Makalah Individu Konversi TI-Pak Imam

advertisement
Subyek
: Makalah Individu
Mata Kuliah
: Sistem Informasi Manajemen
Waktu Penyerahan
: Jumat, 21 Maret 2014
PENERAPAN STRATEGI KONVERSI SISTEM
INFORMASI BERTAHAP PADA PERUSAHAN
AERO-ENGINE ROLLS-ROYCE
Disusun Oleh :
TULUS BANGUN HUTAGALUNG
P056132401.51
Dosen:
Dr.Ir. Imam Arif Suroso, MSc (CS)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 4
1.3 Metode Penelitian ................................................................................................................. 4
Bab II Tinjauan Pustaka .............................................................................................................. 5
2.1 Profil Bisnis Perusahaan Rolls-Royce .................................................................................. 5
2.2 Enterprise Resourse Planning (ERP) .................................................................................... 5
2.3 Berbagai Strategi Konversi Sistem Operasi TI pada Perusahaan ........................................ 8
2.4 Sistem, Aplikasi, dan Produk dalam Pengolahan Data (SAP) ............................................ 10
BAB III Pembahasan ................................................................................................................ 11
3.1 Urgensi Konversi Sistem Informasi di Perusahaan Rolly-Royce ....................................... 11
3.2 Strategi/Metode Konversi Pilot dan Bertahap (Phased) ke Sistem ERP SAP /3 ................ 11
3.3 Implikasi Penerapan Strategi Konversi Pilot dan Bertahap ................................................ 12
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................................... 16
2|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerapan sistem informasi pada perusahaan sebenarnya banyak dilatarbelakangi oleh
berbagai kebutuhan untuk efisiensi dan efektivitas berbagai tugas pada suatu organisasi
(organisasi profit atau non profit) dan alasan ekonomis. Pada kenyataannya, dalam
implementasi sistem informasi dari manual ke otomatis banyak menemui kendala di
berbagai perusahaan. Salah satunya adalah karena karyawan sebagai penggunanya (end
users) kurang mampu beradaptasi dalam menjalankan fungsi sistem informasi tersebut
dikarenakan mereka sudah lama menggunakan sistem manajemen manual. Biasanya cara
yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi hal ini adalah melakukan pelatihan
(training) kepada para karyawannya dengan cara memakai jasa pihak lain atau vendor
teknologi informasi (TI) yang sudah berpengalaman di bidangnya.
Ada beberapa cara yang lain, seperti mengadaptasi salah satu dari empat strategi
konversi sistem operasi, baik strategi konversi langsung, paralel, pilot, maupun dengan
strategi bertahap. Pilihan perusahaan bergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada di
lapangan. Bisa juga karena alasan meminimalisir resiko tapi memerlukan banyak biaya
atau sebaliknya. Namun demikian, strategi yang banyak digunakan adalah strategi konversi
paralel (memakai dual system: yang baru tanpa langsung menghilangkan sistem informasi
yang lama) dan strategi bertahap (phased conversion strategy).
Pada penelitian dalam makalah ini, penulis berusaha untuk memaparkan penerapan
strategi konversi pilot dalam sistem operasi Enterprise Resource Planning (ERP) melalui
software SAP R/3 di Perusahaan Rolls-Royce serta berbagai menganalisis berbagai
implikasi yang muncul. Penerapan sistem operasi baru ERP dengan aplikasi software SAP
R/3 memang memerlukan banyak biaya, waktu, tenaga, dan pikiran dalam perencanaan
dan implementasinya beberapa dekade yang lalu. Namun, hasil yang sekarang diraih oleh
Rolls-Royce adalah menjadi perusahaan penghasil mesin pesawat (aero-engine) terbesar
nomor dua di dunia. Hal ini dikarenakan dengan sistem operasi SIM yang baru, RollsRoyce dapat memenuhi banyak pesanan dari pasar dibandingkan dengan pesaingnya.
Alasannya tentu saja karena dengan menerapakan sistem yang baru, maka operasional
bisnisnya menjadi semakin efektif (tepat sasaran) dan efisien sehingga mudah bagi pihak
manajer untuk menilai setiap kinerja bisnisnya dan akhirnya menghasilkan kebijakan
manajerial yang akurat, tepat, dan cepat.
3|
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian di atas, maka tujuan penelitian dalam
makalah ini adalah:
-
Mejelaskan urgensi (pentingnya) konversi sistem operasi dalam penerapan Sistem
Informasi Manajemen di suatu perusahaan
-
Mengidentifikasi strategi konversi yang mana yang digunakan oleh perusahaan
dalam perubahan sistem informasinya.
-
Menganalisis dan memaparkan berbagai implikasi dari penerapan strategi konversi
yang dipakai tersebut; baik implikasi positif maupun yang negatifnya.
1.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode penelitian
kualitatif analitik, yaitu metode penelitian yang menggunakan studi kasus (bersifat
kasuistis), menemukan fakta di lapangan, menyimpulkannya sesuai dengan teori yang ada.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari buku dan
tulisan/artikel di internet.
4|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Bisnis Perusahaan Rolls-Royce
Perusahaan Rolls-Royce tumbuh dari sebuah bisnis elektrik dan mekanik yang
didirikan oleh Henry Royce pada tahun 1884, dimana ia membuat mobil bermotor pertama
pada tahun 1904 dan pada bulan Mei tahun itu ia bertemu dengan Charles Rolls yang
perusahannya memproduksi mobil berkualitas di London. Akhirnya mereka sepakat untuk
memproduksi mobil yang dijual secara ekslusif oleh perusahaan CS Rolls & Co dan
namanya adalah Roll-Royce. Pada bulan Maret 1906, mereka berhasil dengan mobil yang
diproduksi oleh perusahaan Rolls-Royce dan menglarkan mobil enam silinder, yaitu Silver
Ghost, yang dalam satu satu tahun dinobatkan sebagai mobil terbaik di seluruh dunia.
Ketika awal Perang Dunia Pertama, sebagai respon terhadap kebutuhan negara maka
Royce merancang mesin udara (aero), bernama The Eagle, yang menyediakan setengah
dari tenaga kuda yang digunakan dalam perang udara oleh rekannya. The Eagle sangat
bertenaga pada penerbangan langsung pertama trans atlantik dari Inggris ke Australia
bersama dengan pesawat Vickers Vimy.
Sejak awal didirikannya, nama Rolls-Royce telah disepadankan dengan kata
integritas, kehandalan, dan inovasi yang diasosikan dengan empat sektor bisnis utamanya,
seperti kapal penerbangan sipil, kapal terbang pertahanan, marinir, dan energi. Sekarang
ini, perusahaan Roll-Royce menjadi perusahaan mesin pesawat udara terbesar kedua di
dunia, perusahaan mesin pesawat pertahanan kedua di dunia, pemimpin dunia dalam hal
tenaga penggerak laut dan sebuah pimpinan pemasok solusi energi, dalam semua bisnis ini
memiliki teknologi turbin gas. Roll-Royce merayakan ulangtahun keseratusnya pada tahun
2004 dengan serangkaian acara bersama pelanggan, mitra kerja dari institusi pendidikan
dan industri, termasuk karyawan keluarga, dan teman di seluruh Inggris, Jerman,
Skandinavia, Amerika Utara, dan Timur Jauh.
2.2 Enterprise Resourse Planning (ERP)
ERP merupakan sebuah aplikasi piranti lunak (software) yang bertujuan untuk
mengintegrasikan aliran informasi di seluruh perusahaan tersebut melalui sistem informasi
komputer. Melalui ERP, pihak manajemen sebuah perusahaan mampu untuk menyatukan
berbagai fungsi sistem, seperti manufaktur, keuangan, pengadaan barang, dan distribusi.
Sistem ini memampukan perusahaan untuk menggantikan sistem informasi yang ada serta
membantu memberi stndar aliran informasi manajemen. ERP ini adalah langkah maju dan
5|
evolusi dari aplikasi MRPII (Manufacturing Resource Planning). Model MRPII tersebut
membentuk sebuah inti dasar dari ERP dan menggunakan modul yang sama, walaupun
memang sistem ERP berisi beberapa modul yang pada dasarnya tidak digunakan dalam
MPRII, contohnya desain yang dibantu oleh komputer (Computer Aided Design/CAD),
distribusi perencanaan sumber daya (Distribution Resource Planning/DRP), peralatan
sistem manajemen (Tool Management Systems/TMS), manajemen data produk (Product
Data Management/PDM).
ERP menggunakan teknologi internet untuk mengintegrasikan aliran informasi dari
fungsi bisnis internal seperti informasi dari pelanggan dan pemasok. Sisttem tersebut
menggunakan sistem manajemen database, dalam arsitektur jaringan server/klien untuk
menangkap data manajemen yang bernilai. Prinsip penting di belakang sistem tersebut
melibatkan data yang masuk melalui serangkaian aplikasi modular dalam sekali. Sekali data
disimpan, maka data itu secara otomatis memicu up date (pembaharuan) segala informasi
yang berhubungan di dalam sistem. Sistem tersebut dapat banyak mendukung segala daerah
dari sebuah organisasi, lintas unit bisnis, fungsi departemen, dan pabrik. Pengembangan
sistem ERP dalam sebuah organisasi manufaktur yang besar memerlukan integrasi prakti
kerja dan sistem informasi. Perusahaan yang menggunakan ERP mendapatkan keuntungan
kompetitif dari cara penerapan sistem dan mengeksploitasi data yang dihasilkan. Banyak
perusahaan yang telah memasang ERP telah menjadi lebih gesit/cekatan dalam pasar
dibanding pesaing dengan sistem yang dibuat dan sulit untuk diganti. Ada tiga keuntungan
dalam penggunaan ERP, yaitu: otomatisasi proses bisnis, akses tempat waktu terhadap
informasi manajemen, dan pembaharuan dalam rantai pasok melalui penggunaan ecommunication dan e-commerce. Tugas penting dari diterapkannya ERP adalah untuk
memahami perbedaan antara fungsi dan modul.
Fungsi didefinisikan sebagai tugas fisik terkini yang ditampilkan di dalam
perusahaan, sedangkan modul adalah unit software yang berfungsi untuk membantu dalam
menyediakan fungsi, dimana vendor ERP yang berbeda memiliki modul yang menampilkan
dan memiliki fungsi yang berbeda juga. Industri umum melihat bahwa penerapan ERP akan
menghasilkan efisiensi dengan cara memampukan mereka untuk memindahkan data finansial
data lain dengan cepat dari satu departemen ke departemen lainnya. Banyak perusahaan yang
mengeluarkan dana miliaran dolar dan menyuruh banyak orang untuk memasang sistem
software ERP. Pertumbuhan pesat vendor software ERP berlangsung pada akhir tahun 1990.
Pada tahun 1998 terdapat lima vendor software besar, yaitu Perusahaan SAP AG, Oracle,
People Soft, J.D Edwards, dan Baan Co. Van Stijn dan Wensley (2001) dalam Yusuf,dkk
6|
(2004) berfokus pada masalah yang muncul setelah digunakannya sistem ERP. Ada banyak
masalah yang diidentifikasi berhubungan dengan tidak terpakainya sistem ERP, baik karena
ketidakinginan organisasi ataupun ketidakmampuan dalam memperbaharui teknologi.
ERP adalah singkatan dari Enterprise Resource Planning sehingga perusahaan tidak
cukup hanya merencanakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan perusahaan,
tetapi juga perlu untuk mengelola sumber daya tersebut dengan baik. Sebuah organisasi harus
menilai dirinya sendiri apakah sudah siap untuk menggunakan sistem ERP. Beberapa
perusahaan yang menggunakan sistem ERP tidak menyadari keuntungan penuh yang
ditawarkan oleh ditawarkan oleh sistem tersebut karena tidak diorganisasikan dengan model
yang benar untuk memperoleh keuntungan tersebut. Banyak perusahaan yang mencoba untuk
menerapkan ERP mengalami kesulitan karena organisasi tersebut tidak siap untuk integrasi
dan berbagai departemen di dalam organisasi tersebut memiliki agenda dan tujuan masingmasing yang saling bertentangan.
Software ERP sangatlah bisa beradaptasi, tetapi sangat tidak lunak dan perusahan
yang ingin menggunakannya secara benar harus mengubah praktik kerja mereka agar bisa
selaras dengan software itu. Faktor kunci dari implementasi ERP adalah cara yang di
dalamnya sebuah software dikonfigurasikan. Isu yang paling penting untuk diidentifikasi
sebelum ERP diimplementasikan adalah mengetahui core bisnis. Core bisnis tersebut dapat
diketahui dari penerapan model bisnisnya. Tujuan awal dari penggunaan sistem ERP adalah
untuk mengotomatisasi segala proses bisnis. Namun demikian, dalam pandangan modern
tujuan itu sudah bergeser menjadi percepatan akses terhadap informasi manajemen yang
terkini dan tepat waktu.
Mayoritas
kesulitan
yang dialami
dalam
menerapkan
ERP
adalah
biaya
pengembangan dari software tambahan untuk menjembatani atau menampilkan ulang
informasi dari sistem yang diwariskan. Sebelum laporan manajemen ERP dapat dihasilkan
dan didistribusikan kepada manajer, data itu haruslah pertama-tama dibuat dengan proses
yang tidak efisien dan mahal. Banyak vendor software ERP menyuplai pelanggan mereka
dengan program implementasi sebagai bagian dari paket solusi keseluruhan. Contohnya
adalah Perusahaan Vendor SAP menyediakan SAP (ASAP) yang dipercepat kepada beberapa
pelanggannya. ASAP tersebut menyarankan adopsi dari implementasi “big bang). Program
ini menjalankan implementasi cepat yang secara khusus dirancang bagi perusahaan kecil dan
menengah. Implementasi Big bang menawarkan biaya yang lebih murah dan secara umum
hanya digunakan untuk interface software, walaupun resikonya bertambah karena sedikit
waktu yang digunakan dalam pengembangan dan penilaian keperluan bisnisnya.
7|
2.3 Berbagai Strategi Konversi Sistem Operasi TI pada Perusahaan
Proses konversi sistem operasi dari yang lama ke sistem operasi yang baru atau
aplikasi yang diperbaharui perlu dilakukan pada saat penerapan sistem bisnis baru. Dalam
memperkenalkan teknologi informasi baru ke dalam sebuah organisasi, perlu metode/cara
untuk memperlembut dampkanya. Ada empat bentuk sistem sistem konversi, yaitu
konversi paralel (paralel conversion), konversi pilot (pilot conversion), konversi bertahap
(phased conversion), dan konversi langsung (direct conversion).
Pertama, konversi langsung adalah strategi perubahan sistem operasi teknologi
yang paling sederhana dan mungkin paling mengacaukan (disruptive) jika diterapkan
dalam sebuah organisasi. Strategi konversi ini disebut sebagai pendekatan transisi langsung
atau disebut juga strategi slam-dunk atau strategi cold-turkey, yang merupakan sesuatu
yang kasar (tiba-tiba) sesuai dengan namanya. Dengan menggunakan sistem ini, maka
sistem yang lama tidak akan dipakai, diganti dengan sistem baru. Walaupun memang
metode ini adalah metode yang paling tidak mahal dari semua strategi yang tersedia
(mungkin juga strategi yang dapat bertahan dalam situasi dimana aktivasi sistem baru
adalah sesuatu yang darurat), namun juga merupakan sebuah strategi yang menunjukkan
resiko kegagalan terbesar. Jika suatu sistem baru sudah dijalankan, maka pengguna akhir
harus mengahadapi jika terjadi eror atau ketidakberfungsian dan tergantung pada tingkat
masalah. Pendekatan ini dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kerja
yang ditunjukkan. Konversi langsung ini hanya akan menjadi pertimbangan pada
lingkungan ekstrim ketika tidak ada strategi konversi lain yang dapat dijalankan.
Kedua, strategi konversi paralel adalah dengan menjalankan sistem lama dan
sistem baru secara bersama (simultan) sampai pengguna akhir (end users) dan koordinator
proyek merasa sangat puas dengan sistem baru yang berfungsi dengan benar dan sistem
yang lama tidak diperlukan lagi. Dalam menggunakan pendekatan ini, konversi paralel
dapat dipengaruhi oleh transisi tunggal (single cutover), dengan sekumpulan tanggal prapenentuan untuk memberhentikan operasi paralel atau transisi bertahap yang menggunakan
metode pra-penentuan secara bertahap dari tiap sistem baru dan mengganti sistem lama.
Walaupun sistem ini memiliki kentungan karena rendah resiko, namun pendekatan paralel
membutuhkan biaya yang paling tinggi. Untuk melaksanakan pendekatan paralel yang
tepat, maka para pengguna akhir harus menunjukkan secara literal segala fungsi harian dari
kedua sistem, dan dengan demikian menciptakan kelebihan masif (massive redundancy)
dari segala kegiatan dan secara literal menghasilkan dua kali kerja. Jika biaya operasional
sistem baru yang secara signifikan tidak lebih kecil dari sistem lama, maka biaya
8|
operasional paralel akan sama mahal dengan tiga atau empat kali sistem lama. Selama
konversi paralel, semua hasil dari kedua sistem dibandingkan dengan persetujuan akhir dan
keakuratan, sampai ditententukannya bahwa sistem baru tersebut dapat berfungsi, paling
tidak sama baiknya dengan sistem yang digantikannya. Strategi konversi paralel dapat
menjadi pilihan terbaik dalam situasi dimana sebuah sistem yang terotomatisasi
menggantikan sistem manual. Dalam situasi tertentu, strategi konversi paralel mungkin
tidak dapat dilaksanakan. Terlebih lagi, konversi paralel tidak mungkin terjadi jika
organisasi itu tidak memiliki ketersediaan sumber daya untuk menghitung dalam
menjalankan dua sistem secara bersamaan.
Ketiga, strategi konversi pilot. Pada beberapa kondisi, sistem baru dapat dipasang
pada berbagai lokasi seperti serentetan cabang bank atau toko. Dalam kasus lain, konversi
juga dapat direncanakan sesuai dengan cara pandang geografis. Ketika skenario jenis ini
muncul, ada kemungkinan untuk menggunakan strategi konversi pilot. Keuntungan dalam
pendekatan ini adalah dapat memilih lokasi terbaik yang mewakili kondisi di luar
organisasi, tetapi juga memiliki resiko kecil dalam hal kehilangan waktu atau penundaan
dalam sistem processing-nya. Ketika sistem operasi sudah selesai dipasang pada tempat
percobaan (pilot), prosesnya dapat dievaluasi dan perubahan terhadap sistem dapat dibuat
untuk mencegah pada tempat percobaan dengan cara membuat-ulang pada instalasi yang
tersisa. Pendekatan ini juga diperlukan jika tempat individual atau lokasi percobaan
memiliki karakteristik yang unik yang dapat membuat pendekatan konversi langsung atau
konversi paralel menjadi tidak layak untuk digunakan. Keempat, strategi konversi
bertahap. Strategi konversi ini mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari fitur terbaik
dari pendekatan konversi langsung dan konversi paralel sambil meminimalisir dapat yang
akan muncul. Pendekatan tambahan terhadap strategi konversi ini memampukan sistem
baru untuk dibeli secara online seperti serangkaian komponen fungsional yang dipesan
untuk meminimalisir kekacauan terhadap pengguna akhir dan terhadap alur usaha bisnis
organisasi tersebut. Strategi konversi bertahap adalah sama dengan versi multifungsi yang
dikeluarkan oleh aplikasi dari pengembang piranti lunak (software). Setiap versi dari
software itu harus memperbaiki setiap kerusakan yang didapati dan mengakomodir 100%
kecocokan dengan data yang dimasukkan atau diolah oleh versi sebelumnya. Walaupun
memang strategi konversi ini menghasilkan resiko yang lebih rendah, namun konversi ini
memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dengan demikian menghasilkan kekacauan
yang lebih pada terhadap organisasi dimana strategi konversi ini diterapkan.
9|
2.4 Sistem, Aplikasi, dan Produk dalam Pengolahan Data (SAP)
Pada tahun 1972, lima mantan karyawan IBM membangun sebuah sistem, aplikasi, dan
produk dalam pengolahan data (Systems, Applications, and Products /SAP) di Mannheim,
Jerman. Mereka ingin memproduksi aplikasi software standar yang dapat saling
mengintegrasikan sebagai sebuah solusi bisnis. SAP itu telah didedikasikan untuk
memproduksi produk yang dapat meningkatan pengembalian infprmasi yang dikumpulkan
oleh
sebuah
organisasi.
Nama
perusahaannya
adalah
“Systemanalyse
Und
Programmentwicklung” atau yang sekarang disebut sebagai SAP. Dan jenis SAP yang
pertama kali dikenal adalah R/2 yang dibangun dan menjadi prototipe (miniatur) bagi
cabang dari ICI. Sistem yang dihasilkan dikenal sebagai sistem “R”, singkatan dari
pengolahan “Real-Time”. Sistem ini terintegrasi penih dan dapat digunakan pada kerangka
IBM. Aplikasi software R/2 diperkenalkan pada tahun 1979 dan pada waktu itu disebut
sebagai sistem yang paling komprehensif dalam bisnis di dunia sehingga banyak industri
yang tertarik untuk menggunakannya pada tahun 1980-an. SAP melihat adanya potensi
masa depan untuk menyampaikan informasi kepada pengguna akhir (end-user) melalui
komputer (PC), sehingga menciptakan dan mengembangkan kembali produk yang lebih
jauh sebagai solusi bisnis bagi lingkungan arstitektur klien/server yang dikeluarkan pada
tahun 1992 dan dinamakan R/3. Aplikasi SAP R/3 adalah kumpulan modul software yang
dapat digunakan terpisah atau bersamaan sebagai solusi bisnis. SAP R/3 ini menggunakan
bahasa pemograman yang disebut dengan program aplikasi bisnis yang disempurnakan
(Advanced Business Application Programming/ ABAP). SAP R/3 tersebut memiliki 12
modul, yaitu pembukuan keuangan, simpanan (treasury), pengendalian (controlling),
pengendalian usaha (enterprise controlling), manajemen investasi, perencanaan produksi,
manajemen bahan baku, manajemen kualitas, sistem proyek, manajemen SDM, distribusi
dan penjualan, perawatan pabrik, dan manajemen pelayanan.
10 |
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Urgensi Konversi Sistem Informasi di Perusahaan Rolly-Royce
Sebelum menggunakan aplikasi ERP, perusahaan Rolls-Royce memakai lebih dari
1500 sistem dan banyak dari sistem itu dikembangkan sendiri (internal) oleh Rolls-Royce
selama lebih dari 20 tahun terakhir. Sistem tersebut sangatlah mahal untuk dijalankan dan
sulit untuk merawat serta mengembangkannya. Terlebih lagi sistem tersebut tidak
menyediakan data yang akurat, konsisten, dan dapat diakses yang dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan yang tepat waktu dan baik serta yang diperlukan dalam penilaian
kinerja (seperti dalam kinerja pengantara produk dan ukuran kualitas). Sistem yang
mengalami penuaan tersebut tidak mampu untuk menciptakan lingkungan manufaktur
yang modern dan sebagian dari sistem tua tersebut memilik 2000 pengaduan masalah. Hal
ini diperparah dengan fakta cara kerja di Roll-Royce yang sangat berorientasi secara
fungsional dan banyak departemen yang bekerja terasing (terisolasi).
Sistem manufaktur terakhir yang dikembangkan oleh Roll-Royce adalah MERLIN;
yang merupakan singkatan dari Evaluasi sumber daya, logistik, dan inventori yang
termekanistik. Sistem tersebut pada dasarnya adalah sistem penjadwalan yang menjalankan
prinsip sistem MRPII (Manufacturing Resource Planning) dan dikembangkan pada tahun
1980-an dan kelemahannya adalah karena cenderung mudah dimanipulasi secara manual.
Salah satu penyebab kejatuhan sistem MERLIN ini adalah kesulitan dalam berkomunikasi
dengan sistem manufaktur lain yang bernama IBIS (Inventory Based Instructing System).
Pada tahun 1996, untuk mengembangkan bidang teknologi informasinya, maka mereka
membentuk kerjasama dengan pelayanan data elektronik (electronic data services/EDS)
dan departemen TI Roll-Royce dialihdayakan (di-outsourcing-kan) ke EDS dimana EDS
bertanggungjawab dalam pengembangan sistem TI serta mengganti struktur yang ada dan
menyediakan sumber daya TI yang memadai. Tentu saja keputusan alih-daya ini
memampukan Rolls-Royce untuk memfokuskan dirinya pada bidang keahliannya, yaitu
membuat dan menjual mesin pesawat udara (aero engine).
3.2 Strategi/Metode Konversi Pilot dan Bertahap (Phased) ke Sistem ERP SAP /3
Proyek ERP itu terdiri dari sebuah tim manajemen khusus dari perusahaan alihdaya eksternal EDS dan yang di dalamnya mengikut-sertakan tim yang bertalenta sebagai
konsultan SAP. Di dalam proyek tersebut terdapat manajer internal Rolls-Royce dan stafnya yang memiliki pengetahuan penting dalam hubungan lintas fungsional bisnis dan
pengalaman terhadap sistem internal yang lama. Berkenaan dengan pelaksanaannya, tim
11 |
ini dengan tiap OBU (Operational Business Unit) memiliki tim perancanaan ERP yang
bertanggungjawab dalam melaksanakan perubahan kerja dan pelatihan. Adapun masalah
yang dalam implementasi ERP tersebut terdiri dari masalah budaya, bisnis, dan kesulitan
teknis.
3.3 Implikasi Penerapan Strategi Konversi Pilot dan Bertahap
Untuk mengatasi masalah budaya kerja dari cara kerja sistem internal yang lama ke
sistem SAP dari aplikasi ERP, maka diadakanlah pelatihan (training) dalam bentuk
seminar yang teroganisir dan terbagi dua yaitu untuk kalangan spesialis atau pengguna
umum. Pelatihan bagi karyawan spesialis dilakukan oleh SAP dan sangatlah teknis dengan
mendatangkan pengguna ahli (expert users). Sedangkan pelatihan bagi karyawan pengguna
umum diadakan secara internal dan bekerjasama dengan konsultan EDS. Pelatihan ini
dilaksanakan melalui seminar yang didukung oleh pertunjukan (demonstrasi) di tempat
kerja dan rapat-rapat informasi serta presentasi untuk menghubungkan karyawan dengan
segala perubahan dalam praktik kerja dan sekitar 10000 karyawan telah dilatih.
Dalam masalah bisnis, karena SAP R/3 membutuhkan struktur bisnis yang cukuo
kaku agar dapat dikerjakan dengan berhasil. Peserta dari workshop lintas fungsi segera
mengerti bahwa praktik kerja mereka harus disesuaikan agar cocok dengan SAP. Program
ini disebut sebagai program rekayasa proses bisnis (Business Process Reengineering/BPR).
Program BPR ini terdiri dari empat fase, yaitu: Pertama, berhubungan dengan
menggambarkan dan memetakan proses yang sekarang. Kedua, mengidentifikasi setiap
masalah atau isu dari proses yang dipetakan. Ketiga, mengaplikasikan beberapa isu sebagai
pertunjukan dari SAP untuk mengidentifikasi setiap masalah dalam penerapan sistem yang
baru. Keempat, memetakan-ulang atau memodifikasi proses yang sejalan dengan SAP.
Modifikasi terhadap proses bisnis Rolls-Royce tidak berarti bahwa software SAP R/3 perlu
untuk dimodifikasi karena sangatlah mahal dan pada kenyataannya software versi yang
baru akan sulit untuk dipasang di dalam sistem dan SAP yang implementasi tidak
dimodifikasi ini dinamakan sebagai “Vanilla SAP”.
Sedangkan masalah teknis yang terdapat dalam penerapan aplikasi SAP sistem ERP
di Rolls-Royce adalah akurasi (ketepatan) data. Sistem yang baru memerlukan pencarian
ulang data lama dari sistem lama yang harus dinormalisasikan, disaring, dan disimpan
dalam bentuk data yang sewajarnya (sensible) dalam sebuah repositori data sistem baru.
Duplikasi data merupakan masalah utama yang harus diselesaikan dalam Rolls-Royce.
Dalam beberapa hal, sistem yang lama masih dijalnkan sampai pada suatu masa dapat
digantikan oleh sistem yang baru dan untuk dapat melakukan hal ini maka EDS
12 |
membangun interfaces antar sistem. Sistem CAD yang digunakan oleh Rolls-Royce
masihlah sama karena proses dalam mengubah format data akan sangat mahal dan
menggunakan sumber daya yang berharga. Rolls-Royce memiliki sembilan prinsip yagn
saling terkait dalam proses bisnisnya, yaitu: membangun hubungan dengan pelanggan,
menciptakan solusi bagi pelanggan, menyelesaikan masalah pelanggan, merencanakan
bisnis, mengalokasikan sumber daya dalam bisnis, menghasilkan tatanan, memenuhi
pesanan, memuaskan setiap pemangku kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan, serta
mengelola kas perusahaan.
Gambar 3.1 Sembilan Prinsip Bisnis di Perusahaan Rolls-Royce
U
Untuk mengganti sistem operasi yang lama menjadi sistem operasi ERP dengan
aplikasi SAP R/3, maka Perusahaan Rolls-Royce memperkirakan bahwa mereka
membutuhkan 10000 komputer PC tambahan dan biaya total sebesar 2 juta poundsterling
dalam penggadaan infrastruktur jaringan ditambah dengan 6000 lisensi SAP bagi pengguna
lintas bisnis. Server tersebut disediakan oleh Sun Microsystems dan kapasitas lebih sebesar 2
Terarbyte ruang data. Sistem tersebut membutuhkan pengoperasian MRP selama 35 minggu
di pabrik. Sebuah server UNIX menjembatani data dari sistem yang lama dan perlu untuk
menguji dan melatih server NT. Ada tiga fase dalam menerapkan sistem operasi yang lama di
Rolls-Royce, yaitu: Fase pertama, strategi dan arahan. Langkah pertama dalam proyek
tersebut adalah study intensif pendek untuk menetapkan cakupan dari proyek dan
menyediakan sebuah rencana garis besar serta pembiayaa. Sebuah komite dibentuk untuk
13 |
mengatur penuntunan keuangan dari proyek dan sebuah Tim Utama ERP dibentuk untuk
mengendalikan dan penilik proses implementasi aktual.
Fase Kedua, menghasilkan dan memasang sebuah prototipe sistem. Model usaha
dimebangkan berdasarkan model Rolls-Royce Allison dan segala proyek yang ada dalam
perusahaan itu digamba dan disatukan bersama. Banyak hal yang ditentukan seperti integrasi
dari ide Better Performance Faster (BPF). Serangkaian workshop yang dikenal sebagai High
Level Process Confirmation Workshop menjadi penggantinya dan melibatkan 200 orang serta
tim utama ERP. Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan pada fase kedua proyek ini adalah:
Peninjauan ulang sebelum dieliminasi (mengembangkan sebuah rancangan dan strategi
implementasi, mendefinisikan jangkauan proyek, serta mengembangkan model proses
bisnis), Peninjauan ulang Desain Tingkat Tinggi (menganalisis model usaha dan
mengembangkan protipe Vanilla), Peninjauan Ulang Desain Kritis (memberi penjelasan yang
mendetail mengenai desain dan perubahan dari prototipe), Mewujudkan Implementasi (ujian
integrasi), Peninjauan ulang operasional/teknis (menguji penerimaan sistem dari pihak
pengguna), Peninjauan ulang setelah Pengimplementasian (pengerahan sistem, konversi
sistem, pelatihan bagi pengguna sebelum direalisasikan/ Go Live). Pada fase kedua ini, biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar 5,2 juta dollar dalam dua minggu
perencanaan.
Fase ketiga, pada fase ini tahap penerapan, yang dibagi menjadi dua gelombang yang
dipusatkan dengan implementasi fisik dari sistem dan arsitekturnya. Gelombang tersebut juga
memperhatikan praktik kerja yang berubah dalam perusahaan Rolls-Royce. Pada gelombang
pertama ini dipusatan terhadap pergantian siste lama dengan cara memperkenalkan IPM
(Integrated Programme Management) bagi proyek produksi baru bagi gelomang pertama
dimana sistem eksekusi manufaktur yang baru ini disebut sebagai Manajemen Data Lantai
Toko (Shop Floor Data Management/SFDM). Tujuan utama dari gelomban pertama ini
adalah menyediakan kapabilita baru bagi operasional turbin gas. Pada gelombang kedua
dipusatkan pada kegiatan untuk mengimplementasikan elemen perakitan mesin, suku cadang,
logistik, dan SDM dalam proyek tersebut. Menjelang waktu pada gelombang kedua ini,
sistem lama digantikan dengan sistem yang baru, yaitu SAP sebagai sistem eksekutif. Ketika
sistem baru menunjukkan respon positif, maka sistem yang lama akan segera digantikan. IPM
akhirnya menaungi keseluruhan bisnis di perusahaan Rolls-Royce pada gelombang kedua ini.
Oleh karena itu, tiga fase bertahap dalam penggantian sistem lama ke sistem SAP dapat
dideskripsikan dengan gambar di bawah ini.
14 |
Tabel 3.2 Tiga Fase dalam Proses Pergantian kepada Sistem Baru SAP
Untuk mengetahui tahapannya dalam bentuk gambar, maka deksripksi tabel di bawah
ini akan lebih menjelaskan, yaitu:
Tabel 3.3 Model Implementasi ERP dengan Proyek berbasis Waktu
Kunci
Fase I
Fase II
Fase III
1
Strategi dan Arahan
2
Analisis Rencana dan Konvergensi
3
Pengerahan Dahulu (Early Deployment)
4
Gelombang 1- Fokus pada Operasional
5
Gelombang 1-Pilot
6
Gelombang 2- Fokus pada Perakitan dan Suku Cadang
Untuk mengganti ke sistem baru, terdapat tiga deretan, yaitu:
Rangkaian (suite) pertama, meliputi perencanaan rantai pasok dan pengusaaan program kunci
dimana pada tahap ini, APS pada Level Entrprise. Rangkaian (suite) kedua adalah
merencanakan dan mejadwalkan di pabrik serta jadwal pada toko. Pada tahap ini, APS ada
pada level pabrik dan SAP. Rangkaian (suite) ketiga adalah menjalankan (mengoperasikan)
pabrik. Pada tahap ini terdapat SFDM dan SAP.
Dengan demikian, berbagai tahapan
penerapan sistem operasi baru tersebut sangat penting bagi manajerial dan operasional di
perusahaan Rolls-Royce, terutama untuk memenuhi peningkatan pesananan dari pasar dan
untuk mengefisienkan dan mengefektifkan usaha bisnisnya.
15 |
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan makalah di atas, maka penulis menyimpulkan beberapa hal,
yaitu: Pertama, alasan tentang urgensi (pentingnya) mengubah sistem operasi SIM lama di
perusahaan Rolls-Royce adalah karena keinginan peruasahaan untuk menggunakan sistem
operasi yang dapat mengintegrasikan unit bisnis lintas departemen sehingga memampukan
para pembuat keputusan untuk mengambil keputusan yang baik, tepat waktu, dan akurat.
Alasan lainnya adalah agar perusahaan Rolls-Royce bisa lebih memfokuskan bisnisnya pada
keahlian utamanya, yaitu menciptakan dan menjual mesin pesawat (aero-engine) sehingga
mampu memenuhi pesanan yang banyak dari pihak pasar.
Kedua, penerapan strategi konversi sistem operasi secara bertahap kepada sistem
ERP (Enterprise Resource Planning) dengan aplikasi software SAP (Systems, Applications,
and Products) versi R/3 memang sudahlah tepat walaupun kegiatan ini menghabiskan banyak
biaya, waktu karena harus membuat perencanaan antara tim internal Rolls-Royce dengan
pihak SAP serta memberikan pelatihan kepada segenap karyawan di Rolls-Royce, dan
tenaga/pikiran untuk menjamin kesuksesan dalam peggunaan aplikasi SAP tersebut.
16 |
DAFTAR PUSTAKA
O’Brien, J. A. and Marakas, G. M. 2011. Management Information System Tenth Edition.
Mc.Graw-Hill Companies. New York.
Official Website, Roll-Royce History Timeline. Dipublikasikan pada http://www.rollsroyce.com/about/ourstory/history/
Yusuf, Y., Gunasekaran,A., & Abthorpe, M. 2004.
Enterprise Information Systems
Project Implementation: A Case Study of ERP in Roll-Royce. Int, J. Productin
Economic No.87, hal.251-266.
17 |
Download