FILSAFAT PENDIDIKAN PGSD/SMT 1 REALISME Di susun Oleh: Ima Nur Chasanah (A510140183) Disma Puput Wahyanti (A510140224) Martin Sutha Indra K. (A510140194) Tri Ambarwati (A510140207) Pembimbing: Dr. H. Samino, M.M. REALISME Dalam kajian filsafat dari masa ke masa selalu terjadi perubahan atau perbedaan faham. Sebagaimana aliran idealisme . Bahkan idealisme yang pada dasarnya diajarkan oleh Plato sampai kepada muridnya (Aristoleles) terdapat perbedaan, sehingga muncullah aliran realisme. Realisme berasal dari bahasa latin, yaitu realis yang berarti nyata. Realisme dalam ilmu metafisika merupakan konsep yang bersifat umum yang disusun oleh akal budi dan terdapat dalam kenyataan (Surahman. 2012: 290). Berkaitan tentang pertentangan Plato dengan Aristoles, sekaligus penjelasan tentang realisme tersebut dikemukakan secara luas oleh Suhartono (2007: 41-43). Ia menjelaskan, bertentangan dengan Plato, gurunya, Aristoteles berbendapat bahwa dunia yang sesungguhnya adalah dunia real, yaitu dunia kongkret, yang bemacammacam, bersifat relatif, dan berubahubah. Dunia idea adalah dunia abstrak yang bersifat semu dan terlepas dari pengalaman. Itulah sebabnyaa mengapa pandangan Aristoteles dikenal sebagai paham ‘realisme’. Aristoteles dikenal sebagai bapak ‘metafisika’. Aristoteles memfokuskan filosofinya pada persoalan tentang sesuatu yang ada di balik (sesuadah) yang fisis, yang kongkrit, dan selalu berubah-ubah ini. Ada beberapa teorinya yang terkenal ’10 (sepuluh) kategori’, teori ‘aktus dan potensia’, dan teori ‘hulemorfisme’. Aristoteles berpandangan bahwa setiap hal yang ada pasti dalam 10 (sepuluh) kategori. Dari sepuluh kategori itu, disederhanakan menjadi 2 (dua), yaitu ‘substansi’ dan ‘aksidensia’ . Aksidensia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu yang mutlak (kualitas dan kuantitas) dan yang relatif (tujuh kategori lain-nya). Kesepuluh kategori : substansi Kualitas Kuantitas Relasi Aksi Passi Ruang Tempo Situs Habitus Selain sepuluh kategori tersebut, Aristoteles juga dikenal dengan teori ‘aktus-potensinya. Aktus (actus) adalah dasar ‘kesungguhan’ dan potensi adalah dasar perubahan. Karena aktusnya, sesuatu adalah dirinya sendiri; Socrates berada di dalam dirinya sendiri sebagai Socrates bukan lato. Disamping itu, Socrates juga dikenal dengan teori ‘Hule-morfisme’-nya. Hule adalah materi dasar, sedangkan morfe adalah bentuknya. Dengan hulenya, sesuatu itu tetap dan tidak mengalami perubahan, dan dengan morfe-nya, sesuatu itu mengalami perubahan. menurut Knight (2007: 81-83) Realisme secara singkat dapat disebutkan bahwa pada tingkatan tertentu adalah reaksi terhadap keabstrakan dan ‘kedunia lainan’ dari idealisme. Titik tolak utama penganut realisme adalah bahwa obyek-obyek dari indera kita muncul dalam bentuk apa adanya terlepas dari cerapan pengetahuan yang dikonstruk oleh akalpikir. Realisme dirumuskan dengan baik oleh Aristoteles (384-322 SM), Ia sebagai murid setia Plato tetapi dalam hal ini terjadi perbedaan dengan gurunya. Realisme melihat kenyataan atau materi, sedangkan idealisme melihat bentuk (form). Realisme menemukan jalan lebar menuju dunia modern sebagian besarnya melalui pengaruh metodologi induktif Francis Bacon (1561-1626) sebuah metode ilmiah yang dikembangkan John Locke dengan tabula rasa-nya, kemudian juga dikembangkan oleh Harry S. Broudy. Selanjutnya Knight (2007: 84-91) memberikan gambaran tentang: (1) pendapat filosofis realisme meliputi: (a) realitas segala sesuatu (b) kebenaran melalui observasi (c) nilai-nilai dari alam (2) Realisme dan pendidikan. Menurut penganut realisme, pelajar (peserta didik) dipandang sebagai sebuah organisme hidup yang dapat melalui pengalaman indrawiyah, menangkap tatanan alam dunia ini dan kemudian sampai pada pergumulan langsung dengan ‘realitas’. Peserta didik adalah orang yang dapat melihat, merasa, dan mengecap. Dunia ini adalah “sesuatu” dan peserta didik adalah orang yang dapat mengetahui dunia ini melalui indra-indranya. Sebagian penganut realisme memandang peserta didik sebagai person yang tunduk pada hukum alam dan karena itu tidak bebas dalam pilihan-pilihannya. Disamping itu peserta didik merespons lingkungan. Maka penganut reaisme juga menyuarakan psikologi bihavioristik. Fungsi pengajaran adalah untuk mendemonstrasikan regularitas (keteraturan baku) dan hukum –hukum alam, dan menyampaikan kepada pelajar fakta-fakta kealaman itu yang telah dibuktikan lewat pendidikan. Kurikulum penganut realisme sesuai dengan pandangan epistemologis dan metafisisnya, menekankan materi pengajaran tentang dunia fisik yang diajarkan dalam suatu cara bahwa keteraturan yang mendasari alam ini adalah hal yang tak terbantahkan. Sains-sains (kealaman) berada pada pusat (inti) kurikulum, selanjutnya matematika juga menempati posisi sentral dalam pemikiran kurikuler penganut realisme. Pandangan realisme akhirnya dikembangkan oleh tokohtokoh yang sefaham pada masa-masa berikutnya, antara lain: a. Edward L. Thorndike pada tahun 1918 yang menyatakan bahwa: “Apapun yang ada, semuanya ada dalam jumlah tertentu. Untuk mengetahuinya secara penuh melibatkan kuantitas dan juga kulaitasnya”. b. Comenius seorang uskup dan pendidik Moravi abad XVIII c.Pestalozzi pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. posisi sosial sekolah dalam realisme mendekati posisi sosial sekolah dalam idealisme. Tujuan sekolah adalah untuk mengalihkan pengetahuan yang ditetapkan oleh mereka yang mempunyai sebuah konsep jelas tentang sains empirisme, hukum alam dan fungsnya dalam alam semesta. Sekolah dalam aliran ini menekankan pada pelestarian warisan budaya, yakni ia amat memperhatikan terhadap pengalihan fakta-fakta yang sudah terbukti.