Uploaded by User12794

Komunkasi Antar Pribadi

advertisement
Makalah
Teori – Teori Dalam Komunikasi Antarpribadi
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Komunikasi Antarpribadi
Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019
Oleh: Rio Naofal Fauzan (1871503718)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Antarpribadi. Pada Universitas Budi
Luhur Jakarta.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktunya.
Mengingat makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dari Bapak/Ibu Dosen dan para pembaca
yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik
bentuk, isi maupun teknik penyajiannya. Oleh sebab itu, kritikan yang bersifat
membangun dari berbagai pihak penulis terima dengan tangan terbuka dan sangat
diharapkan. Semoga kehadiran makalah ini memenuhi sasarannya.
Jakarta, 16 April 2019
Penulis
|1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 0
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB 1 ..................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1. Latar Belakang ................................................................................................ 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Teori Penetrasi Sosial ............................................................... 5
2.1.2 Asumsi Teori Penetrasi Sosial .................................................................... 6
2.1.3 Model Teori Sosial Penetrasi ..................................................................... 6
2.1.4 Tahapan Proses Penetrasi Sosial .............................................................. 10
2.1.5 Contoh Kasus Teori Sosial Penetrasi ....................................................... 11
2.1.6 Kelemahan dan Kekuatan Teori Penetrasi Sosial ..................................... 11
2.1.7 Kritik terhadap Teori Penetrasi Sosial ...................................................... 12
2.2.1 Teori Negosiasi Tatap Muka .................................................................... 13
2.2.2 Karakteristik Pesan Asertif ....................................................................... 14
2.2.3 Komponen-komponen Pesan Asertif........................................................ 17
2.2.4 Teknik Komunikasi Asertif ...................................................................... 18
2.2.5 Komunikasi Asertif yang Efektif ............................................................. 18
2.2.6 Gaya Komunikasi atau Perilaku Komunikasi........................................... 19
2.3.1 Teori Disonansi Kognitif .......................................................................... 21
2.3.2 Asumsi dan Teori Disonansi Kognitif ...................................................... 23
|2
2.3.3 Konsep dan Disonansi Kognitif ............................................................... 23
2.3.4 Teori Disonansi Kognitif dan Persuasi ..................................................... 25
BAB III ................................................................................................................. 27
PENUTUP ............................................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
|3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu, setiap makhluk akan berubah. Sama halnya
dengan kondisi manusia sebagai lakon utama dalam kehidupan ini. Manusia
sebagai pelaku komunikasi terbesar di dunia ini. Berbicara manusia dan
kehidupan sosial yang di dalamnya terjadi proses komunikasi, maka seiring
perubahan alam, komunikasi pun akan berubah. Berubah sesuai perkembangan
zaman atau lebih popular dengan istilah ke-kontemporer-an.
Perubahan-perubahan akan menuntut kita untuk mempelajari lebih intens
mengenai perubahan itu sendiri. Hal tersebut dilakukan adalah agar kita lebih
memahami mengenai hidup ini. Sama halnya dengan perubahan yang terjadi
dalam komunikasi.
|4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Teori Penetrasi Sosial
Teori Penetrasi sosial adalah teori yang membahas bagaimana
perkembangan kedekatan dalam sebuah hubungan. Sebelum mengupas proses ini,
kita harus terlebih dahulu memahami kompleksitas manusia. Teori Penetrasi
Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973). Teori penetrasi
sosial
secara umum
membahas
tentang bagaimana proses
komunikasi
interpersonal. Teori yang menjelaskan proses terjadinya pembangunan hubungan
interpersonal secara bertahap dalam pertukaran sosial. Terdapat 3 level, yaitu
artificial level (awal hubungan), intimate level (hubungan dalam proses), very
intimate level (hubungan yg lebih intim). Di sini dijelaskan bagaimana dalam
proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana
terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa Altman
dan Taylor: penetrasi sosial.
The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya
hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang paling dangkal, mulai
dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke tingkatan yang terdalam, atau ke
tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan penjelasan ini, maka teori penetrasi
sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan
perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengenal satu sama
lain melalui tahap pengungkapan informasi.
Altman
dan
Taylor
(1973)
membahas
tentang
bagaimana
perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya
kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain sejauh kita
mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from superficial to intimate
levels of exchange as a function of both immediate and forecast outcomes.”
|5
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah.
Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan
kepribadian, bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisanlapisan informasi mengenai diri masing-masing. Jika kita mengupas kulit terluar
bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula
kepribadian manusia.
2.1.2
Asumsi Teori Penetrasi Sosial
1. Hubungan-hubungan memiliki kemajuan dari tidak intim menjadi intim.
2. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi.
3. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan
disolusi.
4. Pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan.
2.1.3 Model Teori Sosial Penetrasi
(Altman & Taylor, 1973)
|6
1. Tahap Pertama (Lapisan Pertama Atau Terluar Kulit Bawang)
Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka
bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak
ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi,
maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan
kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka
bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. maka informasinya
bersifat superficial. Informasi yang demikian wujudnya antara lain seperti nama,
alamat, umur, suku dan lain sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap
mengalir saat kita berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini
sendiri disebut dengan tahap orientasi.
2. Tahap Kedua (Lapisan Kulit Bawang Kedua)
Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua) disebut dengan tahap
pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap ekspansi awal dari
informasi dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih dalam dari tahap
pertama. Dalam tahap tersebut, di antara dua orang yang berkomunikasi, misalnya
mulai bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi apa
kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi makanan, musik,
lagu, hobi, dan lain sejenisnya.
3. Tahap Ketiga (Lapisan Kulit Bawang Ketiga)
Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap pertukaran afektif.
Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya
tentang informasi menyangkut pengalaman-pengalaman privacy masing-masing.
Jadi, di sini masing-masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang
sifatnya lebih pribadi, misalnya seperti kesediaan menceritakan tentang problem
pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudah mulai berani “curhat”.
|7
4. Tahap Ke empat (Lapisan Kulit Bawang Ke empat)
Tahap ke empat merupakan tahapan akhir atau lapisan inti, disebut juga
dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut sifatnya sudah sangat
intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk memprediksikan tindakantindakan dan respon mereka masing-masing dengan baik. Informasi yang
dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi inti dari pribadi masing-masing
pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi terdalam.
Kedekatan kita terhadap orang lain, menurut Altman dan Taylor, dapat
dilihat dari sejauh mana penetrasi kita terhadap lapisan-lapisan kepribadian tadi.
Dengan membiarkan orang lain melakukan penetrasi terhadap lapisan kepribadian
yang kita miliki artinya kita membiarkan orang tersebut untuk semakin dekat
dengan kita. Taraf kedekatan hubungan seseorang dapat dilihat dari sini.
Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor menjelaskan
beberapa penjabaran sebagai berikut:
Pertama, Kita lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada
lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah membicarakan atau ngobrol tentang
hal-hal yang kurang penting dalam diri kita kepada orang lain, daripada
membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat pribadi dan personal. Semakin
ke dalam kita berupaya melakukan penetrasi, maka lapisan kepribadian yang kita
hadapi juga akan semakin tebal dan semakin sulit untuk ditembus. Semakin
mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih pribadi, maka akan semakin sulit
pula.
Kedua, keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat resiprokal (timbal-balik),
terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori ini, pada awal
suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka
diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau
semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut
semakin berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan
juga semakin tidak bersifat timbal balik.
|8
Ketiga, penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang
ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada istilah
“langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu proses yang
panjang. Dan biasanya banyak dalam hubungan interpersonal yang mudah runtuh
sebelum mencapai tahapan yang stabil. Pada dasarnya akan ada banyak faktor
yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan tersebut mudah runtuh, mudah
goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu untuk melewati tahapan ini, biasanya
hubungan tersebut akan lebih stabil, lebih bermakna, dan lebih bertahan lama.
Keempat, depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin
memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka
keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak bersifat
eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat bertahap. Semuanya
bertahap, dan semakin memudar.
Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu hubungan adalah penting.
Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Maksudnya adalah mungkin dalam
beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa sangat terbuka kepada
seseorang yang dekat dengan kita. Akan tetapi bukan berarti juga kita dapat
membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin kita bisa terbuka dalam
urusan asmara, namun kita tidak dapat terbuka dalam urusan pengalaman di masa
lalu. Atau yang lainnya.
Karena hanya ada satu area saja yang terbuka bagi orang lain (misalkan
urusan asmara tadi), maka hal ini menggambarkan situasi di mana hubungan
mungkin bersifat mendalam akan tetapi tidak meluas (depth without breadth).
Dan kebalikannya, luas tapi tidak mendalam (breadth without depth) mungkin
ibarat hubungan “halo, apakabar?”, suatu hubungan yang biasa-biasa saja.
Hubungan yang intim adalah di mana meliputi keduanya, dalam dan juga luas.
Keputusan tentang seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut teori
penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs analysis).
Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita menghitung faktor
untung-rugi dalam hubungan kita dengan orang tersebut, atau disebut dengan
indeks kepuasan dalam hubungan (index of relational satisfaction). Begitu juga
|9
yang orang lain tersebut terapkan ketika berhubungan dengan kita. Jika hubungan
tersebut sama-sama menguntungkan maka kemungkinan untuk berlanjut akan
lebih besar, dan proses penetrasi sosial akan terus berkelanjutan.
Altman dan Taylor merujuk kepada pemikiran John Thibaut dan Harold
Kelley (1952) tentang konsep pertukaran sosial (social exchange). Menurut
mereka dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang penting antara lain
adalah soal relational outcomes, relational satisfaction, dan relational stability.
Thibaut dan Kelley menyatakan bahwa kita cenderung memperkirakan
keuntungan apa yang akan kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan
orang lain sebelum kita melakukan interaksi. Kita cenderung menghitung untungrugi. Jika kita memperkirakan bahwa kita akan banyak mendapatkan keuntungan
jika kita berhubungan dengan seseorang tersebut maka kita lebih mungkin untuk
membina relasi lebih lanjut.
2.1.4 Tahapan Proses Penetrasi Sosial
Orientasi: membuka sedikit demi sedikit
Merupakan tahapan awal dalam interaksi dan terjadi pada tingkat publik.
Disini hanya sedikit dari kita yang terbuka untuk orang lain.

Pertukaran penjajakan afektif: munculnya diri
Dalam tahap ini, merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika
aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul.

Pertukaran afektif: komitmen dan kenyamanan
Ditandai dengan persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Dalam
tahap ini, termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai”.

Pertukaran stabil: kejujuran total dan keintiman
| 10
Tahap terakhir ini merupakan tahapan dimana berhubungan dengan
pengungkapan
pemikiran,
perasaan
dan
perilaku
secara
terbuka
yangmengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi.
2.1.5 Contoh Kasus Teori Sosial Penetrasi
Mawar dan marwan awalnya tidak mengenali satu sama lain . Mawar sudah
lama melajang sedangkan marwan baru saja putus dengan kekasihnya , marwan
merasa sedih dan kesepian melajang seorang diri dan membutuhkan wanita
sebagai pengganti kekasihnya , lalu suci sebagai temannya marwan dan mawar
mengenali mereka satu sama lain.
Tidak beberapa lama mereka bertemu untuk saling mengenal satu sama
lain. Mereka bertemu dan mengobrol secara umum untuk pertama kalinya , lalu
mereka bertemu kembali karena merasa nyaman dan memiliki kecocokan. Setelah
berkali – kali bertemu Mawar, marwan membicarakan masalah hubungan mereka
yang berawal dari komunikasi superficial menjadi komunikasi yang lebih intim.
2.1.6 Kelemahan dan Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kekuatan dalam teori ini adalah fakta bahwa ia dapat digunakan
untuk melihat wajah kedua untuk menghadapi interaksi interpersonal serta
interaksi online antara individu. kekuatan lain melibatkan kegunaan dari teori ini
dalam memandang dan menilai risiko dalam suatu hubungan interpersonal
tergantung pada jenis hubungan serta tingkat saat pengungkapan diri dan
keintiman di dalamnya.
Kelemahan Teori Penetrasi Sosial
Kelemahan dari teori ini termasuk fakta bahwa faktor-faktor lain yang
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pengungkapan diri tidak dinilai.
Budaya dan karakteristik demografi seperti jenis kelamin, ras, usia, dan banyak
| 11
lagi, akhirnya mungkin memiliki efek pada bagaimana seseorang memilih untuk
mengungkapkan informasi. Selain itu, juga mungkin sulit untuk menggeneralisasi
informasi yang dinilai menggunakan teori ini karena fakta bahwa pengalaman
tertentu, nilai-nilai, dan keyakinan dari seorang individu juga mungkin memiliki
efek pada cara di mana ia memilih untuk mengungkapkan informasi.
2.1.7 Kritik terhadap Teori Penetrasi Sosial
Kritik terhadap teori penetrasi sosial adalah bahwa prediksi teori ini gagal
dibuktikan dengan data di lapangan. Misalnya, menurut teori penetrasi sosial,
proses timbal balik self-disclosure terjadi pada awal hubungan. Van Lear melihat
bahwa self-disclosure sering terjadi justru pada kawasan pertengahan pembicaraan
semiprivat dari proses penetrasi. Teori ini juga menysebutkan bahwa
ketidakcocokan muncul sesuai dengan kecepatan dari self-revelation (pembukaan
rahasia) yang tidak terduga.
Namun John Berg menemukan bahwa teman sekamar di kampus dapat
memutuskan apakah mereka akan terus sekamar atau tidak, hanya dalam beberapa
minggu. Selain itu, teori ini menjelaskan bahwa suatu hubungan berakhir karena
terjadi kemunduran proses penetrasi di mana kedua belah pihak tidak lagi
membagi hal-hal yang bersifat pribadi dengan lawan bicaranya. Penemuan Betsy
Tolstedt menunjukkan bahwa self-disclosure seringkali meningkat secara dramatis
justru di tahap final dari kemerosotan hubungan.
| 12
2.2.1 Teori Negosiasi Tatap Muka
 Pengertian Komunikasi Asertif
Pengertian komunikasi asertif dapat dilihat dari karakteristiknya yaitu
kemampuan untuk mendengar perspektif orang lain dan mengekspresikan dirinya
dengan jujur dan penuh rasa hormat. Komunikasi asertif meliputi pernyataan atau
ide-ide secara jelas dan dengan penuh rasa percaya diri, tanpa merasa bersalah.
Komunikator asertif lebih melihat ke dalam diri seseorang (misalnya
memahami perasaan dan tujuan sendiri dan lain-lain), bertanggung jawab
(terhadap apa yang dipikirkan, perilaku, dan lain-lain) dan jujur (menyajikan
pesan verbal dan non verbal secara konsisten).
Seorang asertif menangani konflik dengan mengekspresikan kebutuhan,
pikiran dan perasaan mereka secara jelas dan langsung namun tanpa menilai orang
lain atau mendikte orang lain. Mereka memiliki sikap yang dapat menyelesaikan
masalah kepuasan setiap orang. Dengan memiliki sikap serta keterampilan asertif
tidak serta merta membuat komunikasi asertif mendapatkan apa yang diinginkan
namun dapat memberikan mereka kesempatan untuk melakukannya.
Keuntungan lain dari komunikasi asertif adalah kemampuannya mengelola
penghormatan terhadap diri baik assertor maupun pihak yang berinteraksi
dengannya. Sebagai hasilnya adalah, mereka yang dapat mengelola konflik secara
asertif memiliki pengalaman perasaan ketidaknyamanan saat mereka berada di
dalam masalah tersebut. Mereka biasanya merasa lebih baik mengenai diri mereka
sendiri dan orang lain setelahnya. Komunikasi asertif dipandang sebagai gaya
komunikasi yang paling etis digunakan ketika kita dihadapkan pada sebuah
konflik.
| 13
2.2.2 Karakteristik Pesan Asertif
Mengetahui pesan asertif tidak berarti sama dengan kemampuan untuk
mengekspresikannya. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
melakukan komunikasi asertif dan hal ini berlaku bagi berbagai macam jenis
pesan seperti harapan, masalah, keluhan, dan penghargaan.
Pada dasarnya pesan asertif terdiri dari tiga bagian yaitu perilaku,
perasaan, dan efek:
Perilaku adalah deskripsi non penilaian dari sebuah perilaku yang diubah.
Perasaan adalah merujuk pada perasaan asserter atau komunikator yang biasanya
tidak dinyatakan secara langsung. Efek adalah klarifikasi dari sebuah efek
perilaku orang lain terhadap asserter. Sementara itu, menurut Adler dkk dalam
bukunya Understanding Human Communication (2006 : 239-243) suatu pesan
asertif yang lengkap terdiri dari lima bagian yaitu deskripsi perilaku, intepretasi
yang diberikan terhadap perilaku orang lain, deskripsi tentang perasaan yang
dimiliki komunikator, deskripsi konsekuensi dan pernyataan intensi.
Deskripsi Perilaku Merupakan gambaran dari tujuan perilaku tanpa melakukan
berbagai penilaian. Dalam artian, menggunakan bahasa yang netral atau deskriptif
dapat mengurangi peluang terjadinya reaksi bertahan yang diberikan oleh receiver
dibandingkan dengan menggunakan bahasa yang bersifat penilaian evaluatif .
Contoh :
o Deskripsi perilaku :“Anda meminta pendapat saya tentang ide Anda, dan saat
saya memberikan pendapat saya, Anda mengatakan kepada saya kalau saya sangat
kritis’.
o Penilaian evaluatif : “Jangan memiliki sensitif yang berlebihan. Anda Meminta
pendapat saya, namun tidak terima lalu marah dan menilai saya secara sepihak.”
| 14

Intepretasi yang diberikan terhadap perilaku orang lain.
Sebuah pesan asertif mengekspresikan intepretasi komunikator. Intinya adalah
berpikiran positif mengenai arti perilaku orang lain.
Contoh :
“Mungkin Anda memberikan reaksi yang defensif, karena kritik yang saya
lontarkan termaknai terlalu detil. Itu hanya karena saya menggunakan standar
yang terlalu tinggi”.

Deskripsi Perasaan Komunikator
Mengekspresikan perasaan menambah dimensi baru terhadap sebuah pesan
sehingga pesan asertif menjadi lebih jelas.
Contoh :
“ Ketika Anda menilai saya terlalu kritis setelah Anda meminta kejujuran opini
saya (perilaku), dapat dinilai bahwa pada dasarnya Anda tidak ingin mendengar
tinjauan kritis yang saya berikan (intepretasi) kemudian, saya merasa menyesal
telah menyampaikan pendapat (perasaan).”
Deskripsi konsekuensi
Sebuah pernyataan konsekuensi menjelaskan apa yang terjadi sebagai sebuah
hasil perilaku yang digambarkan, intepretasi, dan perasaan. Terdapat tiga macam
konsekuensi, yaitu :
Apa yang terjadi dengan pembicara.
Apa yang terjadi dengan pendengar.
Apa yang terjadi dengan orang lain.
| 15
Pernyataan intensi komunikator
Pernyataan intensi merupakan elemen terakhir dalam bentuk pesan asertif.
Pernyataan intensi dapat mengkomunikasikan tiga macam pesan, yaitu:
a. Posisi komunikator terhadap suatu isu
b. Permintaan kepada orang lain
c. Deskripsi tentang rencana tindakan di masa mendatang.
Pernyataan intensi sangatlah penting. Karena, jika pernyataan intensi mengalami
kegagalan dapat menyebabkan orang lain merasa kesulitan dalam mengetahui dan
memahami apa yang diinginkan oleh komunikator dari komunikan. Bahkan
kesulitan dalam menghadapi bagaimana caranya untuk mengambil suatu tindakan.
Contoh pernyataan intensi yang melengkapi pesan asertif :
“Ketika Anda mengatakan bahwa saya terlalu ktitis setelah Anda meminta saya
mengenai kejujuran pendapat saya (perilaku), terlihat bagi saya kalau Anda tidak
benar-benar ingin mendengar sebuah kritik (intepretasi). Hal ini membuat saya
merasa bodoh telah berkata jujur (perasaan).
Sekarang, saya tidak yakin apakah saya harus mengatakannya kepada Anda apa
yang benar-benar saya pikirkan saat Anda meminta pendapat saya (konsekuensi)
di masa yang akan datang. Saya akan membuatnya jelas sekarang. Apakah Anda
benar-benar menginginkan saya untuk mengatakan apa yang saya pikirkan atau
tidak (intensi)?”
| 16
2.2.3 Komponen-komponen Pesan Asertif
Pesan asertif memiliki beberapa komponen penting yaitu persiapan,
pengiriman pesan, kebisuan atau keheningan, mendengarkan, pengulangan, dan
fokus pada solusi.
 Persiapan Sebelum mengirim sebuah pesan asertif, asertor harus
menyortir pesan masuk ke ranah atau hak orang lain. Apakah perilaku
yang menjadi objek pesan asertif adalah perilaku yang konsisten, serta
apakah pesan asertif memiliki untuk mengubah perilaku. Dalam beberapa
kasus, sebuah pesan asertif tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku.
 Pengiriman pesan : Pesan asertif seringkali disampaikan secara langsung.
Bahasa tubuh digunakan untuk mengkonfirmasi intonasi pesan seperti
kontak mata, postur atau gesture tubuh serta ekspresi wajah.
 Kebisuan atau keheningan : Pemberian jeda waktu setelah pesan
dikirim. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu kepada penerima
pesan untuk menginpretasi serta memahami pesan yang diterima. Jangka
waktu untuk diam sejenak tergantung pada situasi saat komunikasi
berlangsung.
 Mendengarkan : Asertor perlu mendengarkan beberapa pesan yang
dikirim oleh penerima pesan. Pesan dapat memiliki informasi baru dan
efeknya adalah Pemindahan pesan asertif yang cepat ke tujuan yang lebih
positif dan baru. Asertor diharuskan untuk menghindari debat agar fokus
pada perilaku dan solusi.
 Pengulangan : Asertor perlu untuk melakukan pengulangan terhadap
proses ini beberapa kali. Hal ini bertujuan agar orang lain menyadari
situasi dimana perilaku tersebut dapat diatasi. Jumlah pengulangan ini
bervariasi berdasarkan kondisi.
| 17
 Fokus pada solusi : Suatu pesan asertif yang efektif tidak memaksa orang
lain untuk menjawab respon berupa “ya atau tidak”. Namun, dengan
memberikan kebebasan kepada orang lain untuk bertindak yang sesuai.
Kompromi yang dilakukan oleh seorang asertif dan orang lain mungkin
merupakan sebuah solusi. Seorang asertif perlu memastikan solusi dapat
memenuhi kebutuhannya.
2.2.4 Teknik Komunikasi Asertif
Secara garis besar terdapat tiga bagian dari setiap intervensi asertif yaitu
empati/validasi, pernyataan masalah dan pernyataan apa yang diinginkan.
Empati atau validasi. Mencoba untuk mengatakan sesuatu yang memperlihatkan
pemahaman atau pengertian terhadap perasaan orang lain. Bentuk pemahaman ini
menunjukkan kepada mereka bahwa kita tidak bermaksud untuk menciptakan
konflik atau perkelahian.
Pernyataan masalah. Hal ini menggambarkan kesulitan yang kita rasakan.
Katakanlah mengapa kita membutuhkan sesuatu untuk berubah.
Menyatakan apa yang diinginkan. Hal ini adalah permintaan khusus untuk
perubahan yang khusus dalam perilaku orang lain.
2.2.5 Komunikasi Asertif yang Efektif
Dalam teori komunikasi termasuk komunikasi Islam, telah dijelaskan
mengenai bagaimana komunikasi yang efektif. Agar komunikasi asertif dapat
berjalan dengan efektif perlu dilakukan beberapa hal, yaitu :
Menggunakan bahasa tubuh. Mengelola kontak mata, menjaga postur tubuh tetap
terbuka dan santai. Yakin bahwa ekspresi wajah sejalan dengan pesan yang
disampaikan.
Menggunakan pernyatan “aku” atau “saya” seperti “Saya ingin… “ atau “Saya
rasa … “ . Tetap fokus pada pokok permasalahan bukan fokus pada menyalahkan
orang lain.
Menggunakan fakta-fakta, bukan penilaian saat berkomunikasi.
Mengekspresikan kepemilikan pemikiran, perasaan, dan pendapat.
| 18
Memberikan kejelasan permintaan secara langsung, jangan mengundang orang
lain untuk berkata “tidak”.
Melakukan pengulangan mengenai apa yang menjadi maksud asertor,
tujuannya adalah membawa orang lain kembali pada fokus dialog (broken record).
Menghindari memberikan respon defensif secara personal (fogging). Fogging
merujuk pada kemampuan seorang asertif dalam menolak serangan yang
dilakukan oleh orang lain.
Berhenti berbicara mengenai suatu masalah. Hal ini digunakan ketika seseorang
tidak mendengarkan atau menggunakan distraksi untuk menghindari isu atau
permasalah yang sedang dibicarakan. Membiarkan seseorang menenangkan diri
sebelum mendiskusikan suatu isu atau permasalahan lebih lanjut.
Melakukan identifikasi mengenai suatu isu yang nyata ketika argumen
yang diberikan secara aktual merupakan sesuatu yang lebih besar daripada topik
yang dibicarakan.
Waktu yang tepat untuk permasalahan.
Membantu untuk memastikan bahwa asertor memahami orang lain atau orang
yang diajak berinteraksi. Untuk menghindari distraksi, sangatlah penting untuk
menjelaskan tentang apa yang ingin dilakukan.
2.2.6 Gaya Komunikasi atau Perilaku Komunikasi
Setiap orang memiliki perilaku komunikasi atau gaya komunikasi yang
berbeda. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan seseorang dalam
menyampaikan perasaan, kebutuhan dan pengalamannya kepada orang lain.
Perilaku komunikasi atau gaya komunikasi merupakan bentuk psikologis yang
mempengaruhi perbedaan individu dalam mengekspresikan perasaan, kebutuhan,
dan pengalaman sebagai pengganti komunikasi yang dilakukan secara langsung
dan terbuka.
Secara khusus, perilaku komunikasi atau gaya komunikasi mengacu pada
kecenderungan individu untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan pikiran
melalui pesan tidak langsung dan dampak perilaku.
| 19
Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar komunikasi yang
kita lakukan adalah komunikasi non verbal.
Pada umumnya terdapat 4 macam perilaku komunikasi atau gaya komunikasi
yaitu pasif, agresif, pasif-agresif, dan asertif.
 Pasif
Komunikasi pasif adalah gaya komunikasi saat individu membangun sebuah
pola untuk menghindari dirinya mengekspresikan pendapat atau perasaan,
melindungi hak-hak pribadi, dan mengidentifikasi serta memenuhi kebutuhannya.
Dan hasilnya adalah individu yang pasif tidak memberikan respon secara lahiriah
untuk menyakiti atau memancing situasi amarah.
Pada umumnya individu yang pasif memiliki harga diri yang rendah dan tidak
dapat berkomunikasi dengan efektif untuk mengenali kebutuhannya sendiri.
Individu yang pasif cenderung lebih mempercayai orang lain tetapi tidak
mempercayai dirinya sendiri.
 Agresif
Komunikasi
agresif
adalah
gaya
komunikasi
dimana
individu
mengekspresikan perasaan dan pendapat mereka untuk memenuhi kebutuhannya
dengan cara menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain. Tujuan komunikasi
agresif untuk mendominasi dan merasa menang, serta membuat orang lain merasa
kehilangan. Kemenangan tersebut didapat melalui cara-cara yang negatif.
Terkadang memalukan, merendahkan, bahkan meremehkan orang lain. Sehingga
komunikan
menjadi
lemah
atau
kurang
mampu
berekspresi
hingga
mempertahankan kebutuhan dan hak mereka.
 Pasif-agresif
Komunikasi pasif-agresif adalah gaya komunikasi yang menggabungkan gaya
komunikasi pasif dan komunikasi agresif. Komunikasi pasif-agresif adalah gaya
komunikasi dimana individu terlihat pasif namun bertindak dengan cara-cara yang
agresif. Mereka yang membangun gaya komunikasi pasif-agresif pada umumnya
merasa tidak memiliki kekuasaan.
| 20
 Asertif
Komunikasi asertif adalah gaya komunikasi dimana individu secara jelas
menyatakan pendapat dan perasaan mereka untuk memenuhi kebutuhan dan hakhak mereka tanpa melanggar hak asasi orang lain. Tujuan dari komunikasi asertif
adalah untuk mendapatkan dan memberikan rasa hormat, fair play, dan membuka
ruang untuk kompromi ketika hak-hak dan kebutuhannya menemui konflik
dengan orang lain.
Menilik hubungan dengan Komunikasi Gender, misalnya dalam dunia
kerja, kita bisa melihat bahwa baik wanita maupun pria menggunakan gaya
komunikasi yang berbeda. Pada umumnya wanita memiliki gaya komunikasi pasif
sedangkan pria memiliki gaya komunikasi agresif.
Hal ini telah terbentuk secara kultural atau budaya. Dengan sifat alami pria
yaitu agresifitas, pria cenderung lebih mudah melengkapi kebutuhannya
dibandingkan dengan wanita.
Sebaliknya,
dengan
kepasifannya,
wanita
cenderung
berusaha
untuk
menyingkirkan kebutuhan mereka. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhannya
wanita cenderung menggunakan gaya komunikasi pasif-agresif dimana ia merasa
tertantang untuk merespon secara agresif tetapi dengan intonasi atau bahasa yang
pasif.
2.3.1 Teori Disonansi Kognitif
Sebelum adanya teori disonansi kognitif, Teori Konsistensi Kognitif telah
lebih dulu diperkenalkan oleh dua psikolog Susan Fiske dan Shelley Taylor pada
tahun 1948. Teori ini menjelaskan secara umum bahwa suatu pikiran beroperasi
seperti sebuah penengah antara rangsangan dan respons. Teori ini menyatakan
ketika orang menerima informasi yang dianggap sebagai rangsangan pikiran
mereka mengaturnya menjadi sebuah pola dengan rangsangan yang sudah lebih
dulu diterima. Jika rangsangan baru tersebut tidak pas dengan pola yang ada atau
tidak konsisten, maka orang tersebut akan merasa ketidaknyamanan.
| 21
Karena munculnya pemikiran adanya rasa ketidaknyaman itulah Leon
Festinger mencoba melakukan penelitian dengan berbagai keadaan yang ada dan
lahirlah
Teori
Disonansi
Kognitif.
Disonansi
adalah
sebutan
untuk
ketidakseimbangan sedangkan konsonansi adalah keseimbangan. Disonansi
kognitif adalah perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap,
pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten. Leon Festinger menamakan
perasaan ketidaknyamanan yang tidak seimbang ini disebut teori disonansi
kognitif (CDT – Cognitive Dissonance Theory). Teori ini merupakan teori yang
menerangkan perasaan yang dimiliki seseorang ketika mereka menemukan diri
mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka
ketahui atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang
mereka pegang (dalam Richard West dan Lynn H. Turner, 2007 : 136 ).
Roger Brown (1965) mengatakan, dasar dari dari teori ini mengikuti
sebuah prinsip yang cukup sederhana : “Keadaan disonansi kognitif dikatakan
sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi
usaha-usaha untuk mencapai konsonansi”. Brown menyatakan bahwa teori ini
memungkinkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu
sama lain, konsonan; disonan; dan tidak relevan. (Richard West dan Lynn H.
Turner, 2007 : 137)
Secara sederhana, proses disonansi kognitif digambarkan dalam
kerangka :
a. Adanya sikap, pemikiran, sikap, dan perilaku yang tidak konsisten
berakibat pada;
b. Dimulainya disonansi yang juga berakibat pada;
c. Adanya rangsangan yang tidak menyenangkan, yang berusaha
dikurangi dengan;
d. Usaha-usaha untuk menghilangkan disonansi.
| 22
2.3.2
Asumsi dan Teori Disonansi Kognitif
Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana
keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek
inkonsistensi yang ada diantara kognisi-kognisi.Empat asumsi dasar dari
teori disonansi kognitif : (Richard West dan Lynn H. Turner, 2007 : 139)
a. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan,
sikap, dan perilakunya.
b. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis.
c. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk
melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
d. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan
usaha untuk mengurangi disonansi.
2.3.3
Konsep dan Disonansi Kognitif
Karena adanya konsep disonansi kognitif para teoritikus berusaha
untuk melakukan prediksi hal-hal yang mempengaruhi tingkatan disonansi
yang dirasakan seseorang dan bagaimana tindakannya untuk mengatasi
disonansi tersebut.

Tiga faktor yang mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan
seseorang
menurut Zimbardo, Ebbesen, dan Maslach, 1977,
(dalam Richard West dan Lynn H. Turner, 2007 : 141)
a) Tingkat kepentingan (importance). Tingkat kepentingan atau
seberapa signifikan suatu masalah berpengaruh terhadap
tingkat disonansi yang dirasakan.
b) Jumlah disonansi dipengaruhi oleh rasio disonansi (dissonance
ratio), atau jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah
kognisi yang kosonan. Ada kogsonansinya disonan dengan
prilakunya dan ada kogsonansinya disonan dengan prilaku
konflik.
| 23

Tingkat disonansi dipengaruhi oleh rasionalitas (rationale) yang
digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Rasionalitas
merujuk kepada alasan yang dikemukakan untuk
menjelaskan
mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang
dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka
semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.

Sumber disonansi menurut Festinger (1957)
a) Inkonsistensi Logika (Logikal Incosistency), yaitu logika
berpikir yang mengingkari logika berpikir lain. Misalnya
seorang yang percaya bahwa manusia dapat mencapai bulan
dan juga percaya bahwa manusia tidak dapat membuat alat
yang dapat membantu menembus atmosfir.
b) Nilai Budaya (cultural mores), yaitu bahwa kognisi yang
dimiliki seseorang di suatu budaya kemungkinan akan berbeda
dengan budaya lainnya. Misalnya seorang Jawa yang
mengetahui bahwa makan dengan menggunakan tangan di
daerahnya adalah suatu hal yang wajar, disonan dengan
kenyataan bahwa hal tersebut tidak wajar pada etika makan di
Inggris.
c) Opini Umum (opinion geberality), yaitu disonansi mungkin
muncul karena sebuah pendapat yang berbeda dengan yang
menjadi pendapat umum. Misalnya seorang anggota partai
demokrat yang dianggap publik pasti akan mendukung
kandidat dari partainya, ternyata lebih memilih kandidat dari
partai lain yang menjadi lawan partainya.
| 24
d) Pengalaman Masalalu (past experience), yaitu disonansi akan
muncul bila sebuah kognisi tidak konsisten dengan pengalaman
masalalunya. Misalnya seorang yang mengetahui bahwa bila
terkena hujan akan basah mengalami disonan ketika pada saat
hujan
ia
mendapati
dirinya
tidak
basah.
(Disonansi
Kognitif.Mangaraja Agung.F.Psi UI.2007)

Disonansi dapat dikurangi dengan baik melalui perubahan perilaku
maupun sikap, kebanyakan penelitian difokuskan pada sikap.
Disonansi dapat dikurangi dengan:
a) Mengurangi
pentingnya
keyakinan
disonan
kita.
Yang
dimaksud adalah dengan berusaha mengurangi keyakinan
dalam diri bahwa kita mengalami disonansi.
b) Menambahkan keyakinan yang konsonan. Menumbuhkan
keyakinan dalam diri untuk merasakan kenyamanan dan
keseimbangan sehingga tidak merasakan disonansi.
c) Menghapuskan disonansi dengan cara yang teratur. Berusaha
meminimalisir perasaan disonansi dan berusaha melupakannya.
2.3.4
Teori Disonansi Kognitif dan Persuasi
Teori disonansi kognitif berkaitan juga dengan beberapa hal di bawah
ini:
a) Terpaan selektif, mencari informasi yang konsisten yang belum ada.
CDT memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang
meningkatkan disonansi dan mencari informasi konsisten dengan sikap
dan perilaku mereka.
b) Perhatian selektif, memberikan perhatian pada informasi yang sesuai
dengan sikap dan perilakunya.
| 25
c) Interpretasi selektif, melibatkan penginterpretasian informasi yang
ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan interpretasi
selektif, kebanyakan orang menginterpretasikan sikap teman dekatnya
lebih sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya
terjadi (Berschedit& Waslster).
d) Retensi selektif, merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi
yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan
yang kita lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten.
| 26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas penulis dapat simpulkan bahwa peran penting dari
komunikasi dalam hubungan pribadi adalah bahwa hubungan pribadi tidak dapat
terpisahkan dengan komunikasi karena dinyatakan semakin baik suatu hubungan
pribadi, semakin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, semakin cermat
presepsinya tentang orang lain dan presepsi akan dirinya sendiri sehingga semakin
efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
Efektifitas komunikasi diawali oleh motivasi dari masing-masing individu.
Pesan yang disampaikan harus mampu dimengerti, dipresepsi dan mampu
menghasilkan reaksi atau komunikasi antarpribadi dikatakan sukses apabila
membuahkan hasil. Kualitas pesaan yang disampaikan mempengaruhi efektifitas
komunikasi baik secara verbal dan nonverbal. Konsep diri dari masing-masing
individu yang berinteraksi menjadi poin yang sangat penting dalam tercapainya
efektifitas komunikasi. Namun perlu ditekankan bahwa tidak selamanya prinsip
komunikasi efektif yang berhubungan dengan teori ekonomi bisa diaplikasikan,
karena materi bukanlah segalanya, ada faktor-faktor lain yang sangat berpengaruh
terhadap efektifitas komunikasi.
| 27
DAFTAR PUSTAKA
 https://www.academia.edu/12269067/Makalah_Teori_Penetrasi_Sosial
 https://www.academia.edu/28660540/TEORI_DISONANSI_KOGNITIF_
-_TEORI_KOMUNIKASI
 Materi Pertemuan 7 Kelompok Antarpribadi
| 28
Download