Uploaded by User33405

Aspirin Dapat Mencegah Keguguran

advertisement
Aspirin Dapat Mencegah Keguguran
Dr. Anil Batta
Pendahuluan
Abortus spontan merupakan suatu kehilangan besar bagi semua wanita hamil yang
terjadi pada sekitar 1% wanita. Tiga puluh persen kehamilan mengalami abortus dalam
periode antara implantasi dan minggu keenam. Usia ibu dan riwayat abortus sebelumnya
meningkatkan risiko abortus pada kehamilan berikutnya. Hingga saat ini, belum ditemukan
manajemen abortus rekurens yang tepat; hampir 50% kasus abortus berulang tidak
memiliki etiologi yang jelas. Investigasi dan manajemen keguguran berulang adalah salah
satu topik yang paling diperdebatkan hingga saat ini.
Ulasan ini bertujuan untuk memberikan pendekatan berbasis bukti untuk mengelola
abortus rekurens agar relevan secara klinis. Kehamilan adalah kondisi hiperkoagulatif.
Selama satu dekade terakhir, banyak bukti yang menunjukkan bahwa beberapa kasus
abortus rekuren dan komplikasi kehamilan disebabkan oleh respon hemostatik yang
berlebihan selama kehamilan yang mengarah pada terjadinya trombosis dan infark plasenta.
Pertama, mikrotrombi adalah temuan umum pada pembuluh darah plasenta wanita dengan
abortus rekurens; kedua, trombosis plasenta telah dijelaskan berhubungan dengan defek
trombofilik individu; dan ketiga, terdapat peningkatan prevalensi defek trombofilik bawaan
dan didapat di antara wanita dengan adanya gangguan kehamilan pada semua usia
kehamilan.
Aspirin dosis rendah merupakan anti-platelet yang menghambat siklooksigenase
platelet secara ireversibel sehingga menurunkan produksi tromboksan A2 (TXA2), sebuah
vasokonstriktor yang kuat. Aspirin telah banyak digunakan dalam upaya untuk mengobati
wanita hamil dengan abortus rekurens terkait dengan antibodi antifosfolipid (aPL), defek
trombofilik yang didapat, dan kondisi auto-imun lainnya (Kutteh, 1996; Laskin et al., 1997;
Rai et al., 1997). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peran aspirin dosis
rendah dalam meningkatkan angka kelahiran berikutnya di antara wanita yang mengalami
abortus rekurens atau abortus lambat yang tidak diketahui penyebabnya secara jelas.
Material dan metode
Subjek
Dilakukan sebuah studi observasional tentang hasil akhir kehamilan prospektif dari
1055 wanita yang memiliki riwayat (i) tiga atau lebih abortus dini berturut-turut (<13
minggu kehamilan; n = 805) atau (ii) setidaknya satu abortus lambat (> kehamilan 13
minggu) ; n = 250) (Tabel I). Dilakukan investigasi pada semua wanita sesuai dengan
protokol dengan penyebab abortus yang tidak diketahui. Singkatnya, semua wanita
memiliki kariotipe darah perifer yang normal, seperti halnya pasangan mereka, (ii) anatomi
uterus normal dibutkikan dengan USG dan (iii) hasil tes aPL negatif secara persisten.
Semua wanita hamil secara spontan dan hanya kehamilan tunggal yang diteliti. Kami telah
menggunakan berbagai kata kunci dan istilah MeSH yang berbeda untuk menghasilkan
sekumpulan hasil dengan digabungkan untuk memberikan hasil yang paling relevan. Bukti
tersebut dicari menggunakan etiologi abortus rekuren. Kata kunci yang digunakan:
recurrent miscarriage, recurrent pregnancy loss, habitual abortions, pregnancy failures,
unexplained, and idiopathic miscarriage dan idiopathic miscarriage; dan kata-kata ini
dikombinasikan dengan berbagai faktor yang diketahui sebagai penyebab atau terapi
abortus. Hasil pencarian digabung dan sebagian besar hasil yang relevan dikelompokkan
untuk dilakukan penilaian kritis (critical appraisal). Bukti juga diambil dari semua
rekomendasi yang ada. Meta-analisis berkualitas baik dinilai dan diterima secara kritis.
Bukti dinilai sebagai (I-IV).
1. Meta-analisis berkualitas tinggi, tinjauan sistematis uji coba terkontrol acak atau
uji coba terkontrol acak dengan risiko bias sangat rendah
2. Meta-analisis, tinjauan sistematis uji coba terkontrol acak atau uji coba terkontrol
acak dengan risiko bias tinggi atau studi kasus-kontrol atau kohort berkualitas
tinggi
3. Studi kasus-kontrol atau kohort yang dilakukan dengan baik dengan risiko
perancu, bias
4. Studi non analitik, mis. laporan kasus, seri kasus
5. Pendapat ahli
Tabel I. Detail Demografi
Aspirin
Tanpa aspirin
Abortus dini: usia kehamilan <13 minggu.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok.
Hanya abortus dini rekurens (jumlah)
367
438
Median usia (rentang; tahun)
34 (20–45)
34 (20–46)
Median jumlah abortus sebelumnya
(rentang)
3 (3–14)
3 (3–14)
Kelahiran hidup sebelumnya
Abortus lambat sebelumnya (jumlah)
Median usia (rentang; tahun)
Median jumlah abortus lambat sebelumnya
(rentang)
Kelahiran hidup sebelumnya
171 (46.6%) 179 (40.9%)
189
61
33 (20–43) 34 (21–44)
1 (1–3)
1 (1–3)
107 (56.6%) 32 (52.4%)
Manajemen selama kehamilan
Para wanita dibagi menjadi dua kelompok – yang menerima aspirin dosis rendah
(100mg setiap hari) dan tidak menerima aspirin. Aspirin dimulai dalam 5 minggu amenorea
dan dilanjutkan hingga persalinan. Kedua kelompok mengonsumsi asam folat (400 μg
setiap hari) sampai usia kehamilan 14 minggu sebagai profilaksis neural tube defect. Tidak
ada wanita yang mengonsumsi heparin. Semua wanita didorong untuk melakukan
kunjungan ke klinik kehamilan awal khusus yang menawarkan layanan suportif dan
pemindaian ultrasonografi trimester pertama. Poli rawat jalan obstetri ginekologi kami
merupakan pusat rujukan negara bagian, oleh karena itu mayoritas wanita yang kita temui
telah
menerima
konseling
dari
berbagai
dokter
yang
sebagian
besar
telah
merekomendasikan pengobatan aspirin secara empiris. Salah satu tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk memberikan data agar para klinisi memiliki dasar klinis untuk
merekomendasikan terapi aspirin selama kehamilan.
Hasil Studi
Wanita dengan abortus dini berulang tanpa penyebab yang jelas memiliki peluang
keberhasilan kehamilan berikutnya yang berhasil (Tabel II). Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada angka kelahiran hidup antara mereka yang menggunakan aspirin (251/367;
68.4%) dibandingkan dengan mereka yang tidak minum aspirin [278/438; 63.5%; OR 1.24;
CI 95% 0.93-1.67]. Hubungan ini tidak bergantung pada jumlah abortus dini sebelumnya
(Gambar 1). Sebaliknya, wanita dengan riwayat abortus lambat sebelumnya yang
mengonsumsi aspirin memiliki angka kelahiran hidup yang jauh lebih tinggi (122/189;
64.6%) dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi aspirin (30/61; 49.2%: OR
1.88; 95% CI 1.04–3.37) (Tabel III). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam usia
kehamilan saat persalinan atau berat lahir antara mereka yang mengonsumsi aspirin dan
mereka yang tidak menggunakan aspirin (Tabel II dan III). Tidak ada bayi yang mengalami
kelainan kongenital. Median usia kehamilan terjadinya abortus pada wanita dengan riwayat
abortus lambat sebelumnya yang mengonsumsi aspirin adalah 14,6 minggu (rentang antara
5.2-22.8) dibandingkan dengan 8,9 minggu (rentang 5.6-18.4) di antara mereka yang tidak
mengonsumsi aspirin (P<0,001). Pada wanita dengan abortus dini rekurens, analisis
kariotipe dari produk konsepsi berhasil dilakukan pada 34 wanita yang mengonsumsi
aspirin yang mengalami abortus (34/116; 29%) dan 61 wanita yang tidak mengonsumsi
aspirin yang mengalami abortus (61/160; 38%: tidak berbeda secara signifikan). Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam insiden kehamilan kariotipe abnormal antara pasien yang
mengonsumsi aspirin (15/34; 44%) dan yang tidak mengonsumsi aspirin (22/61; 36%).
Pembahasan
Aspirin dosis rendah secara signifikan meningkatkan angka kelahiran hidup pada
wanita riwayat abortus lambat. Namun, tidak didapatkan manfaat aspirin pada wanita
dengan abortus dini rekurens tanpa penyebab yang jelas. Aspirin menghambat aksi enzim
siklooksigenase dan dengan demikian menekan produksi TXA2 dalam trombosit. Dalam
dinding sel vaskular, siklooksigenase juga bertanggung jawab pada konversi asam
arakidonat menjadi prostasiklin (PGI2). TXA2 menginduksi agregasi platelet dan
vasokonstriksi, sementara PGI2 menghambat agregasi platelet dan menginduksi
vasodilatasi7.
Tabel II. Hasil Kehamilan Masa Mendatang dari Wanita yang Mengalami Abortus
Dini Rekuren yang Tanpa Penyebab yang Jelas
Tabel III. Hasil Kehamilan Masa Mendatang dari Wanita yang Mengalami Abortus
Lambat Tanpa Penyebab yang Jelas
Wanita dengan riwayat abortus dini berulang pada usia kehamilan 4 – 7 minggu
mengalami kelebihan produksi TXA2 dan pada minggu ke 8 – 11 mengalami defisiensi
PGI2, dibandingkan dengan wanita yang sebelumnya tidak memiliki abortus. Perubahan ini
terjadi paling besar pada kehamilan yang berujung abortus. Pergeseran dalam rasio
TXA2:PGI2, ke arah TXA2, dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet dalam
trofoblas, menyebabkan berkembangnya mikrotrombi dan nekrosis plasenta. Dalam sebuah
penelitian kecil pada wanita dengan abortus dini dilaporkan bahwa meski aspirin
memperbaiki abnormalitas biokimia ini, aspirin tidak mempengaruhi angka terjadinya
abortus. Terdapat beberapa kemungkinan alasan kurangnya efektifnya aspirin dosis rendah
dalam memperbaiki hasil kehamilan wanita dengan abortus dini rekurens. Pertama, adanya
sebagian wanita dengan abortus dini rekurens yang mengalami tiga kejadian abortus
berturut-turut murni secara kebetulan saja dan tidak memiliki kelainan patologis yang
mendasarinya; kedua, aspirin mungkin benar-benar tidak memiliki efek/pengaruh; ketiga,
dosis aspirin mungkin terlalu rendah; keempat aspirin hanya bermanfaat bagi subkelompok
wanita dengan abortus dini berulang yang berhubungan dengan defek trombofilik.
Memang, studi terkontrol acak menunjukkan bahwa aspirin hanya bermanfaat bagi wanita
dengan aPL, yang merupakan defek trombofilik yang didapat. Dalam studi ini, wanita
mengonsumsi aspirin dosis rendah (75mg setiap hari). Dosis aspirin ini, atau dosis harian
yang bahkan lebih rendah dari 60mg, telah sering digunakan dalam penelitian kehamilan
yang meneliti efek aspirin pada kejadian pre-eklampsia. Dosis ini berasal dari studi yang
meneliti efek aspirin pada tingkat infark miokard. Dalam studi kardiovaskular ini, dosis
aspirin yang lebih rendah (60-150mg/hari) ditemukan sama efektifnya dengan dosis yang
lebih tinggi (hingga 1000mg/hari) dengan efek samping yang lebih sedikit. Hal ini mungkin
tidak terjadi pada kehamilan, karena mekanisme yang mendasari efek kardioprotektif dari
aspirin berbeda dengan kehamilan.
Aspirin dosis rendah secara signifikan meningkatkan angka kelahiran hidup
prospektif di antara wanita dengan riwayat abortus lambat sebelumnya. Hal ini mendukung
hipotesis bahwa sejumlah kasus abortus pada trimester kedua dan komplikasi kehamilan
lanjut memiliki etiologi trombotik. Jumlah abortus lambat yang secara signifikan lebih
tinggi di antara wanita yang mengonsumsi aspirin merupakan temuan penting yang perlu
diteliti lebih lanjut. Kemungkinan besar pada wanita yang mengalami abortus lambat,
aspirin dengan dosis harian 75mg cukup untuk mempertahankan kehamilan hingga usia
kehamilan 14 minggu, namun tidak cukup untuk mempertahankan kehamilan hingga tahap
viabel. Dosis aspirin yang lebih tinggi mungkin dapat meningkatkan angka kelahiran hidup.
Meski tidak ditemukan studi yang mempelajari efek aspirin dengan dosis yang bervariasi,
sebuah studi tentang aspirin dan pre-eklampsia melaporkan angka kelahiran hidup yang
sangat baik pada wanita yang menerima titrasi dosis aspirin terhadap volume rerata platelet.
Kesimpulan
Saat ini didapatkan bukti bahwa pada banyak kasus abortus rekurens dan
komplikasi kehamilan lanjut ditemukan etiologi trombotik. Meskipun penggunaan aspirin
dosis rendah secara empiris pada wanita dengan abortus dini berulang tanpa penyebab yang
jelas belum dapat dibuktikan, didapatkan peran aspirin dengan dosis yang lebih tinggi pada
wanita dengan abortus dini terkait dengan abnormalitas trombofilik dan pada wanita
dengan abortus lambat.
Download