LOGIKA DAN FILSAFAT (REVIEW MATERI) D I S U S U N Oleh : Ade Berlian Hulu (16100047) Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen Medan 2018/2019 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkatNya, saya dapat menyelesaikan makalah ini tentang review Logika dan fislafat ini. Makalah ini saya buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah “Logika dan Filsafat Ilmu’’, Drs.Poltak Panjaitan M.Pd yang telah memberikan bimbingan dan saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi penyusunan maupun dari segi materi. “Tidak ada gading yang tak retak”, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan setiap kritik dan saran yang bersifat membangun, yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini. Medan, 01 Januari 2019 Penyusun BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pada pemikiran awam sering ketika mendengar istilah sesat pikir dipahami sesuatu yang mengerikan karena segera dijumbuhkan dengan kekacauan. Namun dalam pandangan logika sesat pikir itu bisa terjadi karena dalam penarikan kesimpulan terdapat kaidah-kaidah logis yang dilanggar, hal itu kemudian akan membawa kepada suatu kesimpulan yang sesat. Sesat pikir (fallacy) dalam pandangan logika berarti sebuah kesalahan logika. Berfikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak.Dengan berfikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal. Manusia dapat berpikir karena manusia berakal sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang berakal. 1. Rumusan Masalah 1. Jelaskan mengenai logika dan kesesatan berpikir dalam ilmu pengetahuan! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme! 3. Jelaskan mengenai logika berpikir antara keraguan dan kepastian! 4. Apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan? 5. Apa peranan bahasa dalam ilmu? 6. Apa peranan matematika dan statistika dalam ilmu? 7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme? 8. Jelaskan hakikat logika! 9. Bagaimana logika sebagai sarana berpikir ilmiah? 10. Bagaimana hubungan logika dan ilmu pengetahuan? 11. Bagaimana peran logika dalam filsafat ilmu? 2. Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan. 2. Menjelaskan peranan bahasa dalam ilmu. 3. Menjelaskan peranan matematika dan statistika dalam ilmu. 4. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme. 5. Menjelaskan mengenai logika dan kesesatan berpikir dalam ilmu pengetahuan. 6. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme. 7. Menjelaskan mengenai logika berpikir antara keraguan dan kepastian. BAB II PEMBAHASAN “Manfaat Logika Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan” A. Logika dan Kesesatan Berpikir dalamIlmu Pengetahuan Logika sudah sangat jelas memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, setiap orang sejak masa lampau tentu sudah memikirkan dunia ini dengan logika. Logika tradisional atau klasik yaitu sistem yang berfungsi untuk manganalisis bahasa, adapun logika modern berusaha menerapkan prinsip matematika terhadap logika tradisional dengan menggunakan lambang non bahasa.Secara singkat manfaat logika dalam ilmu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Logika menyatakan, menjelaskan, dan menggunakan prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan (bhkan seluruh lapangan kehidupan). b. Logika menambah daya berfikir, abstrak dan demikian melatih dan mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual. c. Logika mencegah kita tersedat oleh segala sesuatu kita peroleh berdasarkan otoritas, emosi dan prasangka. d. Logika di masa sekarang dikenal “era of reason” membantu kita untuk mampu berpikir sendiri dan tahu membedakan yang benar dari yang palsu. e. Logika membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, karena dengan berfikir demikian ia dapat memproleh kebenaran dan menghindari kesesatan. Sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berfikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Kesesatan merupakan bagian dari logika, dikenal juga sebagai fallacia/fallacy, di mana beberapa jenis kesesatan penalaran dipelajari sebagai lawan dari argumentasi logis. Kesesatan terjadi karena dua hal: a. Ketidaktepatan bahasa: pemilihan terminology yang salah. b. Ketidaktepatan relevansi: pemilihan premis yang tidak tepat yaitu membuat premis dari proposisi yang salah. Proses kesimpulan premis yang caranya tidak tepat, premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulan yang dicari. Mengikuti John Locke, mengidentifikasi beberapa kesesatan berpikir yang pada akhirnya termanifestasi dalam perilaku yang juga sesat. 1. kesesatan yang terjadi karena subjek sesungguhnya jarang berpikir sendiri dan berpikir atau bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dilakukan orang lain. 2. kesesatan di mana subjek bertindak seakan sangat menghargai rasio, tetapi kenyataannya tidak menggunakan rasionya dengan baik. 3. adalah kesesatan yang terjadi akibat subjek tidak terbuka untuk melihat persoalan secara komprehensif, terpaku hanya pada pendapat atau pendekatan tertentu orang tertentu, atau sumber tertentu. B. Rasionalisme dan Empirisme Rasionalisme Dalam pembahasan tentang suatu teori pengetahuan, maka Rasionalisme menempati sebuah tempat yang sangat penting. Paham ini dikaitkan dengan kaum rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya ialah Rene Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik misalnya Plato, Aristoteles, dan lainnya. Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan tidak dijabarkan dari pengalaman, bahkan pengalaman empiris bergantung pada prinsip-prinsip ini. Prinsip-prinsip tadi oleh Descartes kemudian dikenal dengan istilah substansi, yang tak lain adalah ide bawaan yang sudah ada dalam jiwa sebagai kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi. Ada tiga ide bawaan yang diajarkan Descartes, yaitu: Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang berpikir, maka harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya. Tuhan merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena saya mempunyai ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.. Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag menulis dalam bukunya Filsafat Pendidikan yaitu “Kualitas rasio manusia ini tergantung kepada penyediaan kondisi yang memungkinkan berkembangnya rasio kearah yang memedai untuk menelaah berbagai permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan” Dalam hal ini penulis memahami yang dimaksud penyedian kondisi diatas ialah menciptakan sebuah lingkungan positif yang memungkinkan manusia terangsang untuk berpikir dan menelaah berbagai masalah yang nantinya memungkinkan ia menuju penyempunaan dan kemajuan diri. Empirisme Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman. Tokoh-tokohnya yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke, Berkeley, dan yang terpenting adalah David Hume.Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniah. Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan (kalkulus), yaitu penggabungan data-data inderawi yang sama, dengan cara yang berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang merupakan sistem materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum mekanisme. Atas pandangan ini, ajaran Hobbes merupakan sistem materialistis pertama dalam sejarah filsafat modern. Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh Jhon Locke, penerapan tersebut terhadap masalah-masalah pengetahuan dan pengenalan, langkah yang utama adalah Locke berusaha menggabungkan teori emperisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Penggabungan ini justru menguntungkan empirisme. Ia menentang teori rasionalisme yang mengenai ide-ide dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Menurutnya akal manusia adalah pasif pada saat pengetahuan itu didapat. Akal tidak bisa memperolah pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal tidak lain hanyalah seperti kertas putih yang kosong, ia hanyalah menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali, satu-satunya objek pengetahuan adalah ide-ide yang timbul karena adanya pengalaman lahiriah dan karena pengalaman bathiniyah. Pengalaman lahiriah adalah berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar kita. Sementara pengalahan bathinyah berkaitan dengan hal-hal yang ada dalam diri/psikis manusia itu sendiri.. C. Logika Berpikir antara Keraguan dan Kepastian Menurut Josep Morgalis (2012), keraguan dan kepastian bukan merupakan hal-hal yang hanya dalam psikologis melainkan hal-hal yang logis dan konseptual. Kita bertanya-tanya bukan hanya apakah keadaan mental tertentu dapat dihindari atau diteruskan, melainkan juga apakah kepercayaan kognitif kita dapat dibenarkan dan secara relevan dibebaskan dari tantangan. Permasalahannya, memengaruhi secara mendalam semua usaha mausia untuk pengetahuan; dan oleh karenanya menarik kita pada kompleksitas yang luar biasa dari hubungan antara keraguan dan kepastian di suatu sisi, disisi lain pengetahuan dengan kepercayaan. Manusia selalu bertanya-tanya apakah mereka pernah berhak dapat melepaskan diri dari keraguan atau mencapai kepastian tentang kepercayaan mereka. “Sarana Berpikir Ilmiah Dalam Ilmu Pengetahuan” Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berpikir. Proses berpikir manusia memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Berpikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Dengan akal inilah manusia dapat berfikir untuk mencari kebenaran hakiki. Berpikir banyak sekali macamnya, namun secara garis besar dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pemikiran yang biasa, yaitu berdasarkan kehidupan sehari-hari, seperti memikirkan nanti mau beli apa, atau berpikir untuk pergi kemana. Sedangkan pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada keilmuan. Di dalam buku Mukhtar Latif juga dijelaskan bahwa berpikir ilmiah yaitu berpikir yang logis dan empiris.Logis yaitu masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, selain itu juga menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Sedangkan di dalam buku Jujun S. Suriasumantri, Bochenski juga menerangkan bahwa berpikir ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada keilmuan yaitu pemikiran yang sungguhsungguh, artinya suatu cara yang berdisiplin. Ide dan konsep itu diarahkan pada suatu tujuan tertentu. Berpikir alamiah dan berpikir ilmiah memiliki perbedaan dalam 2 faktor mendasar, yaitu: pertama, sumber pengetahuan. Dalam hal ini berpikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.Kedua, ukuran kebenaran.Dalam berpikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan seseorang. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula.Sarana ilmiah diperlukan untuk membantu kegiatan berpikir ilmiah. Tanpa sarana berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir ilmiah tidak akan berjalan dengan baik. Dan pada hakikatnya sarana berpikir ilmiah terdiri dari empat bagian, yaitu bahasa, matematika, statistik dan logika.. a. Sarana-sarana Berpikir Ilmiah Bahasa Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia.Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan.Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya.hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukan terletak pada kemampuannya berpikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Maka, dapat dipahami bahwa bahasa adalah salah satu sarana berpikir ilmiah, sehingga dalam epistemologi pengetahuan ilmiah peran bahasa harus bersifat komunikastif, informatif, dan reproduktif.Namun bahasa mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya tidak bisa melepaskan dari unsur emotif dan afektif, dan juga sering menimbulkan kekacauan semantik karena bahasa bersifat pluralistik dan sikular dalam mendefenisikan arti atau membuat defenisi baru. Maka diperlukan sarana lain untuk kegiatan penelitian ilmiah, yaitu sarana matematika dan statistika. Logika Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan.Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Matematika Dalam melakukan kegiatan ilmiah agar lebih baik maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yang salah satunya adalah matematika.Sarana itu memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.Lambang-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Sarana berpikir ini pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Kelebihan Matematika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah sifat kuantitatif matematika.Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.Dengan bahasa verbal bila membandingkan 2 benda yang berbeda misal tikus dengan kucing. Statistik Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara. Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status yang mempunyai persamaan arti dengan kata state, yang dalam bahasa indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berupa angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berupa angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara.Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja. Dalam kamus ilmiah populer, kata statistick berarti table, grafik, data informasi, angkaangka, informasi.Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.Jadi statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu. Statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan pikiran-pikiran tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya. A. Peranan Bahasa dalamIlmu Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa di sini yaitu bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan.Sebagaimana yang dikemukakan, bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana komunikasi antar manusia dan sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa itu. Bahasa ilmiah sebagai sarana dalam menyampaikan informasi dalam kegiatan ilmiah berupa pengetahuan, berbeda dengan bahasa agama.Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci.Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok sosial. Dengan kata lain, bahasa agama dalam konteks kedua ini merupakan wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci. B. Peranan Matematika dan Statistika dalam Ilmu Matematika Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premispremis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya.Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan.Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.Namun demikian menurut Jujun, tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Kebenaran kesimpulan di atas ditentukan bagaimana hubungan antara dua pernyataan sebelumnya. Pola penalaran ini tampaknya akan lebih jelas lagi jika dinyatakan dengan bahasa simbolik. Dengan contoh ini matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas namun juga singkat. Statistik Peranan statistika dalam tahap-tahap Metode Keilmuan dapat dirinci sebagai berikut: Observasi : Statistik dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai dalam observasi. Hipotesis : Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis.Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam mengklasifikasikan hasil observasi. Ramalan : Dari hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi syarat deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan. Pengujian kebenaran : Untuk menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti sebuah siklus.Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Jadi, hakikat statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan untuk mengelola dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah.Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data, metode penelitian, serta penganalisisan harus akurat.Statistika diterapkan secara luas dan hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. C. Rasionalisme dan Empirisme Dalam pembahasan tentang suatu teori pengetahuan, maka Rasionalisme menempati sebuah tempat yang sangat penting. Paham ini dikaitkan dengan kaum rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya ialah Rene Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik misalnya Plato, Aristoteles, dan lainnya. Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusi.Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia.Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan tidak dijabarkan dari pengalaman, bahkan pengalaman empiris bergantung pada prinsip-prinsip ini. “Logika dalam Ilmu Pengetahuan” A. Hakikat Logika Menurut Andre, Ata, dkk (2012), konsep logika atau logis sudah sering kita dengar dan kita gunakan. Dalam bahasa sehari-hari perkataan ‘logika’ atau ‘logis’ menunjukan cara berpikir atau cara hidup atau sikap hidup tertentu, yaitu yang masuk akal, yang “reasonable”, yang wajar, yang beralasan atau berargumen, yang ada rasionya atau hubungan rasionalnya, yang dapat dimenegerti, walaupun belum tentu disetujui atau tentang benar atau salah. A. Logika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan juga memerlukan alat-alat. Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu sendiri. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir.Logika membicarakan tentang aturanaturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja. Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur.Akan tetapi, bila manusia memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat.Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya benar.Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua?Untuk menolong manusia jangan tersesat dirumuskan pengetahuan logikalah yang mengetengahinya. B. Logika dan Ilmu Pengetahuan Logika seperti halnya yang kita tahu adalah sebuah fan keilmuan yang membahas ramburambu atau aturan main yang kita gunakan saat kita melakukan aktifitas berfikir/menalar, dengan aturan main itu hasil (kesimpulan) dari aktifitas berfikir menjadi kesimpulan yang benar dan tepat. Ilmu pengetahuan yang dalam pencapaiannya tidak lepas dari aktifitas berfikir sangatlah butuh aturan main dalam melakukan aktifitas tersebut sehingga aktifitas itu benar-benar menjadi aktifitas yang selalu berjalan diatas rel kebenaran bukan pada rel kesesatan, dari hal itu maka hasil (output) dari aktifitas itu menjadi hasil yang benar atau tepat. Maka dari itu logika dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena hubungannya yang begitu erat dan saling melengkapi. C. Peran Logika dalam Filsafat Ilmu Menurut Suwardi Endraswara (2012), logika sebagai esensi dari filsafat ilmu. Logika berasal dari kata Yunani "logos" yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu.Misalkan ketika belajar biologi, yaitu ilmu (logos) tentang makhluk hidup (bios).Demikianlah, logos dalam pengertian ilmu atau kajian memiliki hubungan yang erat dengan salah satu aspek kajian yang menjadi objek formal dari ilmu pengetahuan sekaligus membedakan ilmu itu dari ilmu-ilmu lainnya. Selanjutnya dijelaskan dalam filsafat ilmu, jelas tidak mungkin tanpa menggunakan logika.Untuk menjelaskan dan memahami suatu gejala keilmuan, logika selalu hadir.Logika menjadi wahana pokok keilmuan. Pengertian etimologi dan leksikal mengenai logika menegaskan dua hal sekaligus yang menjadi inti pengertian logika, antara lain: Pertama, logika sebagai ilmu, logika yaitu elemen dasar setiap ilmu pengetahuan. Kedua, logika sebagai seni atau keterampilan, yaitu seni atau asas-asas pemikiran yang tetap, lurus, dan semestinya.Sebagai keterampilan, logika yaitu seni dan kecakapan menerapkan hukum atau asas-asas pemikiran itu agar bernalar dengan tepat, teliti, dan teratur. Logika yaitu ilmu sekaligus keterampilan berpikir.Itu berarti mempunyai kemampuan yang cukup tenang logika sebagai ilmu tidak dengan sendirinya menjamin bahwa seseorang dapat bernalar dengan teliti, tepat dan teratur.Logika muncul bersama dengan filsafat.Ini tidak berarti logika berdiri sendiri sebagai satu disiplin di samping filsafat, tetapi bahwa dalam filsafat Barat sudah nyata pemikiran yang logis. BAB III PENUTUP Kesimpulan Sesat pikir pada hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti rambu-rambu lalu lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan kecelakaan. Maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar jeli dan cermat terhadap berbagai kesalahan dalam menalar, juga supaya kita mampu mengidentifisi dan menganalisis kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari penalaran palsu. Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia itu dapat memperolah ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan. Dan manusia yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Berdasarkan pengetahuanlah manusia berbuat dan menentukan tindakannya. Sehingga nantinya ada perbedaan prilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi. Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman. Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniah. Menurut Josep Morgalis (2012), keraguan dan kepastian bukan merupakan hal-hal yang hanya dalam psikologis melainkan hal-hal yang logis dan konseptual. Kita bertanya-tanya bukan hanya apakah keadaan mental tertentu dapat dihindari atau diteruskan, melainkan juga apakah kepercayaan kognitif kita dapat dibenarkan dan secara relevan dibebaskan dari tantangan. Permasalahannya, memengaruhi secara mendalam semua usaha mausia untuk pengetahuan; dan oleh karenanya menarik kita pada kompleksitas yang luar biasa dari hubungan antara keraguan dan kepastian di suatu sisi, disisi lain pengetahuan dengan kepercayaan. Sarana berpikir ilmiah adalah alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula.Sarana ilmiah diperlukan untuk membantu kegiatan berpikir ilmiah. Tanpa sarana berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir ilmiah tidak akan berjalan dengan baik. Dan pada hakikatnya sarana berpikir ilmiah terdiri dari empat bagian, yaitu bahasa, matematika, statistik dan logika. Macam-macam sarana berpikir ilmiah yaitu: 1. 2. 3. 4. Bahasa Logika Matematika Statistika Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir.Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah untuk mencari hasil kebenaran. DAFTAR PUSTAKA http://janganpelitilmu.blogspot.com/2015/05/filsafat-ilmu-logika-dan-penalaran.html http://ciptakemenanagan.blogspot.com/2015/08/hubungan-logika-dan-ilmu-pengetahuan.html http://hardiynti22.blogspot.com/2016/11/hakikat-logika.html http://saifurrahman99.blogspot.com/2014/11/logika-sebagai-sarana-berpikir-ilmiah_69.html