LAPORAN KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) Disusun oleh: dr. Ida Ayu Made Diah Padmayoni Pembimbing: dr. Putu Dyah Widyaningsih Sp.P Pendamping: dr. Ni Made Ariani, MM dr. I Made Gunawan RUMAH SAKIT ARI CANTI JL. RAYA MAS, MAS, UBUD, KABUPATEN GIANYAR, BALI 2021 1 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) Diajukan untuk memenuhi syarat internsip Periode 12 November 2020 – 11 Februari 2021 Di Rumah Sakit Ari Canti Disusun Oleh : dr. Ida Ayu Made Diah Padmayoni Gianyar,27 Desember 2021 Pendamping Internsip I Pendamping Internsip II dr. Ni Made Ariani,MM dr. I Made Gunawan 2 BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif dan bersifat non reversibel atau reversibel parsial. PPOK adalah satu-satunya penyakit paru yang tidak menular.1 Menurut definisinya, PPOK adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan adanya keterbatasan aliran pernapasan yang persisten, bersifat progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis di saluran pernapasan dan paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. 1 Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.2 Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.3 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran pernafasan Sistem pernapasan pada manusia tersusun atas hidung, faring (tekak), laring (ruang suara), trakea (tenggorokan), bronkus dan paru-paru. Gambar dibawah ini menunjukkan susunan organ – organ dalam sistem pernapasan. Organ penyusun sistem pernapasan tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan struktur maupun fungsinya. Secara struktural,system pernapasan tersusun atas dua bagian utama.Sistem pernapasan bagian atas meliputi : hidung dan faring. Sistem pernapasan bagian bawah meliputi : laring, trakea, bronkus dan paru-paru. Secara fungsional, sistem pernapasan tersusun atas dua bagian utama. Zona penghubung, tersusun atas serangkaian rongga dan saluran yang saling terhubung baik di luar maupun didalam paru – paru. Bagian penghubung, meliputi : hidung , faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Fungsi dari bagian penghubung yaitu : menyaring, menghangatkan dan melembapkan udara serta menyalurkan udara menuju paru-paru Zona respirasi, tersusun atas jaringan dalam paru-paru yang berperan dalam pertukaran gas yaitu alveolus. REPORT THIS AD Gambar 2.1 a. Hidung Hidung merupakan organ pernapasan yang langsung berhubungan dengan udara luar. Hidung dilengkapi dengan rambut-rambut hidung, selaput lendir dan konka. Rambutrambut hidung berfungsi untuk menyaring partikel debu atau kotoran yang masuk bersama udara. selaput lendir sebagai perangkap benda asing yang masuk terhirup saat bernapas, misalnya : debu, virus dan bakteri . konka mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menyamakan suhu udara yang terhirup dari luar dengan suhu tubuh atau menghangatkan udara masuk ke paru – paru. b. Faring Faring merupakan organ pernapasan yang terletak dibelakang (posterior) rongga hidung hingga rongga mulut dan di atas laring (superior), seperti gambar dibawah ini. 4 Gambar : Struktur Organ Pernapasan : Rongga Hidung, Faring dan Laring Dinding faring, tersusun atas otot rangka yang dilapisi oleh membran mukosa. Kontraksi dari otot rangka tersebut membantu dalam proses menelan makanan. Faring berfungsi : sebagai jalur masuk udara dan makanan, ruang resonansi suara, serta tempat tonsil yang berpartisipasi pada reaksi kekebalan tubuh dalam melawan benda asing. c. Laring Laring atau ruang suara merupakan organ pernapasan yang menghubungkan faring dengan trakea. Didalam laring terdapat epiglotis dan pita suara. Seperti gambar dibawah ini. Gambar : Struktur Pita Suara dalam Laring Epiglotis berupa katup tulang rawan yang berbentuk seperti daun dilapisi oleh sel-sel epitel, berfungsi untuk menutup laring sewaktu menelan makanan dan minuman. Apabila ada partikel kecil seperti : debu, asap, makanan, atau minuman yang masuk kedalam laring akan terjadi refleks batuk, yang berfungsi untuk mengeluarkan partikel tersebut dari laring. Udara yang melewati laring dapat mengetarkan pita suara, sehinga dihasilkan gelombang suara. Gelombang suara ini dapat diatur untuk menghasilkan berbagai bunyi dengan cara kolom udara pada faring, rongga hidung dan mulut. Tinggi rendahnya suara dikontrol oleh tegangan pita suara. Apabila pita suara tegang akibat ditarik oleh otot, pita suara akan bergetar lebih cepat dan menghasilkan nada suara yang tinggi. Berkurangnya tegangan pada pita suara akan menyebabkan pita suara bergetar lebih lamban, sehingga 5 menghasilkan nada suara yang rendah. Akibat adanya hormon androgen (hormon kelamin pria), pita suara pada pria biasanya lebih tebal dan lebih panjang, sehingga pita suara bergetar lebih lamban, hal ini yang menyebabkan nada suara pria memiliki rentang nada yang lebih rendah daripada rentang nada suara wanita. d. Trakea Udara yang telah masuk ke laring selanjutnya masuk ke trakea (batang tenggorokan). Trakea adalah saluran yang menghubungkan laring dengan bronkus. Trakea memuliki panjang sekitar 10-12 cm dengan lebar 2 cm. dindingnya tersusun dari cincin tulang rawan dan selaput lendir yang terdiri atas jaringan epitelium bersilia. Fungsi silia pada dinding trakea untuk menyaring benda-benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. e. Bronkus Pada bagian paling dasar dari trakea, trakea bercabang menjadi dua. Percabangan trakea tersebut disebut dengan bronkus, masing-masing bronkus memasuki paru-paru kanan dan paru-paru kiri struktur bronkus hampir sama dengan trakea, tetapi lebih sempit. Bentuk tulang rawan bronkus tidak teratur, tetapi berselang-seling dengan otot polos. f. Bronkiolus Di dalam paru-paru bronkus bercabang-cabang lagi. Bronkiolus merupakan cabangcabang kecil dari bronkus. Pada ujung-ujung bronkiolus terdapat gelembung-gelembung yang sangat kecil dan berdinding tipis yang disebut alveolus (jamak = alveoli). 6 2.2 Anatomi Paru-paru Paru-paru merupakan alat pernapasan utama, paru-paru terbagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan (pulmo dekstra) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinistra) yang terdiri atas 2 lobus . paru-paru dibungkus oleh selaput rangkap dua yang disebut pleura. Pleura berupa kantung tertutup yang berisi cairan limfa. Pleura berfungsi melindungi paru-paru dari gesekan saat mengembung dan mengempis. Di dalam paruparu terdapat bagian yang berperan dalam pertukaran oksigen dan gas karbon dioksida yaitu alveolus. 1. Alveolus Perhatikan gambar dibawah ini : Gambar : Struktur Paru-paru , bronkus, Bronkiolus, dan Alveolus Dinding alveolus tersusun atas satu lapis jaringan epitel pipih. Struktur yang demikian memudahkan molekul-molekul gas melaluinya. Dinding alveolus berbatasan dengan pembuluh kapiler darah, sehingga gas-gas dalam alveolus dapat dengan mudah mengalami pertukaran dengan gas – gas yang ada di dalam darah. Adanya gelembunggelembung alveolus memungkinkan pertambahan luas permukaan untuk proses pertukaran gas. Luas permukaan alveolus 100 kali luas permukaan tubuh manusia. Besarnya luas permukaan seluruh alveolus dalam paru-paru menyebabkan penyerapan oksigen lebih efisien . mekanisme pertukaran gas oksigen dan gas karbon dioksida telah kamu pelajari pada bab sebelumnya yaitu tentang tekanan zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari 7 2.3 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.4 2.4 Epidemiologi Secara global, diperkirakan sekitar 3 juta kematian disebabkan karena PPOK pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian global pada tahun itu. Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara berkembang. Penyebab utama PPOK adalah paparan asap tembakau (baik merokok aktif atau perokok pasif. Faktor risiko lain termasuk paparan polusi udara dalam ruangan dan luar ruangan dan debu dan asap kerja (WHO,2015). Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia. Menurut prediksi WHO, PPOK yang saat ini merupakan penyebab kematian ke-4 di seluruh dunia diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia.5 2.5 Faktor Resiko 1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan : a. Riwayat merokok - Perokok aktif - Perokok pasif - Bekas perokok 2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja 3. Hipereaktiviti bronkus 4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang 5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. 5 2.6 Patofisiologi Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran napas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu 8 inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya penebalan pada saluran napas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran napas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. 2 Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). 2 Paradigma dominan dari patogenesis emfisema terdiri atas empat peristiwa yang berkaitan : (1) Paparan kronis dari merokok akan menyebabkan rekruitmen sel inflamasi ke dalam ruang udara terminal di paru. (2) Sel-sel inflamasi ini melepaskan elastonic proteinases yang merusak matriks ekstraseluler di paru. (3) Kematian sel secara struktural dihasilkan dari stres oksidatif dan hilangnya ikatan matriks sel. (4) Perbaikan elastin dan komponen matriks ekstraseluler yang tidak efektif menghasilkan pembesaran ruang udara yang didefinisikan sebagai emfisema pulmonal.2 Paparan asap rokok dapat mempengaruhi saluran pernapasan besar, saluran pernapasan kecil (diameter ≤2mm), dan alveoli. Perubahan di saluran pernapasan besar menyebabkan batuk dan sputum, sedangkan di saluran pernapasan kecil dan alveoli bertanggung jawab terhadap perubahan fisiologis. 2 Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif.4 9 Konsep patogenesis PPOK Sumber: PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan. Edisi Juli 2011 10 (Dikutip dari: Spurzem JR, Rennard SI, Pathogenesis of COPD, 2005,26(2):142-53) dari: Spurzem JR, Rennard SI, Pathogenesis of COPD, 2005,26(2):142-53) 11 2.7 Klasifikasi PPOK (Gold, 2009) Klasifikasi Penyakit Gejala Klinis Spirometri PPOK Ringan -Dengan atau tanpa batuk -VEP1 ≥ 80% prediksi (nilai normal spirometri) -Dengan atau tanpa produksi sputum -VEP1/KVP < 70% -Sesak napas derajat sesak 1 sampai derajat sesak 2 PPOK Sedang -Dengan atau tanpa batuk -Dengan atau tanpa produksi sputum -VEP1/KVP < 70% -50% ≤ VEP1 < 80% prediksi -Sesak napas derajat 3 PPOK Berat -Sesak napas derajat sesak 4 dan 5 -Eksaserbasi lebih sering terjadi PPOK Sangat Berat -Sesak napas derajat sesak 4 dan 5 dengan gagal napas kronik -Eksaserbasi lebih sering terjadi -Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan 12 -VEP1/KVP < 70% -30% ≤ VEP1 < 50% prediksi -VEP1/KVP <70% -VEP1 < 30% prediksi, atau -VEP1 < 50% dengan gagal napas kronik 2.8 DIAGNOSIS 4 a. Anamnesis - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga - Lingkungan asap rokok dan polusi udaraTerdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi b. Pemeriksaan Fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainan • Inspeksi - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) - Penggunaan otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai • Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar • Perkusi Hipersonor, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah • Auskultasi - Suara napas vesikuler normal, atau melemah - Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksaekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh B. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan rutin 13 1. Faal paru • Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % 2. Darah rutin (lengkap) 3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - HiperlusenRuang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : • Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) 1. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat 2. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik 3. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. 4. Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kanan 5. bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran 14 napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. 2.9 Diagnosa Banding 4 • Asma • SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis) Asma PPOK SOPT Timbul pada usia muda ++ - + Sakit mendadak ++ - - Riwayat merokok +/- +++ - Riwayat atopi ++ + - Sesak dan mengi berulang +++ + + Batuk kronik berdahak + ++ + Hipereaktiviti bronkus +++ + +/- Reversibiliti obstruksi ++ - - Variabiliti harian ++ + - Eosinofil sputum + - ? Neutrofil sputum - + ? Makrofag sputum + - ? 15 2.10 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut 4 Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : -Sesak bertambah -Produksi sputum meningkat -Perubahan warna sputum Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a.Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b.Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas c.Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline. Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut Diagnosis beratnya eksaerbasi - Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal - Kesadaran - Tanda vital - Analisis gas darah - Pneomonia 2. Terapi oksigen adekuat Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, 1. bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa 3. Pemberian obat-obatan yang maksimal a. Bronkodilator Golongan β– 2 agonis Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya 16 digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Mekanisme kerja : melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin mononosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast. Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4xperhari ). Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. b. Kortikosteroid Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30-40 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Budesonide inhalasi kortikosteroid dapat menjadi alternatif (namun lebih mahal) dibandingkan kortikosteroid oral dalam terapi eksaserbasi.. Preparat steroid inhalasi dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki efek anti inflamasi topikal yang maksimal dan efek sistemik seminimal mungkin. Termasuk dalam golongan obat inhalasi steroid BeclometasonemDipropionate(BDP),Budesonide(BUD), antara Triamcinolone lain Acetonite (TA), Flunisonide, Fluticasone Dipropionate (FDP).6 Kortikosteroid menembus membran sel dan akan berikatan dengan reseptor glukokortikoid yang banyak terdpat pada sitoplasma sel target. Selanjutnya kompleks tersebut akan masuk ke dalam nukleus dan berikatan dengan elemen respon glukokortikoid yang spesifik (“specific glucocorticoid response element”) untuk dapat 17 mengatur transkripsi gen. Jadi kortikosteroid mengendalikan inflamasi melalui proses transkripsi gen , suatu proses yang rumit, memerlukan waktu 6 - 12 jam. Mekanisme utama steroid diduga melalui inhibisi pembentukan sitokin tertentu. Seperti IL1, TNFα, GM-CSF, IL-3, IL- 4, IL-5, IL-6, dan IL-8. Steroid juga mempercepat regenerasi sel epitel, dan jangka panjang juga mengurangi jumlah sel mas.6 Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan. Beberapa terapi inhalasi yang tersedia : 7 Generic name Beclomethasone Dipropionate Beclovent (Glaxo Brand name (manufacturer) welcome) Vanceril and Vanceril DS (Schering Plough) Dosage form MDI, 42µg/puff ex-actuator (84µg/puff for the doublestrength product) Recommended 252-840µg , adult daily 2 puffs tid-10 dose puffs bid (half th enumber of puffs for the doublestrength product) Budesonide Flunisolide Pulmicort Turbuhaler (Astra Zeneca) Aerobid and Aerobid-M (Forest) DPI 200µg/dose MDI 250µg/puff ex-actuator Fluticasone Fluticasone Propionate Propionate Flovent Flovent (Glaxo Rotadisk welcome) (Glaxo welcome) Triamcinolone Acetonide Azmacort (RhonePaulenc Rorer) MDI 44,10, or 220 µg/puff exactuator MDI with builtin spacer, 100 µg/puff exspacer 400-1,600µg 1,0002,000µg, 176-1,760µg 1 dose bid-4 2 puffs bid2 puffs bid 4 puffs bid doses bid (44)-4 puffs (stable bid (220) patient can be maintained in 1 dose of 200 µg/doses DPI 50, 100, or 250 µg/dose 200-2,000µg 600-1,6000µg, 2 doses bid 2 puffs tid-8 (50)-4 doses puffs bid bid (250) Budesonide (BUD) merupakan steroid inhalasi yang paling banyak diteliti. Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi, terdeposisi 25%-30% di jaringan paru. Dimetabolisme secara cepat dan sempurna di hepar, bentuk metabolitnya diekskresi melalui urin dan feses dan hanya memiliki potensi seperseratus dari Budesonid. 18 Budesonid mempunyai kemampuan berikatan (afinitas) dengan reseptor glukokortikoid 7 kali lebih besar dibanding deksametason. Efek samping lokal pemberian steroid inhalasi yang pernah dilaporkan adalah disfonia dan kandidiasis oral. Disfonia diduga terjadi karena miopati pada otot laring, namun efek samping ini bersifat reversibel. Kandidiasis oral dapat dicegah dengan cara berkumur atau cuci mulut setelah pemakaian steroid inhalasi. Kortikosteroid Inhalasi (ICS) dan Long Acting Beta2 Agonist (LABA) adalah 2 obat yang banyak digunakan dalam pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kedua obat ini dapat digunakan secara tunggal (monoterapi) atau kombinasi.8 Dalam panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2013, disebutkan bahwa ICS dan LABA dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi. Tetapi penggunaan secara kombinasi lebih efektif untuk memperbaiki fungsi paru, status kesehatan dan mengurangi eksaserbasi pada PPOK sedang sampai berat.8 c. Antibiotik - Peningkatan jumlah sputum - Sputum berubah menjadi purulen - Peningkatan sesak Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya intravena. d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitis hidup, digunakan N- asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin 4. Nutrisi adekuat 5. Ventilasi mekanik 19 Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. 2.11 Komplikasi 5 Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah : 1. Gagal napas 2. Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. 3. Kor Pulmonal Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan. 20 BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien Nama : IMRH Umur : 60 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Sopir angkutan umum Agama : Hindu Alamat : Banjar Kanginan, Babakan,Gianyar Tanggal Masuk MRS : 20 Desember 2020 3.2 Anamnesis Keluhan Utama Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang diderita sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat dan meningkat, sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan minuman, biasanya sesak akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Sesak nafas terkadang diikuti dengan keluhan batuk dan berdahak yang kadang sulit dikeluarkan, dan dahak keluar kadang berwarna putih dan kadang sedikit hijau, dahak berdarah (-). Batuk dirasakan pasien sudah lama ± 1 tahun lalu, batuk dirasakan semakin sering, riwayat mual (-), muntah (-), nyeri disekitar perut (-), BAK dan BAB normal. Pasien belum pernah mengalami sesak seperti ini sebelumnya, dan belum pernah mendapatkan pengobatan. Pasien mempunyai riwayat merokok (+). Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat DM : disangkal Riwayat hipertensi : disangkal 21 Riwayat sakit jantung : disangkal Riwayat minum OAT (obat TB) : disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi : disangkal Riwayat DM : disangkal Riwayat Jantung : disangkal Keadaan Sosial Ekonomi Anak pasien mengaku untuk memasak dirumah masih menggunakan alat memasak tungku api, kadang juga menggunakan kompor. 3.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan Umum : Sakit sedang, Compos mentis GCS : E4V5M6 Tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi : 81 x/menit, ireguler, kuat angkat (+) Pernapasan : 26 x/menit Suhu : 36° C axilla BB : 54 Kg TB : 165 cm Status General Kepala : normochepali, simetris. Mata : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-) Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+). Hidung : darah (-), secret (-). Telinga : darah (-), secret (-). Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-). Leher : JVP 2 cmH2O, limfonodi tidak membesar. 22 Thorax : retraksi (-). Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal Batas Atas : linea para sternalis sinistra ICS 2 Batas kanan : linea sternalis dextra ICS 5 Batas Kiri Auskultasi : linea midclavicula sinistra ICS 5 : Bunyi jantung I-II tunggal, reguler, murmur (-) Paru Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri Perkusi : hipersonor/hipersonor Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan Ronki Basah (+/+) Wheezing (+/+) Ekspirasi memanjang (+) Abdomen Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada Auskultasi : Peristaltik (+) normal Perkusi : Timpani Palpasi : massa (-) nyeri tekan (-) lapang perut, hepar/lien tidak teraba, Ginjal : Nyeri ketok (-) Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/- 23 3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG terPemeriksaan Darah Lengkap WBC : 15,31 LYM : 2,99 LYM % : 21,5 HGB : 11,2 MCH : 32,7 MCHC : 36,2 RBC : 4,36 MCV : 98,2 MCT : 41,8 RDWa : 64,7 RDW : 12,9 PLT : 182 MPV : 7,4 ↓ PDW : 9,9 PCT : 0,13 PCR : 10.0 A. Foto Rontgen Thorax AP 24 - Volume paru kesan bertambah dengan bercak infiltrat yang tersebar - Tidak tampak fibrosis, cavitas, kalsifikasi pada apeks kedua paru - Cor kesan normal, aorta tidak dilatasi, kalsifikasi pada Knob - Kedua sinus tampak lancip dan diafragma tampak rendah dan mendatar - Tulang rongga dada yang tampak intak Kesan : Gambaran Emphysema Pulmunom dan infeksi sekunder Atherosclorosisa Aortae 4 ASSESSMENT Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut 5 INTIAL PLANNING Rencana Kerja : DL, BUN+SC, GDS, EKG, Rontgen Thoraks,Sputum BTA 6 PENATALAKSANAAN 1. O2 2L/mnt 2. Infus RL 16 tpm 25 3. Ceftriaxon 3 x 1 gr IV 4. Metil Prednisolon 2 x 62,5 mg IV 5. Omeprazol 2x 40 mg IV 6. Nebulizer Combivent @tiap 6 jam 7 Follow Up Tanggal S O A P TD : 130/80 PPOK Diet TKTP nafas (+), RR : 24xmenit eksaserbasi O2 2lpm Batuk HR : 89xmenit akut berdahak Suhu : 37,2C Ceftriaxon (+) Thoraks : 3x1gr IV I : simetris, barrel Metil chest (+) Prednisolon P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV simetris kanan = kiri Omeprazol P: 2x40mg IV hipersonor/hipersonor Sanmol flash A: Bronchovesikuler, 3x1 gr jika suhu suara tambahan : ≥ 38C ronkhi (+) , wheezing Nebulizer (+) Combivent @ 6 11/05/2019 Sesak Infus RL 16 tpm jam 12/05/2019 Sesak nafas (+) TD : 120/80 PPOK RR : 22xmenit eksaserbasi O2 2 lpm berkurang, HR : 88xmenit akut Diet TKTP Infus RL 16 tpm Batuk Suhu : 36C Ceftriaxon berdahak Thoraks : 3x1gr IV (+), I : simetris, barrel Metil chest (+) Prednisolon P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV simetris kanan = kiri 26 P: sonor/sonor Omeprazol A: Bronchovesikuler, 2x40mg IV suara tambahan : Sanmol flash ronkhi (+) , wheezing jika suhu ≥ 38C (-) Nebulizer Combivent 13/05/2019 Sesak nafas (+) TD : 130/80 PPOK RR : 22xmenit eksaserbasi O2 2lpm berkurang, HR : 88xmenit Akut Diet TKTP Infus RL 16 tpm Batuk Suhu : 36C Ceftriaxon berdahak Thoraks : 3x1gr IV (+) jarang, I : simetris, barrel Metil nyeri chest (+) Prednisolon kencing P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV (+) simetris kanan = kiri Omeprazol P: sonor/sonor 2x40mg IV A: Bronchovesikuler, Sanmol flash suara tambahan : jika suhu ≥ 38C ronkhi (+) , wheezing Nebulizer (-) Combivent @8 jam 14/05/2019 Sesak TD : 150/90 PPOK nafas (-), RR : 20xmenit eksaserbasi O2 2lpm Batuk HR : 82xmenit akut berkurang Suhu : 36’C Ceftriaxon tapi Thoraks : 3x1gr IV berdahak I : simetris, barrel Metil (+) , Mual chest (+) Prednisolon (-), P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV simetris kanan = kiri 27 Diet TKTP Infus RL 16 tpm Muntah (- P: Sonor Omeprazol ) A: bronchovesikuler 2x40mg IV ,wheezing (-) Nebulizer Combivent @8 jam 15/05/2019 Sesak TD : 160/100 PPOK Diet TKTP nafas (+), RR : 20xmenit eksaserbasi O2 2lpm Batuk HR : 80xmenit akut berdahak Suhu : 36,2’C Ceftriaxon (+) jarang Thoraks : 3x1gr IV dan I : simetris, barrel Metil Infus RL 16 tpm berkurang, chest (+) Prednisolon nyeri P: Vokal Fremitus 2x62,5 mg IV kencing simetris kanan = kiri Omeprazol (+) P: Sonor 2x40mg IV A: Bronchovesikuler, Nebulizer suara tambahan : Combivent ronkhi (-), wheezing pulmicort @12 (-) jam DL : WBC : 14,2 LYM : 10,4 % GRA : 11,4 GRA : 80,4 % MPV : 7,7 28 16/05/2019 Sesak nafas (+) TD : 150/90 PPOK RR : 20xmenit eksaserbasi 2 mg P.O berkurang, HR : 82xmenit akut Salbutamol 3 x Cefixime 2 x Batuk Suhu : 36’C 400 mg P.O berdahak Thoraks : Metil (+) I : simetris, Prednisolon 2x berkurang P: Vokal Fremitus 4 mg simetris kanan = kiri Boleh Pulang, P: Sonor Kontrol Poli A: Bronchovesikuler, Interna suara tambahan : ronkhi (-), wheezing (-) 29