Tugas Makalah Komunikasi Sebagai Ilmu Disusun oleh : ERIESTYO JERINCHIKA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2019 LANDASAN FILSAFAT “KOMUNKASI ADALAH SEBUAH ILMU” A. Pengertian Filsafat Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa yunani, “philosophia” yang merupakan penggabungan dari dua kata “philos” yang berarti mencintai, serta kata “shopia” yang berarti kebijaksanaan atau hikmat. Dengan demikian, secara bahasa, “filsafat” memiliki arti cinta dan kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar. Kebijaksanaan artinya kebenaran yang sesungguhnya. Menurut Suparlan Suhartono (2007:35) kaitan antara kebijaksanaan dan kebenaran yaitu bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan akan selalu “tertarik” untuk mencari kebenaran. Plato (427-347SM) mengatakan bahwa filsafat adalah mengkritik pendapatpendapat yang berlaku. Jadi, kearifan atau pengetahuan intelektual itu diperoleh melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis, diskusi, dan penjelasan. Sedangkan aristoteles (384-322SM) menyatakan bahwa filsafat sebagai ilmu menyelidiki tentang hal ada sebagai hal ada yang berbeda dengan bagian-bagian yang satu atau lainnya. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu yang pertama dan terakhir, Sebab secara logis disyaratkan adanya ilmu lain yang juga harus dikuasai, sehingga untuk memahaminya orang harus menguasai ilmu-ilmu yang lainnya itu. The Liang Gie (2004:27) menyebutkan bahwa tidak ada kesatuan pendapat atau bahkan bertentangan. Setiap filsuf dan aliran filsafati memberikan definisi filsafat yang berlainan sesuai dengan sesuatu segi yang menjadi pusat perhatiannya. Kata kunci untuk mencapai kebenaran sejati adalah adanya pengetahuan. Dengan pengetahuan, maka akan terjadi persatuan antara subjek dan objek. Dengan kata lain, pada saat subjek memiliki pengetahuan mengenai objek, maka subjek dapat memasuki diri objek dan terjadilah kontak hubungan. Selanjutnya, jika pengetahuan ini menyatu dengan kepribadian seseorang, maka orang tersebut cenderung bertingkah laku bijaksana. Setiap pendapat dibentuk sebagai satu kebenaran bagi individu yang mengasumsikannya. Kebenaran dapat diraih melalui konsep dan bukan melalui objek itu sendiri. Karena berbagai individu memiliki persepsi yang berbeda, mereka memiliki berbagai kebenaran untuk dipertimbangkan atau tidak dipertimbangkan. Dari penjelasan diatas kita dapat mengerti filsafat secara umum. Filsafat adalah suatu ilmu, meskipun bukan ilmu yang biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat disebut sebagai suatu usaha untuk berpikir radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. (Suria sumantri, 2001) Tugas filsafat menurut Sokrates (470-399SM), bukan menjawab pertanyaanpertanyaan yang timbul dalam kehidupan, melainkan mempersoalkan jawaban yang diberikan. B. Filsafat Ilmu Filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu filsafat dan ilmu. Filsafat dapat diartikan berpikir bebas, radikan dan berada pada tataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalangi kerja pikiran. Radikal artinya berpikir mendalam sampai akar masalah, bahkan sampai melewati batas-batas fisik atau metafisis. Adapun berpikir dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dari sesuatu yang terkandung didalamnya berupa kebenaran, keindahan maupun kebaikan. Istilah ilmu dalam bahasa Arab, berasal dari kata “alima” yang artinya mengetahui. Dalam kamus Webster New World Dictionary dijumpai kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science (sains) berarti “keadaan atau fakta mengetahui” dan sering dimaknai dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Ilmu tidak terlalu berbeda dengan sains, hanya ilmu memiliki ruang lingkup berbeda dengan sains. Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme-positivisme, sedangkan ilmu melampauinya dengan non-empirisme seperti matematika dan metafisika. Yang dicari dalam filsafat adalah kebenaran. Demikian pula ilmu, agama juga mengajarkan kebenaran. Secara garis besar ada 3 posisi untuk memahami hubungan antara sains dan agama dalam pencarian kebenaran. Pertama, sains dan agama memiliki teritorium yang berbeda dalam pencarian kebenaran. Kedua, agama dan sains dapat dibawa ke dalam arena yang sama dalam pencarian makna. Ketiga, agama dan sains menerangi realitas yang sama, namun dengan perspektif yang berbeda. Kebenaran dalam filsafat dan ilmu adalah “kebenaran akal”, sedangkan kebenaran menurut agama adalah “kebenaran wahyu”. Dengan demikian, maka sejatinya tanpa agama manusia sudah dapat menemukan kebenaran, dan sudah mampu menentukan adanya “Tuhan”, yakni sesuatu diluar manusia yang bisa menentukan baik dan buruknya kehidupan manusia. Beberapa pakar mengemukakan rumusan tentang filsafat ilmu, antara lain Peter A.Angeles, bahwa filsafat ilmu merupakan suatu analisis tentang ilmu dari beberapa tinjauan, termasuk logika, metodelogi, sosiologi, sejarah ilmu dan lain-lain. Sementara itu A.Cornelis Benyamin mendefinisikan bahwa filsafat ilmu sebagai disiplin filsafat yang merupakan studi kritis dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan metode-metode, konsep-konsep, praduga-praduganya, serta posisinya dalam kerangka umum cabang intelektual. Dengan demikian dapat dipahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal, dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan. Atau dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan ilmiah dan tidak ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah adalah yang disebut ilmu pengetahuan atau disebut ilmu, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis dan memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, serta dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, penyebutan pengetahuan ilmiah menyisakan istilah lainnya, yaitu pengetahuan tidak ilmiah. Yaitu pengetahuan yang masih tergolong pra-ilmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan indriawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Disamping itu, termasuk yang diperoleh secara pasif atau diluar kesadaran, seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu. C. Kebenaran Kefilsafatan Kebenaran kefilsafatan harus mempunyai 4 aspek, diantaranya objek materi, forma, metode dan sistem yang terkait dengan kebenaran, dengan penjelasan sebagai berikut : 1) Objek materi, dimana filsafat mempelajari segala sesuatu yang ada, sehingga dapat kita pahami bahwa kebenaran ilmu pengetahuan filsafat bersifat umum-universal, yang berarti tidak terkait jenis-jenis objek tertentu. 2) Objek forma, kebenaran ilmu pengetahuan filsafat itu bersifat metafisika yakni meliputi ruang lingkup mulai dari konkret-khusus sampai kepada yang abstrak-universal. 3) Metode, kefilsafatan terarah pada pencapaian pengetahuan esensial atas setiap hal dan pengetahuan eksistensial dari pada segala sesuatu dalam keterikatan yang utuh (kesatuan). 4) Sistem, kebenaran bersifat dialektis, yakni senantiasa terarah kepada keterbukaan bagi masuknya ide-ide baru dan pengetahuan-pengetahuan baru yang semakin memperjelas kebenaran. Terapat 3 ukuran dari kebenaran, yaitu : 1) Kebenaran Mistik Kebenaran yang dihasilkan manusia melalui pendayagunaan potensi qalb, hati atau dhamir, tanpa melalui penalaran tertentu. Didalam islam, pengetahuan mistik identik dengan tasawuf atau sufisme. Menurut Harun Nasution, pada hakikatnya sufisme merupakan kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan kontemplasi. Wujud pengetahuan mistik bersifat abstrak supralogis atau metarasional dan ukuran kebenarannya diketahui dengan rasa. 2) Kebenaran Filsafat Filsafat merupakan kebenaranyang dihasilkan manusia melalui pendayagunaan akal pikiran. Filsafat terjadi jika orang mempertanyakan dan mengkaji sesuatu secara sistematik, radikal dan universal. Bahkan filsafat berusaha mencari sebab sesuatu sedalamdalamnya berdasarkan pemikiran belaka. Kebenaran filsafat bersifat relatif dan diukur berdasarkan ukuran logis. 3) Kebenaran Sains Kebenaran sains diperoleh melalui penalaran logis melalui lingkup empiris, suatu perpaduan akal manusia dan pengalaman. Menurut Jujun.S Suriasumantri, ilmu memulai penjelajahannya pada ranah pengalaman dan berhenti dibatas pengalaman manusia. Penjelajahan pengalaman berdasar pada pertimbangan logis, yang berarti sains dikategorikan pengetahuan logis-empiris. Kebenaran sains bersifat relatif dan diukur berdasarkan ukuran logis dan bukti empiris. Selain itu kebenaran indra, kebenaran dogmatis, dan kebenaran etika yang bersifat temporal dimana eksistensinya senantiasa berubah dalam lintasan gerak ruang dan waktu. D. Ilmu Komunikasi Komunikasi bersifat omnipresent (hadir dimana-mana) kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja. Ia aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh manusia dan tak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Harold D.Laswell salah satu peletak dasar ilmu komunikasi menyampaikan bahwa komunikasi penting untuk dipelajari karena 3 faktor, diantara lain : manusia memiliki hasrat mengontrol lingkungannya, manusia butuh beradaptasi dengan lingkungan dan manusia selalu berupaya melakukan transformasi dan sosialisasi. Pentingnya mempelajari ilmu komunikasi menurut Profesor Deddy Mulyana, bahwa ilmu komunikasi semakin memiliki posisi penting dalam pengembangan dan pengkajiannya selaras dengan perkembangan peradaban dan kemajuan teknologi manusia oleh karena 3 alasan, yaitu : Komunikasi sebagai ilmu, komunikasi sebagai penelitian, dan komunikasi sebagai keterampilan. Pertama, komunikasi sebagai ilmu mengajarkan keterampilan dengan berbagai konsentrasi seperti jurnalis, public relation officer, ahli manajemen komunikasi, politisi, ulama, ilmuan, diplomat, presenter radio dan tv dan sebagainya. Kedua, komunikasi sebagai penelitian, yakni sebagai bidang ilmu yang dapat mengkaji berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat sebab fenomena komunikasi terdapat dalam setiap lapisan dan aktivitas kehidupan sosial manusia. Ketiga, komunikasi sebagai keterampilan. Keterampilan komunikasi atau kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup pada hal –hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi konten atau kandungan dan bentuk pesan komunikasi. Ilmu komunikasi mulai berkembang di eropa dan amerika serikat. Di negeri paman sam, studi komunikasi tumbuh lewat program studi speech (pidato) dan theater (teater) yang bernaung dibawah departemen sosial yang juga mengayomi ilmu psikologi. Tahun 1914 untuk pertama kali AS mendirikan the national communication association. Pada pertengahan tahun 1960 hadir berbagai lembaga yang melenggarkan kursus untuk para praktisi ini turut menyumbang studi komunikasi sebagai disiplin baru. Sejak saat itu studi komunikasi semakin maju dengan dukungan berbagai disiplin lain, terutama karena munculnya kesadaran bahwa komunikasi sangat membutuhkan ilmu lain. Perkembangan awal ilmu komunikasi telah menampilkan 3 perspektif alternatif, yaitu : 1) Perspektif sistem, yang menekankan studi tentang peranan dan fungsi struktur dan organisasi dari semua komponen sistem komunikasi. Perspektif ini jarang dan bahkan tidak pernah mau mereduksi peranan dan fungsi salah satu atau dua komponen dari sistem komunikasi. Perspektif sistem juga mulai menaruh perhatian pada riset-riset komunikasi yang berbasis pada contemporary treatments (Contractor, 1994; Watt dan Van Lear, 1995), yakni memiliki gerak perubahan sistem komunikasi dari suatu struktur tertentu yang relatif paten ke struktur yang semraut. (Monge, 1977; Wtazlawick et al., 1967). 2) Perspektif interpretif, yang memfokuskan penelitian pada “makna” interaksi sosial (meaning of social interaction). Tipe penelitian seperti ini memang patut diperhitungkan karena lebih berkemampuan menjelaskan interaksi sosial sebagai realitas sosial dan situasi empiris sesungguhnya. (Putnam, 1983) 3) Perspektif kritis memfokuskan studi pada aspek-aspek kritis dari realitas sosial misalnya, relasi atau komunikasi kekuasaan, komunikasi yang dipengaruhi pada kekuasaan atau ketergantungan pada struktur, termasuk ketergantungan pada modal dan material yang menimbulkan konflik komunikasi. Tema ini tak banyak berbeda dengan budaya popular (Grossberg, 1992), isu gender (Treichler & Kramarae, 1988), dan seksualitas (Vance, 1987) yang acap kali mendorong strategi intervensi bagi perubahan diskursus (suatu bentuk komunikasi baik secara lisan maupun tulisan) dan kondisi sosial tertentu. Kini ilmu komunikasi sebagai ilmu sosial telah memasuki abad ke-21, dan seiring perkembangan kecerdasan manusia dan kehadiran teknologi media baru, maka ilmu komunikasi sedang dan akan terus menghadapi berbagai perspektif yang tidak saja baru tetapi perspektif alternatif yang sama sekali tak dipikirkan sebelumnya. Brent D. Ruben & Lea P. Stewart mengungkapkan bahwa studi ilmu komunikasi adalah bidang yang paling populer dan menarik sebab ia adalah ilmu yang interdislipiner mengkaji tentang teori dan praktik atau terapan, sebagaimana terlukis dalam ungkapan berikut : “Jika anda tertarik pada ilmu sosial, seni, atau profesi; andai minat anda semata-mata pekerjaan atau sebagian besar akademik; kalau minat anda adalah memahami secara baik diri sendiri, hubungan, kelompok, organisasi, budaya, atau hubungan internasional; bila pusat perhatian anda adalah bidang yang sangat penting dan berguna untuk dipelajari” Akhirnya dapat disimpulkan ilmu komunikasi sangat penting untuk dipelajari dikarenakan proses komunikasi merupakan proses yang sangat kompleks. Untuk dapat menggunakan dan menganalisanya secara efektif harus dilakukan secara terlatih sebab “kita tidak dapat tidak berkomunikasi”. Komunikasi merupakan aktivitas yang meresap kedalam kehidupan kita sekarang yang menentukan kualitas kehidupan kita sebagai individu, anggota keluarga, profesional, dan anggota komunitas masyarakat.