GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tutorial Farmakoterapi Dosen Pembimbing Keni Idacahyati M.Farm., Apt Disusun Oleh : Olga Fitrian Gumay Rina Diana Rahayu Ningsih Uswah Azizah Euis Kartika Kamal Sandi Ramdani H Marwatul Zamil PROGRAM STUDI PROPESI APOTEKER STIKES BAKTI TUNAS HUSADA\ TASIKMALAYA 2020 SKENARIO Seorang kakek 72 tahun, masuk IGD dengan kondisi sesak nafas. Sudah lama kakek sering sesak nafas karena kedinginan atau terkena debu tetapi akhir-akhir ini semakin sering sesak nafas hampir setiap malam. Beliau batuk produktif dengan sputum warna kecoklatan. Chest x-ray menunjukan adanya hiperinflasi paru dan didiagnosa PPOK Exacerbasi akut. I. PROBLEM MEDIC Hiperinflasi paru dan PPOK exaserbasi akut. a. Penyakit paru obstrutif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversible parsial (GOLD, 2018). b. Eksaserbasi akut pada PPOK didefinisikan sebagai perburukan gejala pernafasan akut yang memerlukan terapi tambahan. Eksaserbasi dapat dipicu oleh berbagai faktor, yang paling sering infeksi saluran pernafasan. Penyebab lainnya adalah polusi udara, kelelahan, dan adanya komplikasi. II. ETIOLOGI 1. Faktor Genetik 2. Usia dan Jenis kelamin 3. Pertumbuhan dan perkembangan paru 4. Pajanan terhadap partikel dan gas berbahaya 5. Faktor sosial ekonomi 6. Asma dan hiperaktifitas saluran nafas 7. Bronkitis Kronis 8. Infeksi berulang disaluran nafas (Esther K, 2019). III. PATOFISIOLOGI IV. FAKTOR RESIKO 1. Perokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif, merupakan fakor resiko utama 2. Genetik, kekurangan alpha-1 antitrypsin, protein yang berperan menjaga elastistisitas paru 3. Polusi udara/paparan terhadap partikel berbahaya 4. Stress oksidtif 5. Tumbuh kembang paru yang kurang optimal 6. Status sosial ekonomi yang rendah 7. Riwayat penyakit respiratory (terutama asma) 8. Riwayat PPOK atau peyakit respirasi lain di keluarga 9. Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di RS. (Esther K. 2019) V. DIAGNOSIS BANDING Perbedaan PPOK Dan Asma PPOK ASMA Onset Usia >45th Segala Usia Riwayat Keluarga Tidak ada Ada Pola sesak nafas Terus menerus, bertambah Hilang timbul berat dengan aktivitas Ronki Kadang-kadang + Mengi Kadang-kadang ++ Vesikular Melemah Normal Spirometri Obstruksi ++ Obstruksi ++ Restriksi + Reverbilitas < ++ (Kemenkes 2008) VI. PENATALAKSANAAN 1. Tata Laksana PPOK Pemberian obat-obatan a. Bronkodilator Diajukan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik b. Anti-inflamasi Pilihan utama bentuk metilprednisolone atau prednisone. Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik. c. Anti-biotik Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan anti-biotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat. d. Mukolitik Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simptomatik bila terdapat dahak yang lengket dan kental. e. Terapi Oksigen (Kemenkes, 2008). 2. Tatalaksana ASMA Klasifikasi Asma pada kasus ini termasuk persisten berat, dimana nilai FEV <60% atau >30% dan ditandai dengan gejala sesak nafas yang sering pada malam hari. Pengobatan Utama : - Dosis tinggi inhalasikortikosteroid, dan - Inhalasi β2 agonis kerja panjang, dan jika dibutuhkan - Kortikosteroid tablet atau syrup (2mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60mg/hari). (Pemakaian berulang dapat mereduksi kortikosteroid sistemik dan untuk pemeliharaan gunakan kortikosteroid dosis tinggi). (ISO Indonesia, hal 449) 3. Perbedaan PPOK Stabil dan Exacerbasi Akut PPOK Stabil Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik Hasil analisis gas darah PCO2 < 45mmHg Dahak jernih tidak berwarna Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (Hasil spirometri) Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan Eksaserbasi Akut Sesak napas bertambah Produksi sputum meningkat Perubahan warna sputum Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga : a. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan frekuensi pernapasan > 20% basal, atau frekuensi nadi > 20% basal. (Esther K.2019) Pemberian Obat R/ Amoxicillin 500 mg RL 20tetes/menit Ceftriaxone inj 2x1 Metilprednisolon 8mg 2x1 Salbutamol tablet 1 mg 4. Monitoring Efektivitas Obat Nadi Rate : Peurunan nadi rate menjadi < 100 Respirasi Rate : 26x (Penurunan 12-20x/menit) 5. Sputum : Pengamatan warna = Coklat, Hijau, Bening Hiperinflasi : Tidak merasa nyeri saat bernafas Monitoring Efek Samping Obat - Penggunaan methylprednisolon dalam jangka waktu panjang pada Lansia dapat menyebabkan osteoporosis , myalgia, hiperglikemik, hipertensi. - Penggunaan antibiotic amoxicillin dapat menyebabkan alergi (dengan mengecek IgE), mual muntah, ruam kulit (Eritema, Urtikaria) - Pada penggunaan mukolitik (ambroxol), biasanya efek samping yang terjadi pada saluran cerna, atau reaksi pada kulit (eritema multiforme, sindrom steven jhonson, dispnea (sesak), demam. - Efek samping salbutamol : takikardi, aritmia,hipotensi, urtikaria, angiodema. Pada dosis tinggi menyebabkan hipokalemia. 6. Alasan Pemilihan Antibiotik Jika dilihat dari kasus ini, pasien termasuk kedalam kategori PPOK komplikasi ditandai dengan Usia >60thn dan nilai FEV1 <80% sedangkan untuk nila FEV normal yaitu >80%. Maka pasien diberikan antibiotik Amoxicillin karena obat ini merupakan lini pertama dengan dosis 500mg. 7. Pengobatan Untuk Indikasi Yang Belum Diobati Untuk pengobatan batuk produktif pasien yang belum diobati, maka direkomendasikan untuk diberikan obat mukolitik yang dapat mengencerkan secret saluran napas dengan jalan memecah benangbenang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Maka pasien diberikan obat Ambroxol dengan Dosis untuk Dewasa yaitu 2-3 x 30mg/hari. Pemberian mukolitik hanya diberikan terutama pada exacerbasi akut, karena akan mempercepat perbaikan exacerbasi, terutama pada bronchitis kronis. 8. Pemeriksaan PPOK Selain Dengan Menggunakan Chest X-Ray Selain menggunakan Chest X-Ray pemeriksaan penujangnya bisa juga dengan menggunakan - Spirometri, yang merupakan pemeriksaan definitif untuk diagnosis PPOK, yaitu dengan mengetahui nilai FEV1 (Forced Expiration Volume in 1 second) dan FVC (Forced Vital Capacity). Pada PPOK, FEV1/FVC < 0,7. - Analisis gas darah (dapat mengukur pH darah, kadar O2 dan CO2 darah). 9. - Radiografi - CT Scan untuk melihat emfisema alveoli Terapi Non Farmakologi Untuk terapi Non-Farmakologi bisa juga dengan menggunakan terapi oksigen. Dimana dalam pemberian terapi dengan oksigen ini dengan menggunakan dosis 2 liter/menit.