ini menyatakan bahwa orang belajar banyak perilaku
melalui proses peniruan, bahkan tanpa ada penguat yang diterima hanya
melalui pengamatan dan akibat yang ditimbulkan model. Proses belajar
ini disebut Observational Learning. (Mandala, Tanpa Tahun)
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari
individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga
masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward
dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan. Dalam hal peniruan, Bandura
membedakannya
menjadi
imitation
dan
idenification.
Imitation
mencakup peniruan benar-benar dari tingkah laku orang lain, sedangkan
identification mencakup usaha untuk sepenuhnya mirip dengan orang
lain sebisa mungkin. (Naisaban, 2004)
Gambar 1.1 Teori Belajar Bandura
c) Prinsip-prinsip yang mendasari Teori Belajar Sosial
1) Faktor-faktor yang saling menentukan
Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya
adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem
bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut,
secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab
yang satu terhadap yang lainnya. Berikut ini dijelaskan interaksi
berbagai faktor pembentuk sistem diri (self sistem) pada sebuah bagan
(Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Interaksi Berbagai Faktor Pembentuk Sistem Diri
Keterangan:
P = Personal atau Kepribadian seseorang
B = Behaviour atau Perilaku seseorang
E = Environment atau Lingkungan
Dalam skema diatas dapat kita lihat,bahwa antara behavioral,
environment, dan perception sangatlah memberikan andil dalam
proses pembelajaran sosial kita. Apa yang kita pikirkan akan
mempengaruhi perilaku kita dan perilaku pribadi kita akan
menimbulkan reaksi dari orang lain. Begitu pula dengan lingkungan,
keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku kita.
Keadaan lingkungan akan menimbulkan reaksi – reaksi tersendiri dari
individu tersebut.Yang dapat memberikan stimulus terhadap individu
untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat, cermati,
dalam lingkungan tersebut.
Kemudian reaksi – reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut
akan memberikan penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri, dan
karakteristik dari individu tersebut akan memberikan penilaian
tersendiri dari orang lain.
Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita lihat dan reaksi – reaksi
dari individu akan memberikan pengaruh terhadap persepsi dan aksi
kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut.
Persepsi timbul karena ada stimulus dari orang lain maupun dari
lingkungan sekitar kita.
Jadi antara behavioral, environment, dan perception sangatlah
bergantung satu sama lain,ketiga komponen tersebut tidak dapat
berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan
pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya
teori pembelajaran sosial.
2) Kemampuan membuat atau memahami simbol, tanda, atau lambang
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara
simbolis melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi
terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu
sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan
memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang
telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan
datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilakuperilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan,
dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis,
dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu.
Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbol atau gambaran
kognitif
dari
masa
lalu
maupun
masa
depan
itulah
yang
mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
3) Kemampuan berfikir ke depan
Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah
pernah dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut
dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat
menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang,
dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang
harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang
disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali
tindakan.
4) Kemampuan seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami orang
lain
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan
cara memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan
konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari
apa yang dialami orang lain.
5) Kemampuan mengatur diri sendiri
Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya
memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur,
bagaiamana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan
pekerjaan kuliah dengan teratur, dsb, adalah contoh prilaku yang
dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk
memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang
ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh
perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada
diri sendiri.
6) Kemampuan untuk merefleksi
Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang
sering melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan
kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau
ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus
menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang
paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau
seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan
suatu tugas dengan sukses.
d) Pembelajaran dari Proses Pengamatan Model (Observational Learning)
Menurut Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:281),
mengamati model dan mengulangi perilaku yang dilakukan oleh model
bukanlah sekedar imitasi sederhana; pembelajaran observasi juga
melibatkan proses kognitif aktif yang meliputi 4 komponen yaitu: atensi,
retensi, reproduksi dan motivasi. Lebih jauh lagi, analisis Bandura (dalam
Slavin, 2008:204) tentang pembelajaran pengamatan (observational
learning) menjelaskan
mengenai
keterlibatan empat fase dalam
pembelajaran ini, yaitu:
1) Proses Perhatian (attentional process)
Individu belajar dari sebuah model hanya ketika mereka mengenali
dan mencurahkan perhatian terhadap fitur-fitur pentingya. Kita
cenderung sangat terpengaruh oleh model-model yang menarik,
tersedia secara berulang-ulang dan mencerna hal-hal penting yang
dicakupnya. Contoh: Setiap malam sebelum tidur, seorang anak
melihat ibunya di kamar mandi sikat gigi.
2) Proses Retensi (retention process)
Pengaruh sebuah model akan bergantug pada seberapa baik
individu mengingat tindakan model setelah model tersebut tidak lagi
tersedia. Contoh: Anak tersebut mengingat bagaimana sang Ibu
menggosok gigi setiap malam sebelum tidur.
3) Proses Reproduksi Motor (motor reproduction process)
Setelah sesorang melihat sebuah perilaku baru dengan mengamati
model, pengamatan tersebut harus diubah menjadi tindakan. Proses ini
kemudian menunjukkan bahwa individu itu dapat melakukan aktivitas
yang dicontohkan oleh model tersebut. Contoh: Anak tersebut meniru
tindakan sang Ibu untuk menggosok gigi sebelum tidur.
4) Proses Motivasional (motivational process)
Individu akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang
ditegaskan secara positif akan mendapat lebih banyak perhatian,
dipelajari dengan baik, dan dilakukan lebih sering. Contoh: Akhirnya
dengan melihat sang anak mulai meniru kebiasaan menggosok gigi
sebelum tidur, maka sang Ibu memberikan sikat gigi dan pasta gigi
lucu pada anaknya. Maka sang anak jadi tambah rajin menggosok gigi
sebelum tidur.
e) Konsep – Konsep Penting Dalam Kepribadian
1) Sistem Diri (Self System)
Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:276) mengajukan
sebuah konsep yang memiliki peran penting dalam kepribadian, yang
ia sebut dengan self-system, satu set proses kognitif yang individu
gunakan
untuk
mempersepsi,
mengevaluasi,
dan
meregulasi
prilakunya sendiri agar sesuai dengan lingkungannya dan efektif
dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, individu
tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang
disediakan lingkungan, tetapi juga oleh ekspektasi, reinforcement,
pikiran, rencana, tujuan atau proses internal dari diri. Aspek kognitif
yang aktif dalam diri individu sangat penting dalam pembelajaran.
Selain berespon terhadap reinforcement langsung dengan mengubah
prilaku di masa depan, orang dapat berpikir dan mengantisipasi
pengaruh dari lingkungan. Individu dapat mengantisipasi konsekuensi
yang mungkin akan timbul dari perilakunya sehingga mereka memilih
tindakan berdasarkan respon yang dihadapkan dari lingkungan dan
masyarakat.
2) Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy
expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus
diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu.“ Efikasi diri berhubungan
dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan
tindakan yang diharapkan.
Ekspektasi hasil (outcome expectation): perkiraan atau estimasi
diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil
tertentu. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan
tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bias atau tidak bias
mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda
dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu
yang
ideal
yang
seharusnya
(dapat
dicapai),
sedangefikasi
menggambarkan penilaian kemampuan diri. Contoh: Seorang dokter
ahli bedah, pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa
dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar
professional. Namun ekspektasi hasilnya bias rendah, karena hasil
operasi itu sangat tergantung kepada daya tahan jantung pasien,
kemurnia obat abtibiotik, sterilisasi dan infeksi, dan sebagainya.
3) Regulasi Diri (Self Regulation)
Regulasi diri adalah kemampuan individu untuk mengatur
perilakunya sendiri dengan internal standard dan penilaian untuk
dirinya.
Konsep
ini
menjelaskan
mengapa
manusia
bisa
mempertahankan perilakunya walaupun tidak adanya rewards yang
berasal dari lingkungan eksternal.
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam dua cara, yaitu
pertama, faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi
tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui
orang tua dan guru, serta pengalaman berinteraksi dengan lingkungan
yang lebih luas, anak belajar mengembangkan standar yang dapat
dipakai untuk menilai diri. Kedua, faktor eksternal mempengaruhi
regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah
intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif
yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan
penguatan biasanya bekerja sama, dimana ketika orang dapat
mencapai standar tingkah laku tertentu maka butuh penguatan agar
tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan kembali.
Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu
pertama, observasi diri (self observation) dimana individu harus
mampu memonitoring performansinya, walau tidak sempurna karena
individu cenderung menilai beberapa aspek tingkah lakunya dan
mengabaikan tingkah laku yang lainnya. Kedua, proses penilaian
tingkah laku (judgement process) adalah melihat kesesuaian tingkah
laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan
norma standar tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan
pentingnya suatu aktivitas dan memberi atribusi performansi. Standar
pribadi berasal dari pengalaman - pengalaman mengamati model.
Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat
penguatan, maka proses kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma
yang sifatnya sangat pribadi karena ukuran tersebut tidak selalu
sinkron dengan kenyataan. Sebagian besar aktivitas harus dinilai
dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa
norma standar, perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain
atau perbandingan kolektif. Serta yang ketiga, yaitu respon diri (self
response) dimana pada akhirnya berdasarkan pengamatan dan
judgment,individu mengevaluasi diri sendiri dan menghadiahi atau
menghukum dirinya sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut teori belajar sosial, bahwa
kepribadian seseorang merupakan hasil interakasi dari lingkungan, perilaku,
dan proses psikologis seseorang yang ketiganya saling berhubungan dan tidak
bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Dapat disimpulkan dalam gambar
sebagai berikut:
Personal
-
Motivation
Self Efficacy
Self Regulation
Attention
Retention
Expectations
LEARNING
Environment
Behaviour
-
-
Response
Action
Gambar 3.3
Models
Reinforcement
Punishment
f) Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial
1) Kelemahan teori belajar social
a. Mengenai peniruan tingkah lakunya itu sendiri, perlu pengulangan
dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
b. Pembentukan tingkah laku didasarkan pada modelling (peniruan).
c. Teori belajar sosial hanya membahas aspek kepribadian yang ada
di permukaan, hanya lewat tingkah laku yang tampak.
2) Kelebihan teori belajar sosial
a. Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar
sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan
perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang
tersebut.
b. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata
refleks atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia
itu sendiri.
c. Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya
conditioning (pembiasan merespon) dan imitation (peniruan).
d. Pendekatan teori belajar social menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian
ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak –
anak, faktor social dan kognitif.
g) Aplikasi Teori Belajar Sosial
Aplikasi tentang pemakaian tato oleh narapidana di Lapas
Personal
- Terbiasa menggunakan tato
sebelum masuk lapas (dari
keyakinan diri atau self
efficacy)
- Timbul kesan keren ketika
menggunakan tatto (self
regulation)
- Tidak tahu bahwa bisa resiko
HIV
- Banyak napi yang memakai
tato dan dijauhi kalau tidak
memakai tato (motivation
and attention)
LEARNING
Behaviour
- Pembuatan tato
yang beresiko HIV
- Sebagaian napi
banyak yang bertato
dan bisa membuat
tato
Environment
- Di lingkungan lapas
yang kurang ketat dan
kontrol
- Kurang adanya
kegiatan sehingga para
napi menggunakan
waktu luangnya
membuat tato
2) Teori Interaksi Simbolik
Istilah interaksi simbolik pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer
dalam lingkup sosiologi, sebenarnya ide ini telah dikemukakan oleh George
Herbert Mead (guru Blumer) yang kemudian dimodifikai oleh Blumer untuk
tujuan tertentu. Karakteristik dasar interaksi simbolik adalah suatu hubungan yang
terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat
dengan individu. Interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbolsimbol yang mereka ciptakan. Interaksi yang dilakukan antar individu itu
berlangsung secara sadar dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan
ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan
“simbol”.
Esensi dari interaksi simbolik yakni adalah suatu aktivitas yang
merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang
diberi makna (Mulyana, 2003: 59). Paham interaksionisme simbolik memberikan
banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatanpendekatan teoritis lainnya. Paham interaksionisme simbolik menganggap bahwa
segala sesuatu tersebut adalah virtual. Semua interaksi antar individu manusia
melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya,
kita secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok
dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang
dimaksudkan oleh orang lain. Interaksionisme simbolik, mengarahkan perhatian
kita pada interaksi antar individu, dan bagaimana hal ini dipergunakan untuk
mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu.
Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Mead dalam
Suprapto (2002:140) adalah :
1. Manusia bertindak terhadap benda berdasarkan “arti” yang dimilikinya
2. Asal muasal arti atas benda-benda tersebut muncul dari interaksi sosial yang
dimiliki seseorang,
3. Makna yang demikian ini diperlakukan dan dimodifikasikan melalui proses
interprestasi yang digunakan oleh manusia dalam berurusan dengan bendabenda lain yang diterimanya.
Ketiga asumsi tersebut kemudian melahirkan pokok-pokok pemikiran
interaksi simbolik yang menjadi ciri-ciri utamanya yaitu ;
1. Interaksi simbolik adalah proses-proses formatif dalam haknya sendiri,
2. Karena hal tersebut, maka ia (interaksi simbolik) membentuk proses terus
menerus yaitu proses pengembangan atau penyesuaian tingkah laku, dimana
hal ini dilakukan melalui proses dualisme definisi dan interpretasi,
3. Proses pembuatan interpretasi dan definisi dari tindakan satu orang ke orang
lain berpusat dalam dalam diri manusia melalui interaksi simbolik yang
menjangkau bentuk-bentuk umum dalam hubungan manusia secara luas (Mead
dalam Suprapto (2002:163)
Dalam terminology George Herbert Mead, setiap isyarat non verbal dan
pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak
yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang
mempunyai arti yang sangat penting. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol
yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui
pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan,
pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan
oleh orang lain. Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead, definisi singkat dari
tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah :
a. Mind (pikiran) : kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai
makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran
mereka melalui interaksi dengan individu lain.
b. Self (diri pribadi) : kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari
penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme
simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan
tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya.
c. Society (masyarakat) : hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan
dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu
tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela,
yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di
tengah masyarakatnya.
Charron (1979) menyebutkan pentingnya pemahaman terhadap simbolsimbol ketika seseorang menggunakan teori interaksionisme simbolis. Simbol
adalah objek sosial dalam suatu interaksi. Ia digunakan sebagai perwakilan dan
komunikasi yang ditentukan oleh orang–orang yang menggunakannya. Orangorang tersebut memberi arti, menciptakan dan mengubah objek tersebut di dalam
interaksi. Simbol sosial tersebut dapat mewujud dalam bentuk objek fisik (bendabenda kasat mata), kata-kata (untuk mewakili objek fisik, perasaan, ide-ide, dan
nilai-nilai), serta tindakan (yang dilakukan orang untuk memberi arti dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Di setiap lingkungan memiliki kontrak khusus yang terbentuk karena
budaya masyarakat yang ada mengenai pemahaman interaksi pada suatu simbol.
Yang mana pemahaman simbol itu terbentuk karena adanya interaksi sosial dan
budaya dari suatu tempat tertentu. Dari mulai rumah, lingkungan sekitar rumah,
sekolah, kampus, pada sebuah kota, negara bahkan perspektif interaksi simbolik
yang dikomunikasikan pemahamannya diseluruh negara.
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari
interaksi simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku
manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari
proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada
akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses
interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama
dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain kepada mereka
Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan
perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang
berkaitan dengan rangsangan tersebut. Makna yang kita berikan pada
simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan
kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu
pula.
b. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia
Mead menekankan dasar intersubjektif dari makna. Makna dapat ada,
menurut mead, hanya ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama
mengenai simbol yang mereka pertukarkan dalam interaksi.
c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif
Blumer menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah.
Pertama, para pelaku menentukan benda-benda yang mempunyai makna.
Langkah kedua melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan
melakukan transformasi makna di dalam konteks dimana mereka berada.
2. Pentingnya konsep mengenai diri (self concept)
Tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu
tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya
dengan cara antara lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri
melalui nteraksi dengan orang lain, Konsep diri membentuk motif yang
penting untuk perilaku Mead seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The
particular kind of role thinking–imagining how we look to another person” or
”ability to see ourselves in the reflection of another glass”.
Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut La Rossan dan
Reitzes (1993)
a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain
Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri
(sense of self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orangorang tidak lahir dengan konsep diri, mereka belajar tentang diri mereka
melalui interaksi.
b. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku
Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian
mengenal diri memengaruhi perilaku adalah prinsip penting pada interaksi
simbolik. Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka
memiliki
mekanisme
untuk
berinteraksi
dengan
dirinya
sendiri.
Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Penting
juga untuk diingat bahwa Mead melihat diri sebagai sebuah proses, bukan
struktur.
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Tema ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasan individu
dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap
individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan
yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk
menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial.
Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:
a. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial
Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku
individu. Selain itu, budaya secara kuat memengaruhi perilaku dan sikap
yang kita anggap penting dalam konsep diri.
b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial
Asumsi ini menengahi posisi yang diambil oleh asumsi sebelumnya.
Interaksi simbolik
mempertanyakan pandangan bahwa struktur sosial
tidak berubah serta mengakui bahwa individu dapat memodifikasi situasi
sosial.
a) Kelebihan dan Kelemahan Teori Interaksi Simbolik
Kelebihan teori interaksi simbolik yaitu model penelitian yang berusaha
mengungkap realitas perilaku manusia. Sedangkan kekurangannya yaitu
penelitian interaksi simbolik akan sulit dimaknai jika subjek tersebut tidak sesuai
dengan simbol-simbol yang disepakati bersama oleh masyarakat, seringkali model
penelitian ini kurang memperhatikan masalah emosi dan gerak bawah sadar
manusia dalam interaksi.
APLIKASI TEORI INTERAKSI SIMBOLIK BERDASARKAN ANALISIS
JURNAL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PERILAKU HOMOSEKSUAL (GAY) DI KOTA KEDIRI”
1. Pemaknaan
Ada bahasa tertentu yang digunakan dalam berkomunikasi di kalangan
gay. Bhasa tersebut dikenal dengan istilah bahasa binan. yang artinya bahasa
yang unik dan mempunyai kode-kode tertentu.
 Akika aku, saya
 Begindang  begitu
 Cucok  cocok
 Endang  enak
 Hamidah  hamil
 dll
2. Konsep diri
Ketika seorang memaknai ”Gay” sebagai pilihan hidup, dalam dirinya
terjadi proses pengkonsepsian diri melalui :
-
Saya cantik, suka dandan dan merasa cocok memakai baju perempuan.
-
Saya tidak menyukai permainan laki-laki
-
Saya merasa benci dengan perempuan
-
Frustasi karena sering ditinggal pacar
-
Saya khawatir apa yang akan terjadi jika orang tua saya mengetahui jika
saya adalah gay.
3. Identitas
Dalam dunia gay identitas biasanya ditunjukkan dengan berbagai hal agar
mereka dapat dikenali oleh komunitas gay.
a. Tatapan mata
Tatapan mata dalam hal ini adalah gerakan menatap yang penuh arti.
seseorang akan mengerling sebagai bahasa isyarat lain yang menggunakan
tatapan. Kerlingan mata tersebut seakan merupakan upaya untuk
mengalihkan perhatian. Kerlingan juga memiliki arti sebuah pemberian
harapan atau tatapan mengundang atau ingin diperhatikan.
b. Posisi tangan dan gerakan
Gerakan tangan kaum gay saat berkomunikasi atau saat membawa barang
biasanya terlihat feminin.
c. Posisi duduk
Pria gay memiliki kecenderungan duduk feminin yakni kedua pahanya
akan rata sejajar. Pada umumnya, laki-laki akan duduk dengan paha
terbuka dan kedua kaki terbuka atau ujung kaki terkunci.
d. Gaya bicara
Saat berbicara kaum gay tampak lebih expressive dengan bahasa
komunikasi dikalangan gay yang disebut bahasa binan.
e. Cara berpakaian
Gay lebih suka mengenakan pakaian ketat dan tampak lebih modis dan
lebih stylish sesuai trend masa kini.
4. Sosialisasi
a. Tahap persiapan (Preparatory Stage) : Saat seseorang memasuki
komunitas
gay
simbol/bahasa
(sebagai
pemula)
dia
yang sering digunakan
akan
dalam
berusaha
dunia
mengenal
gay seperti
sekong=sakit yaitu istilah yang menggambarkan seorang gay. Lekong
yang berarti laki-laki normal. Dan letoy yang berarti laki-laki melambai.
b. Tahap meniru (Play Stage) : Setelah mengetahui identitas dalam
komunitasnya, seorang gay yang baru akan meniru aktivitas orang
disekelilingnya, seperti mencari pasangan gaynya.
c. Tahap siap bertindak (Game Stage) : Seorang gay akan bergabung dengan
komunitas gay, berhubungan seksual dengan sesama.
d. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage) : Seorang gay
dengan segala latar belakangnya memutuskan diri menjadi ”Kucing”
dengan
segala
konsekuensinya
yang
sudah
dipikirkan
menurut
interpretasinya. Bagaimana dia harus berperan sebagai mahasiswa dimana
dia harus berperan sebagai lelaki panggilan.
DAFTAR PUSTAKA
https://books.google.co.id/books?id=PPRcrLj7HlgC&pg=PA35&dq=pengertian+i
nteraksi&hl=en&sa=X&ei=vnH6VKOwBpHmuQSogoH4BA&redir_esc=y#v=on
epage&q=pengertian%20interaksi&f=false [diakses pada hari Sabtu, 8 Maret
2015 pukul 11.00]
https://books.google.co.id/books?id=XqlOV2TWy4YC&pg=PT120&dq=asumsi+
interaksi+simbolik&hl=en&sa=X&ei=Ysz7VLf6FIqXuATe74GACQ&redir_esc=
y#v=onepage&q=asumsi%20interaksi%20simbolik&f=false [diakses pada hari
Sabtu, 8 Maret 2015 pukul 20.00]
http://www.academia.edu/6766895/TEORI_INTERAKSI_SIMBOLIK
tanggal 7 Maret 2015 pada pukul 10.30]
[diakses
Download