KATA PENGANTAR Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan kelulusan kepaniteraan klinik Bagian Radiologi RSUP Fatmawati Jakarta Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Farida Yunus, SpR sebagai pembimbing dalam pembuatan referat ini. Tidakk lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada dokter-dokter pembimbing di RSUP Fatmawati atas bimbingan yang kami dapat selama kepaniteraan klinik ini. Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari dokter pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan masukan yang berguna bagi penulis. Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga referat ini membawa manfaat bagi kita semua. Jakarta, Februari 2004 Penulis BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. BAB II PENYAKIT PARU OBTRUKSI KRONIK DEFINISI Penyakit obtruksi jalan nafas karana bronchitis kronis atau emfisema. obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bias disertai hiper aktitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronchitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu ditandai dengan batukbatuk hamper setiap hari disertai pengeluarn dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomi paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal disertai kerusakan diding alveolus. ANATOMI PARU Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum. Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum Masing-masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri,hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas,masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis yang konveks,yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf,yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur-struktur mediastinum lain Sekitar pertengahan permukaan kiri,terdapat hillus pulmonalis, suatu lekukan dimana bronkus,pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonalis Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, Lobus superior, medius dan inferior. Paru-paru kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior. ETIOLOGI Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK adalah: 1. kebiasaan merokok 2. polusi udara 3. paparan debu dan asap 4. riwayat infeksi saluran nafas. PATOFISIOLOGI Pada bronchitis kronik maupuun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronchitis kronik,saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi juga oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal,tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang ,sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita bronchitis kronik dan emfisema, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan tertutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi tidak seimbang..Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang atau tidak ada, akan tetapi perfusi baik ,sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata , atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli yang akhirnya menimbulkan hipoksia dan sesak nafas. Pada PPOK terutama karena emfisema dapat terjadi kelainan kardiovaskuler ,jantung menjadi kecil,ini disebabkan peningkatan retrosternal air space. DIAGNOSIS I. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai batuk-batuk setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. II. Pemeriksaan fisik : 1. Pasien tampak kurus dengan barrel shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat). 2. Fremitus taktil dada tidak ada atau berkurang. 3. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, tukak jantung berkurang. 4. Suara nafas berkurang dengan expirasi panjang. III. Gambaran radiologi Foto thorax pada bronchitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang parallel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema paru thorax menunjukan adanya overventilasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar,peningkatan retrosternal air space dan bayangan penyempitan jantung yang panjang, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penampakan ke distal. Pada ct-scan lebih sensitif daripada foto thorax biasa karena pada High-resolution CT (HRCT) scan memiliki sensivitas tinggi untuk menggambarkan emfisema, tapi tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada penderita PPOK mempunyai tujuan untuk : 1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala tidak hanya pada fase akut, tapi juga pada fase kronik. 2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya. 3. Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila dapat dideteksi lebih awal. Dasar-dasar penatalaksanaan PPOK secara umum adalah : 1. Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit. 2. Mobilisasi dahak. 3. Mengatasi bronkospasme. 4. Memberantas infeksi. 5. Penanganan terhadap komplikasi. 6. Fisioterapi, inhalasi terapi dan rehabilitasi. Secara garis besar penatalaksanaan PPOK dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu : I. Penatalaksanaan umum 1. Pendidikan terhadap penderita dan keluarganya. 2. Menghindari rokok dan zat-zat inhalasi lain yang bersifat iritasi. 3. Menghindari infeksi. 4. Lingkungan yang sehat. 5. Kebutuhan cairan yang cukup. 6. Imunoterapi. II. Penggunaan obat-obatan 1. Bronkodilator (untuk mengatasi obstruksi jalan nafas) : salbutamol 4x 0,25-0,5mg/hari 2. Ekspektoran 3. Antibiotik, dll III. Terapi respirasi. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sesitivitas terhadap CO2. IV. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah : Fisioterapi Rehabilitasi psikis Rehabilitasi pekerjaan BAB III KESIMPULAN Untuk penatalaksanaan penderita PPOK perlu dilakukan penilaian awal yang teliti mengenai tingkat perjalanan penyakit, lamanya gejala, adanya gangguan faal obstruksi jalan nafas dan derajat obstruksi. Penatalaksanaan selalu mencakup suatu pengobatan yang terarah dan rasional, bukan semata-mata pengobatan medika mentosa. Mengusahakan penghentian merokok harus diusahakan semaksimal mungkin dan secara terus-menerus. Prinsip pengobatan terdiri dari usaha pencegahan, mobilisasi dahak yang lancar, memberantas infeksi yang ada, mengatasi obstruksi jalan nafas, mengatasi hipoksemia pada keadaan dengan gangguan faal yang berat, fisioterapi dan rehabilitasi dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup. DAFTAR PUSTAKA 1. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122. 2. Sutton : Textbook of Radiology and Imaging, seventh edition, volume I, Churchil Livingstone, page :165-171. 3. Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGrawHill, page :1491-1493. 4. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312. 5. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page : 954,990-993. 6. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192. 7. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379. 8. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta 20003, hal :1347-1353. 9. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page :157. 10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal :480-482. DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK 2 Definisi Anatomi Etiologi Patofisiologi Diagnosis Penatalaksanaan BAB III KESIMPULAN 6 BAB IV LAMPIRAN 7 DAFTAR PUSTAKA