PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

advertisement
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
P
engetahuan berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul
pertanyaan, bagaimana seseorang akan mengetahui kalau dirinya telah mencapai
pengetahuan tentang benda sebagaimana adanya? Untuk menjawab apakah manusia
telah tau dengan pengetahuannya,maka epistimologi adalah jawabnya. Kepastian yang
dicari oleh epistemology dalam mencari kebenaran apakah manusia sudah benar sesuai
dengan tingkat pengetahuan yang dimungkinkan oleh suatu keraguan. Dengan keraguan
inilah akan memberi kesempatan pada epistemology untuk menjawabnya.
Apa yang menjadi ukuran kebenaran sesuatu, jika dihubungkan dalam kehidupan
sehari-hari, bahwa apa yang dilakukan oleh seseorang tentu dianggap benar. Akan tetapi
belum tentu kebenaran itu menjadi benar pula bagi orang lain. Jika demikian maka perlu
ada kesepakatan yang bersifat universal tentang kriteria atau ukuran dari kebenaran.
Demikian halnya perlunya kesepakatan tentang ukuran kebenaran pengetahuan. Sebagai
illustrasi, bahwa jika pada wilayah atau negara tertentu “Berjalan Di Sebelah Kiri” bagi
pejalan kaki adalah benar. Benar pada Wilayah atau negara-negara di Asia seperti di
Indonesia, tetapi tidak benar di beberapa negara di Eropa, dimana bagi pejalan kaki
“berjalan disebelah kanan” adalah benar. “Benar” dalam konteks ini berarti berjalan di
jalan raya untuk memperoleh keselamatan. Dari illustrasi tersebut mengharuskan ada
kesepakatan yang lebih bersifat universal tentang ukuran kebenaran, termasuk ukuran
kebenaran pengetahuan.
Sebagaimana diketahui bahwa sesungguhnya proses berpikir yang dilakukan
seseorang adalah merupakan suatu aktifitas untuk menemukan kebenaran. Dalam proses
berpikir tersebut perlu memenuhi kriteria kebenaran yang tepat dan bersifat universal
sehingga kebenaran itu daat berlaku bagi siapa saja sebagai hasil pemikiran dari seseorang.
Dapat pula disebutkan bahwa kebenaran itu sesungguhnya tak lebih dari kesepakatan
bersama bahwa yang dimaksudkannya adalah benar. Hal ini menjadi penting karena Apa
yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Disinilah diperlukan
suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
DEFINISI DAN JENIS PENGETAHUAN
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris knowledge.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah
kepercayaan yang benar. Sedangkan secara terminologi, pengetahuan adalah apa yang
diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah milik atau isi dari pikiran. Dengan demikian
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam hal
ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri
dalam kesatuan aktif. Sedangkan secara epistemologi, setiap pengetahuan manusia itu
adalah hasil dari berkontaknya dua macam besaran yaitu :
- Pertama, benda atau yang diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui.
- Kedua, manusia yang melakukan berbagai pemeriksaan dan penyidikan dan akhirnya
mengetahui benda atau suatu hal.
Pengetahuan dalam arti luas berarti kehadiran suatu objek kedalam subjek. Tapi
dalam arti sempit, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran dan
kepastian). Dalam hal ini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Menurut
John Hospers, untuk mengetahui terjadinya pengetahuan ada enam hal, yaitu pengalaman
indera, nalar, otoritas (kekuasaan sah yang diakui), intuisi, wahyu dan keyakinan. Seorang
1 yang pragmatis tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran. Jadi pengetahuan itu
harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi.
HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia
karena manusia adalah makhluk yang selalu mengembangkan pengetahuan secara
sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan tapi terbatas untuk
kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk
kelangsungan hidupnya. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar
untuk kelangsungan hidup. Manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi
makna pada kehidupan manusia atau memanusiakan diri dalam hidupnya. Pada hakikatnya
manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar
kelangsungan hidupnya.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia karena disebabkan oleh dua hal
utama, yaitu pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah
kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.
1. Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah
menyusun pendapat tentang suatu objek atau menyusun gambaran tentang fakta yang
ada di luar akal.
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu :
a. Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan
menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata (fakta). Dengan demikian realisme berpendapat bahwa
pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan. Ajaran realisme
percaya dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya terdapat di dalam
dirinya sendiri, serta tidak terpengaruh oleh seseorang. Penganut realisme mengakui
bahwa seseorang bisa salah lihat pada benda-benda atau dia terpengaruh oleh
keadaan sekelilingnya.
b. Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah prosesproses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu
pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif dan bukan
gambaran objektif tentang realitas.
Dalam realisme mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan
diketahui, sedangkan idealisme sebaliknya. Bagi idealisme dunia dipandang sebagai
hal-hal yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya.
Idealisme tidak mengingkari adanya materi, namun materi adalah suatu gagasan
yang tidak jelas dan bukan hakikat. Idealisme subjektif akan menimbulkan
kebenaran yang relatif dan berhak untuk menolak kebenaran yang datang dari luar
dirinya. Akibatnya kebenaran yang universal tidak diketahui.
2. Sumber Pengetahuan
Pengetahuan yang ada pada kita itu di peroleh dengan menggunakan berbagai
alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain :
a. Empirisme
Berasal dari kata Yunani empeirikos yang berarti pengalaman. Menurut
aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman
2 yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat
parsial. Ini disebabkan karena adanya perbedaan antara indera yang satu dengan
yang lainya saling berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan
objek yang dapat ditangkapnya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut
perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
Menurut John Lock (1632-1704), manusia itu mulanya kosong dari
pengetahuan,lalu pengalaman mengisi jiwa yang kosong itu lantas ia memiliki
pengetahuan. Sedangkan David Hume, mengatakan bahwa manusia itu tidak
membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. sumber pengetahuan adalah
pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions) dan
ide-ide (ideas). Ia juga menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan
dibandingkan kesimpulan logika atau sebab akibat.
Gejala-gejala alamiah meenurut anggapan kaum empiris adalah bersifat
konkret dan dapat dinyatakan lewat pancaindera. Jadi dalam empirisme, sumber
utama untuk memperoleh pngetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari
panca indera. Kesimpulannya aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera
manusia.
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Rasionalisme tidak
mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Laporan indera
menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas. Jadi fungsi panca indera
hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyata kemudian akal yang
menghubungkan data-data itu. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsepkonsep rasional atau ide-ide universal.
Spinoza memberikan penjelasan yang lebih mudah dengan menyusun
sistem rasionalisme atas dasar ilmu ukur. Menurutnya ilmu ukur merupakan dalil
kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Dari dua aliran tersebut (empirisme dan
rasionalisme) terlahirlah metode ilmiah atau pengetahuan sains. Dalam hal ini
pancaindera mengumpulkan data-data, sedangkan akal menyimpulkan berdasarkan
pada prinsip-prinsip universal yang kemudian disebut universal.
August Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam
memperoleh ilmu pengetahuan , tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Pada dasarnya aliran ini hanya menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama dengan memasukkan eksperimen
dan ukuran-ukuran.
c. Intuisi
Menurut Henfy Bergson intuisi adalah hasil dari evaluasi pemahaman
tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran
dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan intuisi memerlukan suatu usaha.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa langsung diterima begitu saja karena masih
perlu dibuktikan kebenarannya.
Menurut Nietzchen intuisi merupakan “intelegensi yang paling tinggi” dan
menurut Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience)
JENIS PENGETAHUAN
Dalam mempelajari jenis-jenis pengetahuan dalam filsafat, disini terangkum
beberapa jenis pengetahuan yang terkait juga dengan arti dan perbedaan antara
pengetahuan dan ilmu, jenis-jenis pengetahuan tersebut antara lain :
1. Pengetahuan Biasa : yaitu pengetahuan yang dalam filsafat disebut dengan common
sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu
3 dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutkan benda atau barang itu
berwarna merah karena memang itu merah, dan juga bisa menyebutkan benda itu
terasa panas karena memang benda itu panas, dan sebagainya.
2. Pengetahuan Ilmiah : ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang
sempit, science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang bersifat
kuantitatif dan objektif. Ilmu merupakan suatu metode berpikir secara objektif,
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia nyata. Ilmu
merupakan milik manusia yang komprehensif, dan merupakan lukisan dari keterangan
yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan
waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati panca indera manusia.
3. Pengetahuan Filsafat : yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat
kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas
dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan
yang sempit, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam.
4. Pengetahuan Agama : yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat Rasul-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pengetahuan ini mengandung hal-hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara
berhubungan dengan Tuhan dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Dan yang
lebih penting dari pengetahuan ini disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi
tentang hari akhir.
PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN ILMU
Dari jumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancuan antara pengertian
pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan
ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung arti
sendiri. Namun jika kedua kata tersebut berdiri sendiri, akan tampak perbedaan antara
keduanya. Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia, ilmu disamakan artinya dengan
pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan. Dari asal katanya kita dapat ketahui bahwa
pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa Inggris yaitu Knowledge, sedangkan ilmu
diambil dari kata science dan peralihan dari kata dalam bahasa Arab‘Ilm. Dari pembahasan
sebelumnya, pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala
perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat terwujud
barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera
maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal yang
bersangkutan dengan masalah kejiwaan.
Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan dapat ditelusuri dengan melihat perbedaan
ciri-cirinya. Pengetahuan dan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material,
keduanya mempunyai perbedaan. Ilmu bertumpu pada analisa terhadap data pengamatan
dan percobaan secara impersonal, yaitu suatu analisa atas hasil-hasil observasi dan
eksperimen serta analisa yang objektif, tidak subjektif. Sebagai konsekuensi dari definisi
ilmu ialah bahwa semua buah pikiran dan pemahaman yang diperoleh tidak melalui siklus
logico, hipotetico, dan verifikatif, bukan semua ilmu kita sebut pengetahuan. Pengetahuan
yang berpijak pada kenyataan empiris ,bukan dinamakan ilmu. Salah satu ciri teori
keilmuan ialah bahwa ia berdaya ramal (prediksi). Namun harus dibedakan antara ramalan
keilmuan dan ramalan diluar keilmuan.
KEBENARAN ILMIAH
Kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun
abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran, artinya adalah proposal yang benar.
Proposal maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau
statement. Kebenaran pengetahuan adalah persesuaian antara pengetahuan dengan
4 objeknya. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa persesuaian yang dimaksud
sebagai kebenaran adalah pngertian kebenaran yang imanen yakni kebenaran yang tetap
tinggal di dalam jiwa. Maka kebenaran yang melampaui batas-batas jiwa kita dinamakan
pengertian kebenaran yang transenden.
Kita tidak dapat hidup dengan benar hanya dengan kebenaran-kebenaran
pengetahuan, ilmu dan filsafat, tanpa kebenaran agama. Sebaliknya, kita juga tidak dapat
hidup dengan wajar semata-mata hanya dengan kebenaran agama yang mutlak. Kita dapat
hidup dengan benar dan wajar dengan mengikuti kebenaran yang mutlak, yang juga
mengakui eksistensi dan fungsi kebenaran-kebenaran lainnya yang bersesuaian atau tidak
bertentangan dengan agama. Kebenaran pengetahuan dibagi menjadi beberapa kategori,
antara lain :
9 Pertama, kebenaran yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan, bahwa setiap
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari
jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu meliputi pengetahuan biasa,
pengetahuan ilmiah ,pengetahuan filsafat dan, pengetahuan agama.
9 Kedua, kebenaran yang berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara
seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah dengan penginderaan (akal
pikiran), rasio, intuisi ataupun keyakinan.
9 Ketiga, nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya
pengetahuan itu. Bagaimana hubungan antar subjek dan objek. Jika subjek yang
berperan, maka jenis pengetahuan itu mengandung kebenaran yang sifatnya subjektif,
sedangkan jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif, seperti pengetahuan
tentang alam.
UKURAN KEBENARAN
Terdapat perbedaan yang membedakan jenis kebenaran, yaitu, kebenaran
epistimologis, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Adapun kebenaran
epistimologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia.
Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada
hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran dalam arti semantis
adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Teori yang
menjelaskan kebenaran epistimologis adalah sebagai berikut:
1. Teori Korespondensi
Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan
realitas, yang serasi (correspondens) dengan situasi actual. Dengan demikian,
kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif dimana suatu
pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi.
Teori korespondensi ini pada umumnya di anut oleh para pengikut realisme.
Diantara pelopor teori korespondensi ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel,
Ramsey, dan Tarski. Mengenai teori korespondensi ini kita mengenal dua hal, yaitu
pernyataan dan kenyataan. Dimana kebenaran merupakan suatu kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
2. Teori Koherensi Tentang Kebenaran
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
(judgment) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, melainkan atas
hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita
ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Oleh karenanya, putusan ini akan
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan saling menerangkan satu
sama lain. Sehingga lahirlah rumusan “Truth is a systematic coherence” dimana
kebenaran adalah saling hubungan secara sistematis.; ‘Truth is consistency”,
kebenaran adalah konsistensi dan kecocokan.
5 Dengan demikian, suatu teori dianggap benar apabila tahan uji (testable).
Artinya, suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut
diuji oleh orang lain, tentunya dengan mengkomparasikan dengan data-data baru. Oleh
karena itu, apabila teori itu bertentangan dengan data yang baru, secara otomatis teori
pertama gugur atau batal (refutability). Sebaliknya, kalau data itu cocok dengan teori
lama, maka teori tersebut akan kuat (corroboration). Pendapat ini ditegaskan oleh Karl
Popper.
3. Teori Pragmatisme Tentang Kebenaran
Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata
bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat.
Istilah pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce
(1839-1914). Menurut William James “ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat kita
serasikan, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah ide yang tidak
demikian”. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah apa yang
benar dalam pengalaman-pengalaman khusus. Nilai tergantung pada akibatnya dan
pada kerjanya, maksudnya pada keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh
pertimbangan tersebut. Menurut pendekatan ini tidak ada yang disebut dengan
kebenaran yang tetap atau kebenaran yang mutlak.
Bagi pragmatisme, suatu agama itu bukan benar karena Tuhan yang disembah
oleh penganut agama itu sungguh-sungguh ada, tetapi agama itu dianggap benar
karena pengaruhnya yang positif atas kehidupan manusia; berkat kepercayaan orang
akan Tuhan maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib dan jiwanya semakin
tenang.
4. Agama Sebagai Teori Kebenaran
Kita sebagai manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu untuk
menemukan suatu kebenaran yaitu melalui agama yang kita anut. Dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas persoalan asasai manusia; baik
tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran diatas
lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia. Akan tetapi dalam agama
yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan. Dengan demikian,
suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai
penentu kebenaran mutlak.
Beberapa pedoman penyelidikan agar seseorang berhasil mencapai
kebenaran,sebagai berikut :
a. Suatu kebenaran hendaknya tidak begitu saja dianggap benar.
b. Membuat rincian masalah atau kesulitan yang dihadapi, dan mulai mencari
jawaban secukupnya.
c. Mengatur pikiran dan pengetahuan sedemikian rupa, yaitu dengan memulai dari
yang paling rendah atau sederhana ke yang paling komplek.
d. Membuat pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya dari yang umum hingga
menyeluruh.
KESIMPULAN
Dengan hal ini, didalam filsafat terdapat beberapa keterangan tentang ilmu,
pengetahuan, dan kebenaran. Setelah kami mencoba menguraikannya dari beberapa
sumber maka dapat kami tarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan dan kebenaran
mempunyai keterkaitan satu sama lain, serta saling berhubungan, dan tidak dapat
dipisahakan. Kita saja sebagai manusia tentu akan mencari suatu kebenaran untuk suatu
permasalahan-permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Begitu juga halnya
dengan Ilmu dan pengetahuan yang di dapat hanya untuk mencari sebuah kebenaran, dan
kebenaran yang mutlak itu hanya dari tuhan yang harus kita yakini. Kita dapat hidup
6 dengan benar jika sesuai dengan kebenaran-kebenaran itu. Kebenaran seharusnya
bersesuaian dengan fakta yang berselaras dengan realita kehidupan. Dan sebagai manusia
kita wajib mencari suatu kebenaran dalam kehidupan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad, FILSAFAT ILMU: Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
Pengetahuan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Bahtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010
Oleh:
1. Aprilia Rachmawati
2. Dwi Permai
3. Friska Fajareza Putri
4. Nurul Syafitri
5. Yuliana Umrotul Widayanti
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris
7 
Download