I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung merupakan makanan utama bagi masyarakat Amerika Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai makanan pokok. Lampung adalah penghasil utama jagung setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Lampung belakangan ini bahkan sudah berhasil menggeser Jawa Tengah sebagai penghasil utama jagung. Pada tahun 2004, Lampung memproduksi jagung sebanyak 1,2 juta ton, kemudian 1,4 juta ton tahun 2005, turun menjadi 1,2 juta ton tahun 2006, dan sekitar 1,5 juta ton tahun 2007. Kontribusi jagung Lampung atas produksi nasional tahun 2006 mencapai 10,20 persen, dan tahun 2007 diperkirakan hanya 9,92 persen (Anonim, 2009). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan budidaya tanaman jagung adalah benih yang unggul dan berkualitas. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa benih unggul saat ini adalah benih hibrida yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh petani kita. Benih hibrida yang baik haruslah memenuhi syarat 2 antara lain : daya tumbuh tinggi, produksi tinggi, tahan penyakit dan dapat diterima oleh pasar. Pengelolaan budidaya yang baik akan membuat benih jagung hibrida mampu berproduksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam usaha peningkatan prokdusi jagung, petani dihadapkan pada berbagai permasalahan, salah satunya adalah permasalahan penyakit. Kehilangan hasil jagung akibat penyakit dilaporkan bervariasi. Namun, Shurtleff (1980) mengemukakan perkiraan kehilangan hasil jagung akibat penyakit dalam skala dunia mencapai 9,4%. Khusus penyakit bulai, kehilangan hasil dapat mencapai 100% pada varietas rentan (Sudjadi, 1979). Penyakit bercak daun dapat menyebabkan penurunan hasil 90%, sedangkan penyakit hawar daun 70% (Sudjono, 1988). Penyakit busuk batang dapat menyebabkan kerusakan tanaman hingga 65% pada varietas rentan (Wakman & Suherman, 1998). Penyakit bulai (java downy mildew) pada tanaman jagung disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis. Penyakit ini menyerang jagung, dan dapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 100%, seperti yang terjadi di Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al., 1996). Penggunaan varietas unggul merupakan cara paling efektif untuk mengendalikan serangan penyakit, karena selain mudah dan murah bagi petani, penggunaan kultivar tahan juga tidak meninggalkan residu kimiawi yang berbahaya. Tanaman jagung yang digunakan merupakan produksi dari PT. Monsanto Indonesia yaitu galur D173, D175, F006, F013, dan C211. Kelima galur ini merupakan hasil persilangan dari tetua yang tahan terhadap penyakit dan memiliki potensi produksi yang tinggi. 3 Dipandang dari bagaimana suatu kultivar (varietas) jagung dikenal menjadi berbagai tipe kultivar yaitu: (1) galur murni, merupakan hasil seleksi terbaik dari galur-galur terpilih, (2) komposit, dibuat dari campuran beberapa populasi jagung unggul yang diseleksi untuk keseragaman dan sifat-sifat unggul, (3) sintetik, dibuat dari gabungan beberapa galur jagung yang memiliki keunggulan umum (daya gabung umum) dan seragam, dan (4) hibrida, merupakan keturunan langsung (F1) dari persilangan dua, tiga, atau empat galur yang diketahui menghasilkan efek heterosis. Sebelum galur dilepas, galur tersebut harus diuji ketahanannya terhadap sebanyak mungkin lokasi (Agrios, 1996). Begitu juga dengan kelima galur baru tersebut, untuk mengetahui bahwa galur baru tersebut benar-benar tahan terhadap beberapa penyakit bulai maka perlu dilakukan pengujian dibeberapa lokasi, salah satunya di Propinsi Lampung. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan beberapa galur jagung terhadap penyakit bulai di lapang. C. Kerangka Pemikiran Penyakit bulai disebabkan oleh jamur Perenosclerospora maydis Rac. Shaw, penyakit ini paling berbahaya dan paling banyak menurunkan produksi jagung. 4 Penyakit bulai ditandai dengan warna daun tanaman muda yang mendadak menjadi bergaris-garis kuning pucat (klorosis) atau bahkan putih yang kemudian menyebar ke seluruh daun. Pada serangan yang berat, seluruh tubuh tanaman berwarna kuning pucat dan kemudian mati. Pada dikotil, serangan downy mildew dikenal memberikan gejala yang berbeda dan dikenal sebagai penyakit embun (Anonim, 2010a). Kerugian akibat serangan penyakit bulai pada tanaman jagung sebanding dengan penurunan produktivitasnya. Artinya bila intensitas keparahan penyakit akibat serangan bulai mencapai 50% maka mengakibatkan penurunan produktivitas jagung sebesar 50% pula (Azri, 2009). Cara yang paling baik, aman, murah dan efisien memberantas ataupun mencegah penyakit bulai adalah menanam varietas tahan. Ketahanan terhadap penyakit bulai yang disebabkan oleh P. maydis mendapatkan perhatian yang tinggi dalam pemuliaan jagung di Indonesia. Karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dikendalikan oleh banyak gen atau bersifat poligenik (Hakim & Dahlan, 1972 dalam Sugiono dkk., 1995). Ketahanan terhadap penyakit yang secara genetik dikendalikan oleh satu, beberapa atau banyak gen untuk ketahanan pada tumbuhan dikenal dengan ketahanan sejati (true resistance). Ada dua jenis ketahanan sejati, yaitu ketahanan horizontal dan ketahanan vertikal. Khususnya ketahanan vertikal mudah diatangani oleh para pemulia tumbuhan (Semangun, 2001). Ketahanan horizontal dikendalikan oleh banyak gen dan bersifat tersebar merata terhadap semua ras patogen tertentu. Secara umum, ketahanan horizontal tidak melindungi tumbuhan dari infeksi yang terjadi tetapi ketahanan horizontal 5 memperlambat perkembangan patogen yang menginfeksi tumbuhan dan dengan demikian menurunkan penyebaran penyakit dan perkembangan keterjadian penyakit dilapangan (Agrios, 1996). Ketahanan vertikal dikendalikan oleh satu atau dua gen yang bersifat spesifik terhadap satu strain patogen. Ketahanan vertikal yang bersifat spesifik terhadap strain patogen itu sangat mudah dipatahkan oleh perubahan strain patogen. Perubahan strain patogen akan berakibat pada varietas yang sebelumnya tahan menjadi rentan terhadap patogen. Patogen memiliki beberapa ras yang mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerang varietas tertentu dari tanaman inang. Varietas tanaman inang mempunyai gen ketahanan atau gen kerentanan yang berbeda reaksinya terhadap ras patogen dengan virulensi atau avirulensinya. Keturunan varietas tanaman inang bereaksi terhadap patogen yang sama dengan cara yang sama seperti tanaman induknya. Begitu pula keturunan setiap jenis patogen akan memberikan pengaruh yang sama terhadap tanaman inang seperti tetuanya. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan atau kerentanan tanaman terhadap patogen dapat diwariskan (Laila, 2007). Karena itu pengujian ketahanan tanaman jagung terhadap penyakit bulai perlu dilakukan untuk mendapatkan varietas tahan. Penelitian ini menggunakan 5 keturunan F1 hasil produksi PT. Monsanto, dilakukan sebagai seleksi untuk mendapatkan varietas jagung yang tahan penyakit bulai. Lima galur baru yang diuji antara lain C211, D173, D175, F006, dan F013 dibandingkan dengan empat varietas jagung yang telah lama beredar, yaitu DK3, P21, NK22, dan BISI2. Sembilan varietas yang diuji ini merupakan jenis jagung hibrida. 6 Dari penelitian yang dilakukan diharapkan diperoleh jenis varietas yang lebih tinggi ketahanannya terhadap penyakit bulai yang berupa ketahanan vertikal yang lebih baik yang diwariskan dari induk persilanganya dibandingkan varietas yang telah lama beredar. Secara umum sifat ketahanan vertikal mempunyai ciri-ciri biasanya diwariskan oleh gen tunggal atau hanya sejumlah kecil gen, relatif mudah diidentifikasi dan banyak dipakai dalam program perbaikan ketahanan genetic (Van der Plank, 1963 dalam Sutopo dan Saleh, 1992). D. Hipotesis Galur C211, D175, D173, F013, dan F006 memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai yang lebih baik daripada P21, NK22, DK3, dan BISI2.