TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Ginting (1995), sistematika jagung adalah sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiosperma Klass : Monocotyledonae Ordo : Glumiflorae Famili : Graminae Genus : Zea Spesies : Zea mays Sistem perakaran jagung sama seperti tanaman Graminae lain, merupakan akar serabut yang terdiri dari 3 tipe. Yang pertama yaitu akar sementara (seminal roots) yang berkembang dari radicle (akar kecambah) embrio. Akar sementara biasanya berjumlah 3 – 4 dan seluruhnya hidup dalam jangka waktu tertentu. Kedua adalah akar permanen (adventitious roots) yang berasal dari nodia (buku) paling bawah. Panjangnya sekitar 3 – 4 cm kebawah permukaan tanah. Yang ketiga adalah akar tunggang (brace or purp roots) yang berasal dari lingkaran dua atau lebih nodia bawah yang tertutup oleh tanah (Singh, 1987). Batang tanaman jagung kaku dan tingginya berkisar antara 1,5 m - 2,5 m dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang – seling yang berasal dari setiap buku. Buku batang mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan Universitas Sumatera Utara membungkus rapat – rapat panjang batang utama. Sering melingkupi hingga buku berikutnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kedudukan daun jagung distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam kedudukan berselang - seling) dengan pelepah – pelepah daun yang saling bertindih dan daunnya lebar dan relatif panjang.epidermis daun bagian atasnya biasanya berambut halus dan mempunyai baris – baris sel yang membuyar berbentuk gelembung (buliform) yang dengan penambahan turgor, menyebabkan daun menggulung atau membuka. Permukaan daun bagian bawah glabrus (tanpa rambut) dan biasanya mempunyai agak lebih banyak stomata daripada permukaan daun bagian atas (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Jagung merupakan tanaman berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini menghasilkan satu atau beberapa tongkol (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Bunga jantan jagung berada di puncak batang dalam bentuk malai di ujung. Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari. Telah di hitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk sari. Bunga betina tumbuh di bagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk atau sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih daun yang disebut kulit ari. Muncul dari ujung tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks), yaitu kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutera ini lengket, sehingga serbuk sari mana pun yang tertiup ke arah rambut ini akan melekat. Setiap rambut di hubungkan oleh tangkai putik yang panjang ke bakal buah tunggal yang setelah di Universitas Sumatera Utara buahi menjadi biji atau inti biji (kernel). Pada bunga jantan biasanya memencarkan serbuk sari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama masak. Ketika kepala putik bunga betina menjadi reseptif, maka serbuk sari dari tanaman jagung yang bersebelahan tertiup angin dan akan menempel padanya, sehingga terjadi penyerbukan silang (Loveless, 1989). Biji tertempel kuat pada suatu poros yaitu tongkol. Seluruh tongkol terbungkus, sering kali sangat rapat oleh pelepah – pelepah daun yang berubah yang disebut kelobot, sehingga menghasilkan suatu perlindungan alami tongkol yang sedang masak dari serangan hama dilapangan (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Jagung memiliki buah matang berbiji tunggal yang sering disebut karyopsis. Biji jagung gepeng dengan permukaan atas cembung atau cekung dan dasar runcing. Terdiri dari endosperma yang mengelilingi embrio. Warna biji biasannya putih atau kuning. Kultivar tertentu memiliki campuran biji warna putih dan kuning pada tongkol yang sama (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Syarat Tumbuh Iklim Untuk mendapatkan produksi jagung yang optimal, jagung membutuhkan distribusi zat hara secara terus menerus. Jagung merupakan tanaman tropik yang membutuhkan temperatur yang tinggi pada siang dan malam. Suhu yang paling baik pada siang hari berkisar antara 200C – 470C (680F – 800F), dan suhu pada malam hari 140C (570 F). benih tidak akan berkecambah dengan baik pada Universitas Sumatera Utara temperatur kurang dari 100C (500F) dan suhu diatas 400C (1040F) akan menurunkan penyerbukan (Hartmann, et al, 1981). Jagung merupakan tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan. Jagung dapat tumbuh mulai dari daerah dataran rendah sampai ke dataran tinggi dengan ketinggian 3700 m dpl. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak 00 – 600 LU hingga 00 – 400 LS, dengan curah hujan tahunan yaitu 250 mm/tahun (tanpa irigasi), dari daerah dingin sampai daerah tropis. Hal ini mungkin terjadi karena jagung mempunyai keragaman genetik dan kemampuan setiap genotip untuk beradaptasi di daerah yang ekstrim (Singh, 1987). Benih jagung sebaiknya ditanam menjelang musim penghujan. Jika penanamanya terlambat, tanah akan menjadi terlalu basah bagi pertumbuhannya dan butir jagung yang terdapat dalam tongkolnya tidak akan penuh karena tanah tempat pertumbuhannya menjadi terlalu kering (Kertasapoetra, 1988). Cekaman kelengasan yang paling kritis terjadi selama pembentukan rambut dan pengisian biji. Kekurangan air dalam waktu singkat biasanya masih dapat di toleransi dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji. Namun, kekurangan air yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat secara nyata menurunkan bobot kering biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanah Macam tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah tanah aluvial atau lempung yang subur, terbebas pengairannya karena tanaman jagung tidak toleran pada genangan air. Pada tanah yang terlalu lembab, penanaman Universitas Sumatera Utara hendaknya diatur sedemikian rupa agar buah jagung cukup matang untuk di panen pada permulaan musim kering (Kertasapoetra, 1988). Tanaman jagung tumbuh di daerah tropik yang memiliki irigasi yang baik, tanah yang subur tetapi jika dengan pemupukan yang cukup maka tanaman jagung dapat tumbuh di beberapa jenis tanah. Tanah yang baik adalah tanah yang gembur, remah, menyuplai banyak bahan organik dan mempunyai draenase yang baik (Hartmann, et all, 1981). Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah. Tanah liat lebih disukai karena mempunyai lengas yang tinggi. Tanaman ini peka terhadap tanah masam dan tumbuh baik pada pada kisaran pH antara 6,0 – 6,8 dan agak toleran terhadap kondisi basa (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Varietas Bersari Bebas Benih varietas bersari bebas adalah varietas yang benihnya dapat digunakan secara terus – menerus pada setiap penanaman. Secara umum varietas bersari bebas dapat dibagi atas dua golongan, yaitu varietas sintetik dan varietas komposit. Benih varietas komposit berasal dari campuran sejumlah plasma nutfah yang telah mengalami perkawinan acak. Sementara varietas sintetik berasal dari campuran dua atau lebih perkawinan sendiri (Adisarwanto dan Widyastuti, 2004). Salah satu untuk meningkatkan produksi jagung ialah dengan menggunakan varietas unggul atau Hibrida. Hibrida dapat memberikan hasil biji lebih tinggi daripada varietas bersari bebas. Namun harga benih hibrida jauh lebih mahal daripada benih varietas bersari bebas., dan setiap kali tanam, petani harus membeli benih baru. Varietas atau populasi merupakan bahan dasar pembentukan Universitas Sumatera Utara jagung hibrida. Oleh karena itu, tingkat produksi jagung hibrida tergantung kepada bahan dasar atau varietas yang digunakan dalam pembuatan hibrida. Oleh karena itu perbaikan populasi harus terus dilakukan. Selain itu, produksi varietas bersari bebas juga sederhana dan dapat dengan mudah dilaksanakan oleh petani (Dahlan, 1988). Frekuensi gen varietas bersari bebas tidak akan berubah dari generasi ke generasi apabila tidak terjadi seleksi, difrensiasi mutasi dan migrasi, serta terganggunya kawin acak (misalnya karena jumlah tanaman terlalu sedikit). Oleh karena itu, varietas bersari bebas akan lebih mudah menyebar dari satu petani yang satu kepada yang lain (Dahlan, 1988). Persilangan Resiprok Persilangan Resiprok adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua induk berperan sebagai pejantan dalam satu persilangan, dan sebagai betina dalam persilangan yang lain. Seleksi berulang resiprokal memperbaiki kemampuan berkombinasi spesifik maupun umum. Caranya adalah dengan melakukan seleksi terhadap dua populasi dengan waktu yang bersamaan (Welsh, 1991). Seleksi berulang timbal balik melibatkan dua populasi yang diperbaik bersama – sama. Prosedur ini dianjurkan oleh Comstock, Robinson, dan Harvey yang berpendapat bahwa efek heterosis itu mungkin disebabkan adanya gen – gen dominan dan sebagian lagi oleh adanya gen over dominan. Populasi yang satu digunakan sebagai tetua penguji untuk yang lain. Jadi apabila ada populasi A dan B, maka populasi galur A disilang puncakkan dengan populasi B dan sebaliknya. Universitas Sumatera Utara Seleksi ini diharapkan dapat meningkatkan heterosis antara kedua populasi sehingga hibrida yang didapat memberikan hasil yang lebih tinggi (Dahlan, 1988). Bahan – bahan induk sedapat mungkin mempunyai sifat – sifat genetis yang jauh berbeda (divergent), tetapi dapat mengadakan kombinasi secara baik, karena hibrida yang akan dibuat merupakan persilangan antara galur – galur dari kedua bahan tersebut (Moentono, 1988) Pengujian Tetua Pada tanaman menyerbuk silang setiap individu tanaman adalah heterozigot dan bila tanaman di lapangan akan terjadi persilangan dari tanaman heterozigot di sekitarnya. Persilangan untuk menciptakan populasi baru untuk menggabungkan sifat-sifat baik yang diinginkan dari kedua tetua yang diwariskan pada turunannya disebut hibridisasi (Hasyim, 1999). Peristiwa ketegaran hibrid dan tekanan inbreeding telah sejak lama dikenal pada tanaman jagung. Ketegaran hibrid atau heterosis didefenisikan sebagai meningkatnya ketegaran (vigor) dan besar turunan F1 melebihi kedua tetua, bila dua galur inbreed disilangkan (Makmur, 1992). Tersedianya induk yang membatasi variabilitas genetik suatu program serta penyeleksiannya merupakan suatu keputusan yang menentukan. Jika pemulia salah dalam menentukan induk, maka kemungkinan untuk mencapai kemajuan dalam genetik akan menurun. Keragaman populasi yang tinggi dengan sasaran yang spesifik dapat juga di gunakan sebagai sumber induk persilangan. Batas – batas seleksi yang efisien menentukan jumlah seluruh keturunan, yaitu Universitas Sumatera Utara sejauh keragam genetiknya tidak ada. Jika dijumpai ada keragaman genetik maka penentuan tanaman induk dapat segera dilakukan. (Welsh, 1991). Suatu galur atau populasi disilangkan dengan galur tertentu menunjukkan heterosis yang tinggi, tapi jika disilangkan dengan galur lain mungkin tidak menunjukkan heterosis yang tinggi. Dengan demikian galur tersebut mempunyai pasangan yang spesifik untuk menghasilkan hibrida yang hasilnya tinggi atau biasa disebut galur tersebut mempunyai daya gabung khusus tinggi/baik (Takdir, dkk, 2005). Galur inbreed disilangkan satu sama lain kemudian dilihat penampilan F1 nya. Apabila suatu galur inbreed yang disilangkan dengan berbagai galur inbreed menghasilkan F1 dengan penampilan rata – ratanya baik, maka galur inbreed tersebut dikatakan mempunyai daya gabung umum yang baik. Apabila suatu galur inbreed hanya menampilkan F1 yang baik bila disilangkan dengan galur inbreed tertentu, maka galur inbreed tersebut mempunyai daya gabung khusus (Spesific Combining Ability) (Sunarto, 1997). Kemampuan berkombinasi spesifik (Spesific Combining Ability=SCA) merupakan penampilan ekspresi antara dua galur yang merupakan hasil gen – gen dominan, epistasi dan aditif (Welsh, 1991). Dalam memilih kombinasi persilangan terbaik yang memanfaatkan Daya Gabung Khusus (DGK), secara ideal hendaknya hibrida yang terpilih harus memiliki DGK tinggi untuk hasil, mutu, dan indeks tanam serta nilai rata – rata tanaman yang tinggi. Jika DGK rendah pada semua sifat yang diamati berarti tetua – tetua dan hibrida ini tidak sesuai untuk disilangkan karena gen – gen yang Universitas Sumatera Utara berguna yang disumbangkan pada setiap tetua hanya sedikit atau tidak ada untuk semua sifat. Kombinasi persilangan yang memiliki DGK yang tinggi menunjukkan bahwa tetuanya sesuai untuk dikombinasikan karena menyumbangkan gen – gen berguna yang banyak bagi keturunannya (Samuddin, 2005). Pada dasarnya tanaman dan lingkungannya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk dapat berkembang dengan baik dan menyelesaikan siklus hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan tumbuh yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh. Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologis proses kehidupan (Sitompul dan Guritno, 1995). Heritabilitas didefenisikan sebagai proporsi keragaman yang disebabkan oleh faktor genetis terhadap keragaman fenotip dari suatu populasi. Keragaman variasi dari suatu populasi disebabkan oleh faktor genetis (V2g) dan faktor lingkungan (V2e) (Hasyim, 1999). Heritabilitas secara teoritis berkisar 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 ialah bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas terletak pada kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991). Heritabilitas dinyatakan dengan persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan varian genetik besar dan varian lingkungan kecil (Crowder, 1997) Universitas Sumatera Utara