KONSTRUKSI REALITAS MEDIA Pemahaman Realitas Media : Bagian terbesar dari urgensi media Media massa : ruang massa untuk berbagai kepentingan mengkonstruksi pengetahuan masyarakat secara luas membentuk opini masyarakat membentuk nilai masyarakat membentuk wacana di dalam masyarakat. Konstruksi sosial di mulai dari penciptaan agenda media massa : agenda media agenda masyarakat Penciptaan agenda media massa : bentuk konstruksi sosial yang dilakukan melalui media massa media massa juga adalah konstruksi sosial pesan media dan media adalah konstruksi sosial. PENCIPTAAN REALITAS Merupakan ruang subyektivitas media massa atau ruang virtual media massa, Gambaran zaman yang terbaik adalah masyarakat dengan sistem teknologi yang baik atau masyarakat teknologi. Untuk mencapai masyarakat teknologi, maka suatu masyarakat harus memiliki sistim teknologi yg baik Fungsi teknologi adalah kunci utama perubahan di masyarakat. - Jacques Ellul (1980:1) - - Goulet (1977:7) - Teknologi scr fungsional telah menguasai masyarakat, bahkan pd fungsi yg substansial, seperti mengatur beberapa sistem norma di masyarakat, - Ellul dan Goulet - Dlm dunia pertelevisian, sistem teknologi menguasai jalan pikiran masyarakat (secara tdk sengaja meninggalkan kesan dlm pikiran pemirsanya). - Theater of mind - Gambaran sebuah dunia hanya ada dalam teknologi media televisi yang dibangun oleh orang media berdasarkan kemampuan teknologi media elektronika, yang dipengaruhi oleh : lingkungan budaya pandangan terhadap produk pengetahuan tentang dunia periklanan kecanggihan teknologi media elektronika dan klien. Simulasi yaitu penciptaan model-model nyata yang tanpa asal-usul atau realitas awal (hiper-realitas) (Baudrillard (Piliang, 1998:228)). Dekonstruksi terhadap representasi realitas adalah ruang realitas semu yang merupakan satu ruang antitesis dari representasi (Derrida (Nugroho, 1998:123)). Ruang realitas semu digambarkan melalui analogi peta. Dalam suatu ruang nyata, sebuah peta merupakan representasi sebuah teritorial. Dalam model simulasi, peta yang mendahului teritorial. Piliang (1998:228) Ruang pengetahuan yang dikonstruksikan oleh iklan televisi; WACANA SIMULASI Manusia mendiami suatu ruang realitas yang perbedaan antara nyata dan fantasi, atau yang benar dengan yang palsu, menjadi sangat tipis. Manusia hidup dalam dunia maya dan khayal. Televisi dan informasi lebih nyata dari pengetahuan sejarah dan etika, namun sama-sama membentuk sikap manusia. PENCIPTAAN CITRA IKLAN CONTOH KONSTRUKSI MEDIA Tugas utama iklan : menjual barang atau jasa. Horace Schwerin : Tidak ada hubungan antara rasa suka kepada iklan dan termakan oleh iklan (Ogilvy, 1987:170). Ini tidak lagi dipatuhi oleh para copywriter dan visualiser iklan televisi, karena menghibur sambil menjual menjadi lebih menarik. Copywriter percaya iklan yang besar dengan pencitraan yang kuat, akan besar kekuatannya mempengaruhi pemirsa, apalagi dilakukan melalui konstruksi realitas sosial, walaupun semu. Ini adalah sebagian contoh dari upaya teknologi menciptakan theater of mind dalam alam kognisi masyarakat. PENCIPTAAN CITRA IKLAN CONTOH KONSTRUKSI MEDIA mereka atau produsen. Jika pencitraan dimaknakan pemirsa sebagaimana kemauan copywriter, maka sesungguhnya terjadi kesadaran semu terhadap realitas semu yang digambarkan dalam iklan sebagai suatu hiper-realitas (pseudo-realistik) atau realitas virtual Tidak semua iklan televisi diciptakan untuk maksud pencitraan, karya iklan televisi dianggap sempurna kalau sampai pada tahap pencitraan ini, produsen maupun copywriter berupaya agar iklan mereka sampai pada pencitraan produk. Pencitraan dalam iklan televisi disesuaikan dengan kedekatan jenis obyek iklan yang diiklankan, tidak jarang pencitraan dilakukan secara ganda, artinya iklan menggunakan beberapa pencitraan terhadap satu obyek iklan. KATEGORISASI KONSTRUKSI CITRA MEDIA 1. Citra Perempuan Citra Pigura Citra Pilar, 1) “keapikan” fisik dari rumah suaminya 2) pengelola sumberdaya rumah tangga dan ibu yang baik dan bijaksana 3) guru dan sumber legitimasi bagi anaknya (Dancow Madu). Citra Pinggan, Citra Pergaulan, 2. 3. 4. 5. 6. 7. Citra Kemewahan dan Eksklusif Citra Kelas Sosial Citra Kenikmatan Citra Manfa’at Citra Persahabatan Citra Seksisme dan Seksualitas Pencitraan iklan televisi : bagian terpenting dalam konstruksi iklan televisi atas realitas sosial. nilai ekonomis sebuah iklan menjadi pertimbangan utama. pencitraan itu harus bermanfaat bagi produk tertentu. Pada umumnya iklan televisi tampil dengan citra ganda. Tanpa disadari citra dalam iklan televisi telah menjadi bagian dari kesadaran palsu yang sengaja dikonstruksi oleh copywriter dan visualiser untuk memberi kesan yang kuat terhadap produk yang diiklankan. Menurut Yong-Sang, copywriter dan visualiser sering secara sengaja menciptakan gambaran yang palsu (pseudo-reality) dalam iklan. Iklan-iklan berisikan manipulasi fotografi, pencahayaan dan taktik-taktik kombinasi lain yang memunculkan sesuatu pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri atau yang disebut dengan a vicorius experience (Suharko, 1998:325). BAHASA SEBAGAI KONSTRUKSI REALITAS Ferdinan de Sausure : hakikat bahasa adalah sistem-tanda. Terdiri dari penanda (bunyi yang kita dengar, tuturkan atau huruf-huruf yang kita baca dan tulis) serta tertanda atau makna (Fridolin, 1993:28, Sudjiman dan Zoest, 1992:9). Tidak ada kaitan langsung, ataupun hukum alam yang mengatur hubungan antara sistem tanda ini (bahasa) dengan realitas konkrit obyektif (acuan). Hubungan itu bersifat sewenang-wenang atau konvensional. Makna tidak dibentuk atau ditentukan oleh hakekat benda yang diacu, tetapi oleh perbedaan di antara satuan penanda atau tertanda dengan sesamanya (Heryanto, 1996:99). Dlm bahasa komunikasi ada pesan verbal (berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua pihak (addresser dan addressee) yang melakukan komunikasi) dan pesan visual (hubungan kedua belah pihak sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana addressee menafsirkan teks dan gambar). - Vestergaard dan Schroder - Dalam komunikasi verbal, interaksi simbolik selalu menggunakan ikon, indeks dan simbol (Vestergaard dan Schroder, 1985: 14,16,36). Media televisi menggunakan pesan verbal dan visual untuk mengkonstruksi makna dan pencitraannya. Herbert Mead : Self (diri) menjalani internalisasi atau interpretasi atas realita struktur yang lebih luas. Self benar-benar merupakan internalisasi seseorang atas apa yang telah digeneralisir orang lain, atau kebiasaan-kebiasaan sosial komunitas yang lebih luas. Ia merupakan produk dialektika antara ‘saya’ atau impulsif dari “diri”, dan “aku”, atau sisi sosial manusia. Karena itu setiap diri seseorang terdiri dari biologis dan psikologis “saya”, dan sosiologis ”aku” (Paloma, 1992:260). Totemisme (Hoed,1994: 122,128) suatu masyarakat dapat mengidentifikasikan diri mereka terhadap benda (totem) dan benda itu akhirnya menjadi rujukannya. Proses identifikasi diri melalui signifikasi, mampu seseorang pada nilai kebendaan (totem) tertentu. membawa Saussure (Sudjiman dan Zoes, 1992:3) : setiap tanda selalu diikuti dengan maksud tertentu yang digunakan dengan sadar oleh kelompok yang menggunakan tanda-tanda itu, dan makna tandatanda itu ditangkap secara sadar oleh kelompok yang menerima pesan makna itu. Penciptaan realitas dilakukan dengan menggunakan bahasa (verbal maupun visual) atau tanda bahasa (simbol). Ketika akan menciptakan realitas barang, bahasa digunakan untuk penggambaran realitas itu, namun di saat akan menciptakan citra realitas terhadap suatu barang, maka bahasa saja tidak cukup untuk tujuan tersebut, sehingga digunakan tanda bahasa sebagai alat penggambaran citra tersebut. Sebagai media komunikasi, penggunaan bahasa iklan dilihat sebagai yang bermakna informatif sedangkan sebagai wacana penciptaan realitas, iklan adalah sebuah seni, di mana orang menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia yang diinginkannya. Iklan televisi memiliki realitas yang berlapis-lapis yaitu lapisan makna teknologi, lapisan makna ekonis dan lapisan makna simbolik. Lapisan-lapisan (layer) realitas itu memiliki hubungan dengan pemirsa iklan televisi berdasarkan pada keluasan pengetahuan pemirsa terhadap iklan televisi tertentu. MAKNA YANG DIKODE OLEH AUDIENCE Iklan televisi berlangsung dalam proses, di mana pemirsa iklan televisi melakukan dekoding terhadap makna dalam iklan tersebut, sebagai konsekuensi dari proses enkoding yang dilakukan iklan terhadap pemirsa, terjadi dalam ruang yang berbeda-beda atau pada individu yang berbeda-beda, berdasarkan pada kemampuan kognitif pemirsa maupun emosinya, tergantung pada bagaimana individu melakukan dekonstruksi terhadap iklan televisi itu, setiap individu memiliki kebebasan menentukan metode interpretasi apa yang harus digunakan, termasuk kepentingan-kepentingannya dalam melakukan dekonstruksi. Makna yang dikode pemirsa, berhubungan dengan beberapa kategorisasi pemirsa yaitu: (a) kelas sosial, (b) gaya hidup, (c) usia individu dan kemampuan intelektual, (d) perbedaan gender, (e) kebutuhan terhadap produk yang diiklankan (f) kesan individu terhadap iklan. POSISI MAKNA IKLAN DALAM REALITAS IKLAN (GENERAL) Karl Marx : kesadaran palsu sebagai bentuk alienasi pemikiran manusia dari keberadaan sosial yang sebenarnya (Berger dan Luckmann, 1990:8). Rymond Williams (1993:320) : iklan televisi sebagai “the magic system”, Theodor Adorno dan Max Horkheimer : budaya hiburan telah menjadi sebuah proses reproduksi kepuasaan manusia dalam media tipuan (During, 1993:31). Makna iklan ditempatkan pada posisi realitas sosial sebenarnya. Realitas sosial yang ada di dalam iklan televisi dimaknakan sebagai sesuatu yang nyata (real) terjadi, oleh Baudrillard (Piliang, (1998:228) disebut hiper-realitas. Iklan televisi dalam realitas sosial (general), menempatkan posisi makna iklan sebagai nilai kehidupan masyarakat. Ketika wacana publik dikuasai negara melalui tindakan-tindakan represif dan penguasaan intelektual sehingga tercipta hegemoni Pemaknaan yang dilakukan melalui iklan televisi telah menempatkan posisi iklan sebagai bagian dari realitas sosial. Pada saat sebuah perusahaan periklanan berkembang menjadi kapitalis, posisi-posisi copywriter dan visualiser, sebagai variabel penting dalam periklanan, tidak bergeser. Mereka menjadi faktor penting dalam konstruksi iklan televisi, bukan menjadi faktor penentu yang menentukan “hitam-putih”, “hidup-mati”-nya suatu iklan. Secara materi mereka hidup karena iklan dan bukan mereka yang menghidupkan iklan. Kendati kekuasaan kapitalis mendominasi iklan, kekuatan masyarakat tetap dapat mengoreksi tayangan-tayangan iklan televisi di masyarakat. Karena itu keberadaan iklan selalu memperhatikan realitas sosial pada umumnya. Makna iklan televisi adalah milik masyarakat secara umum. Karena itu, masyarakatlah yang menjadi “penguasa tertinggi” terhadap iklan televisi. “Mati-hidupnya” suatu iklan, masyarakat yang menentukan bukan karena kapitalis semata. Ketika iklan menyentuh nilai-nilai kelompok dalam masyarakat dan nilai itu dianggap direndahkan oleh iklan televisi, maka reaksi-reaksi kelompok muncul sebagai bagian kontrol sosial secara spesifik. Karena itu, pertama, iklan televisi dikontrol oleh masyarakat pada umumnya. Kedua, secara spesifik, iklan juga dikontrol oleh kelompok atau individu anggota masyarakat. Karenanya, posisi makna iklan televisi di masyarakat, menjadi bagian dari realitas sosial masyarakat, individu atau kelompok. Kontrol sosial oleh masyarakat pada umumnya terhadap iklan televisi, bersifat penguatan normatif terhadap nilai-nilai yang dilanggar oleh iklan televisi. Sedangkan iklan yang dikontrol oleh individu dan kelompok, lebih bersifat nyata, seperti protes, dialog, sampai dengan penuntutan secara hukum.