Uploaded by Dyah Ayu Woro Wirasti

ETIKA DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN NEW

advertisement
ETIKA DALAM KOMUNIKASI
PEMASARAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hukum dan Etika Bisnis
Disusun Oleh :
DYAH AYU WORO WIRASTI
14020216120007
ANI NIDIAWATI
14020216120031
AFIANI WULANDARI
14020216120034
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas
Makalah Kelompok yang bertema etika promosi sebagai komunikasi dengan
masyarakat dengan judul etika dalam komunikasi pemasaran mata kuliah Hukum
dan Etika Bisnisdengan dosen pengampu Bapak Agung Budiatmo S.Sos, MM.
Kami menyadari dalam Tugas Makalah Kelompok ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas akhir ini di waktu yang
akan datang. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada
khusunya dan pembaca pada umumnya.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan di antara perusahaan untuk mendapatkan pelanggan bukan
merupakan hal yang aneh lagi. Perusahaan giat melakukan banyak kegiatan
pemasaran, beberapa praktisi pemasaran memperkirakan bahwa konsumen
disuguhi kurang lebih dari 1000 buah iklan setiap harinya (Marsden, 2006 dan
Shenk, 1998).
Di Indonesia sendiri, menurut penelitian dari lembaga AC Nielsen
tingkat kepadatan iklan televisi mencapai angka kurang lebih 1000 buah iklan
per minggu. Rata-rata orang dewasa Indonesia menonton iklan televisi
sebanyak 850 buah iklan per minggu, sedangkan ibu-ibu rumah tangga
menonton iklan lebih banyak lagi yakni 1200 buah iklan per minggu (Kuswati,
2007).
Tingginya tingkat kepadatan iklan (televisi) dan banyaknya jumlah
iklan yang ditonton oleh masyarakat menjadikan iklan sebagai salah satu alat
pemasaran yang dapat memiliki pengaruh pada masyarakat. Iklan dapat
memberikan pengaruh positif jika iklan tersebut bersifat mendidik dan
sebaliknya dapat memberikan pengaruh negatif jika tidak mendidik. Bersifat
mendidik dalam artian iklan tersebut tidak memberikan informasi yang terlalu
berlebihan, dan menyesatkan dalam membujuk konsumen.
Terdapat beberapa iklan yang diberikan kepada konsumen bersifat
tidak mendidik. Hal ini dapat menjadi ancaman serius bagi pelanggan, karena
dapat menciptakan mind-set yang cenderung tidak masuk akal (logika) bagi
konsumen dan merusak moral masyarakat. Di samping itu iklan yang bersifat
tidak mendidik, juga memiliki arti iklan tersebut tidak memberikan informasi
yang benar dan jelas kepada konsumen, sehingga konsumen seringkali
dibodohi. Hal ini tidak terlepas dari benar atau salah, atau tindakan moral yang
berkenaan dengan setiap aspek komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh
suatu perusahaan. Sehingga setiap perusahaan atau para marketer tidak hanya
mengejar publisitasnya saja mengenai brand maupun produk yang mereka
usung ke masyarakat, tetapi memikirkan juga dampak maupun implikasi dari
apa yang akan, sedang, maupun telah mereka kominikasikan kemasyarakat
dalam bentuk iklan maupun bauran promosi yang lainnya.
Berbicara masalah etika memang sesuatu hal yang sangat dilematis
bagi para marketer khususnya pengiklan, promotor penjualan, desainer
kemasan, dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Tetapi walaupun
demikian etika tetap harus dijalankan khususnya yang berhubungan dengan
regulasi, kebiasaan maupun kebudayaan Negara setempat yang menjadi target
sasaran para marketer dalam mengkomunikasikan brand maupun produk yang
mereka perkenalkan ke masyarakat, jika perusahaan atau marketer tersebut
tidak mau terkena masalah regulasi yang telah ditetapkan oleh suatu Negara
maupun class action yang dilakukan oleh masyarakat akibat komunikasi
pemasaran yang dilakukan perusahaan atau marketer tersebut yang dianggap
tidak etis atau melanggar etika.
Yang menjadi permasalahannya adalah komunikasi pemasaran ( baik
iklan, promosi penjualan, personal selling, maupun publicity) seperti apakah
yang beretika baik itu? Atau minimal tidak melanggar etika dimasyarakat.
Sehingga suatu komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan atau marketer
melalui media promotion mixnya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat
luas tanpa mengurangi tujuan yang diinginkan.
B. Perumusan Masalah


Bagaimana regulasi dalam komunikasi pemasaran?
Bagaimana cara mengatasi masalah etika dalam komunikasi pemasaran?
C. Tujuan


Untuk menjelaskan berbagai regulasi dalam komunikasi pemasaran.
Untuk mengetahui cara mengatasi masalah etika dalam komunikasi
pemasaran.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Sebelum memasuki pembahasan yang lebih mendalam alangkah
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian etika secara umum dan
batasan-batasannya. Untuk memahami apa itu etika sesungguhnya kita perlu
membandingkannnya dengan moralitas.
Baik etika maupun moralitas sering dipakai secara dipertukarkan
dengan pengertian yang sering disamakan begitu saja. Ini sesungguhnya tidak
sepenunya salah. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja punya
pengertian yang sama sekali berbeda dengan moralitas (Keraf, 1998).
Sehubungan dengan itu, secara teoritis kita dapat membedakan dua
pengertian etika – kendati dalam penggunaan praktis sering tidak mudah
dibedakan (Keraf, 1998). Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos,
artinya adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada
suatu masyarakat atau kelompok masyarakakat.
Pada pengertian pertama ini etika mirip atau sama dengan moralitas
yang berasal dari kata Latin mos dalam bentuk jamaknya mores berarti adat
istiadat. Kedua, etika dimengerti sebagai filsafat moral, atau ilmu yang
membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan
etika dalam pengertian pertama diatas.
Sebagai sebuah ilmu yang menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,
etika dalam pengertian kedua ini lalu bahkan mempersoalkan apakah nilai
dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan dalam situasi konkret
tertentu yang dihadapi seseorang. Atau etika juga mempersoalkan apakah
suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan nilai dan norma tertentu
harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan karena itu harus dikutuk
atau justru sebaliknya.
Juga dipersoalkan, apakah dalam situasi konkret yang dihadapi
memang harus bertindak sesuai dengan norma dan nilai moral yang ada
dalam masyarakat ataukah justru sebaliknya dibenarkan untuk bertindak
melawan nilai dan norma moral tertentu.
Pada tingkatan ini, etika lalu membutuhkan evaluasi kritis atas semua
dan seluruh situasi yang terkait. Dibutuhkan semua informasi seluas dan
selengkap mungkin baik menyangkut nilai dan norma moral, maupun
informasi empiris tentang situasi yang bahkan belum terjadi atau telah terjadi
untuk memungkinkan seseorang bisa mengambil keputusan yang tepat baik
tentang tindakan yang akan dilakukan maupun tentang tindakan yang telah
dilakukan oleh pihak tertentu.
Dalam konteks ini, masuklah segala macam pertimbagan mengenai
motif, tujuan, akibat, pihak terkena, berapa banyak orang yang terkena
tindakan itu, besarnya resiko dibandingkan manfaat, keadaan psikis pelaku,
tingkat intelegensia untuk menentukan sejauh mana pelaku menyadari
tindakannya dan akibat dari tindakannya, dan seterusnya dan seterusnya.
Agar lebih konkret lagi, kita dapat mengambil contoh nilai dan norma
kejujuran. Pertanyaan etis yang dihadapi pemasar adalah mengapa saya harus
jujur mengkomunikasikan atau menawarkan (konkretnya) produk kepada
masyarakat konsumen? Memang ada nilai dan norma tertentu bahwa kita
harus jujur dalam bertindak sebagai manusia.
Namun persoalannya adalah apakah memang dalam situasi konkret
yang kita hadapi, kita harus jujur? Atau justru sebaliknya? Mengapa?
Pertanyaan mengapa adalah pertanyaan paling penting, karena disanalah
dasar moral tindakan jujur atau tidak jujur dalam pemasaran maupun bisnis
bisa dilihat dan bisa dipakai untuk membenarkan atau tidak membenarkan
tindakan pemasaran yang bersangkutan. Etika bermaksud membantu manusia
untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung jawabkan.
B. Pengertian Komunikasi Pemasaran
1) Pengertian Komunikasi Pemasaran
Komunkasi sebagai dialog interaktif antara perusahaan dan
pelanggannya yang berlangsung selama tahap pra penjualan, penjualan,
pemakaian dan pasca pemakaian (Kotler, 2004).
Perusahaan-perusahaan
harus
menanyakan
bukan
hanya
“bagaimana kita dapat menjangkau pelanggan kita?” melainkan juga
“Bagaimana pelanggan kita dapat menjangkau kita” disinilah peran
seorang marketer dengan segala kreatifitasnya membuat komunikasi
pemasaran menjadi efektif.
Komunikasi perusahaan mempunyai jangkauan yang lebih
daripada unsure - unsur dalam proses komunikasi. Gaya dan harga produk,
bentuk dan kemasannya, sikap dan pakaian wiraniaga, hiasan toko, alat
alat tulis perusahaan – semuanya menyampaikan sesuatu kepada pembeli.
Setiap kontak merek memberikan kesan yang dapat memperkuat atau
memperlemah pandangan pelanggan tentang perusahaan tersebut. Seluruh
bauran pemasaran harus dipadukan untuk memberikan pesan yang
konsisten dan pemosisian yang strategis.
Titik tolaknya adalah semua kemungkinan interaksi yang mungkin
dialami pelanggan sasaran dengan produk dan perusahaan tersebut.
Contohnya, orang yang tertarik membeli computer baru akan bicara
dengan orang-orang lain, melihat iklan televisi, membaca atikel, mencari
informasi, dan mengamati computer ditoko maupun pameran. Marketer
perlu menilai pengalaman dan kesan mana saja yang paling berpengaruh
terhadap masing-masing tahap proses pembelian tersebut. Pemahaman ini
akan membantu mereka mengalokasikan dana komunikasi dengan lebih
efesien.
Selain
itu
dikenal
pula
istilah
Integrated
Marketing
Communications/IMC (komunikasi pemasaran terpadu. Menurut Shimp
dalam bukunya perikalanan promosi mengatakan bahwa IMC adalah
proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program
komunikasi persuasive kepada pelanggan dan calon pelanggan secara
berkelanjutan.
Tujuan IMC adalah mempengaruhi atau memberikan efek langsung
kepada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya. IMC menganggap
seluruh sumber yang dapat menghubungkan pelanggan atau calon
pelanggan dengan produk atau jasa dari suatu merek atau perusahaan,
adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan pesan dimasa datang.
Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua bentuk komunikasi
yang relevan serta yang dapat diterima oleh pelanggan dan calon
pelanggan. Dengan kata lain, proses IMC berawal dari pelanggan atau
calon
pelanggan,
kemudiam
berbalik
kepada
perusahaan
untuk
menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode yang perlu
dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasive. Ada lima ciri
utama IMC yaitu :

mempengaruhi perilaku

berawal dari pelanggan dan calon pelanggan

menggunakan satu atau segala cara untuk melakukan kontak

berusaha menciptakan sinergi

menjalin hubungan
Dari pengertian etika dan komunikasi pemasaran tersebut, maka
penulis mencoba merumuskan pengertian etika komunikasi pemasaran
sebagai komunikasi perusahaan dan pelanggannya yang diharapkan
interaktif dalam proses pemasaran, sehingga menimbulkan hasil yang
diharapkan oleh kedua belah pihak dengan beretika dengan dasar
pemikiran yang rasional dan regulative.
C. Regulasi dalam Komunikasi Pemasaran
Pengiklan, manajer penjualan, dan komunikator perusahaan lainnya
dihadapkan kepada berbagai batasan dan regulasi yang memengaruhi ruang
lingkup pengambilan keputusan mereka. Regulasi pemerintah dapat memiliki
efek yang signifikan untuk organisasi bisnis. Sejarah abad lalu menunjukkan
bahwa regulasi penting untuk melindungi konsumen dan kompetitor dari
praktik bisnis yang curang (fraudulent), menipu (deceptive), dan tidak jujur
(unfair) yang dilakukan oleh beberapa perusahaan.
Kapan Suatu Regulasi Dibenarkan? Regulasi dibenarkan dalam situasi
tertentu dan dibutuhkan ketika keputusan konsumen didasarkan atas informasi
yang terbatas atau salah. Dalam situasi tersebut konsumen cenderung
membuat keputusan yang sebenarnya tidak akan mereka ambil dan akibatnya,
timbul ‘kerusakan’ dalam ekonomi, fisik, atau psikologis. Kompetitor juga
terkena dampaknya karena mereka kehilangan usaha yang seharusnya dapat
mereka nikmati.
Regulasi diputuskan untuk diberlakukan jika manfaatnya melebihi
biaya yang dikeluarkan. Berikut ini terdapat tiga manfaat utama: pertama,
pilihan konsumen atas alternatif yang ada akan lebih baik jika konsumen
mendapatkan informasi yang lebih banyak dari pasar. Kedua, ketika konsumen
mendapatkan informasi dengan lebih baik, maka kualitas produk cenderung
mengalami perbaikan sebagai respon atas perubahan kebutuhan dan preferensi
konsumen. Ketiga, penurunan harga akibat berkurangannya “kekuatan
informasi pasar” penjual.
Sementara regulasi itu sendiri memiliki dua bentuk regulasi yang
memengaruhi banyak aspek dari komunikasi pemasaran, yaitu regulasi
pemerintah dan regulasi dalam industri itu sendiri (industry self regulation).
1. Regulasi Agen Federal mengenai Komunikasi Pemasaran
Federal Trade Commission (FTC) adalah agen pemerintah
Amerika yang memilki tanggung jawab utama untuk mengatur periklanan
di tingkat federal. Regulasi pemerintah ini dibuat di tingkat federal dan
negara bagian. Seluruh entuk komunikasi pemasaran (personal selling,
promosi penjualan, iklan, telemarketing, dan sebagainya) diatur dengan
regulasi, namun iklan adalah satu area di mana pembuat regulasi amat
aktif memberlakukan peraturan. Hal ini disebabkan posisi iklan sebagai
aspek yang paling banyak mendapat perhatian dalam komunikasi
pemasaran.
Otoritas pembuat regulasi di FTC itu sendiri terbagi ke dalam tiga
area yang secara langsung memberikan pengaruh kepada komunikator
pemasaran, yaitu: deceptive advertising, unfair practices, dan information
regulation.
a. Regulasi mengenai Deceptive Advertising
Kebijakan mengenai penipuan yang berlaku pada saat ini
mendeklarasikan bahwa FTC akan menganggap suatu praktik bisnis
termasuk kategori penipuan apabila ada suatu representasi, kelalaian,
atau praktik yang cenderung menyesatkan bagi konsumen dalam
situasi yang masuk akal, yang menyebabkan kerugian bagi mereka.
Tiga elemen berikut ini memberikan esensi kebijakan tersebut.
1. Misleading. Harus ada suatu representasi, kelalaian, atau suatu
praktik yang cenderung dapat disalahartikan oleh konsumen.
2. Reasonable Consumer. Suatu tindakan atau praktik perlu
dipertimbangkan dari prespektif seorangreasonable consumer.
3. Material. Representasi, kelalaian, atau praktik yang dilakukan
harus bersifat material. Suatu represenatsi yang material
melibatkan informasi yang penting bagi konsumen dan cenderung
memengaruhi pilihan (choice) maupun tindakan (conduct) mereka
terhadap suatu produk.
b. Regulasi Mengenai Unfair Practices
Unfairness adalah suatu konsep yang tidak jelas, oleh karena itulah
doktrin unfairness dibatasi penggunaannya oleh FTC hingga tahun
1972, ketika dalam suatu keputusan hukum yang terkenal (FTC vs
Sperry & Hutchinson Co.) Kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi
apakah suatu tindakan bisnis dikategorikan sebagaiunfair melibatkan
pertimbangan tentang apakah tindakan tersebut:
1) melanggar kebijakan publik yang telah lama berlaku;
2) tidak bermoral, tidak etis, menekan, ataupun tidak jujur, dan
3) membahayakan secara substansial bagi konsumen, kompetitor, atau
perusahaan lain.
FTC telah mengaplikasikan doktrin unfaireness ke dalam tiga
hal utama: substansi iklan, praktik promosi yang ditujukan kepada
anak-anak, dan peraturan perdagangan.
o
Substansi iklan. Program substansi iklan tersebut didasarkan atas
premis sederhana: adalah tidak fair bagi pengiklan untuk membuat
klaim mengenai produk mereka tanpa memiliki dasar yang masuk
akal bagi klaim terebut.
o
Unfairness yang
kepada
melibatkan
kasus
anak-anak.
yang
Ketika
dihadapkan
melibatakan
anak-anak,
doktrin unfairness sangat berguna karena banyak klaim iklan yang
tidak bersifat deceptive namun mempunyai potensi tidak etis,
tidak jujur, atau berbahaya bagi anak-anak.
o
Peraturan Perdagangan. Walaupun sebagian besar tindakan
Federal Trade Commission diputuskan berdasarkan kasus per
kasus, keberadaan Trade Regulation Rules / TRRs memungkinkan
FTC untuk mengeluarkan peraturan yang membatasi suatu
industri
secara
keseluruhan
dari
praktik
yang unfairmaupun objectionable.
c. Informasi Mengenai Regulasi
Walaupun tujuan utama dari regulasi periklanan adalah untuk
melarang praktik deceptive dan unfair, regulasi juga dibutuhkan untuk
untuk memberikan informasi pada konsumen tentang apa yang
seharusnya tidak mereka terima. Banyak yang percaya bahwa
program iklan bersifat korektif adalah yang paling penting dalam
program penyediaan informasi yang diberikan FTC.
Corrective
advertising (periklanan
yang
bersifat
korektif)
didasarkan atas premis bahwa sebuah perusahaan yang menyesatkan
bagi konsumen harus menggunakan iklan di masa datang untuk
memperbaiki impresi deceptiveyang telah tercipta dalam benak
konsumen, dan bukan untuk menghukum perusahaan tersebut.
Contoh kasus corrective advertising adalah produk
mouthwash
merek Listerine dari Warner-Lambert mengenai penyesatan iklan
bertahun-tahun yang mengatakan bahwa produk tersebut dapat
membantu mencegah pilek atau radang teggorokan.
d. Regulasi Mengenai Product Labelling
Food and Drug Administration (FDA) adalah badan federal yag
bertanggung jawab mengatur informasi yang dicantumkan pada
kemasan produk makanan dan obat. Contoh kasus pada tahun 1991
FDA memperkarakan produk jus jeruk merek Citrus Hill dari Procter
& Gamble atas adanya kemasan yang salah bahwa merek tersebut
terbuat dari bahan jus jeruk segar, mengingat produk tersebut terbuat
dari bahan buatan (konsentrat)
2. Regulasi Komunikasi Pemasaran oleh State Agencies
Setiap negara bagian mempunyai biro pembuat regulasi sendiri
untuk
melindungi
pasar dari praktik penipuan bisnis.
National
Associationof Attorneys General (NAAG), yang di dalamnya terdiri dari
para penuntut umum dari 50 negara bagian, telah menjalankan peran aktif
mereka. Contoh kasus keluhan dari 22 negara bagian terhadap Honda of
America dengan menyebutkan kendaraan roda tiga jenis Honda all-ter-rain
sebagai “rolling death trap”.
Kasus lain yang menarik adalah pengajuan tuntutan oleh penuntut
umum di Texas terhadap Volvo North America. Volvo telah memproduksi
iklan televisi yang memperlihatkan Bear Foot, sebuah truk yang berukuran
amat besar yang melintasi di atas mobil-mobil berukuran normal. Semua
mobil rusak kecuali mobil Volvo jenis station weagon. Namun, sebuah
pengujian menunjukkan bahwa mobil Volvo tersebut dilengkapi dengan
baja dan kayu, sementara lapisan penyangga atap mobil-mobil lain
dilepaskan.
Kasus ini juga mengingatkan kepada praktik periklanan Campbell
Soup Co. yang di dalam iklannya meletakkan kelereng pada dasar
mangkuk agar makanan tampak penuh hingga permukaan mangkuk,
sehingga terlihat sangat menarik.
3. Self-Regulation Periklanan
Meskipun dibuat oleh para pengiklan sendiri dan bukan badan
pemerintah, self-regulation dalam batas-batas tertentu merupakan suatu
bentuk
dari private
government (pemerintahan
mandiri)
di
mana
sekelompok orang menentukan dan memberlakukan peraturan mengenai
perilaku secara suka rela. Empat kelompok utama yang mensponsori
program self-regulation:
o asosiasi periklanan (misalnya American Association of Advertising
Agencies, Association of National Advertisers);
o kelompok industri khusus (misalnya Council of Better Business
Bureaus);
o
o
asosiasi media; dan
asosiasi perdagangan.
Advertising clearance process (proses izin pemasangan iklan)
adalah suatu bentuk self-regulation yang terjadi di belakang layar sebelum
sebuah iklan televisi atau iklan lain dipublikasikan ke hadapan konsumen.
Sebelum pemunculannya, sebuah iklan majalah atau televisi mengalami
berbagai
tahap
“perizinan”
termasuk:
1) clereancebiro
iklan;
2)
persetujuan dari legal department pengiklan dan mungkin juga dari biro
hukum independen; dan 3) persetujuan media (seperti panduan jaringan
televisi mengenai standards of taste). Setelah itu akan mempunyai peluang
untuk berhadapan dengan post hoc regulation dari FTC, NAAC, dan
National Advertising Review Board.
D. Masalah Etika Dalam Komunikasi Pemasaran
Relative mudah untuk mendefinisikan etika, namun sulit untuk
mengidentifiikasi apa yang etis atau tidak etis dalam komunikasi pemasaran.
Sebenarnya, diseluruh bidang pemasaran (seperti halnya di masyarakat)
kurang tercipta consensus mengenai permasalahan etika.
Walaupun tanpa consensus shimp dalam bukunya Periklanan dan
Promosi mengidentifikasi praktik komunikasi pemasaran yang secara khusus
bersinggungan dengan masalah etika yang mungkin bisa jadikan acuan untuk
kita
telaah
secara
bersama.
Bagian-bagian
tersebut
antara
lain
Usaha penentuan target komunikasi pemasaran (etika dalam Targeting).
Menurut kutipan yang tersebar luas mengenai konsep dan strategi
pemasaran, perusahaan harus mengarahkan penawarannya kepada segmen
pelanggan yang spesifik. Namun dilema etika kadangkala muncul pada saat
usaha memasarkan produk khusus dan melakukan komunikasi pemasaran
yang diarahkan kepada segmen tertentu.
Yang khusus mengundang perdebatan mengenai etika adalah praktek
targeting dan usaha komunikasi kepada segmen yang- alasan psikososial dan
ekonomis – rentan terhadap komunikasi pemasaran, seperti anak-anak dan
kaum minoritas.
Contoh iklan Gatorade untuk anak-anak “alternative sehat untuk anak
yang sedang kehausan” dikritik para ahki gizi dan para kritikus lainnya tidak
penting bagi anak dan tidak lebih baik dari air putih.
Iklan dianggap para praktisi amat bertanggung jawab terhadap segala
kejadian baik di dalam hidup dan dikritik oleh lawan mereka sebagai
penyebab sebagian besar hal yang buruk. Sebagai suara teknologi, periklanan
diasosiasikan dengan berbagai ketidpuasan di tingkat industri. Sebagai suara
dari kebudayaan massal, iklan mengandung kritikan para intelektual. Dan
sebagai penjelmaan yang paling terlihat dari kapitalisme, ia telah mnyediakan
tidak kurang dari sebuah kekuatan bagi kritik sosial.
a. Iklan Dianggap tidak Jujur dan Menipu
Beberapa iklan menipu konsumen, eksistensi regulasi pemerintah
dan self-regulation dari industri sendiri menunjukkan fakta ini. Namun
adalah hal yang naïf jika mengasumsikan bahwa sebagian besar iklan
bersifat menipu. Industri periklanan tidak jauh berbeda dengan institusi
lain di masyarakat yang pluralistik. Berbohong, menipu, dan bentuk
kecurangan lainnya adalah sesuatu yang universal, terjadi di tingkat
tertinggi dalam pemerintah serta dalam hubungan antarmanusia yang
paling dasar.
b. Iklan Bersifat Manipulatif
Kritik mengenai manipulasi menunjukkan bahwa iklan mempunyai
kekuatan memengaruhi orang untuk berperilaku tidak umum, atau
melakukan sesuatu yang tidak akan mereka lakukan jika tidak ditunjukkan
oleh iklan. Secara umum, tuduhan bahwa iklan bersifat manipulatif adalah
tanpa alasan. Tidak dapat disangkal bahwa iklan mencoba membujuk
konsumen untuk membeli produk dan merek tertentu. Namun, manipulasi
dan persuasi bukanlah hal yang sama. Persuasi adalah bentuk yang
sah legitimate dari interaksi antarmanusia yang dilakukan oleh semua
individu dan institusi.
c. Iklan Bersifat Ofensif dan Berselera Buruk
Tidak dapat disangkal bahwa banyak iklan yang menjijikkan dan
bersifat ofensif. Namun, hal serupa dapat berlaku dalam semua bentuk
presentasi media massa. Para kritikus iklan menganggap banyak iklan
menghina intelegensia manusia, vulgar, dan secara umum menyerang
selera banyak konsumen. Beberapa alasan yang menjadi dasar dari kritik
tersebut adalah seperti iklan dengan ide-ide yang bodoh, tema seks dalam
bentuk eksplisit maupun implisit, iklan-iklan televisi yang mengiklankan
produk-produk yang kurang menyenangkan, dan penggunaan iklan yang
repetitif dari iklan yang sama.
d. Iklan Menciptakan dan Mempertahankan Stereotipe
Iklan cenderung menggambarkan kelompok tertentu dengan cara
yang amat sempit dan mudah ditebak; African-Amercina dan kelompok
minoritas lainnya selalu digambarkan secara tidak seimbang sebagai kelas
pekerja dibandingkan berbagai posisi yang sebenarnya mereka tempati;
wanita terlalu distreotipkan sebagai ibu rumah tangga atau objek seksual;
dan warga negara senior (manula) kadangkala pernah dan masih
digambarkan sebagai manusia yang lemah dan pelupa.
e. Orang-orang Membeli Barang yang Tidak Begitu Diperlukan
Iklan menyebabkan orang-orang membeli produk atau jasa yang
tidak mereka butuhkan. Kritik ini merupakan penilaian yang amat berat.
Iklan sebagian besar memengaruhi selera konsumen dan mendorong orang
untuk melakukan pembelian, sesuatu yang mungkin tadinya tak akan
mereka lakukan.

Masalah Etika dalam Personal Selling dan Telemarketing
Kemungkinan perilaku tidak etis lebih besar terjadi dalam personal
selling, termasuk telemarketing, dibandingkan aspek lain dari komunikasi
pemasaran. Hal ini disebabkan oleh banyaknya personal selling yang
terjadi dalam basis one-on-one, cara yang lebih personal, di kantor
pelanggan atau melalui telepon. Situasi ini lebih mudah dibandingkan
dengan komunikasi massa, untuk membuat klaim-klaim yang tidak
mempunyai dasar serta janji-janji yang tidak dapat dibuktikan. Artinya,
seorang sales person berada dalam posisi di mana ia dapat berkata apa saja
tanpa harus khawatir untuk mempertanggugjawabkan kepada publik.
Contoh kasus: saran sales personpenambahan cat pelindung dan anti karat
pada pembelian mobil General Motor yang sebenarnya tidak perlu dan
terlalu mahal.

Masalah Etika dalam Kemasan
Terdapat empat aspek dalam pengemasan yang melibatkan masalah
etis. Pertama, informasi label dalam kemasan yang dapat menyesatkan
bagi konsumen dengan memberikan informasi yang berlebihan atau
bahkan kurang. Kedua, grafik pengemasan dikategorikan sebagai tidak etis
ketika gambar dalam kemasan tidak mempresentasikan isi produk yang
sebenarnya. Kasus lain dari perilaku tidak etis adalah ketika toko tertentu
diberi asesoris agar terlihat identik dengan toko lain yang sudah terkenal.
Ketiga, masalah pengemasan yang tidak aman(unsafe packaging)
umumnya berkenaan dengan produk berbahaya yang tidak aman bagi
anak-anak dan kemasannya yang tidak mudah rusak.
Keempat, implikasi
pengemasan
terhadap
lingkungan (isu
lingkungan). Informasi pengemasan adalah menyesatkan dan tidak etis
ketika
menjanjikan
manfaat
bagi
lingkungan
dipenuhinya.

Masalah Etika dalam Promosi Penjualan
yang
tidak
dapat
Promosi penjualan yang berorientasi konsumen (termasuk praktikpraktik seperti pemberian kupon, penawaran bonus, pengembalian, undian
berhadiah, dan kontes) dapat bersifat tidak etis ketika promotor penjualan
menawarkan sebuah penghargaan kepada konsumen tetapi tidak
direalisasi. Contoh, tidak mengirimkan bonus yang dijanjikan atau tidak
mengirimkan cek pootongan harga yang dijanjikan. Undian berhadiah dan
kontes berpotensi menjadi tidak etis ketika konsumen berpikir bahwa
kemungkinan kemenangan mereka lebih besar dari kenyataan yang ada.
Penting untuk diingat bahwa para pemasar bukan merupakan satusatunya pihak yang patut disalahkan mengenai perilaku tidak etis dalam
promosi penjualan. Konsumen juga terlibat dalam aktivitas ini, seperti
pengembalian kupon untuk barang yang tidak pernah dibeli atau
melakukan pengembalian atas alasan palsu.
E. MENUJU KOMUNIKASI PEMASARAN YANG ETIS
Bisnis dapat menanamkan kebudayaan yang etis atau tidak etis dengan
membangun ethical core values untuk memandu perilaku komunikasi
pemasaran. Dua core values yang akan terus berlaku dalam meningkatkan
perilaku etis, yaitu sebagai berikut:
1) memperlakukan konsumen dengan rasa hormat, perhatian, dan kejujuran
2) memperlakukan lingkungan seolah-olah sebagai milik pribadi
Perusahaan dapat mendorong perilaku komunikasi pemasaran yang etis
kepada para pegawai dengan menyarankan mereka untuk mengaplikasikan
serangkaian tes berikut ini ketika berhadapan dengan masalah etika:
1) bertindak sebagaimana kita ingin diperlakukan orang lain bertindak
terhadap kita (The Golden Rule);
2) hanya melakukan tindakan yang dianggap pantas oleh panel objektif yang
terdiri dari kolega profesional kita (The Professional Ethic); dan
3) selalu bertanya, “Apakah kita merasa nyaman menjelaskan tindakan ini
melalui televisi kepada khalayak umum?” (The Tv Test).
BAB 3
PENUTUP
Berdasarkan apa yang sudah penulis paparkan dalam makalah ini, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan.
Pertama, kita harus sadar persoalan teknis bahwa produk-produk yang
diperkenalkan sebagai degradable, ternyata tidak bersifat biogradable.
Kedua, lingkungan regulasi terdiri dari regulasi pemerintah dan selfregulation dari industri sendiri.
Ketiga, bisnis dapat menanamkan kebudayaan yang etis atau tidak etis
dengan membangun ethical core values untuk memandu perilaku komunikasi
pemasaran.
Dua core values yang akan terus berlaku dalam meningkatkan perilaku
etis, yaitu sebagai berikut:
1) memperlakukan konsumen dengan rasa hormat, perhatian, dan kejujuran; dan
2) memperlakukan lingkungan seolah-olah sebagai milik pribadi
DAFTAR PUSTAKA
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi: Komunikasi Pemasaran Terpadu.
Jakarta: Erlangga.
Download
Study collections